Bab VI. KEMUNDURAN SISTEM IMUNOLOGI PADA LANJUT USIA
Bab VI. KEMUNDURAN SISTEM IMUNOLOGI PADA LANJUT USIA
Ked (406067037)
BAB VI
KEMUNDURAN SISTEM IMUNOLOGI
PADA LANJUT USIA
Tujuan Belajar
Tujuan Kognitif
Setelah membaca bab ini dengan seksama, maka Anda diharapkan sudah dapat :
1. Mengetahui definisi imunologi
2. Mengetahui kemunduran-kemunduran sistem imunologi yang terjadi pada lanjut usia.
3. Mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan untuk lanjut usia
Tujuan Afektif
Setelah membaca ini dengan penuh teliti, maka penulis mengharapkan Anda sudah akan
memiliki kemampuan untuk :
1.Mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi pada lanjut usia akibat kemunduran
sistem imunologi.
2. Memberikan perhatian lebih kepada sistem imun dari lanjut usia.
128
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008
Kemunduran Sistem Imunologi pada Lanjut Usia Arleen Yulia, S.Ked (406067037)
I. Pendahuluan
Kemampuan respon imun pada setiap orang berbeda dan perbedaan ini diperbesar
bila mereka menjadi tua. Perhatian akan peranan gangguan sistem imun pada penyakit
lanjut usia meningkat, oleh karena proses menua menimbulkan abnormalitas sistem imun
yang memberi kontribusi pada sebagian besar penyakit akut dan kronik pada lanjut usia.
Tindakan perbaikan sistem imun dapat melengkapi pilihan tambahan pada pengobatan
konvensional untuk mengendalikan penyakit pada lanjut usia.
Gen yang mengendalikan reaktivitas imun terletak pada daerah yang disebut Major
Histocompatibility Complex dan diduga mempengaruhi lamanya rentang hidup maksimal
seseorang. Dugaan ini mendukung hipotesis tentang adanya hubungan antara proses
menua dengan respon imun. Salah satu faktor yang diketahui mempengaruhi dan
mengganggu fungsi tersebut sangat kompleks. Oleh karena banyak faktor eksternal
seperti : nutrisi, populasi, bahan kimia, sinar ultraviolet, genetik, penyakit dahulu,
pengaruh neuroendokrin, dan endokrin serta variasi anatomi akan mengganggu fungsi
sistem imun.
Para klinisi yang merawat penderita lanjut usia sering menjumpai dan berasumsi
bahwa seseorang dengan defisiensi sistem imun dan mekanisme pertahanan tubuh yang
tidak efektif akan memberi kesempatan berkembangnya penyakit infeksi serta
meningkatkan kematian dan kesakitan akibat penyakit ini. Seperti prevalensi penyakit
pneumonia pada lanjut usia meningkat 65% dibandingkan kelompok usia muda. Begitu
pula prevalensi infeksi saluran kemih seperti bakteriuria asimptomatik meningkat secara
bermakna antara 10-50% dengan bertambahnya usia pada laki-laki maupun wanita. Pada
semua kasus, sepsis sebesar 40% terjadi pada penderita usia lanjut dan menyebabkan
kematian sebesar 60%. Oleh karena menurunnya sistem imun dan imunisasi yang tidak
adekuat pada lanjut usia, 60% kasus tetanus di Amerika Serikat terjadi pada usia 60 tahun
ke atas.
Adapun beberapa faktor yang berhubungan dengan bertambahnya usia dan memberi
kontribusi terhadap kejadian infeksi meliputi :
1. Keterbatasan fisiologik dan kemampuan cadangan memberi respon terhadap stress
2. Gangguan mekanisme pertahanan tubuh pejamu
3. Adanya penyakit kronik
4. Meningkatnya paparan patogen nosokomial
5. Keterlambatan dalam diagnosis dan terapi
6. Meningkatnya frekuensi komplikasi tindakan diagnosis dan terapi
7. Lambat memberi respon terhadap kemoterapi
8. Meningkatnya kejadian efek samping obat antimikroba.
Keadaan ini mulai meningkat saat kelenjar timus mengalami involusi. Mengingat
timus memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan sistem imun,
terutama derajat aktivitas sel T. Perubahan pasti pada sistem imun berhubungan dengan
usia, dapat dilihat dari kemampuan sel imun untuk memberi respon yang cepat dan
efektif terhadap adanya antigen, melalui mekanisme proliferasi sel. Keadaan lain yang
terjadi berupa ketidakmampuan secara akurat dan efisien untuk memperbaiki DNA
seperti mutasi, menetralisasi radikal bebas dalam tubuh, dan aktivitas beberapa enzim
menurun bersama proses penuaan. Penting sekali untuk mengenal berkurang atau
menurunnya fungsi salah satu komponen imun yang dapat mengganggu respon imun
yang lain dan meningkatkan beratnya proses infeksi.
II. Sistem Imun
Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan untuk mempertahankan
129
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008
Kemunduran Sistem Imunologi pada Lanjut Usia Arleen Yulia, S.Ked (406067037)
keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Konsep imunitas yang disarankan oleh Bellanti
adalah suatu mekanisme yang bersifat faal, melengkapi manusia dengan suatu
kemampuan untuk mengenal suatu zat sebagai sesuatu yang asing terhadap dirinya.
Selanjutnya, tubuh akan mengadakan tindakan netralisasi untuk melenyapkan atau
memasukan ke dalam proses metabolisme, dengan akibat menguntungkan dirinya atau
menimbulkan kerusakan jaringan tubuhnya sendiri.
Semua vertebrata mampu memberi tanggapan dan menolak benda atau konfigurasi
asing, oleh karena memiliki sel khusus yang bertugas mengenali dan membedakan
apakah konfigurasi itu asing atau milik dirinya. Sel khusus tersebut adalah limfosit yang
merupakan sel imunokompeten dalam sistem imun. Konfigurasi asing tadi disebut
antigen atau imunogen, sedangkan prosesnya serta fenomena yang menyertainya disebut
respon imun. Respon imun terdiri atas respon imun alamiah yang tidak spesifik dan
adaptif yang bersifat spesifik.
130
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008
Kemunduran Sistem Imunologi pada Lanjut Usia Arleen Yulia, S.Ked (406067037)
131
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008
Kemunduran Sistem Imunologi pada Lanjut Usia Arleen Yulia, S.Ked (406067037)
2.1.4.b. Natural Killer Cell (sel NK) : adalah sel limfoid tanpa ciri-ciri sel limfoid
sistem imun spesifik. Disebut juga sel non-B non-T. Sel NK
menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma.
132
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008
Kemunduran Sistem Imunologi pada Lanjut Usia Arleen Yulia, S.Ked (406067037)
3.2.2. IgA: ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi kadarnya dalam
cairan sekresi saluran nafas, saluran cerna, saluran kemih, air mata, keringat,
ludah, dan air susu tinggi sebagai secretor IgA. Berfungsi menetralisir toksin
atau virus dan mencegah kontak antara toksin/virus dengan organ sasaran.
3.2.3. IgM: merupakan imunoglobulin terbesar. Kebanyakan sel B mempunyai IgM
pada permukaannya sebagai reseptor antigen. IgM dibentuk paling pertama
pada respon imun primer tetapi tidak berlangsung lama, karena itu kadar IgM
yang tinggi merupakan tanda adanya infeksi dini. IgM dapat mencegah
gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan
aglutinator kuat terhadap butir antigen.
3.2.4. IgD: ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam darah. IgD tidak
mengikat komplemen, mempunyai aktivitas antibodi terhadap antigen berbagai
makanan dan auto-antigen seperti komponen nukleus. IgD ditemukan bersama
IgM pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen.
3.2.5. IgE: ditemukan dalam serum dalam jumlah yang sangat sedikit. IgE dibentuk
setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran nafas dan cerna. Kadar
IgE serum yang tinggi ditemukan pada alergi, infeksi cacing, skistosomiasis,
penyakit hidatid, trikinosis, dan diduga berperan pada imunitas parasit.
134
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008
Kemunduran Sistem Imunologi pada Lanjut Usia Arleen Yulia, S.Ked (406067037)
135
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008
Kemunduran Sistem Imunologi pada Lanjut Usia Arleen Yulia, S.Ked (406067037)
IgE akan diikat terutama oleh sel mast melalui reseptor Fc (juga oleh basofil dan
eosinofil). Bila ada alergen yang sama masuk tubuh, akan diikat oleh IgE tadi (spesifik)
dan menimbulkan degranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan berbagai
mediator antara lain histamin (Gambar 9) yang didapat dalam granula-granula sel dan
menimbulkan gejala pada reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit-penyakit yang timbul
setelah tubuh terpapar oleh alergen : asma bronchial, rhinitis alergi, urtikaria, dan
dermatitis atopik.
4.2. Reaksi Tipe II
Disebut juga reaksi sitotoksik, terjadi oleh karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM
terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu. Contoh reaksi tipe II adalah
destruksi sel darah merah akibat reaksi transfusi dan penyakit anemia hemolitik, dan
sebagian kerusakan jaringan pada penyakit autoimun seperti miasthenia gravis.
4.3. Reaksi Tipe III
Disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi akibat penimbunan kompleks antigen-antibodi
dalam jaringan atau pembuluh darah. Sebab-sebab reaksi tipe III dan alat tubuh yang
sering merupakan sasaran penyakit kompleks imun terlihat pada (tabel 2).
akan mengalami reduksi dalam volume dan massanya. Hal ini jelas sekali pada kelenjar
timus. Involusi mulai pada masa pubertas, karakteristik ditandai adanya infiltrasi
kelenjar oleh jaringan fibrous dan lemak serta berkurang masa seluler. Sentrum
germinativum jumlahnya berkurang dan menjadi fibrotik serta kalsifikasi.
Konsekuensinya, kemampuan kelenjar timus untuk mendewasakan sel limfosit T pada
manusia, yaitu diperolehnya reseptor pada eritrosit sel domba pada permukaan selnya
(CD2). Adanya reseptor ini maka sel-sel limfosit T yang telah dewasa dapat membentuk
bangunan roset dengan eritrosit domba. Sehingga dengan cara demikian dapat diikuti
perubahan kemampuan kelenjar timus yang berkaitan dengan proses penuaan. Kalau
limfosit muda tidak mampu membentuk roset dengan eritrosit domba, maka sebaliknya
mereka mampu membentuk roset dengan eritrosit manusia sendiri (otoroset). Kegagalan
limfosit muda menjadi dewasa dalam kelenjar timus diperlihatkan dengan bertambahnya
jumlah limfosit muda dalam kelenjar timus dan peredaran darah tepi.
5.2 Kelenjar Iimfe, patches Peyer's dan Limpa
Organ limfoid sekunder seperti: limpa, kelenjar limfe, patches Peyer's yang tersebar di
dinding saluran cerna, tonsil, dan apendiks merupakan tempat sel limfosit dewasa
memberi respon terhadap antigen. Organ ini diperlukan untuk proliferasi dan diferensiasi
limfosit yang sudah tersensitisasi dan berfungsi menangkap dan mengumpulkan bahan
asing dengan efektif serta merupakan tempat utama produksi antibodi dan sensitisasi sel T
yang antigen spesifik. Meskipun tidak ada perubahan morfologi yang besar pada organ
limfoid sekunder bersama proses penuaan, tetapi konsensus umum menunjukkan bahwa
pengaruh yang terbesar pada sel B dan perubahan tidak pasti pada jaringan yang
didominasi oleh sel T. Mucosal-associated limphoid tissue (Malt) merupakan sepertiga
bagian dari semua jaringan limfoid tampak berubah dengan proses penuaan.
Komposisinya 75% terdiri dari sel T dan di kelenjar limfe menunjukkan turunnya
kemampuan berproliferasi dalam respon terhadap mitogen phytohemagglutinin dan
oncanavalin A dengan proses penuaan pada mencit. Respon antibodi spesifik terhadap
antigen secara bermakna menurun di kelenjar limfe dan dijumpai pula penurunan jumlah
produksi antibodi. Perubahan humoral yang ditemukan di jaringan tersebut seringkali
akibat perubahan dari sel T yang diperlukan untuk memacu respon antibodi. Perubahan
morfologi dengan proses penuaan telah diuraikan pada limpa, tetapi perubahan ini tidak
konsisten. Pembesaran limpa dengan bertambahnya usia dapat akibat sekunder dari
penyakit yang mendasarinya. Respon sel T dari limpa menurun terhadap mitogen dengan
meningkatnya usia yang telah dibuktikan pada hewan percobaan.
VI. Efek Proses Penuaan Pada Sel Spesifik
6.1. Limfosit
Studi longitudinal pada orang sehat memperlihatkan bahwa jumlah total limfosit di darah
tepi tidak berubah secara bermakna dengan proses penuaan. Hubungan dengan proses
penuaan memperlihatkan penurunan jumlah absolut dan proporsi relatif sel T yang
beredar. Secara bermakna tampak penurunan jenis supresor / sitotoksik (CD8, LEU2A).
Respon sel T terhadap mitogen, alloantigen dan antigen konvensional berkurang dengan
meningkatnya usia. Permukaan sel T menunjukkan kemampuan untuk menginduksi
aktivasi sel T dan respon proliferasi pada CD3, CD2 dan CD28. Pada permukaan sel T
dewasa terdapat CD3 yang dapat bergabung dengan antigen pada tempat ikatan dan
melibatkan tranduksi signal. Mediator intrasel yang penting adalah ion kalsium.
Konsentrasi basal ion kalsium intrasel berkurang pada proses penuaan yang akan
mengurangi respon atau aktifasi mitogen melalui CD3. Ada korelasi antara fungsi sel T
pada respon hipersensitivitas tipe lambat kulit terhadap tes antigen, reaksi transfer
138
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008
Kemunduran Sistem Imunologi pada Lanjut Usia Arleen Yulia, S.Ked (406067037)
limfosit dan rejeksi graft serta graftversus-host diseases. Pada usia lanjut respon terhadap
tes antigen kulit dan injeksi subkutan allogenik limfosit berkurang. Homologus graft
kulit survivalnya lebih lama pada mencit tua. Studi pada manusia menduga bahwa
aktivitas sel T meningkat pada proses penuaan dan menyebabkan berkurangnya produksi
antibodi serta meningkatnya autoantibodi.
Jumlah sel CD8 menurun pada usia lanjut dengan disertai meningkatnya sel CD4.
Sedangkan limfosit yang membentuk otoroset meningkat jumlahnya. Akibat pergeseran
perbandingan jumlah populasi linfosit sel CD4+ dan CD8+ tersebut, maka menyebabkan
perubahan kualitas respon imun. Perubahan yang berkaitan dengan usia pada tingkat
molekuler dapat ditunjukkan pada sel hewan yang berfungsi sebagai marka maupun
reseptor. Selain perubahan tersebut, limfosit dapat mengalami perubahan kandungan
beberapa enzim penting dalam proses metabolisme apabila usia bertambah.
6.2. Perubahan imunitas seluler
Imunitas seluler tergantung pada integritas fungsional limfosit T. Manifestasi yang nyata
imunitas seluler adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan penolakan jaringan asing.
Pada usia lanjut dengan adanya penurunan respon imun seluler, maka manifestasi
hipersensitivitas tipe lambat setelah mendapat uji kulit jelas dibandingkan dengan orang
yang lebih muda usianya. Perubahan respon imun seluler pada kelompok usia lanjut
mungkin disebabkan oleh perubahan terhadap antigennya atau kehilangan kenangan
imunologiknya. Hal ini dibuktikan dengan uji imunisasi dengan tes dini
trochlorobenzene, ternyata pada usia di atas 70 tahun sebesar 70% tidak memiliki
kenangan imunologiknya, sedangkan pada usia muda 95% menunjukkan hal tersebut.
Keterlambatan membentuk limfosit T sitotoksik akan mengganggu respon imun terhadap
infeksi. Percobaan invitro dengan bahan mitogen menunjukkan bahwa kemampuan
proliferasi limfosit T yang berasal dari donor usia lanjut mempunyai derajat yang lebih
rendah dibandingkan usia muda. Hanya 0,2 sampai 0,5 jumlah limfosit T dari donor usia
lanjut yang responif terhadap mitogen. Bahkan tidak saja jumlah sel yang responif
berkurang, melainkan kemampuan untuk berproliferasi sel juga responif berkurang.
Bukti bahwa limfosit donor dari usia lanjut dan bukan dari lingkungannya yang menua
bertanggungjawab atas menurunnya respon imun diperoleh dari pengkajian transfer
limfosit dari kelompok donor ke dalam jaringan hewan singenetik yang telah diangkat
kelenjar timusnya serta diradiasi. Penurunan respon imun seluler pada usia lanjut
sebagian disebabkan oleh kegagalan sel T dalam menghasilkan interleukin-2.
6.3. Perubahan imunitas humoral
Kemampuan sistem imun humoral dapat dinilai dengan menghitung jumlah limfosit atau
mengukur kadar imunoglobulin dalam serum. Usia yang bertambah akan diikuti oleh
perubahan perbandingan subpopulasi limfosit T. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan
kadar Ig dan semakin tua seseorang, maka kadar IgA dan IgG dalam serum akan
meningkat, tetapi sebaliknya kadar IgM cenderung turun. Kenaikan kadar IgA dan IgG
dalam serum diikuti kenaikan kadarnya dalam cairan otak. Ig A merupakan bagian dari
sistem imun sekretori berfungsi sebagai aktivitas antiviral seperti pada infeksi akibat
rhinovirus, adenovirus, echovirus dan virus morbili. Aktivitas lainnya sebagai antitoksin
pada beberapa mikroorganisme yang menghasilkan eksotoksin seperti V.cholerae dan
antimikroba pada Streptococcus mutan yang membentuk plak pada permukaan gigi
sebagai awal karies gigi. Kadar kelas imunoglobulin pada infeksi parasit sangat khas,
seperti IgM pada penyakit malaria dan trypanosomiasis dan Ig E pada infeksi cacing.
Demikian pula antibodi alamiah seperti antieritrosit domba dan autoantibodi kadarnya
tinggi pada usia lanjut. Autoantibodi yang ditemukan pada usia lanjut mencerminkan
139
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008
Kemunduran Sistem Imunologi pada Lanjut Usia Arleen Yulia, S.Ked (406067037)
bahwa yang bersangkutan dapat bertahan hidup, oleh karena memiliki kadar autoantibodi
yang tinggi. Sedangkan kelompok yang tidak mencapai usia lanjut justru kadar
autoantibodinya lebih rendah. Dengan demikian adanya autoantibodi belum tentu
menyebabkan keadaan patologis. Autoantibodi yang terdapat dalam serum manusia
lanjut usia memiliki spesifitas berbagai macam, bahkan diantaranya memiliki limfosit Ts,
sehingga keadaan ini dapat mengganggu fungsi pengaturan sistem imun secara umum.
