Anda di halaman 1dari 66

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1 Identitas
I.1.1 Identitas Pasien
Nama : An. D
Jenis kelamin : Laki - laki
Tempat dan tanggal lahir : Jakarta, 1 Juli 2005
Umur : 11 tahun 10 bulan
Alamat : Pedurenan, Bekasi, Jawa Barat
No. rekam medis : 2300845
Tanggal masuk rumah sakit : 2 Mei 2017

I.1.2. Identitas orang tua


Data Orang Tua Ayah Ibu
Nama Tn. E Ny. I
Umur 52 tahun 49 tahun
Pendidikan SMK SMA
Pekerjaan Kuli Bangunan Ibu Rumah Tangga
Agama Islam Islam
Suku Bangsa Sunda Sunda

I.2. Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesa dengan ayah pasien pada Kamis, 4 Mei 2017
pukul 16.00 WIB.
Keluhan Utama
Nyeri kepala hebat sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit
Keluhan Tambahan
Demam, nyeri leher, nyeri kedua bola mata, mual muntah

1
Riwayat Penyakit Sekarang
Tiga bulan SMRS, saat berada dirumah tiba-tiba pasien mengeluh nyeri
kepala yang sangat hebat, pasien memegangi kepalanya sebelah kiri dan mengatakan
kepala kirinya sangat nyeri. Rasa nyeri kepala dideskripsikan seperti diikat dengan
tali yang sangat kencang di daerah kepala. Sakit dirasakan terus menerus sepanjang
hari, tidak hilang timbul. Pasien menangis dan terus meringis kesakitan Saat itu
pasien juga dirasa demam sangat tinggi namun ayah pasien tidak mengukur suhu
tubuhnya. Pasien juga mengalami muntah 2 kali. Muntah langsung menyembur atau
menyemprot banyak, tidak keluar sedikit-sedikit. Pasien menjadi kehilangan nafsu
makan, karena setiap makan ia muntah. Pasien tidak mengeluhkan adanya kelemahan
anggota gerak baik anggota gerak atas maupun bawah. Pasien juga tidak
mengeluhkan adanya hilang rasa atau kebas pada bagian tubuhnya baik kepala,
anggota gerak atas dan bawaj ataupun badannya.Ayah pasien tidak tahu harus
memberi obat apa dirumah, sehinga hari itu juga, ayah pasien membawa pasien ke RS
Bella Bekasi. Dokter di rumah sakit Bella menyarankan pasien untuk segera
dilakukan CT Scan Kepala. Hasil dari CT Scan didapatkan adanya benjolan berisi
nanah di otak sebelah kirinya. Karena ukurannya yag cukup besar dan pasien terus
merasa kesakitan, disarankan oleh dokter untuk dilakukan pembedahan, namun
karena RS Bella tidak memiliki fasilitas untuk pembedahan maka dokter
menyarankan pasien untuk dirujuk ke RSUD Bekasi. Pasien dibawa dengan ambulans
menuju RSUD Bekasi.
Di RSUD Bekasi, pasien masuk bangsal rawat dan direncanakan untuk
operasi pembedahan kepala oleh dokter bedah saraf. Operasinya adalah dengam
membuat lubang dikepalanya agar nanah yang ada di otak dapat dikeluarkan. Setelah
dioperasi di pelipis kiri tepat diatas telinga, terdapat luka bekas operasi, yang setiap
harinya keluar nanah dan sedikit darah yang memang menurut dokter bedah hal itu
adalah wajar karena untuk mengeluarkan sisa nanah yang ada di kepalanya. Nanah
yang keluar berwarna kekuning disertai bercak darah, berbau menyengat seperti obat
menurut ayah pasien. Sejak dioperasi pasien tidak lagi merasa nyeri kepala. Pasca
operasi, pasien dirawat di selama 1 minggu, karena merasa bosan dan ingin segera

2
masuk sekolah, pasien memaksa untuk pulang dan akhirnya pasien pulang paksa dari
RSUD Bekasi.
Selama di sekolah dan dirumah, pasien mengenakan kassa untuk menutupi
luka dan menampung nanah yang keluar dari luka operasinya. Pasien rutin mengganti
kassanya sendiri jika dirasa sudah penuh atau kotor. Biasanya pasien mengganti kassa
1 kali sehari. Sekitar 1 minggu kemudian, bekas operasi di pelipis kirinya berhenti
mengelurkan nanah seperti biasanya, namun keluar cairan nanah berwarna
kekuningan lewat telinga kiri pasien selama 1 hari. Namun setelah itu, tidak lagi
pernah keluar cairan nanah baik lewat luka operasi maupun telinga kiri. Semenjak
cairan berhenti keluar, pelipis pasien lama-kelamaan membengkak namun pasien
tidak merasakan keluhan apapun.
Dua bulan sebelum masuk rumah sakit. Pelipis kiri pasien bengkak berukuran
sebesar bola pingpong. Pasien merasakan nyeri kepala yang sangat hebat sampai
pasien menjerit kesakitan. Menurut pasien rasa sakit ini dua kali lipat disbanding rasa
sakit kepala sebelumnya. Ayah pasien segera membawa pasien ke RSUD Bekasi. Di
rumah sakit, pasien diberikan obat-obatan lewat infus, lalu setelah nyerinya mereda,
pasien di pulangkan dan diberi obat pulang puyer racikan dan sirup paracetamol
Tidak dilakukan apapun terhadap bekas luka operasi di pelipis kiri pasien yang
bengkak. Menurut dokter dengan pemberian obat, bengkak dan nyerinya akan
mereda.
Satu minggu setelah pulang, bengkak pelipis tersebut pecah dan
mengeluarkan nanah disertai bercak darah yang sangat banyak kurang lebih satu gelas
air mineral. Nanah tidak hanya keluar dari lubang di pelipis namun juga dari telinga
kiri pasien. Pasien menangis dan menjerit kesakitan. Pasien kembali dibawa ke
RSUD Bekasi dan pasien dirawat selama 1 bulan. Selama perawatan, kembali
dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala dan telinga, hasilnya benjolan berisi nanah
yang ada di otaknya bertambah besar dibandingan foto sebelumnya, dan hasil CT
Scan telinga didapatkan peradangan yang parah pada telinga dan tulang mastoid
pasien yang menurut dokter peradangan ini bersifat berbahaya dan kemungkinan
menjadi sumber masalah benjolan nanah di otaknya. Menurut dokter, harus dilakukan

3
operasi kembali yang kali ini operasi harus dilaksanakan berbarengan dengan dokter
spesialis THT, karena dokter menduga sumbernya adalah peradangan pada telinga
pasien. Dokter menyarankan operasi gabungan tersebut harus dirujuk ke RS
Persahabatan. Namun karena alasan ekonomi, ayah pasien menunda membawa pasien
ke RS Persahabatan. Setelah keadaan pasien stabil, pasien diperbolehkan pulang
dengan membawa obat pulang puyer racikan yang ayah pasien tidak tahu namanya
dan sirup parasetamol.
Selama menunda membawa ke RS Persahabatan, ayah pasien dirumah rutin
memberikan obat puyer dan sirup parasetamol yang diberikan oleh dokter. Obat
puyer diberikan untuk diminum selama 2 minggu, yang diminum 2 kali sehari.
Menurut ayah pasien, setiap pasien mulai merasa nyeri, ayah pasien akan diberikan
sirup parasetamol tersebut dan rasa nyeri pasien akan mereda. Pasien meminumnya
kurang lebih 3 kali sehari. Selama dirumah, pasien melakukan kegiatannya sehari-
hari seperti biasa dan tidak mengalami keluhan.
Lima jam sebelum masuk rumah sakit, pasien tiba-tiba berteriak kesakitan
dikamarnya sambil meringkuk memegangi kepalanya. Sirup parasetamol yang biasa
diberikan sudah habis 1 hari sebelum keluhan ini dirasa. Pasien juga demam namun
tidak diukur berapa suhunya. Ayah pasien segera membawa pasien ke IGD
Persahabatan. Selain merasa nyeri kepala, pasien juga merasa nyeri leher, nyeri pada
kedua mata dan mual. Keluhan benjolan di belakang telinga disangkal, kelemahan
anggota gerak disangkal, penglihatan buram disangkal, pusing berputar disangkal.
Adanya penurunan berat badan diakui ayah pasien, berat badan pasien turun sekitar 4
kg sejak mulai keluhan nyeri kepala muncul 3 bulan yang lalu. Pasien dipasang infus
dan diberikan obat-obatan melalui infus namun ayah tidak tahu nama obat dan
dilakukan foto rontgen dada, foto CT Scan kepala dan CT Scan telinga. Kemudian
keesokan harinya pasien dirawat di bangsal anak.
Di bangsal perawatan anak, pasien direncanakan akan dilakukan pembedahan
gabungan dokter bedah saraf dan dokter THT satu hari setelah masuk rawat. Pasca
tindakan operasi, pasien dirawat di ruang ICU selama 2 hari, kemudian pasien
kembali ke ruang perawatan bangsal anak

