Modul 2
Aspal
I.1. Pengertian
Menurut ASTM D8 Aspal adalah suatu bahan atau bentuk padat atau
setengah padat berwarna hitam sampai coklat gelap, bersifat perekat yang
akan melembek dan meleleh bila dipanasi, tersusun terutama dari sebagian
besar bitumen yang kesemuanya terdapat dalam bentuk padat atau setengah
padat dari alam atau dari hasil pemurnian minyak bumi atau merupakan
campuran dari bahan bitumen dengan minyak bumi atau derivatnya.
Menurut The Asphalt Institute ( bitumen ) adalah suatu campuran dari
senyawa-senyawa hidrokarbon yang berasal dari alam atau dari suatu proses
pemanasan atau berasal dari kedua proses tersebut, kadang-kadang disertai
dengan derivatnya yang bersifat non logam yang dapat bersifat gas, cairan,
setengah padat atau padat yang campuran itu dapat larut dalam
karbondisulfida ( CS2 ).
Jadi aspal dapat didefinisikan sebagai campuran yang terdiri dari
bitumen yang terdiri dari bitumen dan mineral, yang banyak digunakan pada
konstruksi lapisan perkerasan lentur ( flexible pavement ), jalan raya, yang
berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat karena mempunyai daya
lekat yang kuat, sifat adhesive, kedap air dan mudah dikerjakan.
dari itu terjadi peristiwa polimerisasi sehingga akan menghasilkan jenis aspal
yang lebih keras.
Aspal ini lebih tahan terhadap pengaruh perubahan suhu dan
pemakaiannya untuk tujuan yang tertentu (tidak untuk aspal jalan) pada
umumnya jenis ini biasanya dipakai untuk penutup atap atau bahan genteng
aspal, kotak baterai, atau sebagai bahan perapat air. Disamping itu dipakai
juga secara luas sebagai pengisi celah sambunga pada jalan beton.
Jenis yang diproses dengan katalis, biasanya bersifat lebih kenyal
hamper seperti karet dan biasanya dipakai sebagai pelapis saluran air.
1.2.2. Semen Aspal ( Asphalt cement )
Semen aspal, biasanya disingkat dengan tanda AC, adalah jenis aspal
yang cocok untuk dipakai sebagai bahan pelapis jalan (pasing asphalt). Jenis
ini biasanya memiliki angka penetrasi antara 40 s.d 300 (harga penetrasi
maksimum), oleh karena itu dalam perdagangan, aspal jenis ini diberi tanda
dengan AC (asphalt Cement) diikuti dengan angka yang menujukkan
penetrasinya, yaitu misalnya AC 70 berarti asphalt cement dengan angka
penetrasi unit (unit penetrasi = 0,1 mm masuknya jarum penetrasi pada suhu
25C).
1.2.3. Aspal Cair
Aspal cair adalah aspal keras yang dibuat dari asphalt cement yang
dicampur lagi pelarut, bahan pencair dari minyak bumi juga yang mudah
menguap, sehingga bila diudara terbuka aspal ini akan mengeras karena
menguapnya bahan pelarutnya. Karena itu jenis aspal ini disebut juga CUT-
BACK Asphalt. Jenis aspal ini tergantung dari jenis pengencer yang
digunakan untuk mencampur aspal keras tersebut. Jenis jenis aspal cair
antara lain :
Aspal RC (Rapid Curing)
Dicetak berbentuk pallet 0.5 inci dan tinggi 0,4 inci dibentuk dengan
tekanan 1000 psi, kemudian dibiarkan jam lalu dimasukkan dalam
bejana dan diputar 500 putaran.
Hasil kemudian ditimbang dan di hitung bagian berat yang hilang.