Autoantibodi yang timbul bermacam-macam akibat perubahan sistem limfoid, oleh
karena pada usia lanjut ternyata ditemukan lebih banyak limfosit B yang menghasilkan
autoantibodi dibandingkan jenis limfosit lain. Autoantibodi anti-idiotipe dibutuhkan
untuk mengendalikan respon imun, tetapi apabila berlebihan seperti pada usia lanjut akan
menghambat respon imun apabila tubuh terpapar antigen. Biasanya respon imun yang
berbentuk IgG lebih mudah terganggu dibandingkan dengan IgM. Penurunan respon
imun selain disebabkan oleh supresi anti-idiotipe dikaitkan dengan menurunnya afinitas
antigen terhadap reseptor yang ada pada permukaan limfosit. Pada mencit tua didapatkan
menurunnya afinitas antibodi IgG yang merupakan hasil respon imun terhadap antigen
tergantung limfosit T. Keadaan ini akibat terjadinya involusi kelenjar timus. Penelitian
menunjukkan bahwa gangguan respon imun humoral bukan terletak pada sel limfosit B,
melainkan lebih cenderung disebabkan menurunnya jumlah sel Th atau meningkatnya
aktivitas Ts. Supresi respon antibodi yang ditemukan pada usia lanjut tidak disebabkan
oleh pengaruh limfosit T, tetapi juga oleh peran monosit dan prostaglandin. Respon imun
humoral pada usia lanjut terganggu akibat peningkatan aktivitas limfosit Ts dan
kerusakan limfosit B, namun penyebab utama adalah penurunan aktivitas Th. Walaupun
ada kerusakan limfosit B, perubahannya tidak begitu besar.
Keadaan ini akan meningkatkan frekuensi infeksi dan penyakit autoimun pada usia lanjut.
Satu dari sebagian besar penyebab kesakitan dan kematian pada usia lanjut adalah infeksi
akibat bakteri seperti: S pneumonia dan E.coli. Hiperimunoglobulinemia poliklonal dan
meningkatnya kadar autoantibodi biasa dijumpai pada usia lanjut. Berkurangnya respon
terhadap infeksi bakterial dapat akibat proses penuaan dengan defek fungsi antibodi.
Studi terakhir mendapatkan menurunnya sel Natural Killer (NK) dengan aktivitas litik,
tetapi jumlah dari sel NK CD16 dan CD57 tidak berubah.
6.4. Imunitas non spesifik
Populasi makrofag dan monosit mengatur aspek yang berbeda pada respon imun spesifik
maupun tidak spesifik. Makrofag dan monosit penting dalam regulasi respon sel T dan B
dengan menghasilkan banyak faktor solubel serta langsung memberikan respon imun
dengan kontak langsung seperti terhadap sel penyaji antigen dengan sel T dan B dan
sebagai pertahanan primer yang penting melawan bakteri. Studi pada monosit
memperlihatkan tidak ada perbedaan yang bermakna pada masing-masing reseptor Fe
dependen dan fagositosis tidak spesifik. Infeksi dan kasus fatal akibat S pneumonia
meningkat tiga sampai lima kali pada usia lanjut. Fakta ini didukung oleh studi aktivitas
bakterial makrofag alveolar menurun pada mencit tua. Sel NK merupakan sel lain yang
terlibat pada imunitas tidak spesifik dan penting untuk melawan bakteri, virus dan
parasit. Sel NK merupakan bagian yang terbesar dari populasi sel null yang didefinisikan
sebagai sel darah mononuklear non B dan non monosit. Aktivitas sel NK pada usia lanjut
meningkat atau tidak berbeda dibandingkan dengan usia muda. Pada beberapa studi
dijumpai peningkatan aktivitas sitolitik dan jumlah sel NK. Seperti sel T dewasa, subset
yang berbeda-beda memperlihatkan pertanda permukaan dan fungsi selnya. Strain
binatang yang berbeda memperlihatkan kadar yang bervariasi pada aktivitas sel NK. Pada
beberapa strain, meningkatnya aktivitas sel NK berhubungan dengan meningkatnya
140
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008
Kemunduran Sistem Imunologi pada Lanjut Usia Arleen Yulia, S.Ked (406067037)
survival. Hal ini menunjukkan proses penuaan meningkatkan imunitas tidak spesifik,
sehingga dapat hidup lebih lama. Sedikit sekali diketahui tentang perubahan fungsi pada
sel polimorfonuklear dalam proses penuaan.