4
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah keluhan nyeri kepala hebat seperti ini sebelumnya.
Keluhan ini baru dialami pasien 3 bulan yang lalu. Riwayat trauma, kejang,
kelemahan anggota gerak disangkal. Riwayat keluar cairan dari telinga kiri diakui.
Pasien sering keluar cairan bening agak kuning yang berbau tidak enak dari
telinganya sejak usia 3 tahun. Keluhan keluar cairan dari telinga diawali dengan
demam. Tidak ada batuk, pilek, hidung tersumbat yang mendahului keluhan tersebut.
Menurut ayah pasien semenjak kejadian pertama di usia 3 tahun itu, setiap pasien
demam akan diikuti keluar cairan dari telinga dan pasien merasa nyeri telinga. Setiap
keluhan seperti itu muncul, pasien dibawa ke klinik dan diberikan obat tetes telinga.
Semenjak usia 3 tahun, pasien sering mengorek-ngorek telinganya karena
menurutnya ia merasakan gatal. Ayah pasien melarangnya namun pasien sering
melakukannya diam diam. Benjolan di belakang telinga disangkal. Pendengaran
pasien diakui oleh pasien dan ayahnya memang berkurang. Semenjak memulai
sekolah, pasien selalu minta duduk didepan karena tidak mendengar gurunya
menerangkan jika duduk dibelakang. Pasien juga sering tidak menghiraukan
panggilan orang-orang karena ia merasa tidak mendengar. Pasien belum pernah
memeriksakan fungsi pendengarannya di dokter.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan serupa pada anggota keluarga disangkal. Riwayat keganasan,
penyakit sistem saraf pusat, dan penyakit lain disangkal.

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan.


Pasien tinggal bersama ayah, tiga orang kakak laki-laki dan 1 orang adik laki-
laki, ayah pasien yang bekerja sebagai kuli bangunan dan ibu sebagai ibu rumah
tangga. Namun sekitar 5 tahun yang lalu, ibu dan ayah pasien bercerai dan saat ini ibu
pasien tinggal bersama suami barunya, dan pasien hanya diurus oleh ayahnya. Pasien
tinggal di daerah perumahan padat penduduk, ukuran rumah kurang lebih berukuran

5
10 x 5 meter, dengan 1 kamar mandi dengan wc, 3 kamar tidur, ruang tamu dan
dapur. Ayah mengatakan ventilasi rumahnya baik dan cahaya matahari masuk ke
dalam rumah. Ayah mengaku kebersihan rumah agak kurang terjaga karena kelima
anaknya laki-laki yang tidak biasa melakukan pekerjaan rumah dan ayah sibuk
bekerja. Anak pertama bekerja di tempat pencucian mobil untuk membantu Ayah
mencari nafkah memenuhi kebutuhan adik-adiknya
Kesan : Ekonomi keluarga kurang baik. Lingkungan rumah kurang terawat.

Riwayat Kehamilan Ibu


Status obstetrik ibu G4P4A0
Kontrol kehamilan Ibu kontrol kehamilan di bidan sebanyak 4x
selama masa kehamilan diantar oleh Ayah
Penyakit yang diderita Riwayat demam, nyeri kepala, tekanan darah
selama masa kehamilan tinggi, keputihan dan batuk pilek selama
kehamilan, dan trauma saat kehamilan disangkal
Ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan,
tidak merokok, dan minum-minuman beralkohol.
Perawatan Antenatal Periksa rutin ke bidan diantar Ayah
Trimester pertama : 1 kali/bulan
Trimester kedua : 1 kali/bulan
Trimester ketiga : 2 kali/bulan
Kesan : Kontrol kehamilan rutin dan tidak ada penyakit penyerta selama
kehamilan.

Riwayat Kelahiran
Kelahiran Tempat kelahiran Bidan
Cara persalinan Spontan
Penolong persalinan Bidan
Masa gestasi Cukup bulan, 37 minggu

6
Ketuban Ketuban pecah saat di bidan, ayah
tidak ingat warna ketuban
Keadaan bayi Berat lahir 2800 gram
Panjang badan (tidak ingat)
Lingkar kepala (tidak ingat)
Langsung menangis spontan
Nilai APGAR tidak tahu
Kelainan bawaan tidak ada
Kesan: Bayi lahir spontan, neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan.

Riwayat Imunisasi
Jenis Imunisasi Imunisasi Dasar Ulangan Keterangan
BCG (+) ayah lupa tidak dilakukan Menurut ayah pasien
waktu imunisasi sudah mendapat
Hepatitis B (+) ayah lupa tidak dilakukan semua imunisasi
waktu imunisasi lengkap karena ibu
DPT (+) ayah lupa tidak dilakukan rutin membawa
waktu imunisasi pasien ke posyandu
Polio (+) ayah lupa tidak dilakukan dekat rumah
waktu imunisasi
Campak (+) ayah lupa tidak dilakukan
waktu imunisasi
Kesan: Menurut keterangan ayah pasien, imunisasi dasar lengkap, namun
imunisasi ulangan tidak dilakukan
Riwayat Keluarga
No. Nama Usia / jenis kelamin Hubungan Status
kesehatan
1. Anggi 21 tahun / Laki-laki Kakak Sehat

7
2. Dandi 17 tahun / Laki-laki Kakak Sehat

3. Fahmi 14 tahun / Laki-laki Kakak Sehat

4. Dafi 11 tahun / Laki-laki Pasien Sakit

5. Akbar 6 tahun / Laki-laki Adik Sehat

Riwayat Perkembangan
Perkembangan :
a. Sosial: Pasien 5 SD dan tidak pernah tinggal kelas. Pasien dapat
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Menurut ayah pasien, pasien
adalah anak yang ramah dan mudah bersosialisasi. Pasien selalu bermain
bersama teman temannya setelah pulang.
b. Motorik Halus: Pasien dapat melakukan kegiatan secara mandiri seperti
memakai kancing baju, mengikat tali sepatu
c. Motorik Kasar: Pasien dapat berjalan,melakukan pekerjaan rumah seperti
membantu ibu menyapu, mencuci.
d. Bahasa: pasien dapat berkomunikasi dengan baik.
Pubertas : pada pasien didapatkan ciri kelamin sekunder seperti terdapat
rambut pada ketiak dan rambut halus pada kumis dan janggut, nada suara
yang rendah, prominentia laryngea, terdapat jerawat disekitar wajah. Tidak
dilakukan pemeriksaan distribusi rambut pubis dan ukuran testis. Namun pada
remaja awal, ukuran testis biasanya diatas 5 ml dan diukur dengan
orkidometer prader
Kesimpulan : Riwayat perkembangan anak sesuai dengan usianya.

