FINANINDA
NIM I4051161060
A. DEFINISI
Meningitis bakterial merupakan salah satu jenis penyakit infeksi pada selaput
pembungkus otak atau meningen serta cairan yang mengisi ruang subarakhnoid.
Meningitis bakterial sering disertai dengan peradangan parenkim otak atau yang
disebut dengan meningoensefalitis. Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur, dan agen lainnya. Meningitis bakterial merupakan penyakit yang serius atau
penyakit kedaruratan medik apabila tidak ditangani dengan baik dan tepat.4
Meningitis bakterial (MB) adalah inflamasi meningen, terutama araknoid dan
piamater yang terjadi karena invasi bakteri ke dalam ruang subaraknoid. Pada MB
terjadi rekrutmen leukosit ke dalam cairan serebrospinal (CSS). Biasanya proses
inflamasi tidak terbatas hanya di meningen, tapi juga mengenai parenkim otak
(meningoensefalitis), ventrikel (ventrikulitis), bahkan bisa menyebar ke medula
spinalis. Kasus MB terdistribusi di seluruh belahan bumi. Di negara dengan empat
musim, MB lebih banyak terjadi di musim dingin dan awal musim semi. MB lebih
banyak terjadi pada pria. Insiden MB adalah 2-6/100.000 per tahun dengan puncak
kejadian pada kelompok bayi, remaja, dan lansia. Tingkat insiden tahunan (per
100.000) MB sesuai patogennya adalah sebagai berikut: Streptococcus pneumonia,
1,1; Neisseria meningitidis, 0,6; Streptococcus, 0,3; Listeria monocytogenes, 0,2; dan
Haemophilus influenza, 0,2.5
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi meningitis bakterial sebesar > 2,5 kasus per 100.000 populasi di
Amerika Serikat. Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab utama (50%),
diikuti oleh Neisseria meningitidis (25%), Sreptococcus grup B (15%), dan Listeria
monocytogenes (10%).3
Data dari salah satu rumah sakit di Surabaya pada tahun 2000 hingga
pertengahan tahun 2001 menunjukkan jumlah 31 penderita meningitis. Usia kurang
dari satu tahun 22,6%; usia 1-5 tahun 3,2%; usia 5-15 tahun 6,4%; usia 15-25 tahun
32%; usia 25-45 tahun 16,1%; usia 45-65 tahun 16;1%; usia lebih dari 65 tahun 3,2%.
Dari 31 penderita tersebut sebanyak delapan orang (25,8%) meninggal dunia.1
C. ETIOLOGI
Etiologi atau penyebab dari meningitis sebagian besar disebabkan oleh bakteri,
dan selebihnya disebabkan oleh virus, parasit serta jamur. Dari hasil laporan kasus,
bakteri penyebab meningitis terbanyak disebabkan oleh: Hemophilus influenzae,
Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis.3
Siapa pun bisa terkena meningitis bakterial. Namun ada beberapa kelompok
orang yang berisiko lebih tinggi. Ini termasuk orang-orang yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang rendah dan mereka yang baru menjalani operasi otak atau
sinus paranasalis dengan pengobatan yang buruk atau infeksi telinga. Hal ini
memungkinkan infeksi menyebar lebih mudah. Berbagai jenis bakteri dapat
menyebabkan meningitis bakterial pada bayi, anak-anak, dewasa muda, dan orang
tua.4 Meningitis paling sering menyerang anak-anak usia 1 bulan - 2 tahun. Wabah
meningitis meningokokus bisa terjadi dalam suatu lingkungan, misalnya
perkemahan militer, asrama mahasiswa atau sekumpulan orang yang berhubungan
dekat.1
D. PATOGENESIS
Melalui aliran darah patogen ini mencapai sel-sel plexus choroid yang ada
dalam ventrikel otak dan mencapai cairan otak. Ketika berada dalam cairan otak
(Cerebro spinal fluid/CSF) bakteri mampu bermultiplikasi dengan cepat karena sel-
sel pendukung imunitas jumlahnya tidak memadai dalam CSF. Bakteri yang
mengalami lisis oleh fagositosis akan menyebabkan reaksi imun karena dinding
selnya yang bersifat toksin sehingga terjadi reaksi inflamasi purulenta. Komponen
toksik ini misalnya lippopolisakarida (LPS) dari bakteri gram negatif dan
peptidoglikan dan asam teikhoat dari S. Pneumoniae. Pelepasan komponen ini
diikuti pelepasan sitokin oleh sel microglia, endotel vascular, astrosit, dan monosit.6
Inokulasi bakteri
Kolonisasi dan penetrasi bakteri pada membran mukosa
Invasi bakteri pada sirkulasi
Invasi pada SSP
Multiplikasi di ruang subarachnoid
Peningkatan permeabilitas sawar darah otak
Pengeluaran sitokin dan prostaglandin
Kebocoran protein plasma
Edema serebri dan peningkatan TIK
Gangguan sirkulasi darah otak
Tabel 2
Demam, sakit kepala Meningism, kebingungan, Gangguan kesadaran, Obtundation, kejang, Kelumpuhan,
kadar glukosa CSF peningkatan tekanan gejala neurologis penurunan nilai
berkurang CSF, focal kognitif,
meningkatnya protein dan / tanda-tanda koma,
CSF, (misalnya cranial mungkin kematian
gejala fokal nerve palsies) pada
kasus yang tidak
diobati
Patofisiologi terjadinya meningitis bakterialis, telah diperlihatkan pada
percobaan binatang. Pada awalnya infeksi tersebut terjadi akibat dari masuknya
bakteri patogen yang telah berkoloni di mukosa nasofaring pada selaput
leptomeningeal (jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid) melalui darah. Bakteri
patogen penyebab biasanya memiliki ciri berkapsul. Setelah membentuk koloni di
rongga nasofaring, bakteri yang berkapsul itu memasuki lapisan epitel dan langsung
menuju ke aliran darah. Kapsul pada bakteri itulah yang menghambat proses
fagositosis oleh neutrofil dan antibodi yang dibentuk oleh tubuh. Dari proses
penghambatan itulah bakteri patogen meningeal memperlihatkan kemampuan untuk
mempertahankan proses bakteremianya. Pada tahap akhir, bakteri dalam darah akan
mencapai selaput leptomening dan ruang subarakhnoid yang hingga saat ini belum
diketahui secara jelas prosesnya.1
Patologi dari meningitis sebagian besar terjadi akibat peningkatan kadar
sitokin dan kemokin. Sitokin yang berperan antara lain tumor necrotic factor (TNF)
dan interleukin-1 (IL-1) yang bekerja sinergis menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah otak sehingga terjadi edema vasogenik. Exudat yang
berada di ruangan subarachnoid dan berbagai secret berisi protein mampu
menyumbat aliran CSF di ventrikel otak menyebabkan hidrosefalus yang
meningkatkan tekanan intrakranial.6
Pada awal fase meningitis terjadi peningkatan aliran darah ke otak namun
demikian semakin lama pasokan darah ke otak semakin berkurang. Penurunan
pasokan darah ini diduga disebabkan oleh vasokonstriksi arteri-arteri besar akibat
sensitisasi oleh berbagai eksudat dan vaskulitis pada pembuluh darah kecil.
Vaskulitis dapat menyebabkan iskemia dan infark jaringan otak. Selain itu berbagai
gangguan vaskular juga bisa terjadi seperti trombosis yang menyebabkan obstruksi
dan trombophlebitis pada vena-vena otak. Berbagai patologi pada otak yang terjadi
bersamaan inilah yang menyebabkan mortalitas meningitis.6
E. GEJALA KLINIS
Walaupun banyak jenis organisme penyebab meningitis, secara umum tanda
dan gejalanya hampir sama. Tanda dan gejala yang ditimbulkan adalah akibat iritasi
pada meningen. Secara umum gejala meningitis pada pasien dewasa adalah sakit
kepala, demam, mual, muntah, photopobia, adanya tanda rangsang meningeal/iritasi
meningen seperti; kaku kuduk positif, tanda Kernig positif, dan tanda Brudzinski
positif, perubahan tingkat kesadaran, kejang, peningkatan tekanan intrakranial,
disfungsi saraf kranial, dan penurunan status mental. Salah satu komplikasi lanjut
dari meningitis adalah koma, hal ini merupakan prognosis yang buruk, dan dapat
terjadi pada 5%-10% pasien meningitis bakterial.5
Tanda dan gejala lain yang tidak khas pada pasien meningitis adalah terjadi
hipersensitivitas kulit, hiperanalgesia, dan hipotonus otot, walaupun fungsi motorik
masih dapat dipertahankan. Efek toksin pada otak atau thrombus pada suplai
vaskular ke area serebral menyebabkan ketidakmampuan permanen fungsi serebral,
jika terjadi perubahan patologi, maka dapat terjadi hemiparesis, demensia, dan
paralisis.5
Akut, fulminan, dengan tanda-tanda khas trias klasik (3 tanda klasik) yang
berupa: demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran. Tanda-tanda kaku kuduk
biasanya sulit ditemukan pada keadaan tertentu seperti pada orang tua, neutropenia,
gangguan imunologi serta pada neonatus.1
Selain tiga tanda diatas mual, muntah, kejang, fotofobia dan pada bayi
sering ditemukan bulging (benjolan) pada fontanela bayi atau neonatus. Apabila
ditemukan dalam keadaan koma, prognosinya akan buruk, dimana hal ini ditemukan
pada 5-10 % kasus yang ada.1
Kecurigaan terhadap adanya meningitis akut bakterial sangat tergantung pada
awal diketahuinya sindrom meningitis. Dalam sebuah penelitian di Belanda pasien
orang dewasa dengan community-acquired meningitis bakterial, maka sensitivitas
dari triad klasik : Kaku kuduk, demam, dan perubahan status mental menjadi rendah,
tapi hampir semua pasien dengan meningitis akut bakterial memiliki setidaknya dua
dari empat gejala sakit kepala, demam, kaku kuduk dan perubahan status mental.
Pada anak-anak, lekas marah, menolak makan, muntah dan kejang sering merupakan
sebagai gejala awal. Tingkat kesadaran pada meningitis akut bakterial adalah
variabel dan dapat berkisar dari mengantuk, kebingungan, pingsan sampai koma.2
F. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Awitan gejala akut (<24 jam) disertai trias meningitis : demam, nyeri kepala
hebat, dan kaku kuduk. Gejala lain yaitu : mual, muntah, fotofobia, kejang fokal
atau umum, dan gangguan kesadaran. Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi
paru-paru, telinga, sinus, atau katup jantung. Pada bayi dan neonatus, gejala
bersifat nonspesifik seperti demam, iritabilitas, letargi, muntah, dan kejang.
Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi maternal, kelahiran prematur, persalinan
lama, ketuban pecah dini.3
b. Pemeriksaan fisik dan neurologis
-
Kesadaran : bervariasi mulai dari iritable, somnolen, delirium, atau koma
-
Suhu tubuh 38C
-
Infeksi ekstrakranial : sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia
-
Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Kernig, Brudzinski I dan II
-
Peningkatan tekanan intrakranial : penurunan kesadaran, edema papil, refleks
cahaya pupil menurun, kelumpuhan n. VI, postur deserebrasi, dan refleks
Cushing (bradikardi, hipertensi, respirasi irreguler)
-
Defisit neurologis fokal : hemiparesis, kejang fokal maupun umum, disfasia atau
afasia, paresis saraf kranial : n. III, n. IV, n. VI, n. VII, n. VIII. 3
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan biokimia dan sitologi cairan serebrospinalis (CSS)
Keruh atau purulen
Protein
Leukosit (1000-5000 sel/mm3)
Predominasi neutrofil (80-95%)
Glukosa (< 40 mg/dL)
Rasio glukosa CSS : serum 0,4 (sensitivitas 80%, spesifisitas 98% untuk
diagnosis meningitis bakterial pada pasien berusia > 2 bulan)
Pewarnaan gram cairan serebrospinalis
Cepat, murah, hasilnya bergantung pada bakteri penyebab
Sensitivitas 60-90%, spesifisitas 97%
Kultur cairan serebrospinalis
Identifikasi kuman
Butuh waktu lama (48 jam)
PCR
Sensitivitas 100%, spesifisitas 98,2%
Deteksi asam nukleat bakteri pada CSS, tidak dipengaruhi terapi antimikroba
yang telah diberikan
Kultur darah
Dilakukan segera untuk mengidentifikasi organisme penyebab. 3
d. Pencitraan
CT scan kepala
Pada permulaan penyakit, CT scan tampak normal
Adanya eksudat purulen di basal, ventrikel yang mengecil, disertai edema
otak, atau ventrikel yang membesar akibat obstruksi cairan serebrospinalis
Bila penyakit berlanjut, dapat terlihat adanya daerah infark akibat vaskulitis
Indikasi CT scan sebelum LP : adanya defisit neurologis fokal, kejang pertama
kali, edema papil, penurunan kesadaran dan penekanan status imun
MRI kepala
Lebih baik dibandingkan CT scan dalam menunjukkan daerah edema dan
iskemik di otak
Penambahan kontras gadolinium menunjukkan diffuse meningeal
enhancement. 3
Pemeriksaan CSS pada pasien dengan meningitis bakteri akut menunjukkan
gambaran pleiositosis neutrophilic (biasanya ratusan hingga beberapa ribu, dengan>
80% PMN sel). Dalam beberapa kasus meningitis L -monocytogenes (25-30%),
