31 Talasemia
31 Talasemia
MODUL: PUCAT
TALASEMIA
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Khusus Metoda Sarana dan Prasarana
Umum
Mahasiswa Mahasiswa diharapkan dapat: BST Nara sumber :
diharapkan dapat Menjelaskan definisi CRS Nina Surtiretna, dr, Sp:A, Mkes
menjelaskan definisi, hemolitik dan anemia CSS
etiologi, anemia hemolitik pada anak Sumber Pustaka :
hemolitik, patogenesis Menjelaskan etiologi, 1. Segel GB. Definitions and classification of hemolytic
dan patofisiologi patogenesis dan anemias. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
menegakkan diagnosis patofisiologi anemia penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18.
anemia hemolitik hemolitik khususnya Philadelphia: WB Saunders Company; 2007. hlm. 2018-20.
berdasarkan talasemia
anamnesis, 2. DeBaun MR, Vichinsky E. Hemoglobinopathies. Dalam:
Menjelaskan manifestasi
pemeriksaan fisik, dan Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting.
gejala talasemia
pemeriksaan Menganalisis kelainan pada Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia:
penunjang, diagnosis anamnesis, pemeriksaan WB Saunders Company; 2007. hlm. 2025-38.
banding, komplikasi, fisik dan laboratorium pada 3. Permono B, Ugrasena IDG. Talasemia. Dalam: Permono
penatalaksanaan, serta talasemia B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M,
prognosisnya pada Membuat diagnosis banding penyunting. Buku ajar hermatologi-onkologi anak. Edisi
anak dengan anemia pada talasemia
hemolitik (Talasemia) ke-1. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2005. hlm. 64-84.
Memprediksi komplikasi
talasemia Ruangan :
Menjelaskan pengobatan Rawat inap
dan indikasi splenektomi
Poliklinik Anak
Memprediksi prognosis
pada anak dengan talasemia
Definisi
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh hancurnya sel-sel darah
merah sebelum waktunya yang berlebihan melebihi kapasitas produksi sumsum
tulang, dapat terjadi karena kelainan herediter atau didapat.
Masa hidup eritrosit yang normal berkisar antara 110-120 hari, setiap
harinya sekitar 1% eritrosit dihancurkan dan diganti oleh eritrosit-eritrosit baru
yang diproduksi sumsum tulang sehingga jumlah eritrosit dalam keadaan konstan.
Masa hidup eritrosit pada bayi prematur lebih pendek. Hemolisis artinya
penghancuran (lisis) eritrosit.
Klasifikasi anemia hemolitik:
A. Defek selular (intrinsik/intrakorpuskular)
- defek membran
- defek enzim
- abnormalitas hemoglobin
B. Defek ekstraselular (ekstrinsik/ekstrakorpuskular)
- otoimun
- hemolisis fragmentasi
- hipersplenism
- faktor plasma
Gambaran Klinis
Manifestasi klinis utama anemia hemolitik adalah anemia, ikterus, splenomegali
(tergantung derajat hemolitik yang terjadi). Gejala lain yang dapat ditemukan
sesuai dengan jenis anemia hemolitiknya seperti kejadian krisis, kolelitiasis,
dapat terjadi ulkus kaki dan abnormalitas tulang.
Ikterus terjadi karena penghancuran eritrosit akan menghasilkan bilirubin
indirek (unconjugated bilirubin). Makin hebat proses hemolitik maka makin
banyak dihasilkan bilirubin indirek.
Sindrom Talasemia
Talasemia merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi gen tunggal
terbanyak di dunia. Tidak kurang dari 300 juta penduduk dunia merupakan
pembawa gen talasemia dan tidak kurang dari 300.000 orang bayi dengan
kelainan talasemia berat dilahirkan setiap tahunnya.
Talasemia ditemukan di berbagai tempat, insidensnya tergantung dari
jenisnya. Insidens talasemia tersebar luas di seluruh daerah Mediterannia,
Timur Tengah, di negara-negara sekitar Laut Tengah (seperti Italia, Cyprys,
Yunani), India, Pakistan sampai Asia Tenggara, bagian selatan bekas Uni Soviet
dan RRC, namun jarang ditemukan di Afrika, sedangkan talasemia tersebar di
seluruh Afrika, Timur Tengah dan Asia Tenggara. Kata talasemia dimaksudkan
untuk mengkaitkan penyakit tersebut dengan penduduk Mediterania, dalam
bahasa Yunani Thalasa berarti laut.
WHO (1993) memperkirakan bahwa pada tahun 2000 frekuensi gen
talasemia di dunia mencapai 7%. Frekuensi gen talasemia di Indonesia
diperkirakan berkisar antara 3-8%. Penderita talasemia berat akan memerlukan
transfusi darah seumur hidupnya dengan segala konsekuensinya.
Definisi Talasemia
Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan hemoglobin. Kelainan
hemoglobin dibagi atas 3 kelompok, yaitu :
- Abnormalitas struktural (sering disebut sebagai hemoglobinopati) yang
disebabkan karena adanya perubahan rantai asam amino pembentuk
globin.
Klasifikasi di atas berkorelasi satu sama lain dan memiliki implikasi klinis
diagnosis dan penatalaksanaan. Talasemia diturunkan berdasarkan hukum
Mendel. Heterozigot dapat tanpa gejala atau gejalanya ringan saja, homozigot
atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat.
Bila talasemia timbul pada populasi dimana terdapat variasi Hb struktural
seringkali diturunkan gen talasemia dari satu orang tua dan gen varian Hb dari
orangtua lainnya. Dengan demikian, dapat terjadi talasemia dan secara
Patofisiologi
Meskipun dasarnya ketidakseimbangan produksi rantai globin, konsekuensi
kelebihan rantai dan pada talasemia dan berbeda. Kelebihan rantai pada
talasemia tak dapat membentuk tetramer dan mengendap pada prekursor
eritrosit. Sedangkan kelebihan rantai dan mampu membentuk tetramer yang
viable dan membentuk HbBart (4) dan HbH (4). Perbedaan ini mempengaruhi
patologi selular kelainan ini.
Mekanisme dasar tejadinya proses hemolitik pada talasemia adalah akibat
ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Untuk memahami patofisiologi
talasemia diperlukan pemahaman mengenai patologi molekular bagaimana
ketidakseimbangan rantai globin mempengaruhi kegagalan eritropoesis dan
kecepatan pengrusakan eritrosit.
Talasemia
Pada talasemia terjadi gangguan simetris rantai sehingga jumlai rantai
berkurang bahkan tidak terbentuk. Berkurangnya rantai akan menyebabkan
kelebihan rantai . Rantai yang tidak berpasangan (kelebihan rantai ) akan
mengendap pada membran sel eritrosit dan prekursornya. Presipitasi ini
menyebabkan eritrosit menjadi tidak stabil, akibatnya terjadi pengrusakan
prekursor eritrosit intramedular yang hebat, kemungkinan melalui proses
pembelahannya atau proses oksidasi pada membran sel prekursor. Eritrosit yang
mencapai darah tepi memiliki badan inklusi yang menyebabkan pengrusakan di
limpa dan oksidasi membran sel akibat pelepasan heme dan denaturasi Hb dan
Talasemia
Dengan adanya HbH dan Hb Bart (tetramer) mengakibatkan eritropoisis yang
kurang efektif. Tetramer HbH cenderung mengendap seiring dengan penuaan sel
Talasemia intermedia
Sindrom talasemia memiliki spektrum manifestasi klinis yang luas mulai dari
talasemia mayor dengan gejala klinis yang berat hingga talasemia minor yang
asimtomatik. Hal ini sesuai dengan derajat beratnya defek. Di antara kedua
bentuk yang ekstrim tadi terdapat bentuk antara keduanya yang dikenal dengan
talasemia intermedia.
Gejala klinik talasemia intermedia lebih ringan dibanding talasemia
mayor namun lebih berat dibanding talasemia minor. Biasanya gejala baru
Talasemia minor
Talasemia minor merupakan bentuk heterozigot. Penderita tidak menampakkan
gejala klinis, sering ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin. Nilai
Hb pada penderita ini berkisar antara 9-11 g/dl yang disertai hipokrom
mikrositer. Kadar HbA2 meningkat >3,5% sedangkan kadar HbF 1-3% dan
biasanya tak lebih dari 5 g/dl.
Talasemia
Talasemia homozigot ( Sindrom hidrops fetalis dengan Hb Bart )
Di Asia Tenggara keadaan ini sering menjadi penyebab bayi lahir mati. Bayi
yang menderita kelainan ini lahir mati antara umur 34-40 minggu atau lahir
hidup namun meninggal beberapa jam kemudian. Penderita lahir dengan tanda-
tanda pucat, edema, hepatosplenomegali dan ditemukan hematopoisis
ekstramedular yang masif dan plasenta yang sangat besar.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan gambaran darah tepi berupa
hemolitik berat, pada analisis Hb didapatkan kadar HbBart yang tinggi. Pada
kasus yang berat tidak ditemukan baik HbA maupun HbF.
Penyakit HbH
Gejala klinik menyerupai penderita talasemia mayor walaupun sering lebih
ringan. Penderita ini mengalami anemia sepanjang hidupnya dengan
splenomegali yang besarnya bervariasi dan didapatkan perubahan tulang. HbA
masih dalam jumlah terbanyak, namun jumlah HbH bervariasi 5-30%.
Pada pemeriksaan darah tepi diperoleh gambaran hipokrom dan
anisopoikilositosis, retikulosit meningkat sampai 5% dan pada pewarnaan
brilliant cresyl blue menunjukkan badan inklusi pada seluruh sel.
Diagnosis Banding
Gejala klinik dan laboratorium pada talasemia berat/homozigot dan penyakit
HbH sangat khas, sehingga diagnosis mudah dilakukan.
Pada kasus yang lebih ringan harus dibedakan dengan keadaan-keadaan
yang menyebabkan anemia dengan mikrositosis dan hipokromik seperti
hemoglobinopati, anemia defisiensi besi, anemia diseritropoitik kongenital.
Penatalaksanaan Talasemia
Prinsip penatalaksanaan penderita talasemia adalah mempertahankan kadar Hb
fisiologik dengan transfusi darah, mencegah dan mengeluarkan penimbunan
zat besi hingga mencapai kadar optimal, splenektomi bila terjadi hipersplenisme
dan pendekatan terapi lain yang saat ini sedang dalam taraf uji coba yang belum
dipergunakan secara rutin.
Terapi umum: makanan gizi seimbang, hidarkan makanan yang banyak
mengandung zat besi dan pemantauan tumbuh kembang.
Terapi khusus: transfusi darah. Transfusi eritrosit (Pack Red Cell/PRC): 10-
15 ml/kgBB untuk mempertahankan kadar Hb sekitar 9,5 g/dl. Pemberian
transfusi akan mengatasi anemianya sehingga keadaan penderita tetap dalam
keadaan baik, dapat tumbuh kembang optimal dan untuk menghindarkan
konsekuensi akibat eritropoisis yang tidak efektif.
Terapi kelasi besi untuk mengatasi kelebihan zat besi baik karena transfusi
maupun karena penyakitnya diberikan iron chelator agent/ zat pengkelat besi.
Sampai saat ini obat yang sering dipakai adalah Desferioksamin (DFO): dosis
40-50 mg/kgBB, diberikan secara subkutan (memakai pompa khusus) dalam 10-
12 jam/hari, selama 5-6 hari dalam seminggu. DFO juga dapat diberikan secara
intravena. DFO akan mengikat zat besi dan akan dikeluarkan lewat urin dan
feses. Kapan waktu mulai diberikannya DFO masih terdapat beberapa pendapat.
Penatalaksanaan Talasemia
Meliputi transfusi darah untuk mengatasi anemianya, suplementasi asam folat,
mungkin diperlukan splenektomi.
Komplikasi Talasemia
Talasemia merupakan penyakit kronis. Penderita talasemia mayor memerlukan
transfusi seumur hidupnya untuk mempertahankan kadar Hb yang normal yang
diperlukan untuk kehidupan dan tumbuh kembangnya. Mereka yang menghadapi
risiko penyulit, baik dari transfusinya (hemosiderosis dan risiko infeksi yang
ditularkan lewat transfusi), maupun dari penyakitnya sendiri (lihat patofisiologi).
Hemosiderosis yaitu penumpukan besi di jaringan dapat terjadi di hati
(menyebabkan fibrosis dan sirosis), sel pankreas (menyebabkan diabetes
mellitus), endokrin (pituitary, testis, ovarium), jantung (aritmia, kardiomiopati,
gagal jantung).
Secara umum prognosis talasemia mayor buruk. Prognosis tergantung
dari terapi yang optimal berupa transfusi yang adekuat dan pemberian kelasi besi.
Tanpa transfusi sama sekali mereka umumnya hanya dapat bertahan sampai usia
2 tahun. Bila selama masih kecil kadar Hb sering rendah mereka meninggal
karena infeksi berulang. Bila berhasil mencapai pubertas mereka akan
mengalami komplikasi akibat penimbunan zat besi, sama dengan penderita yang
cukup mendapat transfusi tetapi terapi keasi tak adekuat.
