Anda di halaman 1dari 7

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Tingkat Nyeri Pada Lansia Yang Mengalami Gout Arthritis Sebelum

Mendapatkan Terapi Relaksasi Napas Dalam

Penelitian ini dilakukan pada 30 responden lansia yang dibagi

menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

yang sudah termasuk dalam kriteria inklusi dengan karakteristik responden

yang mengalami nyeri sendi sedang, berdasarkan hasil pemeriksaan asam

urat didapatkan kadar asam urat dalam darah pada responden laki-laki

lebih dari 7 mg/dL, dan pada responden wanita diperoleh hasil dari

metabolism tubuh oleh salah satu protein, purin dan ginjal (Galih, 2009).

Dalam keadaan normal, kadar asam urat didalam darah pada pria dewasa

kurang dari 7 mg/dL, dan pada wanita kurang dari 6 mg/dL, (Smeltzer,

2009). Hal ini dikarena factor usia selain itu, pola makan yang tidak sehat

yang sering mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi protein.

Pemeriksaan selanjutnya yang dilakukan yaitu pengukuran tingkat

nyeri yang dilakukan dengan menggunakan lembar observasi VAS (visual

Analog Scale) dan hasil yang diperoleh dari 30 responden mengalami

tingakat nyeri sendi sedang (sesuai dengan kriteria inklusi). Nyeri

didefinisikan sebagai suatu keadan yang mempengaruhi seseorang dan

eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalami nyeri (Tamsuri,

2007). Lansia yang mengalami nyeri sendi dikarenakan adanya

peningkatan kadar purin dalam darah yang menyababkan penumpukan

purin pada sendi sehingga suplai nutrisi menuju sendi terhambat dan
mengakibatkan terjadi peradangan pada sendi yang mengakibatkan

timbulnya nyeri pada sendi.

6.2 Tingkat Nyeri Pada Lansia Yang Mengalami Gout Arthritis (kelompok

perlakuan) sesudah Mendapatkan Terapi Relaksasi Napas Dalam

Terdapat berbagai macam terapi non farmakologi diantaranya

masase, kompres hangat, distraksi, imajinasi dan relaksasi napas dalam.

Namun pada penelitian ini, peneliti mengambil terapi relaksasi napas

dalam sebagai pengobatan non farmakologi, terapi relaksasi napa dalam

mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat, relaksasi melibatkan sistem

otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah

dilakukan kapan saja atausewaktu-waktu, terapi relaksasi napas dalam

dilakukan dengan cara menarik napas dalam melalui hidung kemudian

ditahan 3-5 detik perlahan-lahan udara di hembuskan melalui mulut sambil

merasakan pergelangan kaki dan pergelangan tangan rileks,

mwnganjurkan agar responden tetap berkonsentrasi dan memejamkan

mata dan pada saat konsentrasi pusatkan kedaerah nyeri, menganjurkan

responden agar bernapas seperti biasanya atau bernapas normal, anjurkan

responden untuk mengulang terapi selama 10-15 menit diselingi istrahat

tiap 5 menit (Priharjo, 2002). Peneliti memilih terapi ini sebagai penurunan

tingkat nyeri sendi gout arthritis deikarenakan lebih mudah dilakukan.

Penelitian ini dulakukan pada 10 responden yang masuk dalam

kelompok perlakuan. Yang kemudian diberikan terapi relaksasi napas

dalam, yang dilakukan 3 kali sehari selama 1 minggu kemudian diperoleh

hasil terdapat penurunan tingkat nyeri ringan dan 10% responden sudah
tidak mengalami nyeri menurut penelitian yang dilakukan ariyani (2009)

mengatakan penambahan teknik realaksasi pernafasan pada terapi latihan

pasif lebih efektif menurunkan intensitas nyeri pada pasien luka bakar

derajat II.

Teknik relaksasi napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien

bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat atau menahan

inspirasi secara maksimal (Smeltzer & Bare, 2002). Teknik relaksasi napas

dalam mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah yang meningkatkan

aliran darah ke daerah yang mengalami spasme sehingga dapat

menyingkirkan sisa-sisa produk inflamasi yang dapatmenyebabkan rasa

tenang dan nyaman sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan yang

dapat mempengaruhi nyeri.

Hasil tingkat nyeri gout arthritis pada kelompok perlakuan yang

sudah dilakukan terapi relaksasi napas dalam meunjukkan 90% mengalami

penurunan tingkat nyeri dan nyeri sedang dengan skala 4-6, tidak nyeri

dengan skala 0. Menurut penelitian yang dilakukan Ariyani (2009) dengan

judul pemberian teknik relaksasi pernafasan pada terapi latihan pasif

menurunkan intensitas nyeri pada pasien luka bakar derajat II di RSUD

sanglah Denpasar, diperoleh hasil nilai p=0,00 (<0,05). Hal ini

dikarenakan terapi relaksasi napas dalam mengakibatkan vasodilatasi

pembuluh darah yang meningkatkan aliran darah ke daerah yang

mengalami spasme dan dapat meningkat nutrisi ke jaringan sendi yang

mengalami inflamasi sehingga dapat menurunkan intensitas nyeri.


6.3 Tingkat nyeri pada Lansia yang mengalami gout arthritis (kelompok

kontrol) yang tidak mendapat terapi relaksasi nafas dalam.

Penelitian ini dilakukan pada 10 responden yang masuk dalam

kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi relaksasi napas dalam tetapi

diberikan penilaian menggunakan lembar VAS (visual analog scale), pada

hari ketujuh. Hasil tingkat nyeri gout arthritis pada kelompok perlakuan

yang sudah dilakukan pengukuran menggunakan lembar observasi VAS

(visual analog scale) menunjukkan hasil 90% responden tidak mengalami

perubahan tingkat nyeri atau nyeri menetap dan 10% mengalami

peningkatan nyeri dari nyeri sedang dengan skala 4-6 menjadi nyeri berat

dengan skala nyeri 8. Menurtu penelitian yang dilakukan oleh

Ayudianingsih (2009) dengan judul pengaruh teknik relaksasi nafas dalam

terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur

di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta, diperoleh hasil p=0.006. Dalam

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak.

6.4 Perbedaan Tingkat Nyeri Lansia yang Mengalami Gout Arthritis Pada

Kelompok Perlakuan dan kontrol Sebelum Dan Sesudah Diobservasi

Menggunakan Lembar Vas (visual analog scale)

Penelitian ini dilakukan pada 30 responden yang dibagi dalam

kelompok perlakuan 10 responden yang saat pretest dilakukan pengukuran

tingkat nyeri dengan menggunakan lembar observasi VAS (visual analog

scale) didapatkan hasil 100% mengalami nyeri sendi sedang dengan skala

4-6, setelah diberikan terapi relaksasi napas dalam selama 3 kali sehari

dalam 1 minggu didapatkan hasil 90% responden mengalami penurunan


tingkat nyeri sedang skala 4-6 ketingkat nyeri ringan skala 1-3 dan 10%

responden sudah tidak mengalami nyeri skala 0. Sedangkan 10 responden

lainnya diadikan kelompok kontrol dimana saat dilakukan pengukuran

tingkat nyeri menggunakan lembar observasi VAS (visual analog scale)

didapatkan hasil 100% mengalami nyeri sendi sedang skala 4-6, kelompok

kontrol ini tidak diberikan terapi napas dalam sehingga didapatkan hasil

90% responden tidak mengalami perubahan tingkatan nyeri dan 10%

responden mengalami peningkatan nyri menjadi nyeri berat skala 7-10.

Dari hasil tersebut terdapat perbedaan hasil pengukuran posttest pada

kelompok perlakuan dan kelompok kontro. Hal ini dikarenakan setelah

dilakukan pretes responden perlakuan diberikan terapi relaksasi napas

dalam selama 1 minggu.

Pada kelompok kontrol 90% tidak mengalami perubahan nyeri, dan

10% mengalami peningkatan, hal ini mungkin disebabkan karena

perbedaan tingkat nyeri yang dipresepsikan oleh pasien dipengaruhi oleh

kemampuan sikap individu dalam merespon dan mempersepsikan nyeri

yang dialami. Kemampuan mempersepsikan nyeri dipengaruhi oleh

beberapa factor dan beberapa diantara individu. Tidak semua orang

terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang

sama. Sensasi yang sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak

terasa bagi orang lain (Syahriyani, 2010).

Kelompok perlakuan menunjukan terjadinya penurunan tingkat

nyeri dimana 90% mengalami nyeri ringan dan 10% tidak nyeri, hal ini

dikarenakan teknik relaksasi nafas dalam bertujuan membantu


mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitas atas fisik, memberi

pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi meningkatkan

memori, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan

membangun kedekatan emosional (Djohan, 2006). Selain itu terapi

relaksasi napas dalam juga dapat menurunkan persepsi individu tentang

tingkat nyeri yang dialami hal ini sejalan dengan penelitian lain yang

membuktikan terapi relaksasi napas dalam dapat menurunkan tingkat nyeri

karena efek realaksasi napas dalam dan guided imagery membuat

responden merasa rileks dan tenang. Responden menjadi rileks dan tenang

saat mengambil oksigen diudara melalui hidung, oksigen masuk kedalam

tubuh sehingga aliran darah menjadi lancer (Kristianto, 2013).

Uji statidtik independent t test untuk membedakan nilai rata-rata

kedua kelompok pada saar posttest dengan ketentuan jika nila t table lebih

kecil dari t hitung maka maka H0 ditolak. Hasil ujistatistik independen t

test menggunakan interval kepercayaan 95% atau p=0,05, dan df 18

didapatkan hasil t table 2,100 yang kemudian dibandingkan dengan t

hitung atau H0 ditolak yang menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata

antar kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada hasilpostest dan

juga ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,000 yang berarti kedua

kelompok tidak memiliki rata-rata yang sama, selain itu pada kelompok

perlakuan memiliki rata-rata yang lebih rendah 2,30 dan kelompok kontrol

5,00 dimana nilai rata-rata pada kelompok perlakuan lebih rendah dari

kelompok perlakuan saat posttest. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan, Ariyani (2009). Penambahan teknik relaksasi penafasan pada


terapi latihan pasif lebih efektif menurunkan intensitas nyeri pada pasien

luka bakar derajat II, yang berarti terapi relaksasi napas dalam efektif

dalam menurunkan tingkat nyeri sendi sedang pada pasien lansia dengan

gout arthritis.

6.5 Keterbatasan Dalam Penelitian

Dalam melakukan penulisan skripsi ini ada beberapa hambatan atau

keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti seperti peneliti merasa kesulitan

saat membagi waktu saat melakukan observasi selama 1 minggu pada 10

responden, dikarenakan jadwal peretemuan dengan responden sulit

disesuaikan karena responden memiliki kesibukan masing-masing. Selain

itu peneliti juga mengalami hambatan saat berkomunikasi dengan

responden, karena ada beberapa responden yang tidak mampu

berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai