Laporan Kasus Add

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

Penyakit Ginjal Kronik ec Sindrom Nefrotik

Pembimbing: dr. Irwin, Sp.PD

Disusun oleh:
Angger Satria Pamungkas, S.Ked
030.12.023

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KARAWANG


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2016
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny SA
Nomor RM : 00.51.56.56
Usia : 23 tahun
Alamat : Gempol Jaya, Gempol Karya, Tirta Karya, Karawang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Masuk Rumah Sakit : Kamis, 23 Juni 2016 dari Instalasi Gawat Darurat (IGD)

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada Rabu 29 Juni 2016 pukul
16.00 WIB.
1. Keluhan Utama :
Sesak tiba-tiba sejak 3 jam SMRS
2. Keluhan Tambahan :
Lemas, batuk berdahak gatal, nyeri ulu hati
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas tiba-tiba sejak 3 jam
SMRS. Pasien belum pernah mengeluh sesak sebelumnya, sesak dirasa
semakin lama semakin parah, saat duduk lama terasa sesak dan saat jalan jauh
terasa sesak. Sesak tidak disertai dengan bunyi ngik. Sesak saat tiduran dan
terbangun karena sesak disangkal pasien.
Selain sesak pasien juga mengeluh lemas sejak 1 minggu SMRS. pasien
mengeluh batuk berdahak warna kuning putih terasa gatal sejak 1 minggu
SMRS. Batuk dirasa semakin parah di pagi hari dan bila batuk terasa sakit
pada dada sebelah kiri dan sesak. Nyeri dada tidak menjalar dan tidak

1
dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluh pusing, nyeri ulu hati, dan
perut terasa penuh.
Sebelum masuk rumah sakit keluhan seperti demam, pusing, mual dan
muntah disangkal pasien. BAK dan BAB dalam batas normal. Saat masuk
Rumah Sakit pasien mengeluh meriang tetapi hanya sehari, pasien juga
mengeluh mual, begah, tetapi tidak disertai muntah. Pasien mengeluh BAB
cair berwarna kuning kehitaman sejak masuk Rumah Sakit, BAB 5 kali
dalam sehari selama tiga hari di Rumah Sakit. BAK lancar berwarna putih
kekuningan, tidak disertai nyeri.
Keluhan seperti bengkak pada kaki disangkal, perut membesar disangkal.
Tidak ada keluhan flu, keluhan nyeri sendi dan tulang disangkal, dan tidak ada
keluhan seperti kuning pada kulit dan mata.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riw. Sindrom Nefrotik sejak tahun 2013 (+), riw. bengkak pada kaki dan
muka tiga tahun lalu (+). Hipertensi (-), asma (-), DM (-), peny. Jantung (-).
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riw. Penyakit Ginjal (-), Hipertensi (-), DM (-), asma (-), peny. Jantung (-).
6. Riwayat Pengobatan :
Penggunaan Steroid (Metil Prednisolon) selama tiga tahun.
7. Riwayat Kebiasaan :
Konsumsi minuman berenergi (-), jamu (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada Rabu 29 Juni 2016 pukul 16.30 WIB.

1. Keadaan Umum
a. Kesadaran : Compos Mentis
b. Kesan sakit : Sakit sedang
c. Status gizi : BB: 45 kg, TB: 160 cm, BMI: 17,58 kg/m2 (gizi kurang)
2. Tanda Vital
a. Tekanan Darah: 110/70 mmHg

2
b. Nadi : 88 x/menit
c. Pernapasan : 24 x/menit
d. Suhu : 37,0 C
3. Status Generalis
a. Kulit : Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-)
b. Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata
c. Mata : Konjungtiva anemis (+/+) , sklera ikterik (-/-), pupil isokor,
reflex cahaya (+/+)
d. Telinga : Normotia, sekret (-), nyeri tekan (-/-)
e. Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), discharge (-)
f. Mulut : Bentuk normal, pucat (-), sianosis (-)
g. Leher : KGB membesar (-), tiroid membesar (-), JVP 5+2 cmH2O
h. Thoraks :
Inspeksi : Bentuk simetris; warna sawo matang; ikterik (-);
efloresensi bermakna (-); sianosis (-); gerak napas simetris; tulang dada,
tulang iga sela iga dalam batas normal, tipe pernapasan thorako-abdominal
Palpasi : pergerakan napas simetris; vocal fremitus simetris; thrill (-)
Perkusi : hemithoraks kanan dan kiri sonor, batas paru dan hepar
setinggi ICS 5 midclavicula kanan suara redup, batas paru dan jantung
kanan setinggi ICS 3-5 garis sternalis kanan suara redup, batas paru dan
atas jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri suara redup, batas paru
dan jantung kiri setinggi ICS 5, 1 jari medial garis midklavicula kiri suara
redup, batas paru.
Auskultasi :
Paru: suara napas trakhea 1:3; suara napas bronchial 1:2; suara napas
subbronkhial 1:1; suara napas vesikuler 3:1; ronkhi -/-, wheezing -/-,
Jantung: Irama teratur, BJ I dan II regular, gallop (-), murmur (-)
i. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk datar; warna sawo matang; ikterik (-); efloresensi
bermakna (-); spider navy (-); tampak asites (-); pernapasan thorako-
abdominal

3
Auskultasi : Bising usus 3x/menit, venous hump (-), arterial bruit (-)
Perkusi : Timpani 4 kuadran, shifting dullness (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), hepar
dan lien tidak teraba membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (-), turgor
kulit baik
j. Ekstremitas atas : simetris, proporsional, warna sawo matang,
deformitas (-), akral hangat (+/+), oedem (-)
k. Ekstremitas bawah : simetris, proporsional, warna sawo matang
deformitas (-), akral hangat (+/+), oedem (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium (Kamis, 23 Juni 2016, pukul 21.45 WIB)

NO. PARAMATER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


HEMATOLOGI
1 Hemoglobin 6,6 g/dL 13,0 - 18,0
2 Eritrosit 2,59 x10^6/uL 4,50 - 6,50
3 Leukosit 22,42 x10^3/uL 3,80 - 10,60
4 Trombosit 569 x10^3/uL 150,0 - 440,0
5 Hematokrit 19,1 % 40,0 - 52,0
6 MCV 74 fL 80 - 100
7 MCH 26 pg 26 34
8 MCHC 35 g/dL 35 36
9 RDW-CV 13,5 % 12,2 15,3
KIMIA
10 Glukosa Darah Sewaktu 93 mg/dL <140
11 Ureum 125,3 mg/dL 15,0 - 50,0
12 Creatinin 8,756 mg/dL 0,60 - 1,10
13 Cholesterol Total 166 mg/dL <200

V. RESUME
Ny. SA 23 tahun mengeluh sesak tiba-tiba sejak 3 jam SMRS, batuk
berdahak gatal warna kuning putih (+), nyeri dada kiri saat batuk (+),
lemas (+), mual (+), nyeri ulu hati (+), pusing (+). Tekanan Darah 110/70

4
mmHg; nadi 88x/m; pernapasan 24 x/m; suhu 37,0 oC. Pemeriksaan fisik
didapatkan konjungtiva anemis (+/+). Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan Hb: 6,6 g/dL; eritrosit: 2,59x10^6/uL; leukosit:
22,42x10^3/uL; trombosit: 569x10^3/uL; Ht: 19,1%; Ur/Cr: 125,3/8,756
mg/dL.
VI. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) derajat V
Gangguan Ginjal Akut
Gagal Jantung Kronik (CHF)
Asma bronkhial
Sindrom Nefrotik
Anemia ec PGK
VII. DIAGNOSIS KERJA
PGK derajat V ec Sindrom Nefrotik
VIII. TERAPI
O2 3 lpm CaCO3 3x1
IVFD NaCl 0,9% / 24 jam Telmisartan 1x40 mg
Infus Kidmin 1 fl/hari Ambroxol 3x1
Inj Furosemide 2x1 amp Loperamide 4x2 mg
As. Folat 3x1 Codein 3x1

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam

X. FOLLOW UP
Jumat, 24 Juni 2016
S : OS mengeluh sesak (+) sejak 3 jam SMRS, batuk berdahak gatal
warna kuning putih (+) sejak 1 minggu SMRS, Sakit dada sebelah kiri saat

5
batuk, lemas (+), nyeri ulu hati (+), demam (-), mual (-), muntah (-),
pusing (-). BAK dan BAB dalam batas normal. HT (-), DM (-).
O : Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 28 kali/menit
Suhu : 36,5 C
Kesadaran : Compos mentis
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax
Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : Rata, supel, bising usus (+), nyeri tekan (+)
- + -
+- - +-
+- +- +
-
Ekstremitas atas + + +
: Akral hangat +/+, oedem -/-
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, oedem -/-

Pemeriksaan laboratorium (Jumat, 24 Juni 2016, pukul 09.35 WIB)

NO. PARAMATER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


IMUNOLOGI
1 HBs Ag Rapid Non reaktif Non reaktif
2 Anti HCV Rapid Non reaktif Non reaktif

Pemeriksaan laboratorium (Jumat, 24 Juni 2016, pukul 14.48 WIB)

NO. PARAMATER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


URINALISIS FISIK / KIMIAWI
1 Warna Kuning Kuning
2 Kejernihan Jernih Jernih
3 Ephitel Positif /lpk -
4 Leukosit 1-2 /lpb 0-5
5 Eritrosit 0-1 /lpb 0-1

1
6 Kristal Negatif -
7 Silinder + Hialin -
8 Bakteri Negatif -
9 Berat Jenis 1,020 1,002 1,030
10 pH 6,0 4,5 8,0
11 Protein Positif 2 Negatif
12 Glukosa Negatif Negatif
13 Keton Negatif Negatif
14 Darah / Hb Negatif Negatif
15 Bilirubin Negatif Negatif
16 Urobilinogen 0,2 E.U/dL 0,2 1
17 Nitrit Negatif Negatif
18 Leukosit Esterase Negatif Negatif

A : PGK derajat V
Anemia ec PGK
Hipertensi
P :
O2 3 lpm As. Folat 3x1
IVFD NaCl 0,9% / 24 jam CaCO3 3x1
Infus Kidmin 1 fl/hari Amlodipin 1x5 mg
Inj Furosemide 2x1 amp Transfusi PRC II labu

Sabtu, 25 Juni 2016


S : OS mengeluh sesak saat batuk (+), batuh berdahak warna kuning
putih (+), BAB cair >5x, mual (+)
O : Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Pernapasan : 28 kali/menit
Suhu : 36,7 C
Kesadaran : Compos mentis
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax

2
Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : Rata, supel, bising usus (+), nyeri tekan (+)
- + -
+- - +-
+- +- +
-
Ekstremitas atas + hangat
: Akral + ++/+, oedem -/-
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, oedem -/-

Pemeriksaan laboratorium (Sabtu, 25 Juni 2016, pukul 08.15 WIB)

NO. PARAMATER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


HEMATOLOGI
1 Hemoglobin 9,4 g/dL 13,0 - 18,0
2 Eritrosit 3,66 x10^6/uL 4,50 - 6,50
3 Leukosit 20,14 x10^3/uL 3,80 - 10,60
4 Trombosit 385 x10^3/uL 150,0 - 440,0
5 Hematokrit 26,5 % 40,0 - 52,0
6 MCV 72 fL 80 - 100
7 MCH 26 pg 26 34
8 MCHC 36 g/dL 35 36
9 RDW-CV 14,3 % 12,2 15,3
KIMIA
10 Ureum 130,5 mg/dL 15,0 - 50,0
11 Creatinin 9,15 mg/dL 0,60 - 1,10
12 Cholesterol Total 132 mg/dL <200
13 Trigliserida 141 mg/dL <135
14 Cholesterol HDL 45 mg/dL >45
15 Cholesterol LDL 59 mg/dL <150

A : PGK derajat V
Anemia ec PGK
Hipertensi
P :
O2 3 lpm IVFD NaCl 0,9% / 24 jam

3
Infus Kidmin 1 fl/hari Amlodipin 1x5 mg
Inj Furosemide 2x1 amp Diatab 3x600 mg
As. Folat 3x1 Transfusi PRC II labu
CaCO3 3x1

Senin, 27 Juni 2016


S : OS mengeluh batuh berdahak warna kuning (+), sesak (+), BAB
cair >5x, nyeri ulu hati (+)
O : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 28 kali/menit
Suhu : 37,0 C
Kesadaran : Compos mentis
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax
Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : Rata, supel, bising usus (+), nyeri tekan (+)
- + +
+- - -
+- +- +
-
Ekstremitas atas + hangat
: Akral + ++/+, oedem -/-
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, oedem -/-

A : PGK derajat V
Anemia ec PGK
P :
O2 3 lpm As. Folat 3x1
IVFD NaCl 0,9% / 24 jam CaCO3 3x1
Infus Kidmin 1 fl/hari Telmisartan 1x40 mg
Inj Furosemide 2x1 amp Ambroxol 3x1

4
Loperamide 3x2 mg

Selasa, 28 Juni 2016


S : OS mengeluh batuk berdahak warna kuning sejak 2 minggu lalu,
sesak (+), nyeri ulu hati (+), BAB cair 5x/hari, mual (-), muntah (-).
O : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu : 37,0 C
Kesadaran : Compos mentis
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax
Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : Rata, supel, bising usus (+), nyeri tekan (+)
- + -
+- - +-
+- +- +-
-
+
Ekstremitas atas + hangat
: Akral + ++/+, oedem -/-
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, oedem -/-

A : PGK derajat V ec Sindrom Nefrotik


Anemia ec PGK
P :
O2 3 lpm CaCO3 3x1
IVFD NaCl 0,9% / 24 jam Telmisartan 1x40 mg
Infus Kidmin 1 fl/hari Ambroxol 3x1
Inj Furosemide 2x1 amp Loperamide 4x2 mg
As. Folat 3x1 Codein 3x1

5
Rabu, 29 Juni 2016
S : OS mengeluh batuk berdahak warna kuning (+), sesak berkurang
(+), nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (-), BAB dan BAK normal.
O : Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 78 kali/menit
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu : 37,3 C
Kesadaran : Compos mentis
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax
Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : Rata, supel, bising usus (+), nyeri tekan (+)
- + -
+- - +-
+- +- +-
-
+
Ekstremitas atas + hangat
: Akral + ++/+, oedem -/-
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, oedem -/-

Pemeriksaan laboratorium (Rabu, 29 Juni 2016, pukul 13.54 WIB)

NO. PARAMATER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


KIMIA
1 Albumin 1,6 g/dL 3,50 5,00

A : PGK derajat V ec Sindrom Nefrotik


Anemia ec PGK
P :
O2 3 lpm As. Folat 3x1
IVFD NaCl 0,9% / 24 jam CaCO3 3x1
Infus Kidmin 1 fl/hari Telmisartan 1x40 mg
Inj Furosemide 2x1 amp Ambroxol 3x1

6
Loperamide 4x2 mg Codein 3x1

Kamis, 30 Juni 2016


S : OS mengeluh mual (+), lemas (+), pusing (+), batuk berdahak
(+), muntah (-), BAB dan BAK normal.
O : Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu : 36,8 C
Kesadaran : Compos mentis
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax
Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : Rata, supel, bising usus (+), nyeri tekan (-)
- - -
+- +
- +-
+- +- +-
-
+
Ekstremitas atas + hangat
: Akral + ++/+, oedem -/-
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, oedem -/-

A : PGK derajat V ec Sindrom Nefrotik


Anemia ec PGK
P :
O2 3 lpm CaCO3 3x1
IVFD NaCl 0,9% / 24 jam Telmisartan 1x40 mg
Infus Kidmin 1 fl/hari Ambroxol 3x1
Inj Furosemide 2x1 amp Loperamide 4x2 mg
As. Folat 3x1 Codein 3x1

Jumat, 01 Juli 2016

7
S : OS mengeluh lemas (+), batuk berdahak jarang (+), pusing (+),
BAB sedikit cair 2x/hari, mual (+), muntah (-)
O : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu : 37,0 C
Kesadaran : Compos mentis
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax
Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : Rata, supel, bising usus (+), nyeri tekan (-)
- -- -
+- + +
- +-
+- +- +-
-
+
Ekstremitas atas + + +
: Akral hangat +/+, oedem -/-
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, oedem -/-

A : PGK derajat V ec Sindrom Nefrotik


Anemia ec PGK
P :
IVFD NaCl 0,9% / 24 jam Telmisartan 1x40 mg
Infus Kidmin 1 fl/hari Ambroxol 3x1
Inj Furosemide 2x1 amp Loperamide 4x2 mg
As. Folat 3x1 Codein 3x1
CaCO3 3x1

XI. DAFTAR MASALAH

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD)
merupakan suatu penyakit dengan etiologi beragam yang mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Kriteria PGK tertera pada tabel 1. Dari data yang
dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2014
didapatkan penyebab terbanyak PGK, antara lain penyakit ginjal hipertensi
(37%), nefropati diabetika (27%), dan glomerulopati primer (10%).
Sindrom nefrotik merupakan presentasi klinis yang dapat ditemukan pada
etiologi tersebut.
Sindrom nefrotik (SN) merupakan suatu kumpulan gejala dan tanda
patognomonik penyakit glomerular yang ditandai dengan edema anasarka,
proteinuria masif (>3,5 g/24 jam/1,73m2 pada orang dewasa atau
40mg/jam/m2 pada anak-anak), hipoalbuminemia (<3,5 g/hari),
hiperkolesterolemia dan lipiduria. Beberapa episode SN adalah self-
limited, dan sebagian diantaranya respons terhadap terapi spesifik, namun
pada sebagian kasus merupakan kondisi yang kronis dan dapat
berkembang menjadi gagal ginjal yang progresif.
Sindrom nefrotik dapat menjadi progresif dan berkembang menjadi
penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) atau End Stage Kidney Disease
(ESKD). Rata-rata persentase progresifitas SN (tanpa melihat etiologi
masing-masing) menuju PGTA dan dialisis dalam 5 tahun, 10 tahun, 15
tahun, dan 20 tahun, antara lain 33%, 45%, 63%, dan 72%. Prognosis SN
serta progresifitasnya menuju PGTA bervariasi dan secara utama
bergantung dari etiologi SN itu sendiri. Glomerulonefritis lesi minimal
terasosiasi dengan prognosis dan fungsi renal yang relatif lebih baik,
berbeda dengan glomerulosklerosis fokal segmental yang 25-30%
pasiennya berkembang menjadi PTGA dalam 5 tahun dan 30-40% dalam

9
10 tahun. Oleh karena itu, mendiagnosis etiologi dari sindrom nefrotik
serta menegakkan diagnosis PGK pada pasien dengan sindrom nefrotik
merupakan langkah awal yang perlu dilakukan untuk mempersiapkan
langkah-langkah berikutnya dalam menghambat progresifitas PGK menuju
PGTA.

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan


struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama


3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal

Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

II. PATOFISIOLOGI
2.1 Proteinuria
Dalam keadaan fisiologis kurang dari 0,1% albumin plasma
terfiltrasi melalui glomerulus. Hal ini terjadi karena lapisan dari
glomerulus yaitu membran basal glomerular (MBG) yang merupakan
lapisan aselular yang terdiri dari kolagen dan glikoprotein yang terletak
diantara glomerular capillary wall dan lapisan dalam dari kapsula
Bowman. Kolagen dalam MBG memberikan kekuatan secara struktural
dan glikoprotein mencegah terfiltrasinya protein plasma yang kecil, seperti
albumin. Hal ini dapat terjadi karena glikoprotein memiliki muatan
negatif, sehingga albumin dan protein plasma lainnya tidak dapat lewat.
Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier)
dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier).
Pada sindrom nefrotik terjadi kelainan pada sistem filtrasi
glomerulus yang terdiri dari 3 lapisan, sel endotel, MBG, dan lapisan sel

10
epitel (podosit). Pada SN terjadi kerusakan membran basal glomerulus dan
sel podosit dan terjadi gangguan pada mekanisme penghalang MBG,
akibatnya protein plasma terutama albumin dapat melewati membran basal
glomerulus dan celah-celah antar sel podosit sehingga terjadi proteinuria
masif.(kapsel) Proteinuria menyebabkan penurunan serum albumin dan
diikuti dengan peningkatan sintesis albumin oleh liver. Pada tahap dimana
liver tidak mampu mengkompensasi jumlah pengeluaran protein lewat urin
dengan sintesis albumin, kadar plasma albumin akan terus menurun dan
terjadi hipoalbuminemia.
2.2 Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN
hipoalbuminemia terjadi karena penurunan tekanan onkotik plasma
sehingga hepar berusaha mempertahankan tekanan onkotik dengan cara
meningkatkan sintesis albumin, namun pada SN mekanisme kompensasi
menumpul sehingga kadar albumin semakin rendah. Hipoalbuminemia
dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin
oleh tubulus proksimal.
2.3 Edema
Terdapat dua mekanisme edema pada pasien SN dengan teori
underfill dan overfill. Teori underfill menyatakan bahwa edema terjadi
akibat rendahnya kadar albumin yang menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma sehingga terjadi transudasi dari pembuluh darah ke
interstitial. Transudasi cairan tersebut menyebabkan penurunan volume
intravaskuler diikuti aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA)
sebagai mekanisme kompensasi yang akan meningkatkan retensi Na dan
air untuk meningkatkan volume intravaskuler yang kemudian juga akan
terjadi transudasi ke ruang interstisial sehingga edema semakin parah.
Teori overfill menjelaskan bahwa adanya defek sekresi natrium oleh
ginjal sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan darah
tinggi serta tekanan onkotik yang rendah memprovokasi transudasi cairan

11
ke ruang ekstraselular sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi
glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan
edema.
2.4 Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density
lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal, atau menurun. Hal ini
disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme
di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron, dan
intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis
lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan tekanan onkotik plasma atau
viskositas yang menurun. Selain itu, berkurangnya aktivitas enzim LCAT
(lecithin cholesterol acyltransferase) yang berfungsi katalisasi
pembentukan HDL dan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju hati
untuk katabolisme diduga berhubungan dengan patogenesis
hiperlipidemia.(IPD) Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai
dengan akumulasi lipid pada debris sel dan cast seperti badan lemak
berbentuk oval (oval fat bodies) dan fatty cast.
2.5 Penyakit ginjal kronik
Patofisiologi terjadinya penyakit ginjal kronik meliputi dua
mekanisme utama, yaitu mekanisme inisial yang spesifik tergantung
etiologi (kerusakan glomerulus maupun tubulus) dan mekanisme
progresifitas, yang berhubungan dengan hiperfiltrasi dan hipertrofi dari
sisa-sisa nefron sebagai mekanisme kompensasi penurunan jumlah nefron.
Proses adaptasi berlangsung singkat dan akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini terus
berlanjut sampai terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak ada lagi. Adanya peningkatan aksis renin-
angiotensin-aldosteron diduga berkontribusi pada adaptasi inisial
hiperfiltrasi dan maladaptasi hipertrofi dan sklerosis. Beberapa hal yang

12
juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal
kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dan dyslipidemia.
Pada SN dapat menjadi progresif dan berkembang menjadi PGTA.
Proteinuria merupakan faktor risiko penentu terhadap progresivitas SN.
Progresivitas kerusakan glomerulus, perkembangan glomerulosklerosis,
dan kerusakan tubulointerstitium dikaitkan dengan proteinuria.
Perkembangan progresivitas penyakit jarang ditemukan pada proteinuria
yang persisten kurang dari 2 g/hari. Risiko akan meningkat sesuai dengan
derajat proteinuria dengan peningkatan risiko yang bermakna pada
proteinuria lebih dari 5 g/hari. Hiperlipidemia juga dihubungkan dengan
mekanisme terjadinya glomerulosklerosis dan fibrosis interstitium pada
SN, walaupun peran terhadap progresivitas penyakitnya belum diketahui
dengan pasti.
III. KLASIFIKASI
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis (GN) primer
dan sekunder seperti tercantum pada tabel 2.
Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik
Glomerulonefritis primer
GN lesi minimal
Glomerulosklerosis fokal segmental
GN membranosa
GN membranoproliferatif
GN proliferatif lain
Glomerulonefritis sekunder
1. Infeksi
HIV, hepatitis virus B dan C
Sifilis, malaria, skistosoma
Tuberkulosis, lepra
2. Keganasan
Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin,
myeloma multipel, dan karsinoma ginjal
3. Penyakit jaringan penghubung
Lupus eritematosus sistemik (LES), artritis rheumatoid, mixed
connective tissue disease (MCTD)

13
4. Efek obat dan toksin
Obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas, penisilamin,
probenesid, air raksa, kaptopril, heroin
5. Lain-lain
Diabetes mellitus, amyloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf
kronik, refluks vesikoureter, atau sengatan lebah
Tabel 2. Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik

Klasifikasi PGK didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat
(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi seperti tercantum pada
tabel 3 dan 4.

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit


Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal 90
atau meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan LFG 60-89
meningkat ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG 30-59
meningkat sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG 15-29
meningkat berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat
Penyakit

Penghitungan LFG menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

*) Pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis Etiologi


Penyakit Tipe mayor
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non-diabetes Penyakit glomerular
(penyakit autoimun, infeksi sistemik,
obat, neoplasia)

14
Penyakit vascular
(penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial
(pielonefritis kronik, batu, obstruksi,
keracunan obat)
Penyakit kistik
(ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopati
Tabel 4. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis
Etiologi

IV. MANIFESTASI KLINIS


4.1 Sindrom nefrotik
Selain keempat komponen SN (proteinuria, hiperlipidemia, edema
anasarka, hipoalbuminemia) manifestasi klinis yang dapat ditemukan
antara lain edema tungkai yang progresif, peningkatan berat badan, dan
lemas merupakan presentasi klinis yang tipikal dari SN. Pada tingkat yang
lebih lanjut, dapat ditemukan edema periorbital atau genital, asites, efusi
pleura atau pericardial. Selain itu, dapat juga ditemukan urin berbuih
(frothy urine) yaitu tanda kadar protein yang tinggi dalam urin, arthralgia
(hydrarthrosis), dispneu (akibat efusi pleura), nyeri perut (akibat asites),
garis putih pada kuku atau Muehrckes band (akibat hipoalbuminemia).
Pasien yang datang dengan edema atau asites yang baru muncul, tanpa
dispneu tipikal dari CHF atau sirosis hepatis, harus dilakukan pemeriksaan
ke arah SN.
4.2 Penyakit ginjal kronik
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan
daya cadang ginjal, pada keadaan dimana LFG masih normal atau
meningkat. Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron secara progresif,
yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Sampai

15
LFG sebesar 60% pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik),
tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urem dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 30% mulai terdapat keluhan seperti nokturia, badan
lemah, mual, nafsu makan menurun, dan penurunan berat badan. Pada
LFG dibawah 30% terjadi beberapa gejala seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual,
muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi pada
saluran kemih, saluran napas, maupun saluran cerna. Dapat terjadi
gangguan keseimbangan air hipo atau hipervolemi, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain kalium dan natrium. Pada LFG
dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy) antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Tahap ini merupakan
tahap dinyatakan sebagai gagal ginjal.
V. DIAGNOSIS
Evaluasi klinis penderita SN mencakup diagnosis SN dan diagnosis
etiologi SN. Pemeriksaan untuk menunjang diagnosis tersebut mencakup
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis SN
dapat ditegakkan dengan adanya tanda klinis edema, proteinuria masif atau
nefrotik (>3-3,5 gram/24 jam urine atau spot urine rasio protein: kreatinin
>300-350 mg/mmol atau >3-3,5 mg/mg), hipoalbuminemia (<2,5 g/dL),
hiperlipidemia berat (total kolesterol biasanya > 10mmol/L atau > 386
mg/dL). Keberadaan etiologi dengan jumlah banyak dan terapi yang relatif
non spesifik, evaluasi diagnostik diarahkan kecurigaan secara klinis ke
arah penyakit tertentu. Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan
berbagai infeksi, dan riwayat penyakit sistemik yang berhubungan dengan
etiologi sekunder SN harus digali terlebih dahulu sebelum menaruh
kecurigaan terhadap penyebab primer (Tabel 5 dan Tabel 6). Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan antara lain, pemeriksaan urin (urinalisis,
pemeriksaan sedimen urin, pemeriksaan protein urin), pemeriksaan kadar
serum albumin, pemeriksaan serologi, dan biopsi ginjal. Studi pencitraan

16
umumnya tidak membantu dalam pemeriksaan pasien dengan SN. Biopsi
ginjal biasanya direkomendasikan pada pasien SN untuk menentukan jenis
kelainan histopatologi ginjal yang menentukan prognosis dan respon
terhadap terapi.
Penegakkan diagnosis PGK dapat dilakukan dengan memenuhi salah
satu kriteria diagnostik PGK (Tabel 1) atau yang tertera pada tabel 7.
Tanda (marker) kelainan (damage) ginjal yang didefinisikan adalah spot
urine rasio albumin:kreatinin >30mg/g, kelainan sedimen (casts, sel epitel
tubulus), studi pencitraan (ginjal polikistik, hidronefrosis, ginjal mengecil).
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dihitung dengan creatinine clearance test
(CCT) baik secara estimasi (Rumus Cockcroft-Gault) atau dengan koleksi
urin 24 jam.

Etiologi Primer dan Penemuan Klinis pada Sindrom Nefrotik


Etiologi Penemuan Patologis Klinis

GN lesi minimal Biopsi renal: tidak ada Asimtomatik atau


kelainan pada gejala ringan seperti
glomerulus ISPA

Glomerulosklerosis Mikroskop elektron: Hipertensi, insufisiensi


fokal segmental sklerosis dan hialinosis renal, hematuria
pada glomerulus (<
50%)
GN membranosa Mikroskop elektron: Pada usia 30-50 tahun,
penebalan membran hematuria
basal glomerulus, mikroskopik, 25%
deposit IgG dan C3 penderita memiliki
riwayat SLE, hepatitis
B, keganasan, atau
drug-induced
nephrotic syndrome

Tabel 5. Etiologi Primer dan Penemuan Klinis pada Sindrom Nefrotik

17
Etiologi Sekunder dan Penemuan Klinis pada Sindrom Nefrotik
Etiologi Klinis
Diabetes mellitus Glukosuria, hiperglikemia, polyuria
Systemic lupus erythematosus Anemia, arthralgia, autoantibodi,
fotosensitivitas, pericardial atau efusi
pleura, ruam
Hepatitis B atau C Peningkatan transaminase, risiko
NSAID Klinis lesi minimal
Amiloidosis Kardiomiopati, hepatomegaly,
neuropati perifer
Multiple myeloma Abnormal elektroforesis protein urin,
nyeri pinggang, renal insufisiensi
HIV Klinis seperti glomerulosklerosis fokal
segmental, penurunan sel CD4
Preeklamsia Edema dan proteinuria saat hamil,
hipertensi
Tabel 6. Etiologi Sekunder dan Penemuan Klinis pada Sindrom
Nefrotik

Pendekatan Klinis Penyakit Ginjal Kronik


Gambaran Klinis
Sesuai penyakit yang mendasari (diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia, LES, dll)
Sindrom uremia (lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
volume overload, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, pericarditis,
kejang-kejang sampai koma)
Gejala komplikasi (hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit)
Gambaran Laboratoris
Sesuai penyakit yang mendasari
Penurunan fungsi ginjal (peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum
dan penurunan LFG)
Kelainan biokimiawi darah (penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau
hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik)

18
Kelainan urinalisis (proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,
isostenuria)
Gambaran Radiologis
Foto polos abdomen (batu radio-opak)
Ultrasonografi ginjal (ukuran ginjal mengecil, korteks menipis,
hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi)
Pielografi antegrad dan retrograd: atas indikasi
Renografi: atas indikasi
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Untuk ginjal dengan ukuran mendekati normal
Mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi
hasil terapi
Kontraindikasi: contracted kidney, ginjal polikistik, hipertensi yang
tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal
napas, dan obesitas
Tabel 7. Pendekatan Klinis Penyakit Ginjal Kronik

VI. TATALAKSANA
6.1 Terapi spesifik
Patogenesis sebagian besar penyakit glomerular dikatikan dengan
gangguan imun, dengan demikian terapi spesifiknya adalah pemberian
imunosupresif. Kontras dengan penderita SN anak yang responsif dengan
terapi steroid, studi mengenai pemberian steroid pada orang dewasa masih
sedikit dan kontroversial sampai sekarang. Para pakar merekomendasikan
pemberian terapi steroid, terutama pada GNLM. Penderita SN dewasa
dianjurkan untuk melakukan biopsi ginjal sebelum memulai terapi spesifik
untuk menegakkan diagnosis etiologi SN dan prognosisnya.
Regimen penggunaan kortikosteroid pada penderita SN bermacam-
macam, diantaranya prednisone 125 mg setiap 2 hari sekali selama dua
bulan kemudian dosis dikurangi bertahap dan dihentikan setelah 1-2 bulan
(jika relaps terapi dapat diulangi). Selain itu, dapat juga diberikan
prednisone/prednisolone 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 4 minggu diikuti 1
mg/kgBB selang 1 hari selama 4 minggu dan diteruskan selama 20-24
minggu. Regimen lain yaitu prednison 1mg/KgBB/hari atau 60 mg/hari

19
dapat diberikan antara 4-12 minggu, selanjutnya diturunkan secara
bertahap dalam 2-3 bulan.
Respon klinis terhadap steroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap,
remisi parsial, dan resisten. Remisi lengkap didefinisikan proteinuria
minimal (<200mg / 24 jam), serum albumin > 3 g/dL, serum kolesterol
<300 mg/dL, diuresis lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika
proteinuria < 3,5 g/hari, serum albumin >2,5 g/dL, serum kolesterol < 350
mg/dL, diuresis kurang lancar, dan masih edema, sedangkan resisten jika
klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan adanya perubahan atau
perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid. Pemberian
steroid memberi remisi lengkap pada 67% kasus GNLM, remisi lengkap
atau parsial pada 50% GNMN dan 20-40% GNFS. Perlu diperhatikan efek
samping pemakaian steroid jangka lama diantaranya nekrosis aseptik,
katarak, osteoporosis, hipertensi, dan diabetes mellitus.
Penderita yang mengalami relaps setelah steroid dihentikan (steroid-
dependent) atau mengalami relaps >3 kali dalam setahun (frequently
relapsing) bisa diberikan siklofosfamid atau klorambusil. Dosis
siklofosfamid yang dapat diberikan yaitu 2 mg/KgBB/ hari selama 8-12
minggu. Pemberian siklofosfamid memberi remisi yang lebih lama dari
steroid (75% selama 2 tahun). Pada penggunaan siklofosfamid perlu
diwaspadai terjadinya efek samping, berupa infertilitas, cystitis, alopecia,
infeksi, dan keganasan. Klorambusil digunakan dengan alasan yang sama
dengan siklfosfamid, dengan dosis 0,1-0,2 mg/KgBB/hari selama 8-12
minggu. Efek samping klorambusil adalah azospermia dan agranulositosis.
Pada penderita yang mengalami relaps setelah pemberian
siklofosfamid, dapat diberikan siklosporin A dengan dosis awal 3-5
mg/KgBB/hari selama 6 bulan sampai 1 tahun (setelah 6 bulan dosis
diturunkan 25% setiap 2 bulan). Efek samping obat ini adalah hiperplasia
gingival, hipertrikosis, hiperurisemi, hipertensi dan nefrotoksisitas.

20
6.2 Terapi non-spesifik
Proteinuria merupakan manifestasi utama pada SN dan juga
merupakan faktor prognosis utama terhadap progresifitas menuju PGTA
pada PGK sehingga tatalaksana untuk mengurangi bahkan menghilangkan
proteinuria sangat fundamental. Pada sebagian pasien terapi spesifik
(imunosupresif) dapat mengurangi proteinuria, namun pemberian terapi
tambahan biasanya diperlukan. Pemberian Angiotensin Converting
Enzyme inhibitor (ACE-I) secara monoterapi atau bersamaan dengan
Angiotensin II receptor blocker (ARB) telah terbukti menurunkan
proteinuria dan menurunkan resiko progresifitas PGK pada penderita SN.
Prinsip pemberian ACE-I maupun ARB adalah dengan dosis rendah dalam
2 minggu pertama, kemudian ditingkatkan secara perlahan. Rekomendasi
dosis yang diberikan bervariasi, namun enalapril 2,5 mg-20 mg per hari
dapat diberikan.
Penatalaksanaan utama pada edema adalah menciptakan
keseimbangan negatif dari natrium karena hubungannya dengan retensi
natrium pada SN. Penatalaksanaan secara umum, antara lain pembatasan
asupan natrium (1-2 gram/hari) dan cairan (maksimal 1,5 liter/hari), dan
pemberian diuretik. Edema lebih baik diturunkan secara perlahan dengan
target penurunan berat badan 0,5-1 kg/hari, karena diuresis yang agresif
dapat menyebabkan gangguan elektrolit, insufisiensi renal, dan
tromboemboli akibat hemokonsentrasi. Diuretika loop (furosemid) adalah
golongan diuretik yang umum digunakan dengan dosis 40-120 mg/hari dan
diberikan secara intravena karena absorpsi biasanya terganggu akibat dari
edema intestinal. Selain itu, hipoalbuminemia juga menyebabkan
penurunan efektifitas dosis diuretik. Pemberian tiazid dan diuretik hemat
kalium dapat pula diberikan sebagai tambahan.
Sehubungan dengan hipoalbuminemia, penderita SN diberikan diet
tinggi kalori/karbohidrat yaitu 35 kalori/kgBB/hari (untuk memaksimalkan
penggunaan protein yang dimakan) dan cukup protein (0,8-1

21
mg/KgBB/hari). Pemberian albumin masih kontroversial dan terasosiasi
dengan efek samping, seperti hipertensi dan edema paru.
Tingginya kadar lipid dalam darah berisiko terhadap terjadinya
atherogenesis atau infark miokard pada pasien SN. Golongan obat yang
dapat digunakan antara lain, golongan HMG-CoA reductase atau statin
(simvastatin, atorvastatin) dan golongan fibrat (gemfibrozil, fenofibrat,
klofibrat, bezafibrat).
Pada SN dapat terjadi hiperkoagulasi yang dapat meningkatkan risiko
trombosis, pilihan obat yang dapat diberikan yaitu aspirin (100 mg/hari)
atau dipiridamol (3x75 mg). Apabila terjadi trombosis atau emboli paru,
dapat diberikan heparin intravena selama 5 hari, diikuti pemberian
warfarin oral sampai 3 bulan atau setelah terjadinya remisi SN. Pemberian
heparin dipantau dengan activated partial thromboplastin time (APTT) 1,5-
2,5 kali kontrol, sedangkan efek warfarin dengan prothrombin time (PT)
yang biasa dinyatakan dengan international normalized ratio (INR) 2-3
kali normal.
6.3 Terapi penyakit ginjal kronik
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik
terhadap penyakit yang mendasari sebelum terjadi penurunan LFG. Dapat
dilakukan pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid yang dapat
memperburuk keadaan pasien seperti gangguan keseimbangan cairan,
hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi saluran
kemih, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan
aktivitas penyakit dasar.
Faktor utama terjadinya perburukan fungsi ginjal adalah hiperfiltrasi
glomerulus, cara yang dapat mengurangi hiperfiltrasi glomerulus yaitu,
pertama pembatasan asupan protein yang dimulai jika LFG 60 ml/mnt.
Pembatasan asupan protein berguna untuk mengurangi penimbunan
substansi nitrogen dan ion anorganik lain yang dapat mengakibatkan
terjadinya sindrom uremia, dan berguna untuk mengurangi terjadinya
perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan

22
tekanan intraglomerulus yang akan mengakibatkan peningkatan
progresifitas perburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein
berkaitan dengan fosfat yang dapat mencegah terjadinya hiperfosfatemia.
Protein yang diberikan sebanyak 0,6-0,8/kgBB/hari, dengan pemberian
jumlah kalori sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari, dan perlu pemantauan teratur
terhadap gizi pasien. Kedua dapat diberikan terapi farmakologi untuk
mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus yang
dapat memperlambat perburukan kerusakan nefron dan risiko penyakit
kardiovaskular. Terapi yang dapat diberikan berupa obat antihipertensi
terutama penghambat enzim converting angiotensin (Angiotensin
Converting Enzyme/ACE inhibitor) yang dapat berfungsi sebagai
antiproteinuria.
Anemia terjadi pada 80-90% pasien PGK yang terutama disebabkan
oleh defisiensi eritropoietin, dapat juga disebabkan oleh defisiensi besi,
kehilangan darah (hematuria, perdarahan saluran cerna), masa hidup
eritrosit yang memendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,
penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut
maupun kronik. Evaluasi anemia jika kadar Hb 10g% atau hematokrit
30%, dengan penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utama,
disamping penyebab lain jika ditemukan. Pemberian eritropoitin (EPO)
dianjurkan dan perlu diperhatikan pemberiannya dengan kadar besi pasien.
Pemberian transfusi pada PGK dapat dilakukan dengan tetap memantau
jika terjadi kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi
ginjal. Sasaran untuk kadar hemoglobin adalah 11-12 g/dl
Pada PGK dapat terjadi hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Penurunan
kalsitriol dapat menurunkan kalsium terionisasi sehingga meningkatkan
PTH dan terjadi hiperparatiroidisme sekunder akibat osteodistrofi ginjal.
Penatalaksanaan osteodistrofi renal dengan mengatasi hiperfosfatemia
meliputi pembatasan asupan fosfat (600-800 mg/hari), pemberian pengikat
fosfat untuk membatasi absorbsi fosfat pada saluran cerna seperti garam
kalsium (kalsium karbonat/CaCO3). Selain itu pemberian kalsitriol dapat

23
digunakan untuk menekan hormon paratiroid dengan penggunaan yang
dibatasi.
Pembatasan asupan cairan dan elektrolit pada pasien PGK sangat
perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskular. Pemberian air yang dianjurkan 500-800 ml dengan asumsi
air yang keluar melalui insensible water loss dan ditambahkan dengan
jumlah urin.
Terapi pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) dilakukan pada
PGK stadium 5, dimana LFG kurang dari 15 ml/mnt. Indikasi dialysis
antara lain uremia (>200 mg%), asidosis metabolic dengan pH darah <7,2,
hyperkalemia (>7 meq/liter), edema paru atau tanda gagal jantung, klinis
uremia dengan penurunan kesadaran. Terapi pengganti tersebut dapat
berupa hemodialisis, peritoneal dialysis, atau transplantasi ginjal.

Prinsip Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik


Derajat Tatalaksana LFG (ml/mnt/1.73m2)
1 Terapi penyakit dasar, kondisi 90
komorbid, evaluasi pemburukan
fungsi ginjal, memperkecil risiko
kardiovaskular
2 Menghambat pemburukan 60-89
(progression) fungsi ginjal
3 Evaluasi dan terapi komplikasi 30-59
4 Persiapan untuk terapi pengganti 15-29
ginjal
5 Terapi pengganti ginjal <15
Tabel 8. Prinsip Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,


Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing 2014.p.2161-7
2. Lydia A, Marbun MB. Sindrom Nefrotik. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing 2014.p.2082-9
3. Bargman JM, Skorecki K. Chronic Kidne Disease. In: Longo DL, Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, eds.Harrisons Principles of
Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill;2012.
4. Sherwood L. Human Physiology From Cells to Systems. 6th ed. Thomson
Brooks/Cole. 2007.p.501-546
5. Kodner C. Nephrotic Syndrome in Adults. BMJ 2008; 336:1185-9
6. Tanto C, Hustrini NM. Penyakit Ginjal Kronis. In: Tanto C, Liwang F,
Hanifati S, Pradipta EA, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 4th ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2014.p.644-7.
7. Tanto C, Hustrini NM. Sindrom Nefrotik. In: Tanto C, Liwang F, Hanifati S,
Pradipta EA, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 4th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 2014.p.649-51.
8. Gunawan CA. Sindrom Nefrotik Patogenesis dan Penatalaksanaan. CDK
2006; 150:50-4

25

Anda mungkin juga menyukai