Kematian penderita sebagian besar disebabkan oleh gangguan jantung
(gagal jantung) yang dicetuskan oleh infeksi atau aritmia yang timbul di akhir
Komplikasi infeksi
Virus hepatitis
Infeksi Yersinia
Strain patogen dari Yersinia enterokolitika jarang tumbuh pada individu normal
karena mikroorganisme ini tidak memproduksi siderophores, suatu molekul
pembersih besi (iron scavenger molecules). Peningkatan kadar besi tubuh maupun
peningkatan kemampuan siderophores dari mikroba lain, dapat digunakan untuk
pertumbuhan Yersinia enterocolitica. Faktor risiko dari infeksi ini adalah
peningkatan beban besi tubuh dan terapi pengikat deferoksamin (deferioksamin).
Infeksi oleh Yersinia enterokolitika pertama kali ditemukan pada 2 anak dengan
talasemia pada tahun 1970, hingga saat ini telah dilaporkan lebih dari 80 kasus
infeksi ini. Infeksi harus dicurigai pada pasien kelebihan besi yang menderita
panas tinggi dan fokus infeksi tidak ditemukan, seringkali disertai dengan diare.
Meskipun kultur darah tidak ditemukan adanya kuman Yersenia enterokolitika,
pada gambaran klinis ini seperti terapi gentramisin intravena dan oral
trimethoprim-sulfamethoxazole sebaiknya diberikan segera dan diteruskan
sedikitnya 8 hari.
Sindrom ATR-16 ditandai dengan retardasi mental sedang dan penyakit HbH
ringan atau gambaran darah yang menyerupai karier talasemia . Pasien dengan
kelainan ini harus menjalani pemeriksaan sitogenetik untuk keperluan konseling
genetik bagi kehamilan berikut. Pada beberapa kasus didapatkan translokasi
kromosom. Sindrom ATR-X ditandai retardasi mental berat, kejang, tampilan
wajah khas dengan hidung datar, kelainan urogenital dan kelainan kongenital lain.
Gambaran darah memperlihatkan penyakit HbH ringan atau karier talasemia ,
inklusi HbH biasanya bisa didapatkan.
1. Karena karier talasemia bisa diketahui dengan mudah, skrining populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4
anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
2. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa
dan bila temasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis parental dan
terminasi kehamilan pada fetus dengan talasemia berat.
Skrining
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasar ras.
Skrining yang efektif adalah melalui ukuran eritrosit. Bila MCV dan MCH sesuai
gambaran talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat
pada talasemia . Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa
menganalisis gen rantai . Penting untuk membedakan talasemia ao (-/) dan
talasemia + (-/), pada kasus pasien tidak memiliki risiko mendapatkan
Diagnosis prenatal
Teknik diagnosis yang digunakan untuk analisis DNA setelah teknik CVS,
mengalami perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis yang pertama
digunakan oleh Southern Blotting dari DNA janin menggunakan restriction
fragment length polymorphism (RELPs), digunakan dengan analisis linkage atau
deteksi langsung dari mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase
chain reaction (PCR) untuk mengidentifikasi mutasi talasemia pada DNA janin.
Sebagai contoh, PCR dapat digunakan untuk deteksi cepat mutasi yang merubah
lokasi pemutusan oleh enzim restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk
mendeteksi mutasi individual, mendeteksi berbagai bentuk dan dari talasemia
secara analisis dengan analisis DNA janin. Perkembangan PCR dikombinasikan
dengan kemampuan oligonukleotida untuk medeteksi mutasi individual, membuka
jalan berbagai macam pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi dan kecepatan
deteksi karier dan diagnosis prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan
32
hibridisasi dari ujung oligonukleotida yang diberi label P spesifik untuk
memperbesar region gen globin melalui membran nilon. Sejak sekuensi dari gen
globin dapat diperbesar lebih dari 108 kali, waktu hibridisasi dapat dibatasi
sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam.
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini kurang dari
1%. Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin, non-
paterniti, dan rekombinasi genetik jika menggunakan RELP linkage analysis.
Sumber Pustaka
1. Segel GB. Definitions and classification of hemolytic anemias. Dalam:
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders Company; 2007. hlm.
2018-20.
2. DeBaun MR, Vichinsky E. Hemoglobinopathies. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics.
Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders Company; 2007. hlm. 2025-38.
3. Permono B, Ugrasena IDG. Talasemia. Dalam: Permono B, Sutaryo,
Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar
hermatologi-onkologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2005.
hlm. 64-84.