Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


AKB merupakan indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan
masyarakat, baik di provinsi maupun nasional. Selain itu, program pembangunan kesehatan di
Indonesia banyak menitik beratkan pada upaya penurunan AKB. Angka kematian bayi merujuk
kepada jumlah bayi yang meninggal pada fase antara kelahiran hingga bayi belum mencapai
umur 1 tahun per 1000 kelahiran hidup (Syafei, 2010). 1
Sebagian besar angka kematian neonatus terjadi pada minggu pertama kehidupan dengan
penyebab terbesar di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah/premature (29%), asfiksia (27%),
tetanus neonatorum (10%), masalah gangguan pemberian ASI (9.5%), masalah hematologi
(5.6%), infeksi (5.4%).1
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada bayi masih merupakan masalah di bidang
kesehatan terutama kesehatan perinatal. Prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih
sering terjadi di negara berkembang atau negara dengan sosio-ekonomi rendah (Depkes, 2007).
Di Indonesia prevalensi BBLR berkurang dari 11,1% pada tahun 2010 menjadi 10,2% pada
tahun 2013 (Riskesdas,2013). 2,3
Selain prevalensinya tinggi, bayi dengan berat badan lahir rendah juga merupakan salah
satu faktor yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal.
Komplikasi yang sering terjadi pada BBLR seperti hipotermi, gangguan pernafasan, gangguan
alat pencernaan, gangguan immunologi, immatur hati, immatur ginjal serta perdarahan, selain
itu bayi dengan BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang
selanjutnya (Wiknjosastro, 2005). 4
BBLR dapat dilihat dari beberapa faktor prediktor. Faktor prediktor adalah kondisi-
kondisi yang dapat digunakan untuk memperkirakan atau menduga kemungkinan terjadinya
suatu penyakit. Faktor prediktor BBLR adalah kondisi-kondisi yang ditemukan pada ibu hamil
yang menunjukkan kemungkinan ibu tersebut akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah, sehingga hal ini dapat memberikan pengetahuan pada ibu hamil dan lebih waspada pada
kehamilan berikutnya. Berbagai faktor prediktor dapat mempengaruhi terjadinya BBLR. Faktor-
faktor yang sering dikaitkan dengan kejadian BBLR diantaranya adalah faktor genetik, faktor
demografi dan sosial ekonomi, faktor obstetrik, faktor nutrisi, penyakit bawaan ibu, dan paparan

1
racun. Selain itu faktor anemia, kurang gizi (LILA) <23,5cm, peningkatan berat badan ibu
selama hamil yang kurang dari 7 kg, umur ibu, jumlah persalinan, juga dikaitkan sebagai
prediktor BBLR (Nurhaeni,2008). 5
Dilihat dari beberapa faktor prediktor di atas ada beberapa hasil penelitian yang
berhubungan dengan faktor prediktor tersebut diantaranya, hasil penelitian Puspitasari et al
(2010), menunjukkan bahwa bayi yang berat lahirnya <2500 gram sebagian besar terjadi pada
ibu yang mengalami kenaikan berat badan <7 kg, dan disimpulkan ada hubungan antara
kenaikan berat badan selama kehamilan dengan berat bayi lahir. Begitu juga dengan hasil
penelitian Widiani tahun 2011 di BPS Ni Ketut Nuriasih Denpasar, peningkatan berat badan
selama hamil yang kurang dari 7 kg sebanyak 3 orang atau 50% (n = 6) melahirkan bayi dengan
BBLR (<2500gr), terdapat hubungan yang erat dan bermakna antara peningkatan berat badan
ibu selama hamil dan berat badan bayi baru lahir.
Hasil penelitian Syarifuddin (2011) mengenai status gizi ibu hamil yang berhubungan
dengan BBLR di Kota Bantul Yogyakarta, menemukan Ibu hamil yang menderita KEK berisiko
3,95 kali melahirkan bayi dengan BBLR. Selain itu mengenai usia ibu dari hasil penelitian
Elvan (2006) di RSUD Curup didapatkan bahwa ibu dengan usia < 20 tahun mempunyai
peluang 1,958 kali untuk melahirkan anak dengan BBLR dibandingkan ibu dengan > 20 tahun
dan pada ibu dengan usia > 35 tahun mempunyai peluang 1,720 kali untuk melahirkan anak
dengan BBLR dibandingkan ibu dengan usia < 35 tahun. Adapun faktor prediktor lainnya yaitu
dilihat dari paritas, berdasarkan hasil penelitian oleh Arinita (2012) di Rumah Sakit Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang menunjukkan dari 329 ibu, didapat setengahnya yaitu 155
(51,4%) ibu dengan paritas tinggi yang melahirkan BBLR. 6
Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain,
yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah Multicenter diperoleh angka BBLR
dengan rentan 2,1%-17,2%, Berdasarkan analisa nasional, Bayi prematur atau BBLR
mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Berdasarkan estimasi
dari Survei Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI, 2007). Angka kejadian BBLR di
Indonesia berkisar 9-30% bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. BBLR masih
merupakan masalah di seluruh dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada
masa bayi baru lahir, Sebanyak 25% bayi baru lahir dengan BBLR meninggal dan 50%
meninggal saat bayi .1,2
Sementara itu jumlah kasus kematian bayi di kota Sukabumi tahun 2014 didapatkan
Jumlah kasus kematian bayi sebanyak 49 kasus yaitu 7,11/1000 kelahiran hidup. Dari jumlah
tersebut, sebanyak 30 kasus merupakan kematian pada masa neonatal (0-28 hari). Dari 49 kasus

2
kematianbayi yang terjadi, 41 kasus kematian terjadi di Rumah Sakit sebagaifasilitas rujukan
dan 8 kasus terjadi di rumah.Capaian angka kematian bayi ini memenuhi target tahun2014 (< 24
per 1000 kelahiran hidup), target provinsi (< 22,8/1000 kelahiran hidup), maupun memenuhi
target nasional (< 32/1000 kelahiran hidup).Adapun penyebab kematian terbanyak pada masa
neonatalyaitu asfiksia (10 kasus), BBLR (9 kasus) dan masalah laktasi (4 kasus).Dalam tiga
tahun terakhir, tren kasus kematian bayi karena BBLR menurun. Dari 15 kasus pada tahun 2012,
menjadi 13 kasus padatahun 2013 dan pada tahun 2014 sebanyak 9 kasus. 7
Berdasarkan data Puskesmas Cipelang tahun 2015, jumlah kematian anak sebanyak 6
kasus, 5 kasus diantaranya adalah kematian bayi. Kasus kematian bayi ini terjadi di kelurahan
Sriwidari sebanyak 2 kasus dan di Kelurahan Gunung Puyuh sebanyak 3 kasus. Dari 3 kasus
dikelurahan Gunung Puyuh, 2 kasus merupakan kematian neonatal dan 1 kasus merupakan
kematian bayi. Terjadinya BBLR tersebut dikaitkan dengan beberapa faktor pada ibu hamil, dan
BBLR dapat diturunkan angka kejadiannya apabila faktor-faktor prediktor tersebut diketahui
secara dini. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat dipakai
memprediksi terjadinya BBLR.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Cipelang Sukabumi masih tinggi yang
seharusnya dapat diturunkan jika faktor prediktor diketahui secara dini.

1.3 Pertanyaan Penelitian


Faktor apa sajakah yang bisa dipakai sebagai prediktor terjadinya BBLR ?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor prediktor BBLR.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Praktis

3
1. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian dapat dijadikan bahan informasi bagi pihak puskesmas dan diharapkan
dapat menduga lebih awal untuk deteksi dini kemungkinan terjadinya BBLR untuk
penatalaksanaan lebih lanjut sehingga dapat menurunkan angka kejadian BBLR.

2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya
bagi ibu hamil yang nantinya akan bersalin mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya BBLR agar dapat dicegah sedini mungkin.

1.5.2 Manfaat Teoritis


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sehingga dapat menambah
wawasan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya BBLR pada
bayi. Selain itu hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan penelitian lanjutan
dalam topik yang sama terkait dengan faktor perdiktor lainnya yang belum diteliti.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BBLR
2.1.1 Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Berat lahir adalah berat
bayi yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir. 8

2.1.2 Epidemiologi

Angka prevalensi dari BBLR adalah sekitar 10 % dari semua kehamilan. Jumlah ini bervariasi
pada tiap populasi, lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara
statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35
kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram.Sejumlah 3-5 % dari
kejadian BBLR terjadi pada keadaan ibu yang sehat, dan lebih dari 25 % kejadian terjadi pada keadaan
ibu dengan kehamilan resiko tinggi.

Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu
berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-
17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %.

BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus,
bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. 8,9

2.1.3 Klasifikasi BBLR


Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan dalam:

1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1500 2500 gram.
2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram.
3. Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) berat lahir < 1000 gram.

Menurut Rukiyah (2010) bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

1) Bayi prematur sesuai masa kehamilan (SMK) terdapat derajat prematuritas di golongkan menjadi 3
kelompok:

a. Bayi sangat prematur (extremely prematur ): 24-30 minggu.

b. Bayi prematur sedang (moderately prematur ) : 31-36 minggu.

5
c. Borderline Premature : 37-38 minggu. Bayi ini bersifat premature dan mature.

Beratnya seperti bayi matur akan tetapi sering timbul masalah seperti yang dialami bayi prematur,
seperti gangguan pernafasan, hiperbilirubinemia dan daya hisap lemah.

2) Bayi prematur kecil untuk masa kehamilan (KMK) terdapat banyak istilah untuk menunjukkan bahwa
bayi KMK dapat menderita gangguan pertumbuhan di dalam uterus (intra uterine growth retardation /
IUG)seperti pseudo premature, small for dates, dysmature, fetal malnutrition syndrome, chronis fetal
distress, IUGR dan small for gestasionalage ( SGA ).

Ada dua bentuk IUGR yaitu : (Rustam, 1998)

a. Propornitinate IUGR: janin menderita distress yang lama, gangguan pertumbuhan terjadi
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir. Sehingga berat, panjang dan
lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang, akan tetapi keseluruhannya masih di bawah
masa gestasi yang sebenarnya.

b. Disproportinate IUGR : terjadi akibat distress sub akut. Gangguan terjadi beberapa Minggu dan
beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkaran kepala normal, akan
tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak dibawah
kulit, kulit kering, keriput dan mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Menurut Maryunani dkk, (2009) adapun tanda dan gejala yang terdapat pada bayi dengan bayi
berat lahir rendah (BBLR ) adalah : 8

a. Berat badan < 2500 gram

b. Letak kuping menurun

c. Pembesaran dari satu atau dua ginjal

d. Ukuran kepala kecil

e. Masalah dalam pemberian makan (refleks menelan dan menghisap kurang)

f. Suhu tidak stabil (kulit tipis dan transparan)

6
2.1.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi BBLR

Menurut Kramer (1987) mengatakan bahwa ada banyak faktor yang memengaruhi kejadian
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Dibawah ini adalah beberapa faktor yang memengaruhi
kejadian BBLR:

a. Umur Ibu

Penelitian Suriani (2010) menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara umur ibu
dengan kejadian BBLR dengan p = 0,01 di mana OR = 1,36 (95% CI: 1,08 1,73), artinya
bahwa risiko responden berumur < 20 tahun atau >35 tahun kemungkinan melahirkan BBLR
1,36 kali lebih besar dibandingkan dengan responden umur 20-35 tahun (95% CI = 1,08-
1,73). Kondisi usia ibu yang masih muda sangat membutuhkan zat-zat gizi untuk
pertumbuhan biologiknya. Kebutuhan untuk pertumbuhan biologik ibu dan kebutuhan untuk
janin dalam kandungannya merupakan dua hal yang pemenuhannya berlangsung melalui
mekanisme yang kompetitif, di mana keadaan janin berada di pihak yang lemah. Hal inilah
yang menyebabkan bayi lahir dengan kondisi berat badan yang rendah.

Berdasarkan hasil penelitian Sistiarni (2008), menunjukkan bahwa variabel yang


berhubungan dengan kejadian BBLR adalah umur < 20 tahun nilai p = 0,009 (OR=4,28; 1,48
-12,4) dan kualitas pelayanan antenatal nilai p = 0,001 (OR= 5,85 ; 95%Cl= 1,9 17,88).

b. Peningkatan Berat Badan ibu selama hamil


Rata-rata pertambahan berat badan ibu hamil selama kehamilan berkisar 11,5 kg, 25%
untuk janin, selebihnya volume darah ibu yang meningkat, rahim dan jaringan kelenjar susu,
cairan amnion dan plasenta. Oleh sebab itu, perlu dilakukan Ante natal care untuk mengikuti
pertumbuhan dan perkembangan janin, sehingga wanita perlu melakukan persiapan
kehamilan.
Berdasarkan hasil penelitian Puspitasari et al (2010), menunjukkan bahwa bayi yang
berat lahirnya <2500 gram sebagian besar pada ibu yang mengalami kenaikan berat badan <7
kg selama kehamilan, sedangkan bayi yang berat lahirnya >2500 gram sebagian besar pada
ibu yang mengalami kenaikan berat badan selama kehamilan >7 kg. Dapat disimpulkan ada
hubungan antara kenaikan berat badan selama kehamilan dengan berat bayi lahir di Desa
Rawalo tahun 2009-2010.
Sedangkan pada penelitian Widiani tahun 2011 di BPS Ni Ketut Nuriasih Denpasar,
peningkatan berat badan selama hamil yang kurang dari 7 kg sebanyak 3 orang atau 50% (n

7
= 6) melahirkan bayi dengan BBLR (<2500gr), terdapat hubungan yang erat dan bermakna
antara peningkatan berat badan ibu selama hamil dan berat badan bayi baru lahir.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2011) berat badan ibu hamil
merupakan komponen hasil penjumlahan berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikan berat
badan selama kehamilan. Berat badan ibu sebelum hamil yang merupakan gambaran status
gizi ibu, memiliki hubungan erat dengan berat lahir bayi, dimana ibu yang kurus atau
malnutrisi atau peningkatan berat badan selama kehamilan kurang dari 7 kg akan melahirkan
bayi berat lahir rendah dan ibu yang obesitas melahirkan bayi makrosomia. Kenaikan berat
badan selama kehamilan merupakan gambaran laju pertumbuhan janin dalam kandungan
yang perlu diperhatikan karena kenaikan berat badan yang kurang maupun berlebih bisa
menimbulkan permasalahan yang serius bagi bayi dan ibunya. Peningkatan berat badan
kurang yaitu < 7 kg, peningkatan normal yaitu 7 kg 12 kg, dan peningkatan lebih yaitu >
12 kg.

c. Status Gizi ibu hamil


Faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya BBLR adalah status gizi ibu hamil.
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin, dan dapat
menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfixia
intra partum (mati dalam kandungan), dan BBLR (Hidayati, 2009).
Status gizi ibu hamil dapat dilihat dari Lingkar Lengan Atas (LILA). Salah satu cara
untuk mengetahui apakah ibu hamil menderita KEK atau tidak bila ukuran Lingkar Lengan
Atas (LILA) kurang dari 23,5 cm maka ibu hamil tersebut dikatakan KEK atau gizi kurang
dan berisiko melahirkan bayi dengan BBLR. Data menunjukkan bahwa sepertiga (35,65 %)
Wanita Usia Subur (WUS) menderita KEK, masalah ini mengakibatkan pada saat hamil akan
menghambat pertumbuhan janin sehingga menimbulkan risiko pada bayi dengan BBLR
(Mutalazimah, 2005).
Hasil penelitian Ferial (2009) dimana ibu yang mempunyai ukuran lingkar lengan atas <
23,5 cm melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih banyak (17,7%)
dibandingkan ibu yang mempunyai ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) 23,5 cm (2,6%).

d. Pendidikan Ibu
Penelitian Suriani (2010) menyimpulkan bahwa ada pengaruh pendidikan dengan
kejadian berat bayi lahir rendah dengan nilai p = 0,000 ( OR = 1,80; 95%CI= 1,43 2,26).
Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendasari pengambilan keputusan. Pendidikan

8
menentukan kemampuan menerima dan mengembangkanpengetahuan dan teknologi.
Semakin tinggi pendidikan ibu akan semakin mampu mengambil keputusan bahwa
pelayanan kesehatan selama hamil dapat mencegah gangguan sedini mungkin bagi ibu dan
janinnya. Pendidikan juga sangat erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan ibu tentang
perawatan kehamilan.

e. Penghasilan

Secara tidak langsung penghasilan ibu hamil akan memengaruhi kejadian BBLR, karena
umumnya ibu-ibu dengan penghasilan keluarga rendah akan mempunyai intake makanan
yang lebih rendah baik secara kualitas maupun secara kuantitas, yang akan berakibat
terhadap rendahnya status gizi ibu hamil tersebut.

Keadaan status gizi ibu yang buruk berisiko melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan
dengan bayi yang dilahirkan ibu dengan status gizi baik. Hal senada juga diungkapkan oleh
Kardjati (1985) dalam Suriani 2010 bahwa faktor penghasilan berperan dalam meningkatkan
risiko kejadian BBLR. Beberapa alasan diantaranya adalah kesulitan dalam pemenuhan
kebutuhan kalori, disamping juga karena ibu-ibu yang miskin sebelumnya juga kurang gizi.

f. Jarak Persalinan

Penelitian Suriani (2010) menyimpulkan bahwa ada pengaruh jarak persalinan dengan
kejadian berat bayi lahir rendah dengan nilai p = 0,032 ( OR = 1,54; CI 1,04 2,28). Seorang
ibu setelah persalinan membutuhkan waktu dua sampai tiga tahun untuk memulihkan tubuh
dan mempersiapkan diri untuk persalinan berikutnya Menurut Wibowo (1992) jarak
kelahiran mempunyai hubungan dengan terjadinya BBLR, yaitu jarak kelahiran semakin
pendek, maka kemungkinan untuk melahirkan BBLR akan semakin besar pula.

g. Paritas

Paritas atau jumlah kelahiran merupakan faktor penting dalam menentukan nasibibu serta
bayi yang dikandungnya selama kehamilan dan persalinan. Menurut Depkes (2004) ibu
hamil yang telah memiliki anak lebih dari empat orang perlu diwaspadai, karena semakin
banyak anak, rahim ibu pun semakin lemah.

Menurut Suriani (2010) ada pengaruh paritas dengan kejadian BBLR ini terbukti
signifikan (nilai p = 0,032) dengan OR = 1,24 (95% CI: 1,02-1,54). Artinya bahwa
kemungkinan mempunyai risiko melahirkan BBLR pada responden dengan paritas1 atau > 3
anak adalah 1,24 kali lebih besar dibandingkan responden dengan paritas 2-3 anak. Ibu hamil

9
dengan paritas lebih dari tiga kali, umumnya akan mengalami gangguan dan komplikasi
dalam masa kehamilannya. Komplikasi yang sering terjadi adalah gangguan pada plasenta,
yaitu abruptio plasenta (plasenta tidak seluruhnya melekat pada dinding uterus), plasenta
letak rendah dan solutio plasenta. Komplikasi ini mempunyai dampak terhadap pertumbuhan
dan perkembangan janin, yang selanjutnya akan menyebabkan kejadian BBLR.

h. Komplikasi Kehamilan

Penelitian Suriani (2010) menyimpulkan bahwa ada pengaruh komplikasi kehamilan


terhadap kejadian bayi berat lahir rendah dengan p = 0,003 (OR = 1,53; CI= 1,16 2,02).
Dapat berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah. Suriani (2010) menyatakan
bahwa infeksi selama hamil dapat berhubungan secara langsung maupun tidak langsung
dengan kejadian BBLR, seperti infeksi pada penyakit malaria, toksoplasma, plasmodium dan
infeksi virus. Infeksi virus menghambat pertumbuhan janin bahkan dapat menyebabkan
kematian janin seperti pada infeksi virus rubella dan cytomegalo virus. Diduga virus-virus
tersebut mengeluarkan toksin yang dapat mengurangi suplai darah ke janin. Infeksi pada
saluran kemih juga sering berhubungan dengan kejadian BBLR dimana infeksi ini dapat
menyebabkan infeksi pada air ketuban dan plasenta sehingga mengganggu suplai makanan
ke janin. Disamping penyakit infeksi penyakit non infeksi juga berhubungan dengan kejadian
BBLR seperti penyakit ginjal kronis, hipertensi, dan diabetes melitus.

Menurut Manuaba (1998) faktor faktor yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan
preterm (prematur ) atau bayi berat lahir rendah adalah : 10

1. Faktor Ibu

a. Gizi saat hamil yang kurang

b. Umur kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun

c. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.

d. Penyakit menahun ibu: hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok)

Faktor pekerja yang terlalu berat

3. Faktor Kehamilan

a. Hamil dengan hidramnion

b. Hamil ganda

c. Perdarahan antepartum

10
d. Komplikasi hamil: preeklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini.

4. Faktor Janin

a. Cacat bawaan

b. Infeksi dalam rahim

5. Faktor yang Masih Belum Diketahui

Hasil critical assesment dan meta analysis terhadap berbagi literatur-literatur medis
berbahasa Inggris dan Perancis yang diterbitkan dari tahun 1970-1984 yang dilakukan oleh Kramer
(1987), diidentifikasi 43 determinan potensial berat badan lahir yaitu:

a. Faktor genetik dan bawaan, meliputi jenis kelamin bayi, suku, tinggi badan ibu hamil, berat badan
sebelum hamil, haemodynamic ibu hamil, tinggi dan berat badan bapak dan faktor genetik
lainnya.

b. Faktor demografik dan psikososial, meliputi umur ibu, status sosial ekonomi (pendidikan,
pekerjaan, dan/atau pendapatan), status perkawinan, faktor kejiwaan ibu hamil

Faktor obstetrik, meliputi paritas, interval melahirkan anak, kegiatan seksual, pertumbuhan janin
dan umur kehamilan anak sebelumnya, pengalaman abortus spontan sebelumnya, pengalaman
induced abortion, pengalaman lahir mati atau kematian neonatal sebelumnya, pengalaman tidak
subur sebelumnya dan paparan janin terhadap diethyl stilbestrol.

d. Faktor Gizi, meliputi pertambahan berat badan masa kehamilan, asupan energi, pengeluaran energi,
kerja dan aktivitas fisik, asupan/status protein, zat besi dan anemia, asamfolat dan vitamin B12,
mineral, seng dan tembaga, kalsium, fosfor, dan vitamin D, vitamin B6, dan vitamin dan mineral
lainnya.

e. Faktor morbiditas ibu waktu hamil, meliputi morbiditas umum, dan penyakit episodik, malaria,
infeksi saluran kemih, infeksi saluran kelamin.

f. Faktor paparan zat racun, meliputi merokok, minum alkohol, konsumsi kafein dan kopi,
penggunaan marijuana, ketergantungan pada narkotik, dan paparan zat racun lainnya.

g. Perawatan antenatal, meliputi kunjungan antenatal pertama, jumlah kunjungan antenatal, dan mutu
pelayanan antenatal.

Menurut Baker dan Tower (2005) dalam Suriani (2010), memodifikasi beberapa faktor risiko dan
determinan kejadian BBLR, dari hasil modifikasi tersebut dihasilkan klasifikasi yang dibedakan

11
menurut faktor bayi yaitu: jenis kelamin, genetik, ras, dan keadaan plasenta dan faktor ibu yaitu:
umur ibu, paritas, jarak kelahiran, tinggi badan, berat badan sebelum hamil, dan penambahan
berat badanselama hamil, serta faktor lingkungan yaitu: status sosial, ekonomi, nutrisi/IMT,
infeksi/penyakit ibu, pemanfaatan pelayanan, merokok/alkohol, dan tingkat pengetahuan ibu. 10

2.1.6 Komplikasi

Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain :

1. Hipotermia
2. Hipoglikemia
3. Gangguan cairan dan elektrolit
4. Hiperbilirubinemia Sindroma gawat nafas
5. Paten duktus arteriosus
6. Infeksi
7. Perdarahan intraventrikuler
8. Apnea of Prematurity
9. Anemia

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)
antara lain :

1. Gangguan perkembangan
2. Gangguan pertumbuhan
3. Gangguan penglihatan (Retinopati)
4. Gangguan pendengaran
5. Penyakit paru kronis
6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
7. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

12
2.1.7 Diagnosis

Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam jangka
waktu kurang lebih dapat diketahui dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

1). Anamnesis

Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari
etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR :

a. Umur ibu
b. Riwayat hari pertama haid terakir
c. Riwayat persalinan sebelumnya
d. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
e. Kenaikan berat badan selama hamil
f. Aktivitas
g. Penyakit yang diderita selama hamil
h. Obat-obatan yang diminum selama hamil

2). Pemeriksaan Fisik

Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain :

a. Berat badan <2500gram


b. Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)

- Tulang rawan telinga belum terbentuk.


- Masih terdapat lanugo.
- Refleks masih lemah.Alat kelamin luar; perempuan: labium
mayus belum menutup labium minus; laki-laki: belum terjadi
penurunan testis & kulit testis rata.

3). Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain


b. Pemeriksaan skor ballard

13
c. Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
d. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar
elektrolit dan analisa gas darah.
e. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan
terjadi sindrom gawat nafas.
f. USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan kurang lebih

2.1.8 Penatalaksanaan bayi BBLR11

1. Pengaturan suhu tubuh/Termoregulasi


Bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas badan atau suhu tubuh dan dapat
menjadi hipotermia atau hipertermia. Hal ini disebabkan oleh pusat pengaturan suhu
tubuh belum berfungsi dengan baik atau sistem metabolisme yang rendah. Hipotermia
adalah penurunan suhu di bawah 36,50C sedangkan hipertermia adalah peningkatan suhu
tubuh > 37,50C. Suhu tubuh normal terjadi jika ada keseimbangan antara produksi panas
dan hilangnya panas. Suhu tubuh dijaga pada suhu 36,5 37,50C.
Diperlukannya penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya hipotermia atau
hipertermia serta menjaga suhu tubuh tetap berada dalam keadaan normal, yaitu dengan
cara proteksi termal/warm chain. Jika sudah terjadi perubahan suhu badan bayi, dilakukan
penangan yang lebih khusus yakni dengan cara penggunaan inkubator, radiant warmer
atau dengan cara metode kangguru.
2. Pengaturan makanan/nutrisi
Pemberian makanan terbaik bagi bayi adalah ASI (Air Susu Ibu). Pemberian makanan
secara dini akan mengurangi risiko hipoglikemia, dehidrasi dan hiperbilirubinemia. Pada
bayi dengan masa gestasi 32 minggu atau kurang atau berat badan kurang dari 1500 gram
terlalu lemah untuk bisa mengisap secara efektif atau tidak mempunyai refleks menelan
yang memadai, ASI dapat diberikan dengan menggunakan sonde lambung.
3. Mencegah infeksi
Bayi BBLR mempunyai daya tahan tubuh yang rendah dan sistem imun yang belum
matang menyebabkan bayi BBLR sangat rentan dengan infeksi. Hal ini dapat dicegah
dengan memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi pada bayi seperti mencuci

14
tangan sebelum memegang bayi, membersihkan tempat tidur bayi, membersihkan kulit
dan tali pusat bayi.

2.1.9 Pencegahan
Upaya-upaya pencegahan merupakan hal yang sangat penting dalam menurunkan insiden
atau kejadian berat badan lahir rendah di masyarakat. Upaya-upaya ini dapat dilakukan
dengan (Sunaryanto, 2010).
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal empat kali selama periode
kehamilan yakni 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester
ke tiga.
2. Pada ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi diet seimbang serat dan rendah lemak, kalori
cukup, vitamin dan mineral termasuk 400 mikrogram vitamin B asam folat setiap hari.
Pengontrolan berat badan selama kehamilan dari pertambahan berat bada awal dikisaran
12,5-15 kg .
3. Hindari rokok atau asap rokok dan jenis polusi lain, minuman berlkohol, aktivitas fisik
yang berlebihan.
4. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, faktor
resiko tinggi dalam kehamilan, dan perawatan diri selam kehamilan agar mereka dapat
menjaga kesehatanya dan janin yang dikandung dengan baik.
5. Pengontrolan oleh bidan secara berkesinambungan sehingga ibu dapat merencanakan
persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat.

2.1.10 Prognosis
Pada saat ini harapan hidup bayi dengan berat 1501- 2500 gram adalah 95 %, tetapi berat
bayi kurang dari 1500 gram masih mempunyai angka kematian yang tinggi. Kematian
diduga karena displasia bronkhopulmonal, enterokolitis nekrotikans, atau infeksi sekunder.

Pada BBLR , makin imatur dan makin rendah berat lahir bayi, makin besar kemungkinan
terjadi kecerdasan berkurang dan gangguan neurologik.

Pada kebanyakan kasus, bayi dengan berat lahir rendah dengan cepat mengejar
ketertinggalan pertumbuhannya dalam tiga bulan pertama, dan mencapai kurva
pertumbuhan normal pada usia satu tahunn

15
2.1 Teori HL Blum
Hendrik L Blum menggambarkan status kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut :

Keempat faktor tersebut diatas saling berpengaruh positif satu dengan yang lain dan tentu
saja sangat berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang. Status kesehatan akan tercapai
optimal apabila ke empat faktor tersebut positif mempengaruhi secara optimal pula. Apabila salah
satu faktor tidak optimal maka status kesehatan akan bergeser ke arah dibawah optimal.
Berikut ini akan dijelaskan satu per satu keempat faktor tersebut sebagai berikut :
1. Faktor Keturunan
Faktor ini lebih mengarah kepada kondisi individu yang berkaitan dengan
asal usul keluarga, ras dan jenis golongan darah. Beberapa penyakit tertentu disebabkan oleh
faktor keturunan antara lain : hemophilia, hipertensi, kelainan bawaan, albino dll.
2. Faktor Pelayanan Kesehatan
Faktor ini dipengaruhi oleh seberapa jauh pelayanan kesehatan yang diberikan. Hal
ini berhubungan dengan tersedianya sarana dan prasarana institusi kesehatan antara lain :
Rumah Sakit, Puskesmas, Labkes, Balai Pengobatan, serta tersedianya fasilitas pada institusi
tersebut : tenaga kesehatan, obat-obatan, alat-alat kesehatan yang kesemuanya tersedia dalam
kondisi baik dan cukup dan siap pakai.
3. Faktor Perilaku

16
Faktor perilaku berhubungan dengan perilaku individu atau masyarakat, perilaku
petugas kesehatan dan perilaku para pejabat pengelola negeri ini (Pusat dan Daerah) serta
perilaku pelaksana bisnis.
Perilaku individu atau masyarakat yang positif pada kehidupan sehari-hari misalnya :
membuang sampah / kotoran secara baik, minum air masak, saluran limbah terpelihara,
mandi setiap hari secara higienis dll.
Perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan yang baik antara lain :
ramah, cepat tanggap, disiplin tinggi, terapi yang tepat sesuai diagnosa, tidak malpraktek
pemberian obat yang rasional, dan bekerja dengan penuh pengabdian.
Perilaku pemerintah Pusat dan Daerah dalam menyikapi suatu permasalahan
kesehatan masyarakat secara tanggap dan penuh kearifan misalnya : cepat tanggap terhadap
adanya penduduk yang gizinya buruk, adanya wabah penyakit, serta menyediakan sarana dan
prasarana kesehatan dan fasilitas umum (jalan, parit, TPA, penyediaan air bersih, jalur hijau,
pemukiman sehat) yang didukung dengan peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan kesehatan dan lingkungan hidup dan menerapkan sanksi hukum yang tegas bagi
pelanggarnya.

4. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan, terlihat dari
diagram di atas dengan panah yang lebih besar dibanding faktor lainnya.
Faktor Lingkungan terdiri dari 3 bagian besar :
a. Lingkungan Fisik
Terdiri dari benda mati yang dapat dilihat, diraba, dirasakan antara lain:
bangunan, jalan, jembatan, kendaraan, gunung, air, tanah. Benda mati yang dapat dilihat
dan dirasakan tapi tidak dapat diraba : api, asap, kabut dll.. Benda mati yang tidak dapat
diraba, tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan : udara, angin, gas, bau-bauan, bunyi-
bunyian / suara dll.
b. Lingkungan Biologis
Terdiri dari makhluk hidup yang bergerak, baik yang dapat dilihat maupun tidak :
manusia, hewan, kehidupan akuatik, amoeba, virus, plankton. Makhluk hidup tidak
bergerak : tumbuhan, karang laut, bakteri dll.
c. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah bentuk lain selain fisik dan biologis di atas.
Lingkungan sosial tidak berbentuk secara nyata namun ada dalam kehidupan di bumi ini.

17
Lingkungan sosial terdiri dari sosio-ekonomi, sosio-budaya, adat istiadat,
agama/kepercayaan, organisasi kemasyarakatan dll. Melalui lingkungan sosial manusia
melakukan interaksi dalam bentuk pengelolaan hubungan dengan alam dan buatannya
melalui pengembangan perangkat nilai, ideologi, sosial dan budaya sehingga dapat
menentukan arah pembangunan lingkungan yang selaras dan sesuai dengan daya dukung
lingkungan yang mana hal ini sering disebut dengan etika lingkungan (Adnan Harahap
et al, 1997).7

18
BAB III

ANALISIS SITUASI

3.1 CARA DAN WAKTU PENGAMATAN


Pengamatan kasus kematian neonatal prematur BBLR di Kelurahan Sriwidari, Kecamatan
Gunung Puyuh, Kota Sukabumi tahun 2016 dilakukan berdasarkan data dari daftar rekapitulasi
kematian peri-neonatal(RKP) Puskesmas Cipelang periode JanuariNovember 2016. Anamnesa
awal kepada ibu, serta kunjungan rumah untuk mengamati kondisi lingkungan, perilaku pasien,
dan keluarga pasien dilakukan di Kelurahan Gunung Puyuh RT 001 / RW 007,Kecamatan
Gunungpuyuh.

3.2 GAMBARAN UMUM


Puskesmas Cipelang terletak di wilayah Kecamatan Gunung Puyuh tepatnya di Jl. KH.
Ahmad Sanusi No. 21 Kelurahan Gunung Puyuh Kota Sukabumi dengan wilayah kerja meliputi 2
kelurahan yaitu Kelurahan Sriwidari dan Kelurahan Gunung Puyuh. Adapun batas wilayah kerja
Puskesmas Cipelang adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Karamat Kecamatan Gunung Puyuh
Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Karang Tengah Kecamatan Gunung Puyuh
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Benteng Kecamatan Warudoyong
Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Gunung Parang dan Kelurahan Selabatu
Kecamatan Cikole.
Lokasi Puskesmas Cipelang yang strategis yaitu terletak di jalan raya utama Kota
Sukabumi serta dapat dengan mudah dilalui oleh kendaraan umum maupun pribadi memudahkan
masyarakat di wilayah kerja maupun di luar wilayah untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.Mengingat lokasiPuskesmas Cipelang yang juga berdekatan dengan perbatasan wilayah
Kabupaten Sukabumi maka banyak pula kunjungan pasien dari luar kota.

19
Tahun 2015 :

Luas wilayah 189,75 Ha

Jml penduduk 19.235


jiwa

Jml pddk miskin


3910jiwa

20
.
Pengumpulan Data
A. Identitas / Biodata
Nama Bayi : Bayi Ny M
Umur Bayi : 8 hari
Tanggal/ jam lahir :02 Januari 2016, Pukul 05.30 WIB
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat badan : 800 gram

Nama Ibu : Ny M
Umur : 29 tahun
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. KH Ahmad Sanusi No 11 RT 01 RW 07 kecamatan
Gunung puyuh

Nama Suami : Tn I
Umur : 32 tahun
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : JL. KH Ahmad Sanusi No 11 RT 01 RW 07 kecamatan
Gunung puyuh

3.2.1 . Anamnesis
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa dengan ibu dan ayah pasien pada
tanggal 22 November 2016 pukul 08.00 WIB di rumah pasien.

Riwayat Kehamilan ibu


Ibu os mengatakan ini adalah kehamilannya yang pertama. Usia ibu saat hamil
adalah 29 tahun. Ibu os baru mengetahui kehamilannya setelah usia kehamilan

21
delapan minggu. Sebelumnya ibu pasien mengalami mual dan muntah kemudian ibu
datang kepuskesmas untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.Setelah dilakukan
pemeriksaan oleh bidan ibu dinyatakan hamil. Usia kehamilan delapan minggu,
kondisi janin dan ibu dalam keadaan baik. hasil pemeriksaan laboratorium dalam
batas normal. Kemudian bidan memberikan tablet besi dan vitamin serta
menganjurkan untuk melakukan kunjungan lagi pada bulan berikutnya. Selama
kehamilan ibu selalu merasakan mual dan muntah. Keluahan tersebut dirasakan
hampir setiap hari. Mual bertambah berat jika ibu makan. Sehingga hal tersebut
mengganggu asupan makan ibu. Sehinnga mengurangi porsi makan ibu. Konsumsi
makanan ibu selama hamil cukup baik, ibu juga mengkonsumsi susu hamil, serta
vitamin. Aktifitas sehari-hari ibu hanya di rumah, namun ibu sering naik turun
tangga karena kamar ibu yang terletak di lantai atas. Juga tidak adanya kamar mandi/
WC dirumah yang mengharuskan ibu harus pergi ke WC umum yang berada di
sekitar rumah ibu. Riwayat demam dan infeksi lainya selama hamil tidak ada,
riwayat keluar air-air dan darah tidak ada, riwayat mengkonsumsi obat-obatan
selama hamil tidak ada, riwayat hipertensi sebelum kehamilan tidak ada. Sebelum
hamil ibu pernah di rawat di rumah sakit karena penyakit lambung.
Riwayat Haid :
Menarche : 13 tahun
Lama : 7 hari
Siklus : 28 hari
HPHT : Juni 2016
HPL : Maret 2016
Riwayat Perkawinan :
Ibu pasien menikah 1x tahun 2009,umur ibu pasien saat menikah 26 tahun, dengan
suami 29 tahun.

Riwayat Obstetri :
P1 A0 usia 29 tahun

Riwayat KB : (-)
Riwayat Ginekologi :
Ini merupakan kehamilan pertama dari Ny. M setelah 3 tahun pernikahan,riwayat
mioma dan abortus disangkal.
Riwayat ANC :
Ibu rutin melakukan ANC di puskesmas. Selama kehamilan ibu telah melakukan
ANC sebanyak enam kali. Pada kunjungan pertama yaitu pada usia kehamilan delapan
minggu, hasil pemeriksaan ibu dan janin dalam keadaan baik, pemeriksaan laboratorium

22
dalam batas normal. Ibu hanya mengeluh mual kemudian bidan memberikan tablet Fe
dan vitamin B6. Pada kunjungan ketiga, keempat dan kelima, hasil pemeriksaan ibu dan
janin dalam keadaan baik. Keluahan ibu masih mual dan bengkak dikaki. Hasil
pemeriksaan tekanan darah dalam batas normal, hasil pemeriksaan laboratorium dalam
batas normal.
Pada kunjungan terakhir yaitu pada usia kehamilan 26 minggu bidan
menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan USG karena besar janinnya tidak sesuai
dengan usia kehamilan, tetapi ibu belum melakukan USG yang dianjurkan oleh bidan
dengan alasan dokter yang bersangkutan di rumah sakit tersebut sedang tidak berada di
tempat.Dua minggu kemudian, ibu tiba-tiba merasakan perut terasa mulas dan kencang,
riwayat keluar air-air, lendir dan darah tidak ada. Kemudian ibu dibawa ke rumah sakit
Syamsudin. Setelah delapan jam di rawat di rumah sakit, tepatnya tanggal 2 januari 2016
ibu melahirkan secara normal, persalinan dibantu oleh bidan. Jenis kelamin bayi laki-
laki,berat badan lahir 800 gram, bayi langsung menangis sewaktu lahir. Kemudian bayi
hanya di rawat ruang bayi dan dirawat selama 8 hari dalam incubator. Riwayat pemberian
asi (+) melalui selang. Keadaan bayi semakin lama semakin menurun dan setelah 8 hari
di rawat bayi meninggal. Dokter mengatakan bahwa penyebab kematian bayi akibat
fungsi paru yang tidak berfungsi dengan baik karena bayi lahir dengan berat badan lahir
kurang.

