Dalam hasil jurnal ini didapatkan perbedaan yang signifikan antara penggunaan
metode visual dengan metode penimbangan ( p= 0,000). Kehilangan darah pada satu jam
pertama post partum menggunakan metode visual didapatkan 13.848 cc sedangkan dengan
metode penimbangan didapatkan 16.858 cc, dan pada dua jam pertama post partum
didapatkan kehilangan darah 8439 cc dengan metode visual sedangkan dengan metode
penimbangan didapatkan 10.518 cc. Perbedaan yang signifikan ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu yang pertama metode visual ini memiliki tingkat subjektifitas yang
tinggi dimana jika dilakukan oleh orang yang belum berpengalaman atau belum terlatih
kesalahan dalam memperkirakan kehilangan darah sering terjadi. Hal ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya oleh Bose et al (2006), dimana disebutkan hasil pengukuran yang
buruk karena kurangnya edukasi/latihan dalam memperkirakan perdarahan dengan melihat
kondisi pembalut. Kedua, faktor kualitas dari setiap pembalut yang meliputi: daya serap dan
ukuran pembalut berbeda-beda sehingga akan mempengaruhi hasil. Jadi meskipun dalam
metode visual telah terdapat skala untuk menentukan jumlah perdarahan dengan melihat
panjang pembalut yang terisi darah, namun tetap hasilnya masih kurang akurat
dibandingkan dengan metode penimbangan.
Pada studi ini dijelaskan bahwa metode penimbangan ini sangat sederhana dan
mudah untuk diterapkan karena tidak membutuhkan keahlian khusus dan peralatan yang
banyak hanya membutuhkan wadah penampung dan timbangan. Hal ini merupakan
kelebihan dari metode ini dibandingan dengan metode visual. Namun disebutkan juga
bahwa terdapat beberapa kekurangan dari metode penimbangan ini antara lain : memakan
waktu karena harus menimbang pembalut sebelum dan setelah digunakan dan beberapa
tenaga kesehatan tidak menyukai prosedur ini karena dianggap infeksius. Beberapa
kelemahannya juga seperti kesalahan pengukuran karena disebabkan tercampurnya cairan
darah dengan urin di dalam pembalut sehingga dapat mempengaruhi hasil penimbangan.
Namun, dalam penelitian ini hal tersebut dapat dikontrol dengan mengosongkan kandung
kemih sebelum dipasangkan pembalut. Pada penelitian oleh Lee et al (2006), yang
membandingkan antara penggunaan metode gravimetri (ditimbang) dengan metode
laboratorium untuk memperkirakan perdarahan selama operasi dan disebutkan bahwa
kedua metode ini sangat berhubungan yang mengindikasikan bahwa penggunaan metode
penimbangan merupakan metode yang tepat untuk mengukur kehilangan darah.
Mengkaji faktor risiko dan memperkirakan jumlah perdarahan yang hilang pasca
persalinan merupakan hal penting yang dibutuhkan untuk mencegah kondisi fatal yang bisa
terjadi serta mencegah keterlambatan diagnosis dan keterlambatan penanganan
perdarahan. Diagnosa keperawatan yang dapat muncul dengan perdarahan pasca
persalinan diantaranya resiko kekurangan volume cairan dengan kriteria hasil pada NOC :
blood loss severity dengan salah satu indikatornya ialah visible blood loss dan intervensi
keperawatan berdasarkan NIC : fluid management yakni count or weigh diapers, as
appropriate. Sehingga pengukuran jumlah kehilangan darah merupakan salah satu
intervensi mandiri perawat yang perlu diperhatikan. Apabila masalah keperawatan
risiko kekurangan volume cairan gagal diatasi, maka akan menimbulkan masalah
keperawatan yang lain yakni risiko syok yang bisa berujung pada kematian ibu post
partum. Oleh karena itu metode penimbangan dalam penelitian dalam jurnal ini
dapat menjadi pertimbangan perawat dalam menentukan metode yang digunakan
dalam memperkirakan kehilangan darah.