Oleh
Adi Rianto
1414051002
Kelompok 7
A. Latar Belakang
Pati merupakan salah satu jenis karbohidrat yang jumlahnya cukup banyak dalam
bahan pangan terutama dari tumbuhan. Pati diperoleh dengan cara ekstraksi dalam
air, diikuti dengan proses penyaringan, pengendapan, pencucian, dan pengeringan.
Secara fisik, pati dapat dibedakan dari tepung, antara lain pati lebih putih dan lebih
halus. Sebagai bahan pangan, pati merupakan sumber energi yang menghasilkan
energi 4 kkal/gram. Homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik ini merupakan
komponen utama dari biji-bijian dan umbi-umbian. Pati banyak digunakan dalam
berbagai produk pangan, antara lain sebagai bahan pengikat, pengental, pembentuk
gel, emulsifier, enkapsulasi, pembentuk film, pembentuk tekstur, agensia penstabil
(stabilizer) dan lain-lain. Tetapi beberapa produk olahan pati juga memerlukan
beberapa perbaikan sifat fisik dan kimia. Untuk memperbaikinya bias diberikan
bahan tambahan pangan misalnya hidrokoloid alginate dan karagenan atau melalui
proses modifikasi (Riawan, 1998).
Karena ada beberapa sifat pati yang tidak diinginkan, maka dilakukan modifikasi pati
dengan berbagai cara yang bisa dilakukan. Pati termodifikasi adalah pati yang diberi
perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk
memperbaiki sifat sebelumnya atau merubah beberapa sifar lainnya. Perlakuan ini
dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia
lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru atau perubahan bentuk, ukuran
serta struktur molekul. Pati termodifikasi juga didefinisikan sebagai pati YANG
gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia seperti esterifikasi,
eterifikasi atau oksidasi atau dengan mengganggu struktur awalnya (Glicksman,
1969).
Jadi modifikasi pati sering dilakukan oleh beberapa industri untuk memperbaiki
kualitas dari produk yang menggunakan pati sebagai bahan dasarnya. Modifikasi pati
dilakukan untuk mengatasi sifat-sifat dasar pati alami yang kurang menguntungkan
seperti yang akan dijelaskan di bawah ini, sehingga dapat memperluas
penggunaannya dalam proses pengolahan pangan serta menghasilkan karakteristik
produk pangan yang diinginkan. Beberapa kekurangan dari pati alami sendiri adalah:
pati alami mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari struktur gelnya),
kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi, pada umumnya pati
akan menghasilkan viskositas suspense pati yang tidak seragam, pati alami tidak
tahan proses mekanis, kelarutan pati yang terbatas di dalam air (Pomeranz, 1985).
B. Tujuan :
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui metode modifikasi pati melalui
proses pregelatinisasi serta pengaruhnya terhadap pati yang dihasilkan.
.
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pati
Pati adalah homopolimer dari glukosa yang tersintesis dalam tanaman melalui
pengikatan kimiawi dari ratusan hingga ribuan monomer glukosa yang melibatkan
berbagai enzim untuk membentuk molekul yang berantai panjang. Pati alami tersusun
dari dua macam molekul polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa
merupakan polimer berantai lurus dengan ikatan -1,4-D-glukosa dan amilopektin
yang merupakan polimer dengan ikatan -1,4-D-glukosa pada rantai lurusnya dan -
1,6-D-glukosa pada percabangannya. Amilopektin merupakan penyusun utama
kebanyakan granula pati. Fraksi amilosa dalam granula pati dapat mencapai 20-30%,
sedangkan amilopektinnya antara 70-80%. Perbedaan antara amilosa dan amilopektin
terletak pada pembentukan percabangan pada struktur linearnya, ukuran derajat
polimerisasi, ukuran molekul dan pengaturan posisi pada granula pati. Amilosa dan
amilopektin berperan dalam menentukan karakteristik fisik, kimia dan fungsional
pati. Amilosa berkontribusi terhadap karakteristik gel karena kehadiran amilosa
berpengaruh terhadap pembentukan gel (Parker, 2003).
Setiap pati mempunyai sifat yang berbeda tergantung dari panjang rantai atom
karbonnya, dan ada tidaknya percabangan dalam rantai karbon tersebut. Dalam
bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut
sebagai granula. Granula pati tidak larut dalam air pada temperatur ruangan. Dalam
keadaan murni, granula pati berwarna putih, mengkilap, tidak berbau dan tidak
berasa. Adanya perbedaan karakteristik granula pati akan sangat berpengaruh pada
sifat fisik, sifat kimia dan sifat fungsional pati. Viskositas, ketahanan terhadap
pengadukan, gelatinisasi, pembentukan tekstur, kelarutan pengental, kestabilan gel,
cold swelling dan retrogradasi dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin serta
ukuran granula pati. (Hodge dan Osman, 1976).
Berat molekul amilosa berkisar antara 105-106 dengan derajat polimerisasi yang
mencapai kisaran 500 6000. Banyaknya gugus hidroksil yang terdapat dalam
senyawa polimer glukosa tersebut menyebabkan amilosa bersifat hidrofilik. Struktur
molekul amilosa dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
B. Pati Termodifikasi
Menurut Flenche (1985), pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah
diubah lewat suatu reaksi kimia (esterifikasi, sterifikasi dan oksidasi ) atau dengan
menggunakan struktur asalnya. Sedangkan menurut Glicksman (1969), Pati
termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk
menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau
merubah beberapa sifar lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas,
asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan
gugus kimia baru atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul.
Wurzburg (1989) menambahkan bahwa pati termodifikasi adalah pati yang diberi
perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk
memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk merubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan
ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan
kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk,
ukuran, serta struktur molekul pati. Perlakuan ini diberikan karena proses modifikasi
pati dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel, temperatur, waktu reaksi,
dan perbandingan berat air terhadap pati.
C. Modifikasi Pati
2. Hidrolisis Asam
Hidrolisis asam (acid thinning) merupakan hidrolisis ikatan glikosida secara acak
menghasilkan fragmen dengan derajat polimerisasi lebih rendah, menurunkan
viskositas panas, meningkatkan kekuatan gel, meningkatkan kejernihan gel atau
pasta. Hidrolisis asam dapat dilakukan dengan cara kering atau basah. Asam yang
digunakan HCl, H2SO4. Proses hidrolisis lebih cepat terjadi pada konsentrasi asam
tinggi dan atau suhu tinggi. Proses kering menghasilkan dekstrin yang lebih larut
dengan viskositas lebih rendah, lebih higroskopis, lebih lengket dan membentuk film
(sebagai coating). Pati yang telah mengalami perlakuan asam banyak digunakan pada
produk candy khususnya sugered candy (Wurzburg 1989).
Pati termodifikasi asam dibuat dengan menghidrolisa pati dengan asam di bawah
suhu gelatinisasi, pada suhu sekitar 125oF (52oC). Reaksi dasar meliputi pemotongan
ikatan -1,4-glikosidik dari amilosa dan -1,6-glikosidik dari amilopektin, sehingga
ukuran molekul pati menjadi lebih rendah dan meningkatkan kecenderungan pasta
untuk membentuk gel. Pati termodifikasi asam memiliki viskositas pasta panas lebih
rendah, kecenderungan retrogradasi lebih besar, ratio viskositas pasta pati dingin dari
pasta pati panas lebih rendah, granula yang mengembang selama gelatinisasi dalam
air panas lebih rendah, peningkatan stabilitas dalam air hangat di bawah suhu
gelatinisasi dan bilangan alkali lebih tinggi. Modifikasi pati dengan asam dapat
menurunkan viskositas pasta panas, menurunkan kekerasan dan kekuatan gel.
Pemberian asam akan menyebabkan penurunan viskositas pasta panas yang lebih
cepat daripada penurunan kekuatan gel. Perbandingan viskositas pasta panas dengan
kekerasan dan kekuatan penghancuran gel dari pati termodifikasi asam dengan pati
tidak termodifikasi akan meningkat dengan meningkatnya pemberian asam. Bila
kekuatan pembentukan gel didefinisikan sebagai perbandingan antara viskositas pasta
panas dengan viskositas pasta dingin pada kondisi standar pati termodifikasi asam
yang mempunyai fluiditas yang sama, maka kekuatan pembentukan gel meningkat
dengan meningkatnya konsentrasi asam dan menurunnya waktu perlakuan,
sebaliknya jika konsentrasi asam menurun dan waktu reaki meningkat maka kekuatan
pembentukan gel akan meningkat (Wurzburg 1989).
3. Oksidasi
Oksidasi (bleaching) dilakukan dengan menggunakan hidrogen peroksida, asam
perasetat, amonium persulfat, sodium hipoklorit. Proses ini dilakukan secra basah.
Dalam proses ini terjadi oksidasi pigmen, oksidasi hidroksil menjadi karboksil dan
karbonil. Proses ini menyebabkan perubahan sifat pati yaitu warna lebih putih, tidak
mudah retrogradasi, dan gel lebih lunak.
6. Pati Pre-gelatinisasi
Pre-gelatinisasi (pati instan) dilakukan melalui proses pemasakan kemudian
dikeringkan dengan drum drier. Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk
mempercepat hidrasi. Ada 2 jenis produk yaitu pre gel dan granular instant starches
(pre swollen lalu dikeringkan). Pati pre gel jika ditambah air menjadi lengket. Pati
pre-swollen jika ditambah air tidak menjadi lengket.
Pregelatinisasi merupakan teknik modifikasi pati secara fisik yang paling sederhana.
Proses ini dilakukan dengan cara memasak pati di dalam air sehingga tergelatinisasi
sempurna, kemudian mengeringkan pasta pati yang dihasilkan dengan menggunakan
spray dryer atau drum dryer. Karena sudah mengalami gelatinisasi, maka pati
pregelatinisasi tidak lagi memiliki penampakan granula pati. Tujuan utama aplikasi
pregelatinisasi menghasilkan pati yang dapat terdispersi (larut) dalam air dingin
(bersifat instan). Prinsip dari pre gelatinisasi sendiri adalah pati digelatinisasi
kemudian dikeringkan. Proses ini akan menghasilkan pati yang dapat terdispersi
(larut) dalam air dingin. Pati pregelatinisasi bersifat instan, dimana dapat larut dalam
dalam air dingin (cold water soluble), sesuai dengan tujuannya. Di samping itu, pati
pregelatinisasi memiliki viskositas yang lebih rendah dibanding pati yang tidak
dipregelatinisasi. Pati pregelatinisasi di antaranya dapat digunakan untuk formulasi
makanan bayi dan pudding atau digunakan untuk produk pangan yang instan,
misalnya bubur instan, beras instan dll ().
Pati preglatinisasi a-satrch adalah pati dimana kondisinya belum pecah atau masih
mengembang sehingga suhu pregelatinisasi ini lebih rendah daripada suhu
gelatinisasi. Pati pregelatinisasi ini masih dapat mengalami retrogradasi sehingga
dapat kembali ke keadaan semula. Kalau pati sudah tergelatinisasi, keadaan fisik pati
sudah tidak dapat kembali ke keadaan semula. Pati pregelatinisasi ini pada dasarnya
dibuat dengan cara merusak granula pati dengan bantuan air dan pemanasan. Proses
pembuatan pati pregelatinisasi pada prinsipnya adalah pati dibuat larutan (suspensi),
kemudian dipanaskan, lalu dikeringkan dan digiling, serta diayak. Adanya bahan-
bahan selain pati yang larut dalam air dapat meningkatkan kelarutan bahan. Dari
prose pregelatinisasi yang dijelaskan diatas, pati pregelatinisasi berbentuk padat,
sifatnya jika diberi air kembali akan lebih mudah tergelatinisasi kembali. Oleh karena
itu, pati pregelatinisasi banyak diterapkan pada produk-produk instan yang langsung
dengan medah tergelatinisasi (Wurzburg 1989).
Sifat pati pregelatinisasi dilihat dari proses pembuatan yang dijelaskan diatas, pati
pregelatinisasi berbentuk padat, sifatnya jika diberi air kembali akan lebih mudah
tergelatinisasi kembali. Produk pregelatinisasi ini biasanya digunakan untuk produk-
produk yang menggunakan pati gel yang dibuat dalam basis instan. Pati
pregelatinisasi dapat digunakan pada produk pangan dan non pangan. Aplikasi pada
produk non pangan adalah sebagai tambahan unutk mengontrol kehilangan air.
Biasanya digunakan untuk tahap akhir pada industri tekstil, industri kertas. Selain itu,
digunakan pula sebagai pellet pada pakan ternak. Hal ini dikarenakan pati
pregelatinisasi yang didispersikan dalam air dingin akan menunjukkan kemampuan
mengental dan kecenderungan membentuk gel yang lebih rendah dibanding dengan
pati alami. (Inglet 1970).
III BAHAN DAN METODE
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 9 Mei 2017 pukul 13.00 s.d
15.00, bertempat di Laboratorium Pati dan Laboratorium Pengolahan Hasil Petanian,
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Petanian, Universitas Lampung, Bandar
Lampung.
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu gelas piala, gelas ukur, penangas,
kompor, loyang, mortar, dan oven. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu pati dan
air.
C. Prosedur Percobaan
1. Pati Pregelatinisasi
Pertama disiapkan 30 ml larutan pati 15%. Artinya ada 4,5 gram pati dalam 30ml
larutan tersebut. Kemudian dipanaskan sambil diaduk pada suhu 60-75 C selama 30
menit. Lalu dituangkan pada loyang sehingga membentuk lapisan tipis yang merata.
Kemudian dipanaskan pada oven dengan suhu 60oC. Setelah kering, pati yang
terbentuk dihaluskan dan dihitung rendemen yang dihasilkan.
2. Pati Pregelatinisasi (-strach)
Pertama disiapkan 10 gram pati lalu ditambahkan 4 ml aquades. Kemudian dibuat
suspensi yang homogen. Setelah itu, suspendi dituangkan pada loyang sehingga
membentuk lapisan tipis yang merata dan panaskan pada oven dengan suhu 60o C.
Setelah kering, pati yang terbentuk dihaluskan dan hitung rendemen yang dihasilkan.
A. Hasil Pengamatan
Rendemen pati = x 100%
3,90
Kelompok 1 =4,50 x 100% = 86,67%
3,40
Kelompok 2 =4,50 x 100% = 75,56%
4,00
Kelompok 3 =4,50 x 100% = 88,89%
8,90
Kelompok 4 =10,00 x 100% = 89%
8,70
Kelompok 5 =10,00 x 100% = 87%
4,20
Kelompok 6 =4,50 x 100% = 93,33%
8,70
Kelompok 7 =10,00 x 100% = 87%
9,10
Kelompok 8 =10,00 x 100% = 91%
B. Pembahasan
Pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk
menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau
merubah beberapa sifar lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas,
asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan
gugus kimia baru atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul. Pati
termodifikasi juga didefinisikan sebagai pati yang gugus hidroksilnya telah diubah
lewat suatu reaksi kimia seperti esterifikasi, eterifikasi atau oksidasi atau dengan
mengganggu struktur awalnya (Glicksman, 1969).
Modifikasi pati sering dilakukan oleh beberapa industri untuk memperbaiki kualitas
dari produk yang menggunakan pati sebagai bahan dasarnya. Modifikasi pati
dilakukan untuk mengatasi sifat-sifat dasar pati alami yang kurang menguntungkan
seperti yang akan dijelaskan di bawah ini, sehingga dapat memperluas
penggunaannya dalam proses pengolahan pangan serta menghasilkan karakteristik
produk pangan yang diinginkan. Beberapa kekurangan dari pati alami sendiri adalah:
pati alami mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari struktur gelnya),
kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi, pada umumnya pati
akan menghasilkan viskositas suspense pati yang tidak seragam, pati alami tidak
tahan proses mekanis, kelarutan pati yang terbatas di dalam air (Pomeranz, 1985).
Pregelatinisasi merupakan teknik modifikasi pati secara fisik yang paling sederhana.
Proses ini dilakukan dengan cara memasak pati di dalam air sehingga tergelatinisasi
sempurna, kemudian mengeringkan pasta pati yang dihasilkan dengan menggunakan
spray dryer atau drum dryer. Karena sudah mengalami gelatinisasi, maka pati
pregelatinisasi tidak lagi memiliki penampakan granula pati. Tujuan utama aplikasi
pregelatinisasi menghasilkan pati yang dapat terdispersi (larut) dalam air dingin
(bersifat instan). Prinsip dari pre gelatinisasi sendiri adalah pati digelatinisasi
kemudian dikeringkan. Proses ini akan menghasilkan pati yang dapat terdispersi
(larut) dalam air dingin. Pati pregelatinisasi bersifat instan, dimana dapat larut dalam
dalam air dingin (cold water soluble), sesuai dengan tujuannya. Di samping itu, pati
pregelatinisasi memiliki viskositas yang lebih rendah dibanding pati yang tidak
dipregelatinisasi. Pati pregelatinisasi di antaranya dapat digunakan untuk formulasi
makanan bayi dan pudding atau digunakan untuk produk pangan yang instan,
misalnya bubur instan, beras instan dll ( )
Sifat pati pregelatinisasi yaitu berbentuk padat, sifatnya jika diberi air kembali akan
lebih mudah tergelatinisasi kembali. Produk pregelatinisasi ini biasanya digunakan
untuk produk-produk yang menggunakan pati gel yang dibuat dalam basis instan.
Menurut Inglet (1970), pati pregelatinisasi dapat digunakan pada produk pangan dan
non pangan. Aplikasi pada produk non pangan adalah sebagai tambahan unutk
mengontrol kehilangan air. Biasanya digunakan untuk tahap akhir pada industri
tekstil, industri kertas. Selain itu, digunakan pula sebagai pellet pada pakan ternak.
Hal ini dikarenakan pati pregelatinisasi yang didispersikan dalam air dingin akan
menunjukkan kemampuan mengental dan kecenderungan membentuk gel yang lebih
rendah dibanding dengan pati alami (Inglet 1970).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, dapat diamati bahwa pati yang dimodifikasi
dengan metode pregelatinisasi akan menghasilkan pati yang berbentuk seperti
serpihan plastic. Hal ini hamper serupa dengan yang biasa kita temui pada lem kertas
berbahan dasar tapioca yang telah mengering. Ini karena pati telah mengalami
gelatinisasi sempurna sehingga tidak dapt baik ke semula. Kemudian pada pati yang
dimodifikasi scara pregelatinisasi a-starch (parsial) hasilnya berbentuk bubuk putih
yang tidak terlihat perbedaan secara fisik dari pati yang tidak dimodifikasi. Hal ini
karean granula pati belum sepenuhnya rusak sehingga pati masih dapat kembali ke
bentuk semula (reversible). Dari data rendemen pati modifikasi yang dihasilkan
diketahui presentasenya cukup tinggi hampir semua di atas 85 %. Kecuali pada
kelompok 2.yang rendemennya di bawah 85 % yakni 75,56%. Hilangnya sebagian
pati karena adanya pati yang menempel pada beaker glass dan Loyang serta adanya
pati yang tumpah saat dituang dari loyang.
Pada praktikum ini seharusnya dilakukan analisis penentuan sushu gelatinisasi pati.
Tetapi karena keterbatasan waktu, maka prosedur analisis tersebut tidak dilakukan.
Dengan begitu tidak dapat diketahui sifat pati modifikasi selanjutnya yang dihasilkan,
terutama untuk suhu gelatinisasi. Namun berdasarkan literature, pati yang
dimodifikasi dengan metode pregelatinisasi dapat larut (terdispersi) pada suhu rendsh
atau dingin atau juga suhu kamar.
V KESIMPULAN
Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloids Vol II. Florida: CRC Press, Inc
Hodge, J.E. dan E.M. Osman. 1976. Carbohydrates, pp. 41-130. Di dalam O.R.
Fennema, ed. Principle of Food Science. Part I. Food chemistry. Mercel
Dekker, Inc. New York
Muwarni, I.A. 1989. Sifat Fisiko Kimia Pati Jagung Termodifikasi. Skripsi. Fateta
IPB :Bogor.
Rachmaniar, dkk. Karasteristik Alginat asal Sargassum sp. Laporan Hasil Penelitian.
Lembaga Ilmu Pengetahuan. Jakarta.