Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.


Pemerintah sebagai pemegang regulasi dari suatu peraturan
memiliki peran yang sangat dominan, mengingat pemerintah
selaku pembina, pengawas dan penindakan hukum apabila
terdapat pelanggaran dari aturan atau perundang undangan yang
dilanggar.
Perundang undangan ketenagakerjaan terlahir dari peran
serta pekerja, pengusaha, para legislator, eksekutif dan para pakar
hukum ketenagakerjaan. Perundang undangan ketenagakerjaan
terlahir bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum kepada
para pelaku usaha, dan para pekerja/ buruh.
Dengan demikian pada dasarnya perundang undangan
ketenagakerjaan mempunyai sifat melindungi dan menciptakan
rasa aman, tentram dan sejahtera dengan mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat. Dasar pembentukan undang undang
ketenagakerjaan adalah Undang-Undang Dasar tahun 1945 Pasal
27 ayat 2 yang berbunyi :Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian.
Kemudian Pasal 28 D ayat 2 Undang-Undang Dasar tahun 1945
bahwa : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja.
Oleh karena itu seharusnya perundang-undangan
ketenagakerjaan merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 27
dan 28. Undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku saat ini

1
adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Sedangkan untuk
pengupahan berlaku Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2015.
Sesuai dengan UU no. 13 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 : Bahwa
ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
Dalam pembahasan makalah ini khusus membahas selama masa
kerja, sehingga bab-bab yang sangat terkait adalah bab 1, bab 2,
bab 3, bab 6, bab 9, bab 10, bab 11, bab 14 dan bab 16 dari
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Undang-undang ketenagakerjaan memiliki tujuan
sebagaimana yang tertuang pada bab 2 pasal 4 yang berbunyi :
a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara
optimal dan manusiawi.
b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyedia
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan
nasional dan daerah.
c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam
mewujudkan kesejateraan.
d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Untuk terwujudnya tujuan dari undang-undang


ketenagakerjaan perlu legal standing diantara pengusaha dan
pekerja, untuk itu diperlukan surat perjanjian kerja yang
memenuhi aspek seperti yang tercantum pada undang-undang
ketenagakerjaan.

Dengan adanya perjanjian kerja antara pengusaha / pemberi


kerja dan pekerja/ buruh maka itu artinya telah terjadi ikatan
hubungan kerja. Ikatan disini tentunya telah memberikan
penjelasan yang jelas antara hak dan kewajiban karyawan, hak
karyawan adalah kewajiban perusahan terhadap karyawan dan

2
sebaliknya kewajiban karyawan adalah hak perusahaan. Dengan
demikian perjanjian kerja tersebut tentunya harus
menguntungkan pada kedua belah pihak.

1.2 Rumusan Masalah.


Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa rumusan
masalah itu meliputi :
a. Apa yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja.
b. Apa saja ketentuan Hukum Perjanjian Kerja
c. Apa saja unsur-unsur dalam suatu Perjanjian Kerja
d. Bagaimana kewajiban pihak-pihak dalam suatu Perjanjian
Kerja

1.3 Tujuan Penulisan.


Secara umum tujuan penulisan makalah Peraturan
Ketenagakerjaan Selama Masa Kerja Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 adalah untuk secara tidak langsung
mahasiswa harus memahami apa yang tercantum di undang-
undang ketenagakerjaan tersebut. Sehingga dengan memperlajari,
maka apa yang menjadi rumusan masalah dapat diterangkan
dengan paparan yang jelas dan gamblang. Paparan itu meliputi
paparan :
a. Pengertian Perjanjian Kerja
b. Ketentuan-ketentuan Hukum Perjanjian Kerja
c. Unsur-unsur dalam suatu Perjanjian Kerja
d. Kewajiban pihak-pihak dalam suatu Perjanjian Kerja.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perjanjian Kerja.

Pada dasarnya hubungan kerja, yaitu hubungan antara


pekerja dan pengusaha terjadi setelah diadakan perjanjian oleh
pengusaha dengan pekerja dimana pekerja menyatakan
kesanggupannya untuk menerima pekerjaan yang dibebankan
sehingga mendapat upah dan pengusaha menyatakan
kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar
upahnya.

Dijelaskan bahwa menurut Pasal 1 ayat 14 Undang-undang


nomor 13 tahun 2003 bahwa definisi atau pengertian perjanjian
kerja adalah perjanjian antara pekerja/ buruh dengan pengusaha
atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak.

Mengenai perjanjian kerja itu sendiri pada kenyataannya


bisa berbentuk lisan maupun tulisan. Dan menurut jenisnya, ada
dua jenis perjanjian kerja, yaitu perjanjian kerja berdasarkan kerja
waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Perjanjian kerja waktu tertentu didasarkan atas :
a. Jangka waktu, atau
b. Selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Segala hal atau biaya yang diperlukan untuk terlaksananya
pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi
tanggung jawab pengusaha. Untuk membuat perjanjian kerja yang
tertulis diharuskan mempergunakan bahasa Indonesia dengan

4
hurup latin. Dan apabila dalam perjanjian kerja dibuat dalam
bahasa Indonesia dan bahasa asing terdapat perbedaan penafsiran
antara keduanya, maka yang berlaku dalam perjanjian kerja yang
dibuat dalam bahasa Indonesia.
Dalam hal pembuatan perjanjian kerja yang tertulis,
sekurang-kurangnya harus memuat :
Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha.
Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/ buruh.
Jabatan atau jenis pekerjaan.
Tempat pekerjaan.
Besarnya upah dan cara pembayarannya.
Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban
pengusaha dan pekerja/ buruh.
Tanggal mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian
kerja.
Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat, dan
Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Perjanjian kerja ini dibuat sekurang-kurangnya rangkap dua,


yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/
buruh dan pengusaha masing-masing mendapat satu perjanjian
kerja.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat


untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu yaitu :
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara
sifatnya.
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam
waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun.
c. Pekerjaan yang berifat musiman.

5
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
kegiatan baru, atau produk tambahan.
Walaupun demikian perjanjian kerja untuk waktu tertentu
tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau
diperbaharui, perpanjangan ini dapat diadakan untuk paling lama
dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka
waktu paling lama satu tahun.
Apabila pengusaha atau pemakai jasa tenaga kerja berkenan
untuk memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu, maka
paling lama tujuh hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu
berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada
pekerja / buruh yang bersangkutan. Sedangkan untuk
pembaharusan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat
diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu tiga puluh hari
berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama,
pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh
dilakukan satu kali dan paling lama dua tahun.
Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat
mensyaratkan masa percobaan paling lama tiga bulan. Dengan
demikian untuk perjanjian kerja waktu tertentu tidak
diperkenankan memberlakukan masa percobaan. Walaupun
namanya masa percobaan mengenai pengupahan, pengusaha wajib
membayar penuh upah pekerja sesuai dengan perjanjian kerja yang
di tanda tangani bersama.
Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu, maka
pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/
buruh yang bersangkutan. Surat pengangkatan tersebut sekurang-
kurangnya memuat keterangan sebagai berikut :
a. Nama dan alamat pekerja/ buruh.

6
b. Tanggal mulai bekerja.
c. Jenis pekerjaan, dan
d. Besarnya upah.
Perjanjian kerja tidak tertentu dapat berakhir perjanjian
kerjanya apabila :
a. Pekerja meninggal dunia.
b. Berakhirnya jangka waktu perjajian kerja karena pensiun
c. Adanya putusan pengadilan dan / atau putusan atau
penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
atau
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang
dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja sama yang dapat
menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Ketika terjadi meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak
atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau
hibah tidak serta merta perjanjian kerja berakhir. Apabila terjadi
pengalihan perusahaan, maka hak-hak pekerja / buruh menjadi
tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam
perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja /
buruh. Dalam pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia,
ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah
merundingkan dengan pekerja/ buruh.
Dalam hal pekerja/ buruh meninggal dunia, ahli waris
pekerja / buruh berhak mendapatkan hak hak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang
telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.

7
2.2. Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja.

Pada pasal 50 undang-undang nomor 13 tahun 2003 di


jelaskan bahwa dasar hukum terjadinya hubungan kerja karena
ada perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja / buruh.

Perjanjian kerja akan menjadi sah apabila dari kedua belah


pihak telah memenuhi ketentuan yang diatur dalah KUH Perdata
yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.


Arti kata sepakat adalah kedua subjek hukum yang
mengadakan perjanjian harus setuju mengenai hal-hal
yang pokok dari perjanjian yang diadakan. Perjanjian
tersebut dikehendaki timbal balik.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Subjek hukum yang membuat perjanjian harus cakap
menurut hukum. Yang artinya orang tersebut harus
dewasa dan sehat akal pikirannya.
c. Adanya pekerjaan yang dijanjikan
Sesuatu yang diperjanjikan bisa berupa barang ataupun
jasa, barang yang dimaksud dalam perjanjian paling
sedikit harus ditentukan jenisnya. Walaupun demikian
barang tersebut tidak mutlak harus berada di tangan si
berhutang pada waktu perjanjian dibuat.

Objek perjanjian harus halal, yakni tidak boleh bertentangan


dengan undang-undang ketertiban umum dan kesusilaan. Jenis
pekerjaan yang diperjanjikan merupakan salah satu unsur
perjanjian kerja yang harus disebutkan secara jelas.

8
2.3. Unsur-Unsur Perjanjian Kerja.

Unsur-unsur dalam suatu perjanjian kerja yaitu :


1. Adanya unsur pekerjaan.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27
ayat 2 yang berbunyi : Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian. Dengan
demikian mendapat pekerjaan adalah hak dasar manusia yang
dijamin undang undang dasar.
Unsur pekerjaan adalah unsur pertama yang mendasari
timbulnya perjanjian kerja. Mengingat bagaimana bisa pengusaha
dan pekerja/ buruh bisa terjadi perjanjian kerja kalau tidak ada
unsur pekerjaan yang akan di buatkan perjanjiannya. Hasil
pekerjaan bisa berupa barang dan jasa dan pekerjaan yang
diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan dan tentunya dengan peraturan perudang-undangan
yang berlaku. Pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja/ buruh itu
sendiri haruslah berdasarkan dan berpedoman pada perjanjian
kerja.

2. Adanya unsur pelayanan.


Bahwa yang melakukan pekerjaan sebagai manifestasi
adanya perjanjian kerja tersebut adalah bahwa pekerja hanya
tunduk pada/di bawah perintah orang lain, yang dalam hal ini
pihak pemberi kerja yaitu si pengusaha (majikan).
Didalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja harus
bermanfaat kepada sipemberi kerja atau dalam kata lain sipekerja
harus melaksanakan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh
sehingga menghasilkan karya nyata yang bisa diterima oleh si
pemberi kerja / pengusaha.

9
3. Adanya unsur waktu tertentu
Sesuai dengan pasal 77 undang-undang ketenagakerjaan
nomor 13 tahun 2003 waktu kerja meliputi :
a. Tujuh jam satu hari dan empat puluh jam satu minggu
untuk enam hari kerja dalam satu minggu.
b. Delapan jam satu hari dan empat puluh jam satu minggu
untuk lima hari kerja dalam satu minggu.
Akibat banyaknya pekerjaan dan jumlah pekerja yang masih
kurang dan dalam hal yang cukup mendesak, pengusaha dapat
mempekerjakan pekerjanya melebihi waktu kerja seperti pada point
tadi diatas asalkan dengan syarat :
a. Ada persetujuan pekerja atau buruh yang bersangkutan.
b. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak
tiga jam dalam satu hari dan empat belas jam dalam satu
minggu.
Dengan bertambahnya waktu kerja, maka pengusaha
diwajibkan membayar upah kerja lembur tersebut yang besarnya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Adanya unsur upah.


Merujuk kepada peraturan pemerintah Republik Indonesia
nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Pengertian upah
adalah hak pekerja/ buruh yang diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja
kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut
suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-
undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/ buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan / atau jasa yang telah atau
akan dilakukan.

10
Hak pekerja/ buruh atas upah timbul pada saat terjadi
hubungan kerja antara pekerja/ buruh dengan pengusaha dan
berakhir pada saat putus hubungan kerja. Pada dasarnya
kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan
yang memenuhi penghidupan yang layak bagi pekerja/ buruh.
Untuk itu kebijakan pengupahan yang layak itu menurut
peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 78 tahun 2015
pasal 3 ayat 2 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal
88 ayat 3, meliputi :
a. Upah minimum.
b. Upah kerja lembur.
c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan.
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain
diluar pekerjaannya.
e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya.
f. Bentuk dan cara pembayaran upah.
g. Denda dan potongan upah.
h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah.
i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional.
j. Upah untuk pembayaran pesanggon, dan
k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Pengupahan ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan satuan


hasil. Untuk upah satuan waktu ditetapkan secara harian,
mingguan atau bulanan. Dalam hal upah ditetapkan secara harian,
perhitungan upah sehari dihitung sebagai berikut :
a. Bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja enam hari
dalam seminggu, upah sebulan dibagi dua puluh lima,
atau

11
b. Bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja lima hari
dalam seminggu, upah sebulan dibagi dua puluh satu.

Sedangkan pengupahan dengan satuan hasil, pengupahan


ditetapkan dengan hasil pekerjaan yang telah disepakati dan
penetapan besarnya upah dilakukan pengusaha berdasarkan hasil
kesepakatan antara pekerja/ buruh dengan pengusaha sebelum
pekerjaan dimulai.
Cara pembayaran upah dilakukan pengusaha kepada
pekerja/ buruh langsung dibayarkan sesuai dengan jangka waktu
yang ditetapkan pada perjanjian kerja. Pembayaran dilakukan
pengusaha dilakukan dalam jangka waktu paling cepat seminggu
satu kali atau paling lambat sebulan satu kali kecuali bila
perjanjian kerja untuk waktu kurang dari satu minggu.
Pembayaran upah harus dilakukan dengan mata uang rupiah
Negara Republik Indonesia, dan cara pembayaran kepada pekerja/
buruh dapat secara langsung atau melalui bank.

2.4. Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kerja.

Dengan adanya perjanjian kerja, hak dan kewajiban bagi


masing-masing pihak menjadi lebih jelas. Hak pekerja/ buruh
adalah kewajiban pengusaha dan sebaliknya, kewajiban pekerja/
buruh adalah hak pengusaha. Dengan dikerjakannya kewajiban
pekerja/ buruh maka pengusaha berkewajiban memberikan hak-
hak pekerja/ buruh atas hasil kerjanya berupa upah.

a. Kewajiban Pengusaha / Pemberi Kerja.


Kewajiban utama dari pengusaha dalam perjanjian kerja
adalah membayar upah kepada pekerja/ buruh tepat waktu
seperti yang telah ditentukan. Namun selain dari upah sesuai

12
dengan perundang-undangan ketenagakerjaan nomor 13 tahun
2003 bab X tentang perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan
dan peraturan presiden nomor 78 tahun 2015. Maka pengusaha
berkewajiban untuk memberikan perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat manusia serta nilai nilai agama.
Memberikan waktu istirahat dan hari libur resmi, hal ini
diatur tentang waktu istirahat dan cuti serta libur resmi sebagai
berikut :
1. Istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam
setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan
waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
2. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu;
3. Cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja
setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12
(dua belas) bulan secara terus menerus; dan
4. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan
dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-
masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja
selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada
perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2
(dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap
kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
5. Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya
kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang
diwajibkan oleh agamanya.