6.5. Sitokin dan proses penuaan
Proses penuaan memperlihatkan produksi sitokin terganggu dan tidak efektifnya ekspresi
dari reseptor IL-2 serta afinitas ikatannya dengan reseptor menurun. IL-2 merupakan
limfokin yang bersifat mitogenik dan faktor yang menyebabkan pertumbuhan sel T dan
mempunyai kemampuan meningkatkan respon imun seluler melalui aktivitas sitotoksik
limfosit T, aktivitas sel NK melalui interferon gamma maupun respon humoral dengan
cara meningkatkan sintesis dan sekresi antibodi. Sedangkan IL-4, IL-6 dan Tumor
Necrosis Factor meningkat secara bermakna pada usia lanjut, akan tetapi aktivitas sel
NK rendah yang berhubungan dengan rendahnya kadar IL-2 akibat menurunnya fraksi
sel Th. Begitu pula aktivitas sitotoksik sel monosit. Tidak ada perubahan yang konsisten
pada sitokin selain IL-2 berhubungan dengan proses penuaan.
6.6. Asesment fungsi imun pada usia lanjut
Evaluasi awal fungsi sistem imun dimulai dengan menentukan jumlah sel imunkompeten
pada darah tepi. Jumlah sel darah putih dan jumlah komponen utama menurut jenis
morfologinya meliputi: limfosit, monosit, netrofil yang biasanya memberikan gambaran
stabil sepanjang masa kehidupan usia dewasa. Hal yang harus diperhatikan yaitu adanya
variasi jumlah sel darah menentukan fungsi imun in vivo dengan tes kulit
hipersensitivitas tipe lambat yang biasanya terjadi setelah 12-48 jam injeksi intradermal
dengan antigen Purifid Protein Derivate (PPD). Pemeriksaan ini harus hati-hati, sebab
mudah terjadi trauma kulit pada usia lanjut. Sebaiknya dapat dilakukan pemeriksaan
multi test cell mediated immunity dengan tujuh antigen standard. Untuk mengetahui
identitas dan kuantitas sel T dilakukan pemeriksaan tes roset dan subsetnya dengan
imunofluoresen antibodi monoklonal.
141
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008
Kemunduran Sistem Imunologi pada Lanjut Usia Arleen Yulia, S.Ked (406067037)
dan giardiasis gastrointestinal. Sistem imunitas seluler memegang peran penting dalam
pertahanan tubuh melawan invasi mikroba dari beberapa perspektif seperti: mekanisme
instrinsik mikrobisida (sitotoksik), interaksi dengan makrofag dan mengatur peran sistem
imun humoral. Sistem imun ini penting sekali untuk mengatasi infeksi bakteri intrasel,
infeksi virus, mikobakteriosis, sebagian besar infeksi jamur, protozoa dan cacing tertentu.
Patogen umum yang diisolasi dari penderita dengan defek primer imunitas seluler dapat
dilihat pada tabel.
Kedua jalur klasik dan alternatif dari komplemen memiliki peranan yang penting dalam
mekanisme pertahanan tubuh pejamu terhadap infeksi. Banyak efek fisiologis sistem
komplemen yang timbul akibat invasi bakteri meliputi: permiabilitas vaskuler, fungsi sel
darah putih dan lisis mikroba. Sistem komplemen berinteraksi dengan afektor dan
efektor sistem imun humoral serta diperkuat oleh fagositosis netrofil dan makrofag. Efek
biologi akibat aktivasi sistem komplemen yaitu: reaksi inflamasi, kemotaksis,
opsonisasi, dan sitolitik. Pada umumnya komplemen dan antibodi merupakan sistem
imun yang paling aktif untuk memisahkan mikroorganisme yang berada bebas dalam
darah atau jaringan. Jadi gangguan atau defisiensi beberapa komponen sistem
komplemen sering menyebabkan terjadinya infeksi seperti : organisme Neisseria, bakteri
berkapsul dan Salmonella.
VII. KESIMPULAN
Sistem imun akan mengalami perubahan dengan meningkatnya usia, terjadi
kemunduran respon imun seluler dan humoral terhadap antigen dari luar dan
peningkatan respon imun terhadap autoantigen. Perubahan tersebut berkaitan dengan
kelenjar timus yang mengalami involusi serta keseimbangan antara limfosit T regulator
dan keseimbangan aktivitas idiopatik serta anti-idiopatik.
Evaluasi fungsi sistem imun dimulai dengan menentukan jumlah dan morfologi sel
imunokompeten pada darah tepi, kadar imunoglobulin, fungsi sel T dan sel B, aktivitas
komplemen serta fungsi sel granulosit. Fungsi sistem imun yang menurun dengan proses
penuaan adalah produksi hormon kelenjar timus, IL-2, respon proliferasi limfosit T
143
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008
Kemunduran Sistem Imunologi pada Lanjut Usia Arleen Yulia, S.Ked (406067037)
terhadap stimulasi mitogenik, cell mediated cytotoxicity dan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat. Sedangkan fungsi sel NK dan jumlah limfosit B di darah tepi tidak berubah.
Semua faktor resiko infeksi pada lanjut usia, integritas mekanisme pertahanan tubuh
terhadap invasi kuman mungkin menjadi faktor terpenting. Beberapa diantaranya
berperan dalam pencegahan maupun pemberantasan infeksi meliputi : faktor mekanik,
proses imun, dan aktifitas komplemen. Tidak ada perubahan yang konsisten pada sitokin
selain IL-2 dalam hubungannya dengan proses penuaan.
Peranan penuaan sistem imun pada penyakit yang diderita manusia lanjut usia belum
diketahui dengan pasti dan beberapa pendapat tentang peranan sistem imun pada proses
menua terhadap penyakit infeksi masih kontroversial.
DAFTAR PUSTAKA
144
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008
Kemunduran Sistem Imunologi pada Lanjut Usia Arleen Yulia, S.Ked (406067037)
Adler W.H., Nagel J.E. Clinical Immunology. In : Hazzard W.R., Andres R, Bierman
E.L., Blass J.P.(eds). Principles of Geriatric Medicine and Gerontology. 2nd ed.
McGraw-HiII.Inc.New York, 1990; 60-71.
Baratawidjaja K.G. Antigen dan antibodi. Dalam: Imunologi Dasar edisi 3. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 1996; 3-15.
Darmojo.R.R, Martono.H.H., Buku ajar Geriatri (llmu Kesehatan Usia Lanjut), Balai
Penerbit FKUI, Jakarta 1999; 56-71.
Edgar D., Sewel H., Playfair H.L. Infection, Immunodefisensi and Inflamation. In :
Souharni R.L., Moxham J (eds). Textbook of Medicine. 3th ed. Churchill Livingstone.
Edinburg, 1997; 62-100.
Grubeck-Loebenstein B., Amort M., Lechner H. The Production of Cytokines during the
in vitro senescence of human T lymphocyte. 3th. European Congress of Gerontology,
Roma. 1995 (Abstract)
Hadi-Martono. Kegawatan Pada Infeksi Usia Lanjut. Dalam : Tatty E.S.G.A., Elly D,
Tumpal Y.S. (eds). Perkembangan Mutakhir Kegawatan Penyakit Infeksi fan
Penanggulangannya. Balai Penerbit Undip, Semarang 1997; 17-25.
Sigal LH, Ron Y. Aging Nutrition and the Immune System. In : Sigal LH, Ron Y. (eds).
Immunology and Inflamation. Basic Mechanisms and Clinical Consequences. 9th ed.
McGraw-Hill, Inc, New York, 1994; 495-507.
Subowo. Sistem Imun pada Usia Lanjut. Dalam ; Subowo, (ed) . Imunologi Klinik. Edisi
Kesepuluh. Penerbit Angkasa, Bandung 1993; 183-95.
http://en.wikipedia.org/wiki/Immunology
http://pagead2.googlesyndication.com/
145
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan, Cibubur
Periode 14 April 18 Mei 2008