Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku semua tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas, baik yang dapat diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati. Dari segi biologis, perilaku

adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup yang

bersangkutan). Sedangkan dari segi kepentingan kerangka analisis,

perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut baik dapat

diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).

2. Determinan Perilaku

a. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors)

Faktor-faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah

terjadinya suatu perilaku. Yang termasuk faktor predisposisi yaitu

pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan

lain-lain

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang merupakan

sarana dan prasarana untuk berlangsungnya suatu perilaku. Yang

merupakan faktor pemungkin misalnya lingkungan fisik dan

ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan setempat.


c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor penguat adalah faktor yang memperkuat terjadinya

suatu perilaku. Yang merupakan faktor pendorong dalam hal ini

adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan maupun petugas yang

lain dalam upaya mempromosikan perilaku kesehatan.

3. Domain Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2012) perilaku di bagi menjadi :

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil dari suatu proses pembelajaran

seseorang terhadap sesuatu baik itu yang didengar maupun yang

dilihat (Fitriani, 2011).

Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif :

1. Tahu (know)

Tahu berarti seseorang tersebut dapat mengingat kembali materi

yang pernah dipelajari sebelumnya dengan cara menyebutkan,

menguraikan,dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami yaitu mampu untuk dapat menjelaskan sesuatu yang

telah dipelajari sebelumnya dengan jelas serta dapat membuat

suatu kesimpulan dari suatu materi.


3. Aplikasi (application)

Aplikasi berarti seseorang mampu untuk dapat menerapkan

materi yang telah dipelajari ke dalam sebuah tindakan yang nyata.

4. Analisis (analysis)

Analisis merupakan tahap dimana seseorang telah dapat

menjabarkan masing-masing materi, tetapi masih memiliki kaitan

satu sama lain. Dalam menganalisis, seseorang bisa membedakan

atau mengelompokkan materi berdasarkan kriteria yang sudah

ditentukan.

5. Sintesis (synthetis)

Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam membuat temuan

ilmu yang baru berdasarkan ilmu lama yang sudah dipelajari

sebelumnya.

6. Evaluasi (evaluation)

Tingkatan pengetahuan yang paling tinggi adalah evaluasi. Dari

hasil pembelajaran yang sudah dilakukan, seseorang dapat

mengevaluasi seberapa efektifnya pembelajaran yang sudah ia

lakukan. Dari hasil evaluasi ini dapat dinilai dan dijadikan acuan

untuk meningkatkan strategi pembelajaran baru yang lebih efektif

lagi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Faktor-faktor

pengetahuan menurut Wawan & Dewi (2011) dibedakan menjadi

faktor internal dan faktor eksternal :


a. Faktor internal

1. Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang

terhadap pola hidup terutama dalam motivasi sikap.

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin

mudah untuk penerimaan informasi.

2. Pekerjaan merupakan suatu cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Pekerjaan

dilakukan untuk menunjang kehidupan pribadi maupun

keluarga. Bekerja dianggap kegiatan yang menyita waktu.

b. Faktor eksternal

1. Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan

dan perilaku individu maupun kelompok. Jika lingkungan

mendukung ke arah positif, maka individu maupun

kelompok akan berperilaku positif, tetapi jika lingkungan

sekitar tidak kondusif, maka individu maupun kelompok

tersebut akan berperilaku kurang baik.

2. Sosial budaya yang ada dalam masyarakat juga

mempengaruhi sikap dalam penerimaan informasi.

b. Sikap (Attitude)

Reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus

disebut sikap. Sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, tetapi

masih berupa persepsi dan kesiapan seseorang untuk bereaksi

terhadap stimulus yang ada di sekitarnya. Sikap dapat diukur secara


langsung dan tidak langsung. Pengukuran sikap merupakan pendapat

yang diungkapkan oleh responden terhadap objek (Notoatmodjo,

2007).

Tingkatan sikap menurut Fitriani, 2011 :

1. Menerima (receiving) : seseorang mau dan memperhatikan

rangsangan yang diberikan.

2. Merespons (responding) : memberi jawaban apabila ditanya,

menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai tanda seseorang

menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing) : tingkatan selanjutnya dari sikap adalah

menghargai. Menghargai berarti seseorang dapat menerima ide

dari orang lain yang mungkin saja berbeda dengan idenya sendiri,

kemudian dari dua ide yang berbeda tersebut didiskusikan

bersama antara kedua orang yang mengajukan ide tersebut.

4. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling

tinggi.(Notoatmodjo, 2011).

c. Pengukuran sikap

Pengukuran dengan menggunakan skala Guttman hanya akan ada

dua jawaban, yaitu ya-tidak, benar-salah, pernah-tidak pernah,

setuju-tidak setuju, dan lain-lain. Skala Guttman digunakan apabila

ingin mendapatkan jawaban yang tegas tentang permasalahan yang

dipertanyakan. Penilaian pada skala Guttman untuk jawaban setuju


diberi skor 1 dan jika tidak setuju diberi skor 0 (Sugiyono, 2009).

Sikap dikatakan positif (mendukung) bila hasil mean lebih besar

daripada rata-rata, sedangkan dikatakan negatif (tidak mendukung)

bila hasil mean lebih rendah daripada rata-rata.

d. Kebiasaan (tradisi/budaya)

Manusia adalah makluk yang unik karena manusia mampu

melakukan hal-hal tertentu dengan atau tanpa berpikir. Menurut Joko

(2008) kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan

berulang-ulang dalam hal yang sama.

Kebiasaan dilakukan secara berulang-ulang yang menjadi respon

dari suatu perilaku. Jika kebiasaan adalah respon dari perilaku maka

respon yang didapatkan dari perbuatan yang sama tidak akan sama

karena perbuatan manusia dipengaruhi oleh pengetahuan dan

pengalaman hidupnya. Menurut Asih (2010) kebiasaan adalah

perbuatan sehari-hari yang dilakukan secara berulang-ulang dalam hal

yang sama, sehingga menjadi adat kebiasaan dan ditaati oleh

masyarakat. Misalnya kebiasaan konsumsi minuman keras di desa

Boking sering dilakukan secara berulang-ulang maka akan menjadi

satu budaya atau tradisi yang tidak sehat dan mempengaruhi

kesehatan masyarakat desa Boking.


B. Perilaku Kosumsi Alkohol

Minuman keras adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah

bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Di

berbagai negara, penjualan minuman keras dibatasi ke sejumlah kalangan saja,

umumnya orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu (Darmawan,

2010). Perilaku konsumsi alkohol adalah tindakan atau aktivitas dari manusia

meminum minuman yang mengandung alkohol.

1. Faktor Determinan Penyalahgunaan Alkohol

Terdapat 4 kelompok determinan dari penyalahgunaan alkohol (sosial,

ekonomi, budaya, dan lingkungan) yang mana peranannya sangat

kompleks dan saling terkait satu sama lainnya.

a. Sosial

Penggunaan alkohol sering kali didasari oleh motif-motif sosial seperti

meningkatkan prestige ataupun adanya pengaruh pergaulan dan

perubahan gaya hidup. Selain itu faktor sosial lain seperti sistem

norma dan nilai (keluarga dan masyarakat) juga menjadi kunci dalam

permasalahan penyalahgunaan alcohol (Sarwono, 2011).

b. Ekonomi

Masalah penyalahgunaan alkohol bisa ditinjau dari sudut ekonomi.

Tentu saja meningkatnya jumlah pengguna alkohol di Indonesia juga

dapat diasosiasikan dengan faktor keterjangkauan harga minuman

keras (import atau lokal) dengan daya beli atau kekuatan ekonomi

masyarakat. Dan secara makro, industri minuman keras baik itu


ditingkat produksi, distribusi, dan periklanan ternyata mampu

menyumbang porsi yang cukup besar bagi pendapatan negara (tax,

revenue dan excise).

c. Budaya

Melalui sudut pandang budaya dan kepercayaan masalah alkohol juga

menjadi sangat kompleks. Di Indonesia banyak dijumpai produk lokal

minuman keras yang merupakan warisan tradisional (arak, tuak, badeg,

dll) dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat dengan alasan tradisi.

Sementara bila tradisi budaya tersebut dikaitkan dengan sisi agama

dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah kaum muslim yang

notabene melarang konsumsi alkohol, hal ini tentu saja menjadi sangat

bertolak belakang.

d. Lingkungan

Peranan negara dalam menciptakan lingkungan yang bersih dari

penyalahgunaan alkohol menjadi sangat vital. Bentuk peraturan dan

regulasi tentang minuman keras, serta pelaksanaan yang tegas menjadi

kunci utama penanganan masalah alkohol ini. Selain itu yang tidak

kalah penting adalah peranan provider kesehatan dalam

mempromosikan kesehatan terkait masalah alkohol baik itu sosialisasi

di tingkat masyarakat maupun advokasi pada tingkatan decision maker

(Sarwono, 2011).
C. Bahaya Konsumsi Alkohol Terhadap Kesehatan

Dampak negatif penggunaan alkohol dikategorikan menjadi 3, yaitu

dampak fisik, dampak neurology dan psychologi, juga dampak sosial (Woteki

dalam Darmawan, 2010).

1. Dampak Fisik

Beberapa penyakit yang diyakini berasosiasi dengan kebiasaan minum

alkohol antara lain serosis hati, kanker, penyakit jantung dan syaraf.

Sebagian besar kasus serosis hati (liver cirrhosis) dialami oleh peminum

berat yang kronis. Sebuah studi memperkirakan bahwa konsumsi 210

gram alkohol atau setara dengan minum sepertiga botol minuman keras

(liquor) setiap hari selama 25 tahun akan mengakibatkan serosis hati

(Darmawan, 2010).

Berkaitan dengan kanker terdapat bukti yang konsisten bahwa alkohol

meningkatkan resiko kanker di beberapa bagian tubuh tertentu, termasuk:

mulut, kerongkongan, tenggorokan, larynx dan hati. Alkohol memicu

terjadinya kanker melalui berbagai mekanisme. Salah satunya alkohol

mengkatifkan ensim-ensim tertentu yang mampu memproduksi senyawa

penyebab kanker. Alkohol dapat pula merusak DNA, sehingga sel akan

berlipatganda (multiplying) secara tak terkendali (Tarwoto dkk, 2010).

Peminum minuman keras cenderung memiliki tekanan darah yang

relatif lebih tinggi dibandingkan non peminum (abstainer), demikian pula

mereka lebih berisiko mengalami stroke dan serangan jantung. Peminum

kronis dapat pula mengalami berbagai gangguan syaraf mulai dari


dementia (gangguan kecerdasan), bingung, kesulitan berjalan dan

kehilangan memori. Diduga konsumsi alkohol yang berlebihan dapat

menimbulkan defisiensi thiamin, yaitu komponen vitamin B komplek

berbentuk kristal yang esensial bagi berfungsinya sistem syaraf.

2. Dampak Psikoneurologis

Pengaruh addictive, imsonia, depresi, gangguan kejiwaaan, serta dapat

merusak jaringan otak secara permanen sehingga menimbulkan gangguan

daya ingatan, kemampuan penilaian, kemampuan belajar, dan gangguan

neurosis lainnya (Sarwono, 2011).

3. Dampak Sosial

Dampak sosial yang berpengaruh bagi orang lain, di mana perasaan

pengguna alkohol sangat labil, mudah tersinggung, perhatian terhadap

lingkungan menjadi terganggu. Kondisi ini menekan pusat pengendalian

diri sehingga pengguna menjadi agresif, bila tidak terkontrol akan

menimbulkan tindakan yang melanggar norma bahkan memicu tindakan

kriminal serta meningkatkan resiko kecelakaan (Sarwono, 2011).

Berdasarkan kisaran waktu (periode) pengaruh penggunaan alkohol

dibedakan menjadi 2 kategori :

a. Pengaruh jangka pendek

Walaupun pengaruhnya terhadap individu berbeda-beda, namun

terdapat hubungan antara konsentrasi alkohol di dalam darah Blood

Alkohol Concentration (BAC) dan efeknya. Euphoria ringan dan

stimulasi terhadap perilaku lebih aktif seiring dengan meningkatnya


konsentrasi alkohol di dalam darah. Resiko intoksikasi (mabuk)

merupakan gejala pemakaian alkohol yang paling umum. Penurunan

kesadaran seperti koma dapat terjadi pada keracunan alkohol yang

berat demikian juga nafas terhenti hingga kematian. Selain itu efek

jangka pendek alkohol dapat menyebabkan hilangnya produktifitas

kerja. Alkohol juga dapat menyebabkan perilaku kriminal. Ditenggarai

70% dari narapidana menggunakan alkohol sebelum melakukan tindak

kekerasan dan lebih dari 40% kekerasan dalam rumah tangga

dipengaruhi oleh alkohol

b. Pengaruh Jangka Panjang

Mengkonsumsi alkohol yang berlebihan dalam jangka panjang

dapat menyebabkan penyakit khronis seperti kerusakan jantung,

tekanan darah tinggi, stroke, kerusakan hati, kanker saluran

pencernaan, gangguan pencernaan lain (misalnya tukak lambung),

impotensi dan berkurangnya kesuburan, meningkatnya resiko terkena

kanker payudara, kesulitan tidur, kerusakan otak dengan perubahan

kepribadian dan suasana perasaan, sulit dalam mengingat dan

berkonsentrasi.
D. Kerangka Konsep

Variabel Independen (bebas) Variabel Dependen (terikat)


Faktor predisposisi
Perilaku Konsumsi
1. Pengetahuan
Alkohol pada Masyarakat
2. Sikap
desa Boking
3. Kebiasaan
(tradisi/budaya)

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain yang sangatpenting untuk

membentuk tindakan seseorang (overt behevior). Pengetahuan

merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

penca indra manusia yaitu panca indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku

(perilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau menfaaat

perilaku tersebut bagi dirinya ataupun keluarganya. Pengetahuan

merupakan faktor pemudah (predisposisi) perilaku seseorang. Dengan

adanya pengetahuan tentang bahaya minuman keras bagi kesehatan

pada masyarakat desa Boking maka memungkinkan tidak ada perilaku

minum minuman keras pada masyarakat Desa Boking.


b. Sikap

Sikap merupakan penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang

terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini masalah kesehatan).

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, maka proses

selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek

kesehatan tersebut. Sikap berkaitan dengan emosi (perasaan) manusia.

Efek dari minuman keras yaitu memicu adrenalin, membuat

seseorang senang menghilangkan rasa susah. Hal ini kemungkinan

kemungkinan menjadi penyebab makin tingginya konsumsi alkohol di

desa Boking.

c. Kebiasaan (tradisi/budaya)

Kebiasaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan

secara berulang oleh suatu kelompok masyarakat. Budaya

menggunakan minuman keras (sopi) sebagai jembatan untuk

menyelesaikan suatu masalah di masyarakat sudah membudaya.

Dengan adanya budaya tersebut kemungkinan menjadi salah satu

faktor konsumsi minuman keras di masyarakat desa Boking.


E. Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi/Pemudah
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kebiasaan
(tradisi/budaya)

Faktor Enbling/Faktor Pemungkin:


1. Tempat Penjualan Minuman Keras Perilaku komsumsi
2. Faktor sosial ekonomi Minuman Keras
3. Keadaan lingkungan

Faktor Reinforsing/Faktor Pendorong:

- Kurangnya perhatian
pemerintah dalam
menanggulangi masalah yang
disebabkan oleh konsumsi
minuman keras yang berlebihan
- Kirangnya tenaga kesehatan
yang dapat menjelaskan bahaya
yang diakibatkan oleh
konsumsi minuman keras yang
berlebihan

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Keterangan :

Yang diteliti :

Tidak diteliti :
F. Definisi Operasional

Tabel 2.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian


Variabel Definisi Operasinal Kriteria Objektif dan Skala
Cara Pengukuran
Pengetahuan Kemampuan Baik: apabila responden Ordinal
masyarakat untuk dapat menjawab 80%
mengingat dan pertanyaan dengan benar.
memahami hal-hal Cukup: apabila responden
yang berkaitan dapat menjawab 60-79%
dengan minuma pertanyaan dengan benar.
keras. Seperti Kurang: apabila responden
definisi, bahaya, dapat menjawab < 60%
serta tindakan yang pertanyaan dengan benar.
dilakukan (Khomsam, 2004)
Cara Pengukuran:
Kuisioner
Sikap Respon masyarakat Sikap positif: apabila skor Nominal
mengenai peryataan total jawban yang
tentang kebiasaan diperoleh responden
mengkomsumsi terhadap setiap pertayaan
minuman keras yang yang diberikan tentang
berkaitan dengan minuman keras 60.
pendangan, perasan Sikap negatif: apabila skor
dengan total jawban yang
kecenderungan diperoleh responden
untuk bertindak terhadap setiap pertayaan
yang diberikan tentang
minuman keras < 60.
Cara pengukuran:
Kuesioner
Kebiasaan Aktifitas yang Tidak pernah: apabila Ordinal
dilakukan responden responden tidak pernah
berkaitan dengan mengkomsumsi minuman
kebiasaan keras
mengkomsumsi Pernah: apabila responden
minuman keras mengkomsumsi minuman
keras
Cara pengukuran:
Kuisioner dan observasi

Anda mungkin juga menyukai