13
6. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasa
sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib
bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
7. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat
selama 1 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1
bulan sesudah melahirkan anak menurut perhitungan
dokter kandungan atau bidan.
8. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran
kandungan berhak memperoleh istirahat 1 bulan atau
menurut surat keterangan dokter atau bidan.
9. Pekerja/buruh perempuan yang anaknya sakit masih
menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk
menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama
waktu kerja.
10. Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.

Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen


keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan.

b. Kewajiban Pekerja/ buruh.


Secara umum, kewajiban utama pekerja/ buruh adalah
melakukan pekerjaan yang di tugaskan sesuai dengan perjanjian
kerja.
1. Melakukan pekerjaan.
Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh adalah
pekerjaan yang dijanjikan seperti didalam perjanjian kerja.
Mengenai ruang lingkup pekerjaan dapat diketahui dalam
perjanjian kerja atau menurut kebiasaan. Menurut Pasal

14
1603 KUH Perdata, buruh wajib melakukan pekerjaan yang
dijanjikan menurut kemampuannya dengan sebaik-baiknya.
2. Mentaati tata tertib perusahaan.
Tata tertib ini merupakan disiplin dalam melaksanakan
pekerjaan di perusahaan. Peraturan tata tertib ini ditetapkan
oleh pengusaha sebagai akibat kepemimpinan dari
pengusaha. Hal ini diatur dalam Pasal 1603 huruf b
KUHPerdata, yang menyatakan bahwa majikan atau
pengusaha yang membuat tata tertib perusahaan haruslah
dalam batasan-batasan aturan perundang-undangan atau
perjanjian, atau jika tidak ada menurut kebiasaan.
3. Bertindak sebagai pekerja / buruh yang baik
Kewajiban ini merupakan kewajiban timbal balik dari
pengusaha yang wajib bertindak sebagai pengusaha yang
baik. Dengan demikian buruh/pekerja wajib melaksanakan
kewajibannya dengan baik seperti apa yang tercantum dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, maupun dalam
perjanjian kerja bersama.

15
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan.
Dasar pijakan peraturan yang berlaku untuk pengusaha dan
pekerja/ buruh adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan
untuk Pengupahan berlaku Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun
2015.
Tujuan hukum ketenagakerjaan, yakni menjaga ketertiban
jalinan hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha. Dalam
rangka menjaga ketertiban, perlu pedoman berperilaku yang
berbentuk hukum normatif (kepastian hukum), dan diarahkan
pada cita-cita hukum, yaitu keadilan maupun kemanfaatan. Ketiga
nilai tersebut melandasi tegaknya hukum ketenagakerjaan,
disamping itu Indonesia sebagai negara hukum memberlakukan
kesetaraan yang sama dihadapan hukum.
Dalam hal pembuatan perjanjian kerja yang tertulis,
sekurang-kurangnya harus memuat :
Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha.
Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/ buruh.
Jabatan atau jenis pekerjaan.
Besarnya upah dan cara pembayarannya.
Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban
pengusaha dan pekerja/ buruh.
Tanggal mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian
kerja.
Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat, dan
Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

16
3.2. Daftar Pustaka.

1. Rood. M.G. Ketentuan tentang unsur-unsur yang harus di


penuhi dalam Perjanjian Kerja. Bandung : Fakultas Hukum
Universitas Padjajaran, 1989.
2. Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenaga
kerjaan.
3. Peraturan Presiden nomor 78 tahun 2015 tentang upah.
4. http://nesyaulfa.blogspot.co.id/2012/10/tentang-hukum-
ketenagakerjaan.html
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29515/3
/Chapter%20II.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai