HASIL DISKUSI
Bahasa Indonesia
Tawuran Antar Pelajar
Kelas : XII A 2
Kelompok 6
Di Susun Oleh :
1. Feny Indriyani ( 11 )
2. Inarotul Afida ( 17 )
3. Irina Siwi ( 18 )
4. Rosi Rodhi Ani ( 28 )
Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Sehingga
jika mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi.
Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa. Bukan hanya tawuran antar pelajar
saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara, antar
polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan. Inilah fenomena
yang terjadi di masyarakat kita. Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin
menjadi semenjak terciptanya geng-geng. Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengah-
tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji
dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat.Sebaliknya mereka merasa bangga jika
masyarakat itu takut dengan geng kelompoknya.
Seorang pelajar seharusnya tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti itu.
Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari masalah yang sangat sepele. Namun remaja
yang masih labil tingkat emosinya justru menanggapinya sebagai sebuah tantangan. Pemicu
lain biasanya dendam Dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi para siswa tersebut akan
membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah yang dianggap merugikan seorang
siswa atau mencemarkan nama baik sekolah tersebut.Sebenarnya jika kita mau melihat lebih
dalam lagi, salah satu akar permasalahannya adalah tingkat kestressan siswa yang tinggi dan
pemahaman agama yang masih rendah.
1.2. PEMBAHASAN
Baru-baru ini pelajar kembali bergejolak dan turun ke jalan, namun kali ini bukan
dalam rangka aksi menentang rezim yang koruptif. Mereka turun ke jalan untuk saling baku
hantam dengan rekannya sesama pelajar, saling serang dan unjuk kekuatan dalam panggung
yang bernama tawuran.
Semakin hancur saja citra para pemuda yang dahulu dianggap sebagai harapan bangsa
ini. Stigma negatif semakin tersemat kuat akibat banyaknya aksi anarkisme yang terjadi di
kalangan pelajar akhir-akhir ini. Para provokator yang hanya segelintir orang telah sukses
mengubah citra para intelektual muda ini menjadi penjagal beralmamater sekolah/kampus.
Tawuran antar pelajar selalu menjadi agenda perbincangan setiap tahunnya, masalah
ini bukan perkara baru, dan jangan dianggap perkara yang remeh. Padahal kalau kita kaji
masalah tawuran antar pelajar akan membawa dampak panjang, bukan hanya bagi pelajar
yang terlibat, namun juga untuk keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Tawuran antara pelajar saat ini sudah menjadi masalah yang sangat mengganggu
ketertiban dan keamanan lingkungan di sekitarnya. Saat ini, tawuran antar pelajar sekolah
tidak hanya terjadi di lingkungan atau sekitar sekolah saja, namun terjadi di jalan-jalan
umum, tak jarang terjadi pengrusakan fasilitas publik. Penyimpangan pelajar ini
menyebabkan pihak sekolah, guru dan masyarakat yang melihat pasti dibuat bingung dan
takut bagaimana untuk mererainya, sampai akhirnya melibatkan pihak kepolisian.
Hal ini tampak beralasan karena senjata yang biasa dibawa oleh pelajar-pelajar yang
dipakai pada saat tawuran bukan senjata biasa. Bukan lagi mengandalkan keterampilan
tangan, tinju satu lawan satu. Sekarang, tawuran sudah menggunakan alat bantu, seperti
benda yang ada di sekeliling (batu dan kayu) mereka juga memakai senjata tajam layaknya
film action di layar lebar dengan senjata yang bisa merenggut nyawa seseorang. Contohnya,
samurai, besi bergerigi yang sengaja dipasang di sabuk, pisau, besi.
a) Tawuran antar pelajar bisa terjadi karena ketersinggungan salah satu kawan, yang di
tanggapi dengan rasa setiakawan yang berlebihan.
b) Permasalahan yang sudah mengakar dalam artian ada sejarah yang menyebabkan
pelajar-pelajar dua sekolah saling bermusuhan.
c) Jiwa premanisme yang tumbuh dalam jiwa pelajar.Untuk mengkaji lebih jauh
permasalahan tawuran antar pelajar, kita bisa mengkaji terlebih dahulu mengenai
penyebab tawuran antar pelajar dari tiga poin diatas.
Tawuran Antar Pelajar Akibat Rasa Setia Kawan yang Berlebihan, rasa setia kawan atau
lebih dikenal dengan sebutan rasa solidartas adalah hal yang lumrah atau biasa kita temukan
dalam kehidupan, misalkan dalam persahabatan rasa setiakawan akan menjadi alasan
mengapa persahabatan bisa menjadi kuat. Ia bisa menjadi indah ketika ditempatkan dalam
porsi yang pas dan seimbang.
Namun, rasa setia kawan yang berlebihan akan menyebabkan hal yang buruk, salah
satunya adalah mengakibatkan tawuran antar pelajar. Mungkin dari kita pernah mendengar
tawuran antar pelajar yang dipicu karena ketersingguhan seorang siswa yang tersenggol oleh
pelajar sekolah lain saat berpapasan di terminal, atau masalah kompleks lainnya. Misalkan,
permasalahan pribadi, rebutan perempuan, dipalak dan lain sebagainya.
Contohnya, sebut saja sekolah A dengan sekolah B adalah musuh abadi, dimana masing-
masing sekolah akan melakukan hal yang antipati terhadap sekolah lain. Biasanya, akan ada
pelajar yang menjadi perbincangan, semacam tokoh bagi sekolahnya, karena kehebatannya
pada waktu berkelahi.
Dalam permasalahan tawuran antar pelajar yang dipicu karena permasalahan ini, perlu
adanya pendekatan khusus, yang memasukkan program kerja sama dengan sekolah tersebut.
Peranan sekolah dan guru memegang peranan penting. Ironisnya, sebuah pertandingan
persahabatan. Misalnya, olahraga. Kadang memicu sebuah permusuhan dan perkelahian. Hal
ini akhirnya menuntut kecerdasan dan ketelitian pihak penyelenggara dalam mengemas
sebuah acara.
Tawuran Antar Pelajar Akibat Jiwa Premanisme, premanisme bukan istilah yang asing
lagi. Premanisme yang berasal dari kata preman adalah sebutan orang yang cenderung
memakai kekerasan fisik dalam menyelesaikan permasalahannya. Kemenangan di ukur
karena kekuatan fisiknya bukan intelektualitas. Premanisme bertolak belakang dengan jiwa
seorang pelajar, yang dituntut kecerdasan berpikir, kecerdasan mengelola emosi, dll.
Jiwa premanisme dalam jiwa pelajar dapat dihilangkan karena dia tidak semerta merta
muncul begitu saja, ia disebabkan oleh sesuatu hal. Oleh karenanya, kita perlu mengetahui
faktor penyebab sikap premanisme dalam diri pelajar. Faktor di luar diri pelajar adalah faktor
yang kental dapat mempengaruhi ke dalam. Beberapa contohnya adalah: Tayangan-tayangan
di televisi, baik film ataupun liputan berita yang menceritakan atau sengaja mengekspose
tema-tema kekerasan dapat mempengaruhi psikis remaja. Kekerasan yang terjadi di rumah.
Kekerasan yang dimaksud bukan hanya individu pelajar saja yang menjadi korban kekerasan
namun kekerasan yang terjadi pada satu anggota keluarganya, dapat mempengaruhi psikis
individu. Hal ini yang akan menyebabkan trauma atau kekerasan beruntun yang diakibatkan
karena menganggap kekerasan adalah hal yang wajar.
Acara awal tahun, orientasi sekolah adalah acara di mana pelajar baru diwajibkan
mengikuti kegiatan ini. Kegiatan yang pada dasarnya adalah untuk memahami dan mengenali
sekolah, kegiatan serta untuk lebih kenal kawan-kawannya malah cenderung disalah gunakan
oleh senior untuk ajang balas dendam dari apa yang pernah ia terima pada waktu yang sama
menjadi junior, pola-pola yang dipakai cenderung dengan pola militer. Hal inilah yang
menyebabkan kekerasan dalam dunia pendidikan. Pola yang menjadi semacam suntikan yang
terus diturunkan oleh setiap generasi. Agar terhindar dari pola yang berlebihan, diperlukan
adanya pengawasan dari pihak sekolah dan turunnya langsung pengajar dalam kegiatan ini.
Kedisiplinan berbeda dengan kekerasan, hal ini seharusnya menjadi tantangan setiap panitia
kegiatan dalam mengemas ide, gagasan acara pada waktu perkenalan sekolah, menjadi
sesuatu yang inofatif, kreatif sehingga diharapkan lambat laun sikap premanisme akibat
perpeloncoan akan menjadi cara kuno dan tidak menarik lagi.
Dari ketiga faktor penyebab tersebut, kita bisa mendapatkan bayangan atau solusi yang
terbaik seperti apa dan bagaimana melakukan proses penyelesaiannya. Walaupun
permasalahan tawuran antar pelajar memang bukan hal sepele yang bisa langsung
diselesaikan, namun diperlukan adanya proses berkelanjutan, kesadaran dan kerja sama
dengan semua pihak, bukan hanya sekolah, orangtua, masyarakat dan penegak hukum, tapi
juga kesadaran pemahaman pelajar sebagai seorang individu, sebagai generasi muda yang
penuh dengan tanggung jawab.
Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dari paparan di atas, yaitu: Pemahaman
bagaimana seorang pelajar disaat sedang mengalami pencarian identitas, cenderung sangat
mudah labil. Dan kelabilan inilah yang ahirnya tawuran antar pelajar terjadi.Ada beberapa
cara yang efektif untuk mencegah sebelum tawuran antar pelajar terjadi, misalkan dengan:
Sikap optimis dan kepercayaan terhadap pelajar perlu ditumbuhkan kembali, sehingga
suatu saat kita tidak akan mendengar lagi berita atau kabar mengenai kejadian tawuran antar
pelajar di negeri kita ini, yang ada kita bangsa Indonesia dipenuhi kabar berita tentang
pelajar-pelajar yang produktif, kritis, mampu menjadi juara dalam berbagai bidang, baik
berupa kompetisi pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
Sudah saatnya generasi muda membuktikan potensi dalam dirinya, dan sudah menjadi
tugas kewajiban orang tua, sekolah, masyarakat dan pihak-pihak yang terkait untuk
mencegah terjadinya bentuk-bentuk penyelewengan pelajar, terutama permasalahan yang
membuat was-was menjadi sebuah tindakan kriminal.
Tentunya kita ikut prihatin akan kejadian di daerah lain (Jakarta) yang sampai memakan
korban jiwa. Meski di Surabaya sudah lama kita tidak mendengar adanya tawuran, kami tidak
ingin lengah. Seluruh pengurus OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) dan ketua kelas baik
dari sekolah negeri maupun swasta akan dikumpulkan untuk diberikan pengertian.
Selain itu, juga beberapa sekolah yang berdekatan lokasinya, dan sekiranya mempunyai
potensi bakal memicu terjadinya tawuran, akan kita pertemukan bersama untuk mencegah
kejadian ini. Mereka akan diingatkan tujuan awal ke sekolah untuk belajar mencapai cita-cita
dan keberhasilan mereka sendiri di masa depan, bukan untuk yang lain. Jadi mereka harus
fokus di situ arena kalau mereka lengah dan melakukan aktivitas yang nonproduktif nanti
rugi sendiri.
Bahkan, kami akan mengumpulkan semua ketua kelas untuk dibentuk semacam jaringan
karena mereka adalah orang yang berinteraksi setiap hari dengan teman-temannya sehingga
tentu akan tahu lebih dini bila muncul sebuah potensi awal terjadinya gesekan. Para ketua
kelas ini akan diberikan semacam pelatihan untuk mencegah tawuran, termasuk melibatkan
ahli psikolog.
Pendidikan dalam keluarga sangat penting sebagai landasan dasar yang membentuk
karakter anak sejak awal. Peran orang tua tidak hanya sebatas menanamkan norma-norma
kehidupan sejak dini. Mereka harus terus berperan aktif, terutama pada saat anak-anak
menginjak usia remaja, di mana anak-anak ini mulai mencari jati diri.
Bagaimana orang tua dapat berperan aktif? Orang tua mesti senantiasa menjaga
komunikasi, keharmonisan keluarga serta membentengi mereka dengan pendidikan agama
yang benar. Melalui tiga cara ini, orang tua dapat memberikan contoh teladan yang baik bagi
anaknya. Dengan adanya teladan yang baik di rumah, mereka akan lebih tidak mudah
terpengaruh untuk terlibat dengan aktivitas yang bersifat anarkis.
Menjalin komunikasi yang baik. Kenyataan di masa sekarang bahwa orang tua terlalu
sibuk bekerja hingga anak-anak ini kehilangan figur orang tua mereka. Sesibuk apapun, orang
tua mesti berusaha meluangkan waktu bersosialisasi dengan anak remaja mereka. Luangkan
waktu di akhir pekan untuk berkumpul dan mendengar keluh kesah mereka. Posisikan diri
anda sebagai teman bagi anak anda dalam memberikan feedback. Dia akan merasa lega bisa
mengeluarkan uneg-unegnya secara positif tanpa harus menyimpang ke perilaku destruktif.
Menjaga keharmonisan keluarga. Emosi anak-anak usia remaja sangatlah labil. Untuk itu,
anda harus pandai-pandai menjaga emosi anak. Usahakan untuk tidak mendikte atau
mengekang anak selama yang dilakukannya masih positif. Usahakan juga untuk tidak
melakukan tindak kekerasan di dalam rumah dan tidak melakukan pertengkaran fisik di
hadapan sang anak. Mereka akan mencontoh apa yang dilakukan orang tuanya.
Negeri ini menghadapi persoalan serius belakangan ini. Beberapa bentrokan antara para
pelajar terjadi atas nama kebanggaan identitas dan harga diri kelompok. Korban fisik tak
dapat dielakkan. Kesadaran nasional dan sikap menghargai semua golongan kini hancur
berkeping-keping akibat arogansi dan kebanggaan yang menguat dalam kelompok-kelompok
itu.
Mirisnya, hal ini terjadi pada pelajar. Generasi bangsa yang dipersiapkan untuk
melanjutkan dan melestarikan negeri ini. Mereka memiliki laku tak ubahnya preman; mudah
terbakar emosi kelompok, bangga dengan kelompok sendiri secara buta dan cenderung
mendefinisikan out-group sebagai others. Mereka seperti tidak punya pilihan lain. Seperti
telah kehilangan akal sehatnya, setiap masalah yang berkaitan dengan kelompok selalu
berujug pada pertikaian.
Fenomena tawuran antar pelajar sebenarnya bukanlah hal yang baru. Peristiwa ini telah
terjadi secara berulang kali. Kompas sudah berhasil mencatat ada 13 tawuran yang berujung
kematian mulai sejak kurun 2011-2012. (Kompas, 26 September 2012). Hal ini menunjukkan
bahwa tindakan premanisme merupakan sesuatu yang melekat dan mengendap di tubuh
sebagian pelajar negeri ini.
Anehnya, tidak terlihat tanda-tanda efek jera pada mereka. Tawuran menjadi semacam
ritual untuk mengekspresikan kekuatan dan kebanggaan kelompok. Identitas dan harga diri
kelompok seolah harga mati yang tidak boleh dilecehkan sedikitpun. Sebaliknya, nyawa tidak
ada harganya ketika berhadapan dengan kebanggaan kelompok itu.
Mengingat intensitas tawuran dan tingkat frekuensi yang cukup tinggi, tampaknya ada
beberapa hal yang harus diperhatikan secara lebih serius oleh semua kalangan. Penulis
percaya bahwa sedikitnya ada dua hal yang perlu diperhatikan terkait dengan tawuran antar
pelajar. Pertama, terkait dengan proses-proses sosial yang terjadi di luar, yakni bagaimana
solidaritas kelompok terbentuk, tekanan-tekanan sosial dan munculnya gejala pendefinisian
kelompok lain sebagai others. Kedua, terkait dengan proses-proses sosial yang terjadi di
sekolah, yakni bagaimana proses pendidikan membentuk mereka.
Namun tulisan ini berusaha melihat tragedi ini dengan penekanannya lebih kepada soal
yang kedua. Menurut keyakinan penulis, pendidikan memiliki peran yang sangat penting
dalam proses pembentukan karakter pelajar.
1.3. KESIMPULAN
Pada hakikatnya tugas seorang pelajar adalah menuntut ilmu demi mencapai masa
depan yang indah, tawuran merupakan salah satu sifat tercela yang seharusnya tidak dicontoh
oleh para pelajar, para penerus bangsa dan generasi muda. Tidak ada manfaat positif yang
bisa diambil dengan mengikuti tawuran, sebaliknya kita akan mendapatkan masalah. Para
pelajar yang merupakan penerus bangsa harusnya mempunyai pola pikir yang dewasa untuk
menghindari tawuran, harusnya yang dilakukan para pelajar adalah mengharumkan nama
sekolah dan bangsa dengan membuat prestasi-prestasi yang membanggakan.
Sudah saatnya generasi muda membuktikan potensi dalam dirinya, dan sudah menjadi
tugas kewajiban orang tua, sekolah, masyarakat dan pihak-pihak yang terkait untuk
mencegah terjadinya bentuk-bentuk penyelewengan pelajar, terutama permasalahan yang
membuat was-was menjadi sebuah tindakan kriminal.
2.1. LATAR BELAKANG DARI ASPEK PENDIDIKAN ( Oleh Rosi Rodhi Ani )
Saat ini menteri pendidikan dan para pejabat sedang membentuk suatu kurikulum
baru yang sesuai dan cocok diterapkan pada sistem pendidikan Indonesia. Isu yang telah
beredar pendidikan yang sekarang lebih akan ditekankan pada pendidikan moral atau
pembentukan karakter peserta didik. Hal tersebut dicanangkan untuk menghadapi era
globalisasi dan melihat kondisi Indonesia yang semakin hari semakin terpuruk terutama pada
karakter maupun sikap bangsa Indonesia. Pendidikan karakter sedang digentarkan oleh
sebagian besar kalangan atas dan satuan pendidikan. Disisi lain, banyak terjadi kerusuhan
dibeberapa daerah yang disebabkan karena perbedaan budaya maupun ras atau golongan serta
perebutan kekuasaan atau wilayah. Selain itu juga budaya korupsi yang masih saja
menghantui para pejabat di Indonesia. Para pejabat yang diberi kedudukan tinggi dan telah
dipercaya oleh masyarakat itu justru merusak kepercayaan yang telah diberikan dan lebih
mementingkan kepentingan pribadinya sendiri. Sedangkan pada kalangan pelajar, akhir-akhir
ini juga sering terjadi kerusuhan atau tawuran antar pelajar. Pelajar merupakan pemuda.
Pemuda merupakan aset yang paling penting di negara ini yang nantinya akan menjadi calon
pemimpin-pemimpin bangsa. Yang menjadi sorotan disini adalah apakah penyebab terjadinya
tawuran antar pelajar? Jika kalangan atas atau para penjabat melakukan korupsi, siapakah
yang akan menjadi panutan bagi bangsa ini?
2.2. PEMBAHASAN
Sebagaimana dikatakan berbagai pihak, terdapat lima langkah strategi yang dapat dilakukan
oleh institusi pendidikan untuk menumpas tawuran antar pelajar bagi pendidik di Indonesia.
Hal ini tentunya dengan berbagai pertimbangan yang matang demi terciptanya pendidikan
yang aman, nyaman, kondusif, dan menyenangkan.
Pertama, menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif peserta didik.
Yaitu, metode yang dapat meningkatkan motivasi mereka, karena seluruh dimensi manusia
terlibat secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang konkret bermakna, serta relevan
dengan konteks kehidupannya
Kedua, menciptakan lingkungan belajar bagi para pelajar yang kondusif sehingga bisa
belajar dengan efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa
ancaman, dan memberikan semangat.
Meskipun demikian, harus diakui masih kurang berhasilnya pendidik andil dalam
menumpas tawuran antar pelajar sangat terkait dengan proram pendidikan dan pengajaran
yang selama ini berjalan.
Sebagai contoh, perilaku para pelajar yang melakukan aksi tawuran meski di luar jam
sekolah menunjukkan, bahwa mereka tidak mempunyai karakter yang baik. Aksi tawuran di
Bogor misalnya. Pada hari yang sama terjadi dua kasus tawuran beberapa waktu lalu.
Tawuran menyebabkan Rudi Noval Ashari, siswa SMKM Bogor, tewas. Di hari yang sama,
Ahmad Yani, siswa SMK 39 di Klender, juga mengalami nasib serupa. Demikian pula para
pelajar di kota Jakarta yang notabene sekolahnya merupakan sekolah bertaraf internasional
melakukan aksi tawuran tanpa mengindahkan Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum
pidana (KUHP) tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun. Serta,
Pasal 170 KUHP soal Pengeroyokan, dan Pasal 351 soal Penganiayaan.
Hal inilah yang kemudian melahirkan berbagai orang berkarakter buruk yang
seharusnya segera diedukasi dengan pendekatan prefentif dan pendekatan ritual. Selain itu
mereka juga harus ditindak secara hukum sebagai upaya efek jera kepada semua pelaku aksi
tawuran di Indonesia.
Kondisi ini akan semakin parah jika tidak ada penanganan secara cepat dari pihak-
pihak yang terkait. Hal ini nantiya pasti akan menimbulkan mind set (pola pikir) di
masyarakat bahwa pembiaran pelaku aksi tawuran yang masih dibiarkan bebas di sekitar
mereka akan membangkitkan mosi tidak percaya pada institusi pendidikan dan pemerintah
yang sedang berjalan. Dan tentu saja ini akan berdampak buruk bagi para guru sebagai
pendidik generasi masa depan bangsa. Dengan diberikannya contoh buruk dari para pelajar
seperti itu, perkembangan pembentukan karakter mereka akan terganggu, atau bahkan mereka
kemudian menjadikan aksi tawuran ini sesuatu yang bisa ditiru.
Untuk menanggulangi tawuran antara sekolah, selain penerapan norma-norma agama, etika,
sopan santun dan adat istiadat dari orang tua masyarakat serta guru.
Harus kita evaluasi juga bahwa penanaman nilai-nilai dan ilmu pengetahuan bukan kegiatan
yang mesti dipaksakan atau dijejalkan. Semestinya bagaimana penanaman nilai-nilai dan
norma-norma itu dalam konteks pembelajaran tumbuh berdasarkan kesadaran yang timbul
dari pelajar sendiri.
Di sinilah peran guru sebagai pembimbing benar-benar dipertaruhkan. Guru sebagai pembuka
jalan menuju cahaya hari depan, bukan tukang paksa. Guru harus membukakan jalan
pencerahan kepada mereka. Sudah saatnya guru menunaikan tugasnya. Kewajiban guru tidak
gugur setelah mengajar. Guru harus menjadi contoh yang baik, dari segi akhlak ataupun
norma-norma kemasyarakatan.
Guru dalam konteks pembelajaran wajib berinteraksi secara batiniah dengan siswanya. Guru
dituntut tahu permasalahan psikologis dan problem setiap siswanya, sehingga, sehingga
ketika ada siswa yang malas-malasan belajar di kelas pada saat guru menyampaikan materi,
guru harus responsive mencari tahu akar permasalahannya. Apakah ia punya problem dalam
keluarganya? Halitu bukan semata tugas guru BK, tetapi tugas semua guru.
Apa yang diungkapkan Bung Karno, pemimpin besar revolusi dalam buku Di Bawah
Bendara Revolusi ada baiknya dapat kita renungkan bersama. Bung Karno berkata, Tiap-
tiap perguruan, di negeri mana saja dan pada bangsa mana saja, mempunyai guru yang baik
dan mempunyai guru yang kurang baik.
2.3. KESIMPULAN
Sewaktu di pesantren, penulis sering melihat bacaan kesopanan lebih tinggi nilainya
daripada kecerdasan yang terpampang di dinding-dinding ruang kelas. Para asatidz (sebutan
jamak untuk guru) tidak jarang memberikan pendidikan kepada santri-santrinya dengan kisah
para ulama salaf yang dikenal memegang teguh ahlakul karimah (etika kesopanan). Di
tempat lain, seorang ibu memarahi anaknya dengan kata-kata untuk apa sekolah jauh-jauh,
jika tidak bisa menghormati orang tua.
Dalam hal ini jelas, pembentukan karakter manusia yang bermoral sangat penting. Sekolah
adalah harapan masyarakat, tidak saja pada aspek IQ tapi pada pembimbingan emosional atau
yang dikenal Emotional Quotient (EQ).
Karena itu, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh sekolah. Pertama,
pendidikan tidak dibatasi hanya kepada pemenuhan aspek-aspek kognitif pelajar, namun juga
perlu diimbangi dengan materi-materi yang berisi penyadaran moral.
Kedua, perhatian para pendidik tidak cukup hanya pada saat-saat berlangsung di sekolah,
melainkan di luar sekolah. Dalam hal ini koordinasi antara pihak sekolah dengan orang tua
murid sangatlah penting.
Usaha yang memprioritaskan pendidikan moral ini diharapkan mampu membentuk pribadi
pelajar yang bermoral, lebih mencintai kemanusiaan ketimbang kekerasan, lebih memakai
akal sehat dan bimbingan moral ketimbangan bimbingan ego identitas dan harga diri
kelompok.
3.1. LATAR BELAKANG DARI ASPEK KELUARGA (Oleh Inarotul Afida )
Keluarga yang tidak bahagia, kekerasan dalam rumah tangga merupakan dampak
pada mental psikologis anak yang secara tidak langsung akan menimbulkan rasa broken
home terhadap anak. Sehingga anak cenderung meniru pola yang ia lihat di dalam
keluarganya. Anak yang terlalu dilindungi orangtuanya (dimanja) juga akan sama saja. Saat
bergabung dalam kelompok sosialnya di sekolah, ia akan menyerahkan diri secara total tanpa
memiliki kepribadian dan prinsip yang kuat.
Penyesuaian emosional yang kurang memadai ditambah dengan kelompok sosial yang tidak
benar semakin memungkinkan terjadinya tawuran antar pelajar.
3.2. PEMBAHASAN
Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama dari orangtua diterapkan. Jika
seorang anak terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia
tumbuh menjadi remaja maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah kebiasaan
yang datang dari keluarganya. Selain itu ketidak harmonisan keluarga juga bisa menjadi
penyebab kekerasan yang dilakukan oleh pelajar. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa
tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat
menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja.
Salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai
figure teladan yang baik bagi anak. Jadi disinilah peran orangtua sebagai penunjuk jalan
anaknya untuk selalu berprilaku baik.
Remaja yang melakukan perkelahian biasanya tidak mampu melakukan adaptasi dengan
lingkungan yang kompleks. Maksudnya, ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan
keanekaragaman pandangan, ekonomi, budaya dan berbagai keberagaman lainnya yang
semakin lama semakin bermacam-macam. Para remaja yang mengalami hal ini akan lebih
tergesa-gesa dalam memecahkan segala masalahnya tanpa berpikir terlebih dahulu apakah
akibat yang akan ditimbulkan. Selain itu, ketidakstabilan emosi para remaja juga memiliki
andil dalam terjadinya perkelahian. Mereka biasanya mudah friustasi, tidak mudah
mengendalikan diri, tidak peka terhadap orang-orang disekitarnya. Seorang remaja biasanya
membutuhkan pengakuan kehadiran dirinya ditengah-tengah orang-orang sekelilingnya.
Remaja yang terlalu dikendalikan orang tua akan gagal memenuhi funhsi kemandirian
orang dewasa, sehingga dia tidak mampu menghargai dirinya sebagai individu yang mandiri.
Berlainan dengan penampilan luarnya remaja ini sangat rawan terhadap tekanan kelompok
sebaya. Mereka akan mudan menyerahkan tuntutan pada oranag lain dan mencari kebebasan
semu pada teman sebayanya untuk menggantikan fungsi dari oranag tua. Respon lain dari
orang tua yang tidak mendorong fungsi indiviiduasi anak adalah orang tua yang mengabaikan
tanggung jawab terhadap pernyataan kemauan anak. Oranag tua, agama dan budaya memberi
nilai-nilai dan batasan- batasan serta tradisi dan ritual pada seorang anak yang baiik dan
penting bagi pengenbangan kendali diri yang merupkan penyeimbang pada kemauan bebas
orang dewasa.
Orang tua tidak dapat mengabaikan tanggung jawabnya dalam dimensi rohani.
Perkembangan jati diri yang sehat tergantung pada keseimbangan anatara keinginan pribadi
dan kemauan di satu pihak, dan dipihak laik kendalai diri serta nilai-nilai sosial. Orang tua
menjadi model (teladan) baik dalam minat sosial maupun minat pribadi dari seorang anak.
Jika orang tua memilki rasa belas kasihan dan kasih sayang, bukan dendam, benci atau egois,
maka seorang remaja akan sanggup melampaui kekuatan kelompok sebayanya. Sehingga dia
tidak menjadi korban dari pemngaruh kelompok sebaya yang berlebihan. Sebaliknya jika
tidak ada model dalam nilai, atau orang tua lalai memperhatikan perkembangan moral anak,
maka akan mudah terpengaruh pada kelompok sebayanya.
Jika proses individuasi berhasil, kepribadian yang muncul adalah gabungan model yang
diperolaeh dari orang tua, masyarakat, dan pengalaman pribadi. Kepriadian seorang remaja
yang demikian ditandai dengan kekuatan, kemauannya dan integritas dirinya sehingga
hidupnya dipimpin oleh nilai etika dan idealis. Nilai-nilai diturunkan dari generasi, melauli
dua lembaga sosial yakni budaya dan keluarga. Orang tua melalui perkataan dan
perbuatannya adalah penerus utama nilai-nilai sosial bagi seorang remaja yaitu tentang
bagaimana berprilaku (etika), prioritas (nilai-nilai) dan tujuan (cita-cita) yang dilakukan
melalui tradisi dan enkulturasi.
3.3. KESIMPULAN
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya)
jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah
bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau melakukan kekerasan yang sama.
Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai
individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu
bergabung dengan teman-temannya, banyak anak akan menyerahkan dirinya secara total
terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya. Selain itu suasana
keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan
keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama
pada masa remaja.
4.1. LATAR BELAKANG DARI ASPEK AGAMA (Oleh Feny Indriyani )
Maraknya tawuran pelajar baik diakui atau tidak menunjukkan gagalnya sistem
pendidikan yang diterapkan pada saat ini. Sistem pendidikan yang bersifat sekuleristik telah
terbukti gagal dalam pelaksanaanya. Sistem pendidikan sekuler memiliki asas perpisahan
atau pengurangan materi keagamaan dalam kurikulum pendidikan. Asas pemisahan itulah
yang kemudian membuat SD, SMP, dan SMA bahkan Mahasiswa perguruan tinggi hanya
mendapatkan jatah pelajran atau mata kuliah agama sekitar 2 jam setiap minggunya.
Dapat dibayangkan bagaimana jika anak kita hanya diberikan pelajaran agam yang
sedikit. Pada akhirnya anak tidak memiliki pegangan kuat yang mempengaruhi
kehidupannya. Pendidikan agama hanya sekedar teori. Jika anak tidak memiliki keimanan
dan ahlak maka moral anak akan menjadi buruk seperti suka membantah, marah, dan tidak
bisa diatur. Moral yang buruk itulah yang kemudian berpengaruh pada perilakunya setiap
hari.
Contohnya, saat mereka ujian maka mereka akan menyontek, ketika ada guru yang
menasehatinya maka anak tidak memperhatikan bahkan melawan, ketika ada masalah dengan
temannya maka cara yang dipakai adalah berkelahi dan tawuran. Tawuran pelajar yang
terjadi biasanya terjadi pada anak yang memiliki moral yang buruk, hal itu bisa ketahui dar
pihak sekolah.
4.2. PEMBAHASAN
Islam mempunyai solusi tuntas dan komprehensif untuk mengatasi masalah kenalan
remaja, termasuk masalah tawuran. Perilaku tawuran remaja ini insyallah bisa selesai jika
para remaja mengenal islam lebih dekat. Asas dari pendidikan islam adalah terbentuknya
aqidah tauhid yang kuat bagi pelajar. Aqidah yang kuat akan mengahantarkan manusia hidup
sesuai dengan tujuan penciptan-NYA. Pelajar yang memiliki aqidah yang kuat akan
menjalankan ajaran islam secara kaffah (utuh). Islam mengajarakan agar setiap pelajar yang
menuntut ilmu selalu terikat dengan hukum syariah dalam setiap pemikiran dan perilakunnya.
Perilaku yang sesuai dengan islam tentunya akan membentengi pelajar dari berbagai
kesalahan dalam berperilaku, contohnya mencontek, melawan guru, tawuran dan lainnya.
Tujuan, visi dan misi manusia sudah digariskan oleh Allh SWT dalam Al-Quran :
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku. (QS. Adz-Dzaariyaat:56). Dan firman-Nya :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan keapada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat ; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS.
Al-Bayyinah:5)
Setelah aqidah pelajar terbentuk dengan kuat dan tanpa keraguan, maka pelajaran
yang diberikan selanjutnya adalah kepribadian islam. Kepribadian islam adalah pola pikir dan
sikap yang memiliki standar dan tolak ukur bersumber dari islam. Pelajar yang memiliki pola
pikir dan pola sikap yang islami akan memiliki kecenderungan akhlak dan perilaku yang
baik. Sehingga perilaku pelajar yang nakal seperti tawuran pelajar akan dihindari.
Banyak ayat didalam Al-Quran dimana Allah SWT memerintahkan untuk menjaga
persaudaraan. Sebagaimana dalam firman-Nya :
Dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (QS. Al-Hijr:88)
Banyak juga hadits Rasulullah SAW yang menyuruh agar seorang muslim berkasih
sayang terhadap sesama dan menghindari perbuatan yang membahyakan orang lain. Berikut
hadits- hadits tersebut :
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal berkasih sayang dan saling cinta mencintai
dan mengasihi diantara mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh
merasa sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain turut merasa sakit dengan tidak bisa tidur
dan demam. (Mutafaqalaih).
Barang siapa tidak menyayangi (orang beriaman) maka dia tidak akan diberi rahmat.
(Mutafaqalaih).
Allah tidak akan memberikan rahmat kepada orang yang tidak menyayangi manusia.
(HR.Muslim)
4.3. KESIMPULAN
Pemuda yang memiliki rasa kasih sayang terhadap sesama tidak mungkin akan
menyakiti hati teman atau orang lain apalagi samapai memukul, menamparkan, melempari
dengan batu seperti yang terjadi pada tawuran. Tawuran tidak akan pernah terbersit pada
benak pelajar muslim yang mendapat pelajaran islam yang cukup. Mereka hanya fokus dalam
menimba ilmu islam (tsaqofah islam) dan mengembangkan ilmu pengetahuan (sains) bagi
kemajuan kehidupan manusia. Terlebih jika dibarengi dengan penegakan hukum yang tegas
dan kuat dalam menimbulkan efek jera terhadap perilaku tawuran. Semoga kita semua dapat
segera mewujudkan terlaksananya pendidikan islam yang menghasilkan generasi masa depan
yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
http://kamelia11.wordpress.com/2012/11/11/tawuran-pelajar-yang-
memprihatinkan-dunia-pendidikan-di-indonesia/
http://grabalong.blogspot.com/2013/01/analisis-kritis-masalah-tawuran-
pelajar.html
http://edukasi.kompasiana.com/2013/11/16/pendidik-menumpas-tawuran-antar-
pelajar-611141.html
http://vitoricardo.wordpress.com/2012/10/17/fenomena-tawuran-antar-pelajar-
dan-penyebabnya/