Riwayat persalinan
Anak lahir spontan pervaginam, dibantu oleh bidan. Janin tunggal, jenis kelamin laki-laki
berat badan lahir 800 gram, bayi langsung menangis sewaktu lahir.

Riwayat Penyakit Dahulu:


R. Kehamilan premature : (-)
R. Abortus : (-)
R. Demam saat hamil : (-)
R. Darah tinggi : (-)
R. Keluar cairan dari jalan lahir : Disangkal
R. Kencing manis : Disangkal
R. Asma : Disangkal
R. Jantung : Disangkal
R. Alergi : Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
R. Kencing manis : Disangkal
R. Asma : Disangkal

23
R. Jantung : Disangkal
R. Darah tinggi : Disangkal
R. Alergi : Disangkal

Riwayat Sosio ekonomi:


Ibu os adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal dengan suami dan kedua orang
tuanya, suami pasien bekerja sebagai karyawan swasta, dengan penghasilan perbulan Rp
2.500.000,00.Orangtua pasien sudah tidak bekerja. Keluarga os masih tinggal di
kontrakan dan belum mempunyai rumah sendiri. Pasien berobat menggunakan BPJS.
Riwayat merokok disangkal, riwayat minum alkohol dan penggunaan NAPZA disangkal.
3.2.2 Data Identitas Keluarga
Tabel 1. Data Identitas Anggota Keluarga

No Anggota Hubungan Jenis Umur Pendidikan Pekerjaan


Keluarga dengan pasien Kelamin
1 Ny. N Pasien P 29 th SMP Ibu Rumah
Tangga
2 Tn. U Suami L 32 th SMA Karyawan
swasta
4 Tn. M Orang tua L 69 th SMP -

5 Ny. S Orang tua P 65 th SD Ibu Rumah


Tangga

3.2.3 Data Lingkungan


a. Data Individu
Ibu pasien usia 29 tahun, ibu rumah tangga, tinggal serumah dengan suami dan
kedau orangtua. Aktifitas sehari-hari hanya sebagai ibu rumah tangga.

b. Ekonomi
Ibu pasien adalah ibu rumah tangga. Suami bekerja sebagai karyawan swasta dan
memiliki penghasilan kurang lebih Rp. 2.500.000,00 setiap bulannya.. Pendapatan suami

24
dirasakan kurang untuk biaya hidup sehari-hari. Selama kontrol kehamilan dan
pengobatan di RS menggunakan biaya sendiri.
c. Lingkungan Rumah
Rumah pasien luasnya 4 m x 8 m = 28 m 2 yang dihuni oleh 4 orang sehingga
didapatkan kepadatan rumah 7 m 2/orang. Rumah pasien mempunyai ventilasi yang
kurang baik pada ruang tamu dan kamar. Rumah hanya memiliki dua ruangan yaitu ruang
tamu dan kamar. Rumah tidak memiliki kamar mandi/WC. Sehari-hari untuk
mandi,mencuci dan BAB harus ke WC umum yang jaraknya dekat dari rumah. Sumber
air WC umum masih berasal dari air sungai yang airnya masih keruh. Untuk kebutuhan
memasak pasien mengambil air di musholah yang sumber airnya dari PDAM. Lantai
rumah terbuat dari keramik dan dinding dari beton yang sudah tercat. Lingkungan sekitar
rumah merupakan daerah padat penduduk, sehingga sinar matahari sering terhalang
rumah sekitar. Sehari-hari ibu pasien hanya bekerja di rumah untuk mengurus rumah
seperti memasak, menyuci dan berbelanja kepasar.
d. Masyarakat
Hubungan ibu pasien dengan tetangganya baik, dan hubungan dengan orang lain
baik. Ibu pasien pernah menjadi kader posyandu.

3.2.4 Data Perilaku


Pada hamil pertama ini ibu pasien nafsu makanya sedikit menurun, karena ibu selama
kehamilan mengalami mual dan muntah. Asupan gizi ibu selama hami cukup baik,
ibu lebih sering memasak makananya sendiri dirumah, konsumsi buah dan sayur
cukup, ibu juga mengkonsumsi susu hamil dan vitamin.
Aktifitas ibu sehari-hari hanya di rumah, ibu sering naik turun tangga selama hamil
karena kamar ibu yang berada di atas dan tidak adanya WC didalam rumah
mengharuskan ibu untuk keluar ke WC umum yang berada didekat rumah.
3.2.5 Data Pelayanan Kesehatan Terdekat
Fasilitas kesehatan terdekat adalah praktek dokter, bidan swasta dan Puskesmas
Cipelang. Cara tempuh ke bidan swasta tempat pasien melakukan ANC. Cara tempuh ke
Puskesmas Cipelang dengan berkendara sepeda motor dengan waktu tempuh 10 menit.
Petugas kesehatan setempat sudah melakukan program posyandu satu bulan sekali di
kecamatan Gunungpuyuh.

25
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 ANALISA PENYEBAB MASALAH


Berdasarkan data diatas, dengan menggunakan pendekatan HL BLUM untuk menyelesaikan
permasalahan kematian neonatal prematur BBLR, didapatkan data bahwa lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan dan genetika/kependudukan dapat mempengaruhi terjadinya kematian neonatal prematur
BBLR:

26
Gambaran Proses dan Masalah yang Diamati
Sesuai Pendekatan HL BLUM

Lingkungan
Pendidikan ibu yang rendah
Status ekonomi yang rendah

Pelayanan Kesehatan
Kurangnya perhatian bidan/
petugas gizi terhadap ibu hamil
berisiko tinggi yang memiliki
Genetik: -- Kematian masalah dengan asupan makanan
bayi BBLR Kurangnya pemberian informasi
mengenai pembuatan BPJS untuk
bayi oleh petugas kesehatan.
Kader posyandu yang kurang
terampil mengedukasi masalah
gizi pada ibu hamil.
Perilaku
Ibu tidak mau makan karena mengalami morning sickness
Ibu melakukan aktifitas fisik yang berlebihan

DAFTAR PENYEBAB MASALAH


1. Pendidikan yang rendah

pendidikan ibu mengambarkan pengetahuan kesehatan. Seseorang yang memiliki


pendidikan tinggi mempunyai kemungkinan pengetahuan tentang kesehatan juga tinggi,
karena makin mudah memperoleh informasi yang didapatkan tentang kesehatan lebih banyak
dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah.Sebaliknya pendidikan yang kurang
menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai nilai yang baru di kenal
(Notoadmojo,2007) . Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi pula pengetahuan

27
kesehatan. Pendidikan yang tinggi memudahkan seseorang menerima informasi lebih banyak
dibandingkan dengan pendidikan rendah. Pengetahuan kesehatan yang tinggi menunjang
perilaku hidup sehat dalam pemenuhan gizi ibu selama kehamilan.Oleh karena itu perlu
dilakukan pendidikan kesehatan oleh tenaga kesehatan.Pendidikan kesehatan pada hakekatnya
merupakan suatu usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok,
atau individu.Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut masyarakat dapat
memperoleh pengetahuan tentang pentingnya asupan nutrisi selama kehamilan.

2. Status Ekonomi

Secara tidak langsung penghasilan ibu hamil akan memengaruhi kejadian BBLR,
karena umumnya ibu-ibu dengan penghasilan keluarga rendah akan mempunyai intake
makanan yang lebih rendah baik secara kualitas maupun secara kuantitas, yang akan berakibat
terhadap rendahnya status gizi ibu hamil tersebut.

Breg (1986) mengatakan bahwa pendapatan merupakan faktor yang paling


menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin banyak memperoleh uang berarti
semakin baik makanan yang diperoleh. Dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin
besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan beberapa
jenis bahan makanan lainnya.Untuk mendapatkan makanan yang bergizi, tidak harus dalam
harga tinggi. Banyak makanan yang didapat dengan harga murah, tetapi mempunyai nilai gizi
yang tinggi. Hal ini mempunyai hubungan dengan pendidikan seseorang, Bagaimana memilih
makanan yang mengandung zat gizi, serta mengolah makanan tanpa menghilangkan zat gizi
tersebut. Sehingga akan dapat mensejahterahkan seluruh anggota keluarganya dan yang lebih
penting lagi bagaimana mengatur pengeluaran dalam rumah tangga, agar lebih bermanfaat
untuk kesehatan keluarga.

Keadaan status gizi ibu yang buruk berisiko melahirkan bayi dengan BBLR
dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan ibu dengan status gizi baik. Hal senada juga
diungkapkan oleh Kardjati (1985) dalam Suriani 2010 bahwa faktor penghasilan berperan
dalam meningkatkan risiko kejadian BBLR. Beberapa alasan diantaranya adalah kesulitan
dalam pemenuhan kebutuhan kalori, disamping juga karena ibu-ibu yang miskin sebelumnya
juga kurang gizi.

3. Ibu menderita morning sickness sehingga asupan makan berkurang

28
Mual pada awal kehamilan, dengan atau tanpa muntah sering disebut Morning sickness.
Menurut Mudzakir (2009), Morning sickness biasanya dimulai kapan saja, antara empat sampai
delapan minggu pertama kehamilan. Dan statistik menunjukkan bahwa 70% wanita mengalami
hal ini. Perubahan hormonal yang drastis mengindikasikan perubahan keadaan dalam tubuh untuk
mendukung pertumbuhan bayi. Mual biasanya di pagi hari, meskipun bisa menyerang setiap saat,
siang atau malam, kadang-kadang dimulai sejak lebih dari tiga minggu setelah pembuahan .
Mual dan muntah ini dapat terjadi oleh karena pengaruh estrogen dan progesteron
menyebabkan pengeluaran asam lambung yang berlebihan, sehingga menimbulkan mual dan bila
terlampau sering, dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dan mengarah pada pengaruh status
gizi ibu hamil2 (Wiknjosastro, 2008).
Pada setiap tahap kehamilan, seorang ibu hamil membutuhkan makanan dengan
kandungan zat-zat gizi yang berbeda dan disesuaikan dengan kondisi tubuh dan perkembangan
janin (Walyani, 2008). Ibu hamil pada Trimester I, harus makan, makanan yang mengandung nilai
gizi bermutu tinggi. Nutrisi bagi ibu hamil juga sangatlah penting bagi kesehatan janin dalam
kandungan. Ibu hamil yang kekurangan nutrisi dapat mengakibatkan perkembangan janin tidak
normal, gizi ibu hamil mempengaruhi pertumbuhan janin (Sulistiawati, 2008). Status Gizi pada
waktu pertumbuhan dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
janin. Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai umur kehamilan. Hal ini
dikarenakan berat badan yang bertambah normal juga. Di negara maju, rata-rata kenaikan berat
badan selama hamil sekitar 12-14 kilogram. Tetapi berdasarkan perkembangan terkini
disampaikan bahwa penambahan berat badan ibu selama hamil tidak terlalu mempengaruhi berat
badan bayi. dan Sebagian besar ibu hamil biasanya akan mengalami mual muntah ditrimester I.
Menurut Dr. dr.Noroyono Wibowo, Sp. OG. Selain perubahan hormon, salah satu penyebab mual
muntah adalah kurangnya zat besi tertentu, seperti asam folat, kalsium zat besi, zinc, DHA, dan
serat pangan. Ibu juga harus mengetahui apakah mual atau muntah yang ia alami karena
perubahan hormon atau kekurangan gizi dengan melakukan pengecekan laboratoriun, antara lain
kadar albumin dan vitamin B6. Selain itu, untuk memantau kadar gizi, ibu wajib menimbang
berat badan dan mengukur tekanan dara secara rutin .12

4. Aktivitas ibu hamil yang terlalu berlebihan dan kurang beristirahat


Pekerjaan ibu dengan aktivitas berat berpengaruh terhadap berat bayi yang dilahirkan.
Pekerjaan yang membutuhkan tenaga fisik yang berat akan mengeluarkan energi yang besar
untuk dapat menyelesaikan pekerjaan yang dilakukannya, sehingga membutuhkan intake nutrisi
yang besar pula. Apabila intake nutrisi tidak tercukupi maka akan dapat mengurangi kalori yang

29
tersedia untuk janin, karena kebutuhan energi yang diperlukan sebagian besar terkuras oleh
pekerjaan yang dilakukan oleh ibu. Keadaan ini merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi berat bayi yang akan dilahirkan.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Manshande et al., yang
mengatakan bahwa aktivitas fisik berat yang dilakukan oleh wanita pada minggu-minggu
terakhir kehamilan akan mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan. Penelitian lain yang
mendukung adalah penelitian yang dilakukam Nurminen dan Pompeii et al. Nurminen dalam
penelitiannya menyatakan bahwa kejadian risiko berat bayi lahir rendah adalah 2 kali lipat pada
wanita yang bekerja dengan sistem shift. Sedangkan penelitian yang dilakukan Pompeii et al.,
(2005) menyimpulkan bahwa wanita hamil yang bekerja pada malam hari selama kehamilan
dapat meningkatkan risiko kejadian kelahiran preterm.13

5. Kurangnya perhatian bidan/ petugas gizi terhadap ibu hamil berisiko tinggi yang memiliki
masalah dengan asupan makanan
6. Kurangnya pemberian informasi mengenai pembuatan BPJS untuk bayi oleh petugas
kesehatan.
7. Kader posyandu yang kurang terampil mengedukasi masalah gizi pada ibu hamil.

30
4.2. Alternatif Pemecahan Masalah

Tabel Alternatif Pemecahan Masalah


No Masalah Tujuan Sasaran Strategi pelaksanaan Pengembangan Alternatif Kegiatan
1. Masalah - Meningkatkan Pasien, ibu Memberikan informasi Pihak puskesmas untuk meningkatakan
individu / pengetahuan ibu hamil dan dan edukasi tentang tanda pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
perilaku tentang nutrisi, tanda suami, pasangan kehamilan normal dan ibu hamil khususnya pada ibu hamil
Ibu tidak kehamilan normal, usia subur tanda bahaya pada ibu trimester I melalui pemberian konseling
mau makan tanda bahaya hamil serta apa saja yang mengenai upaya dalam meningkatkan status
karena kehamilan serta harus dilakukan bila hal gizi dan bagaimana mengatasi masalah
menderita persalinan yang baik. tersebut dialami oleh ibu. Morning sickness dan bagi ibu hamil agar
hiperem sis dapat meminta informasi kepada petugas
gravidarum puskesmas mengenai jenis asupan makanan
Aktifitas ibu yang baik bagi ibu hamil dan melakukan
yang konsultasi bila mengalami morning sicknes
berlebihan yang berlebihan sehingga masalah akibat dari
keluhan tersebut dapat segera teratasi.

Meningkatkan lagi kegiatan kelas ibu hamil


pada setiap posyandu atau pada hari lain
sesuai dengan kesepakatan. Kegiatan berupa:
1.Penyuluhan dan Pembinaan Ibu Hamil dan
Suami/Keluarga
- Penyuluhan tentang proses kehamilan
normal, tanda bahaya pada ibu hamil,
komplikasi kehamilan, dampak yang dapat
terjadi dari komplikasi pada masa kehamilan,
persiapan persalinan, persiapan menyusui,
KB dan gizi
- Penyuluhan tentang cara memilih dan
mengolah makana yang sehat dan bergizi.
- Memotivasi pasien agar melakukan antenatal
care secara teratur di bidan praktek swasta
atau puskesmas terdekat.
- Memberikan edukasi kepada pasien untuk
segera memeriksakan kehamilan jika ada
keluhan atau masalah.
- Memberikan edukasi kepada pasien tentang
aktifitas yang dapat selama kehamilan.
2. Pemeriksaan Ibu Hamil
3. Pemeriksaan HB dan Golongan Darah Ibu Hamil
4. Pemeriksaan golongan darah calon donor

32
5. Senam Ibu Hamil.
Dimana pada kelas ibu hamil terdiri dari bidan,
petugas gizi dan petugas lab.kegiatan dilakukan
setiap satu bulan sekali.
Bekerjasama dengan aparat setempat (RT,
RW) untuk pembuatan jamban disetiap
rumah.

2. Masalah - Agar keluarga dapat Keluarga Memberikan informasi - Memberikan pendidikan kesehatan bagi ibu
lingkungan memberikan pasien/ keluarga dan edukasi kepada berupa penyuluhan tentang proses kehamilan
Pendidikan dorongan dan ibu hamil keluarga mengenai peran normal, tanda bahaya pada ibu hamil, komplikasi
ibu yang motivasi kepada ibu serta keluarga dalam kehamilan, persiapan persalinan, persiapan
rendah hamil sehingga ibu membantu proses menyusui, KB dan gizi.
Status hamil merasa aman kehamilan, persalinan, - Memberikan penyuluhan kepada keluarga
ekonomi dan nyaman dengan dan nifas. tentang pentingnya peran serta keluarga dalam
yang rendah kehamilannya. membantu proses kehamilan, dukungan
- Agar terbentuk pemenuhan gizi,persalinan, dan nifas ( waktu
keluarga siaga dan penyuluhan disesuaikan dengan
tanggap bila terjadi - Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk
kegawatan pada ibu turut berperan dalam meningkatkan pendidikan

33
atau janin. ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka
dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan
pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama
hamil.

3 Masalah - Meminimalisir Bidan Meningkatkan mutu dan - Tenaga paramedis lebih meningkatkan upaya
Pelayanan penanganan yang Dokter kualitas pelayanan deteksi dini dengan cara melakukan pemantauan
Kesehatan salah/ penanganan Perawat kesehatan ibu dan anak di dan pengawasan pada ibu hamil dengan risiko
yang terlambat saat Tenaga puskesmas maupun tinggi terhadap kasus BBLR sehingga
terjadi kegawatan kesehatan lain praktek swasta penanganan sedini mungkin dapat dilakukan
pada ibu atau janin. untuk mencegah terjadinya BBLR yang lebih
berat.
- Tenaga paramedis lebih meningkatkan KIE
(Komunikasi, Informasi dan Edukasi) pada ibu
hamil tentang faktor risiko BBLR dan
pencegahannya sehingga ibu hamil dapat
melakukan upaya untuk menghindari faktor
risiko setelah melahirkan nanti
- Pembuatan rencana program dan jadwal
kunjungan rutin/ homecare ke rumah-rumah ibu
hamil berisiko tinggi dan/ atau ibu hamil dengan

34
masalah asupan makanan. Serta mengevaluasi
hasil kunjungan untuk tindakan selanjutnya
- Memberikan edukasi dan informasi kepada
pasien mengenai penyakit yang diderita,
penatalaksanaan, dan dampak/akibat bila tidak
ditangani dengan segera.
- Memberikan informasi kepada ibu hamil
mengenai pembuatan BPJS untuk bayi
- Perlu pelatihan kader posyandu

35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari analisa dengan H.L Blum dapat diambil kesimpulan tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi kematian bayi BBLR adalah sebagai berikut:
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kematian bayi BBLR
berdasarkan pendekatan HL. Blum adalah perilaku kesehatan yang kurang
baik, lingkungan, dan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan kasus ini factor perilaku yang berpengaruh terhadap terjadinya
kematian bayi BBLR adalah pola perilaku pasien kurang baik: Ibu tidak
memakan makanan yang bergizi sewaktu hamil, ibu menderita hipertensi
dalam kehamilan, ibu tidak melakukan ANC pada awal kehamilan
Ibu sering mengkonsumsi makanan tinggi garam dan junkfood.
Berdasarkan kasus ini factor lingkungan yang berpengaruh terhadap
terjadinya kematian bayi BBLR terutama dari lingkungan keluarga:
Pendidikan ibu yang rendah, status ekonomi yang rendah, suami dan ayah
memiliki kebiasaan merokok.
Berdasarkan kasus ini pelayanan kesehatan berpengaruh dalam kematian
bayi BBLR: Kurangnya perhatian bidan/ petugas gizi terhadap ibu hamil
berisiko tinggi yang memiliki masalah dengan asupan makanan, kurangnya
pemberian informasi mengenai pembuatan BPJS untuk bayi oleh petugas
kesehatan.

Saran
5.1.1. Untuk ibu dan keluarga pasien

1. Meningkatkan pengetahuan ibu mengenai kehamilan yang sehat dengan


mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan baik itu di
pelayanan kesehatan maupun di posyandu. Dan lebih aktif dalam mencari
informasi mengenai kehamilan.

2. Melakukan pemeriksaan antenatal secara rutin minimal sebanyak empat kali yaitu
satu kali pada trisemester I, satu kali pada trisemester II dan dua kali pada
trisemester III. Dengan melakukan pemeriksaan antenatal segala bentuk kelainan
ataupun gangguan pada ibu dan janin dapat dideteksi sedini mungkin.

3. Hindari rokok atau asap rokok dan jenis polusi lain, minuman berlkohol,junkfood
serta ktivitas fisik yang berlebihan.

4. Pada ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi diet seimbang serat dan rendah lemak,
kalori cukup, vitamin dan mineral termasuk 400 mikrogram vitamin B asam folat
setiap hari. Pengontrolan berat badan selama kehamilan dari pertambahan berat
bada awal dikisaran 12,5-15 kg

5. Untuk keluarga, supaya mendorong dan memberikan motivasi kepada ibu hamil
untuk mencukupi gizi, menjaga kesehatan, dan rutin memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan.

5.1.2. Untuk Puskesmas


1. Memberikan Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan
janin dalam rahim, faktor resiko tinggi dalam kehamilan, dan perawatan diri
selam kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatanya dan janin yang
dikandung dengan baik.
2. Memberikan konseling tentang junk food pada ibu hamil sehingga dapat
meminimaliskan terjadi nya preeklamsi akibat kebiasaan mengkonsumsi junk
food.
3. Perlu diadakan penyuluhan kepada ibu hamil maupun keluarga yang
mendampingi tentang kehamilan yang aman, cara menghindari kehamilan risiko

37
tinggi, pola hidup sehat saat kehamilan, dan asupan makanan yang sehat dan
bergizi yang dianjurkan saat kehamilan.
4. Pengontrolan oleh bidan secara berkesinambungan sehingga ibu dapat
merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat.
5. Melakukan deteksi sedini mungkin ibu hamil yang memiliki risiko dan penyulit
dalam kehamilan. Berikan edukasi bila ibu hamil menunjukkan tanda-tanda
bahaya. Dan segera merujuk ke pelayanan kesehatan sekunder dan

38
BAB VI
PENUTUP

Demikianlah laporan dan pembahasan mengenai hasil peninjauan kematian bayi BBLR di Puskesmas Cipelang. Kami menyadari bahwa
kegiatan ini sangat penting dan bermanfaat bagi para dokter, perawat, bidan, dan petugas kesehatan lain, khususnya yang kelak akan terjun di
masyarakat serta dalam membangun kesehatan yang layak untuk masyarakat.
Akhir kata kami berharap laporan ini bermanfaat sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Cipelang

39
Daftar Pustaka

1. Baliwati, Y.F., Ali K., Meti D. 2006. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Biro Pusat Statistik. 2008. Survey
Demografi Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta: Biro Pusat Statistik
2. Depkes RI. 2005. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes
3. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riskesdas 2013
4. Wiknjosastro, Hanifa, Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Jakarta : YBP-SP
5. Arief, Nurhaeni. 2008. Panduan Lengkap Kehamilan Dan Kelahiran Sehat. Jogjakarta : AR Group
6. Syarifudin, V (2011) Kurang Energi Kronik (KEK) Ibu Hamil Sebagai Faktor Risiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di
Kabupaten Bantul, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
7. Dinas Kesehatan. Profil Kota Sukabumi Tahun 2014. Sukabumi; Dinas Kesehatan; 2014.
8. Dalmanik Sylvia M. Klasifikasi Bayi Menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi. Dalam : Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI 2008 ; 11-30.
9. Faktor Risiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang Timur Dan Utara Kota
Singkawang [Skripsi]. Semarang: Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
10. Manuaba, I.B.G., 2003. Pengantar Kuliah Obstetri. 2003. Penerbit buku Kedokteran. EGC. Jakarta
11. Sukadi A. Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Baru Lahir. Bandung : FKUP 2002.
12. Baliwati, Y.F., Ali K., Meti D. 2006. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Biro Pusat Statistik. 2008.
13. Yuliva, Ismail Djauhar, Rumekti Diah. Hubungan Status Pekerjaan Ibu Dengan Berat Lahir Bayi Di RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 25, No. 2, Juni 2009.

40
Lampiran

41
42
43

Anda mungkin juga menyukai