Kemudian diklasifikasikan :
Klas I. Bila tidak ada bagian yang hilang (aus)
Klas II. Kehilangan sebesar 0-10%
Klas III kehilangan sebesar 10-20%
Dan seterusnya sampai kelas 9, dengan angka penetrasi hilang dengan
kenaikan 10% semen aspal dengan memiliki Klas I sampai III dianggap cukup
baik, sedang yang masuk kelas 4 atau lebih dianggap kurang baik daya
lekatnya. Hasil-hasil tersebut diatas dihubungkan dengan angka
perbandingan distribusi maltene , ternyata dapat disimpulkan bahwa aspal
semen dengan penetrasi 85-100 yang memiliki ketahanan aus, baik
mempunyai ratio-maltene distribusi = 1.14.
Kadar senyawa basa nitrogen kurang baik pengaruhnya didalam aspal
atau bitumen, kadar parrafin dan kadar karbon bebas juga berpengaruh
terhadap sifat aspalnya. Parrafin dalam aspal bila terlalu banyak akan
mempengaruhi kepekaan aspal terhadap suhu serta menurunkan daya lekat,
(karena daya ;ekat adalah sifat adesi dan kohesi). Bila sifat kohesi aspal
kurang, maka sifat liat (ductile) juga berkurang, sehingga kepekaan terhadap
suhu meningkat, sehingga penetrasi indek (PI) turun. Oleh karna itu kadar
parrafin didalam aspal perlu dibatasi.
tertentu. Jadi makin tinggi angka viskositet furol pada suatu suhu tertentu,
makin pekat bahannya.
B. Viskositet kinematik
Karena perbedaan kepekaan suhu dari jenis-jenis semen aspal untuk
jalan maka tambahan cara uji viskositet, yang dilakukan pada suhu 135C.
Cara uji ini dapat dilakukan dengan alat furol viskometer atau dengan suatu
alat viskometer tertentu, yaitu ada 2 macam alat lain, yang satu adalah
zitfuchs cross-arm viscometer dan yang satu lagi adalah canon-manning
viscometer. Cara penentuan kinematik viscosity ini dengan menggunakan
gaya berat cairan yang mengalir melalui viscometer.
Dengan alat zeitfuchs cross-arm viscometer, aspal yang akan ditentukan
viskositasnya, diisikan dalam tabung besar, sampai batas pengisian. Setelah
suhunya mencapai 135C, diberikan sedikit tekanan pada mulut tabung besar
itu, atau diberikan sedikit isapan pada ujung tabung kecil. Maka aspal cair
akan mengalir melalui lobang sempit dalam lobang itu, yang jarak alirannya
ditentukan. Waktu aliran dari garis pertama sampai garis atasnya dicatat
dalam detik.
Pembacaan waktu yang didapat, dikalikan dengan faktor kalibrasi bagi
alat itu, dan hasilnya dinyatakan dalam angka dengan satuan cestistokes.
Sebagai media pengisi alat, dipakai minyak ringan jernih cocok untuk itu.
C. Pengujian penetrasi
Telah dipakai sejak lama untuk mengukur kepekatan aspal biasanya
dipakai uji penetrasi, yang caranya ialah mengukur kedalaman masuknya
suatu jarum yang ukurannya tertentu, dengan berat 100 gram, dalam waktu 5
detik. Angka kedalaman masuk jarum itu, diukur dari permukaan
dinyatakan dengan angka satuan 1/100 cm.
Jadi bila suatu jarum aspal memiliki angka penetrasi 100, berarti
kedalaman masuknya jarum adalah 1 cm. Jadi hubungan antara penetrasi dan
konsitensi, sebenarnya merupakan angka kebalikan, sebab makin tinggi
angka penetrasi makin lembek aspalnya.
Untuk jenis aspal yang diproses tiup udara (blown asphalt) yang
sifatnya lebih kental atau lebih keras dan penggunaanya untuk atap, perapat
air dan lainnya yang tahan terhadap pengaruh suhu, penentuan penetrasinya,
sedikit agak lai suasananya, yaitu dipakai suhu 0C dan 46C. Pada pengujian
dengan suhu 0C dipakai berat jarum 200 gram, dan waktu penetrasi 60 detik.