dominasi lymphocytic mungkin terjadi. CSF jumlah WBC yang rendah (<20 sel / uL)
menandakan adanya jumlah bakteri yang tinggi dan prognosis yang buruk. Adapun
gambaran CSF pada kasus meningitis bakterial adalah sebagai berikut : Opening
pressure 200-300, dengan WBC count 100-5000/uL (>80% terdiri dari sel-sel PMN),
kadar glukosa <40mg/dL, kadar protein >100mg/dL, ditemukan patogen spesifik 60%
pada pewarnaan Gram dan 80% dari hasil kultur. Opening pressure (kisaran antara 80-
200 mm H2O) mungkin meningkat, menunjukkan beberapa bentuk peningkatan ICP
dari edema serebral.3
G. DIAGNOSIS BANDING
Diferensial diagnosis meningitis bakteri akut ialah penyakit infektif lainnya
seperti meningitis dan meningoencephalitis (virus, TBC, jamur, leptospiral dan amuba
primer), ensefalitis viral, abses otak abses epidural spinal (daerah servikal), infeksi
parameningeal (osteomyelitis kranial, empiema subdural), aseptic meningitis (SLE
misalnya, Behcet's, sarkoidosis), chemical meningitis (misalnya setelah terapi human
IVIg, perdarahan subaraknoid).6
H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan antibiotik pertama kali yang direkomendasikan pada kasus
meningitis akut bakterial adalah melalui jalur parenteral. Terapi antibiotik empiris
pada kasus dugaan meningitis akut bakterial adalah Ceftriaxone 2 g 12-24 jam atau
Cefotaxime 2 g 6-8 jam. Sebagai terapi alternatif dapat diberikan Meropenem 2 g 8
jam atau Kloramfenikol 1 g 6 jam. Jika dicurigai penisilin atau sefalosporin-resistant
pneumococcus bisa digunakan Ceftriaxone atau Cefotaxime ditambah Vancomycin 60
mg/kg/24 per jam (disesuaikan dengan kreatinin clearance) setelah loading dosis 15
mg / kg. Ampisilin / Amoksisilin 2 g 4 jam jika curiga Listeria.2
Monitoring pengobatan
Secara umum, jika kondisi klinis tidak membaik dalam 48 jam setelah dimulai
antibiotik yang tepat dan sesuai (dan ada indikasi penggunaan deksametason),
pertimbangkan hal-hal berikut ini :
penetrasi antibiotik kurang kuat (vankomisin misalnya jika pasien juga diterapi
dengan dexamethasone)
salah diagnosis
Kortikosteroid
Pada semua pasien yang secara klinis dicurigai pneumokokus (atau Hib) meningitis
(tanda-tanda neurologis fokal awal), kami merekomendasikan deksametason yang
diberikan bersama dengan dosis pertama terapi antibiotik empiris seperti yang telah
disebutkan di atas.
Jika terapi deksametason telah dimulai pada kecurigaan klinis meningitis akut
bakterial, yang kemudian terbukti tidak akurat oleh microbiolgy CSF, pengobatan
harus segera dihentikan.2
Kejang sering terjadi pada meningitis akut bakterial dan yang terkait dengan
peradangan berat, lesi struktural otak dan pneumococcal meningitis, dapat
meningkatkan angka kematian dan harus diobati dengan parenteral anticonvulsant,
seperti fenitoin (fosphenytoin).2
I. KOMPLIKASI
Kematian pada meningitis bakteri dapat terjadi dalam 48 jam pertama dan
kadang-kadang bahkan sebelum diagnosis dapat diduga. Dalam review data otopsi,
dicatat bahwa kematian karena N. meningitidis sering terjadi dalam waktu 12-24 jam
dari gejala pertama. Gejala sisa neurologis mungkin terjadi pada 20- 40% pasien.
Komplikasi audiologi telah dilaporkan pada lebih dari sepertiga anak-anak dengan
bakteri meningitis, terutama karena H. influenzae. Disfungsi kognitif, perubahan
perilaku, kejang dan penurunan motorik adalah komplikasi umum meningitis baik
pada orang dewasa dan pada anak-anak. Beberapa pasien telah mengalami
komplikasi berupa penurunan visual permanen, yang disebabkan oleh atrofi optik
dari arachnoiditis opticochiasmatic, hidrosefalus yang persisten atau sebagai akibat
dari kebutaan kortikal yang melibatkan infark arteri lobus oksipital. Kisaran defisit
motorik pasca-meningitis bisa sesisi atau bilateral hemiparesis, kelemahan gerakan
mata, paraparesis, dan kejang dengan sensori loss sesuai dengan kerusakan saraf
tulang belakang.2
Keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan mental yang tertunda
merupakan komplikasi meningitis bakteri yang terjadi pada anak-anak. Kisaran
komplikasi pada pneumokokus meningitis sangat parah. Austria sydrome adalah
kondisi parah pneumokokus invasif yang ditandai dengan meningitis, endokarditis
dan pneumonia yang membawa tingkat kematian yang tinggi. Sebuah studi baru-
baru ini pada orang dewasa telah menarik perhatian untuk masalah seperti myelitis
dan pendarahan subaraknoid dan insiden lesi serebrovaskular lebih tinggi (22%
arteri dan 9% vena stroke)]. Kelelahan kronis, depresi dan gangguan tidur secara
signifikan lebih tinggi di antara yang selamat dari meningitis dan yang lebih kecil
proporsi pasien yang disertai dengan epilepsi di tahun-tahun kemudian.2
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi/ inflamasi, toksin/ patogen dalam
sirkulasi jaringan serebral, peningkatan tekanan intrakranial
A. DEFINISI
B. PATOGENESIS
Sistem saraf pusat dilindungi terhadap masuknya mikroba dari aliran darah
oleh sawar darah otak dan pelindung eksternal yang dibentuk oleh tengkorak dan
leptomeninges. Dalam hal ini, patogen dapat memasuki sistem saraf pusat langsung
invasi melalui pelindung eksternal atau melalui aliran darah. Bagian berikut meninjau
predisposisi kondisi dan faktor resiko untuk berkembangnya meningitis nosokomial.7
Kejadian kasus meningitis yang terkait dengan kateter ventrikel internal yang
umum digunakan untuk pengobatan hidrosefalus berkisar antara 4 hingga 17%.
Faktor penyebab yang paling penting adalah kolonisasi kuman dari kateter pada
saat operasi, walaupun mayoritas infeksi diwujudkan dalam waktu 1 bulan setelah
operasi. Satu studi observasional mengidentifikasi lubang dalam sarung tangan
bedah dikombinasikan dengan penanganan langsung pemasangan kateter shunt
oleh tim bedah merupakan faktor resiko yang paling mungkin terjadi.
Penggunaan sarung tangan ganda dan mengganti sarung tangan saat pemasangan
shunt kateter sejauh ini dapat menurunkan angka infeksi.
d. Trauma Kepala
e. Lumbal Pungsi
E. TERAPI ANTIMIKROBA
Secara khusus, spesies Acinetobacter telah menjadi lebih umum pada pasien
dengan nosokomial meningitis dan bakteri ini sering resisten terhadap generasi ketiga
dan generasi keempat sefalosporin, resistensi terhadap carbapenems juga telah
dilaporkan. Oleh karena itu, konsentrasi yang memadai dari agen-agen di
serebrospinal cairan tidak dapat dicapai setelah pemberian parenteral.
G. PELEPASAN KATETER
Jika meningitis bakteri berkembang pada pasien yang memakai kateter
ventrikular eksternal, kateter harus dilepas untuk meningkatkan kemungkinan bahwa
infeksi dapat disembuhkan. Dalam kasus internal ventrikel kateter, terapi antimikroba,
penghapusan dari semua komponen kateter yang terinfeksi, dan penempatan drainase
eksternal tampaknya pengobatan yang paling efektif, dengan sukses lebih dari 85%
pasien; drainase eksternal menyebabkan resolusi lebih cepat dari ventriculitis,
memungkinkan pemantauan temuan cairan serebrospinal dan memungkinkan
pengobatan lanjutan dari hidrosefalus.
Waktu optimal untuk reimplantation dari shunt tidak didefinisikan secara jelas.
Pada pasien dengan infeksi shunt yang disebabkan koagulase negatif Staphylococcus
atau P. Acne yang berhubungan dengan kelainan dari serebrospinal cairan (misalnya,
pleositosis), terapi antimikroba direkomendasikan diberi selama 7 hari sebelum
pemasangan shunt yang baru.