Bila dipakai suhu 46C dipakai jarum 50 gram dan waktu penetrasi 5 detik.
c. Pengaruh suhu
Derajat oksidasi dan penguapan, akan dipercepat bila suhu dinaikkan.
Cara menduga derajat reaksi secara organik dan fisik, biasanya dengan
memperkirakan bahwa tiap kenaikan 10C reaksinya akan berlipat dua
kali. Sebagai misal ialah, oksidasi dan penguapan akan terjadi 8 kali
lebih besar untuk suatu campuran yang diaduk dalam Pungmill pada
suhu 179C dibandingkan bila hanya diaduk pada suhu 149C.
Suhu sekeliling
Luas permukaan penguapan atau perbandingan antara luas
permukaan dan volumenya.
Kecepatan angin yang melalui permukaan.
Untuk menguji derajat pengerasan atau curing rate ini, memang agak
sukar dilakukan. Cara yang dapat dilakukan secara tidak langsung ialah
dengan menyuling aspal tadi (destillation test), dimana dapat diamati
kecepatan penguapan masing-masing pelarut pada suhu tertentu.
Dari hasil destilasi ini, kemudian dihitung INDEX pengerasan atau
CURING INDEX. Bagi aspal RC-70 sebagai jenis aspal cair (cutback) yang
paling umum dipakai, biasanya memiliki curing index antara 25-45, sedang
curing index yang optimum ialah 35. cara penyulingan ini seperti tercantum
dalam ASTM D-402.
yang agak tinggi. Sifat ductility ini dipengaruhi oleh sifat kimia
aspal, yaitu akibat susunan senyawa hydrocarbon yang
dikandungnya. Bila aspal banyak mengadung susunan senyawa
paraffin dengan rantai panjang, ductilitynya rendah, demikian juga
aspal yang didapat dari proses blowing (blown asphalt) dimana
banyak terdapat gugusan hydrocarbon tak jenuh, yang mudah
menyusut, sedang yang banyak mengadung parafin karena rantai
karbon yang kekuatan strukturnya kurang plastis.
1.4.3.3. Titik Nyala
Maksud pengujian ini ialah untuk menentukan pada suhu dimana
aspal itu akan menyala, untuk menjaga pada suhu dimana aspal
tersebut dapat dipanasi tanpa bahaya. Pengujiannya dilakukan
dengan alat penentu titik nyala model bejana terbuka (cleveland
open cup, untuk titik nyala tinggi, dan Tagliabue open cup untuk
titik nyala suhu rendah).
1.4.3.4. Uji kelarutan
Uji ini biasanya untuk menguji kemurnian aspal, dimana aspal
mungkin mengadung bahan tak larut, misalnya garam, kotoran
debu, karbon atau mineral lainnya.
Pengujianya dengan melarutkan aspal dalam karbon bisulfida
(CS2), bagian yang tidak larut ditimbang. Cairan pelarut yang
biasa dipakai misalnya karbon tetra chlorida (CCl4). Cairan ini
tidak mudah terbakar dibanding dengan CS2, maka lebih sering
dipakai, meskipun hasilnya agak kurang teliti karena, ada zat
karbon yan seharusnya laryt dalam CS2, tidak larut dalam CCl4.
1.4.3.5. Uji Penyulingan
Uji ini dengan maksud untuk memisahkan bahan-bahan lain yang
dapat dipisahkan dari aspal misalnya jenis pelarut yang berbeda
Soal-soal
1. Jelaskan definisi aspal berdasarkan ASTM D-8 !
2. Jelaskan definisi aspal/bitumen berdasarkan The Asphalt Institute !
3. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi aspal yang saudar a ketahui !
4. Apakah perbedaan antara aspal alam dan aspal buatan ?
5. Apakah perbedaan antara aspal dan Ter !
6. Bagaimanakah didapatnya aspal alam dan dimana terdapat aspal alam tersebut !
7. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi Ter !
8. Apakah Pitch atau Pek itu ?