Riwayat Makanan
MAKANAN BIASA FREKUENSI/Minggu
Nasi Setiap hari, 3x sehari, sebanyak 1 porsi dewasa
Sayur dan buah 2x/hari

8
Daging 1x, 2 potong. Setiap 1 minggu.
Telur 3x, 1 butir. Setiap 1 minggu.
Ikan 4x, setengah ekor. Setiap 1 minggu.
Tahu 2x, 2 potong. Setiap 1 minggu.
3x, 3 potong. Setiap 1 minggu.
Susu 1 kali sehari. Tidak setiap hari.
Kesan : Kualitas dan kuantitas makan pasien cukup baik

I.3. PEMERIKSAAN FISIK


I.3.1. Pemeriksaan Umum
Dilakukan pada tanggal 4 Mei 2017, pukul 17.30 WIB (perawatan hari ke-3).
Kesan umum : Compos mentis, E4M6V5
Tanda-Tanda Vital :
- Frekuensi nadi : 113x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
- Tekanan darah : 132/98 mmHg
- Frekuensi nafas : 20 x/menit, regular
- Suhu tubuh : 37,1C
- Saturasi : 98 % tanpa O2
Status Antropometri:
- Tinggi badan : 132 cm
- Berat badan : 24 kg
Status Gizi ( menurut grafik CDC ) :
BB/U = 24/39 x 100% = 61% (Berat badan kurang)
TB/U = 132/148 x 100% = 89% (Tinggi normal )
BB/TB = 24/28 x 100% = 85 % (Gizi Kurang)
Kesan status gizi: Menurut CDC, anak termasuk gizi kurang

9
I.3.2 Status Generalis
Kepala : Bentuk kepala normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak
mudah dicabut. Terdapat luka terbuka di regio temporal kiri dengan
ukuran 3,5 cm x 2 cm
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher.
Kaku kuduk (-), burdzinsky I (-)
Wajah : Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies.
Mata : Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata, konjungtiva
anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3mm/3mm,
refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),
mata cekung (-/-)
Telinga : AD: Bentuk telinga normal, serumen (+), membran timpani sulit
dinilai, nyeri tekan dan tarik -/-
AS: Bentuk telinga normal, serumen (+), secret mukoid (+),
membrane timpani sulit dinilai, nyeri tekan (-)
Hidung : Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak tampak adanya
sekret. Tidak tampak nafas cuping hidung.
Mulut : Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-) , perdarahan gusi (-),
sianosis (-).
Thoraks
Pulmo :
1. Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi suprasternal dan
supraclavicula (-)
2. Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama
3. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
4. Auskultasi: Suara nafas vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-),wheezing (-/-)
Kesan : Paru dalam batas normal
Cor :
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

10
3. Perkusi : Batas kiri bawah: ICS 5 mid axilaris anterior sinistra
Batas kiri atas: ICS 3 mid clavicularis sinistra
Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal dekstra
Batas kanan atas: ICS 2 parasternal dekstra
4. Auskultasi : Bunyi Jantung I tunggal, intensitas normal
Bunyi jantung II splitting saat inspirasi dan tunggal saat
Ekspirasi (split tak konstan), intensitas normal
murmur (-), gallop (-).
Kesan : Jantung dalam batas normal
Abdomen :
1. Inspeksi : Datar, supel.
2. Auskultasi: Bising usus (+), normal (2-6 x menit)
3. Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
4. Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan (-), turgor baik

Kulit : Sawo matang, sianosis (-), ikterik (-), turgor kembali cepat,
CRT< 2 detik
Ekstremitas : Simetris, sianosis (-/-), akral hangat (+/+), pembesaran
kelenjar getah bening inguinal (-), laseque (-), kerniq (-)
brudzinksi II (-)
Tulang Belakang : Nyeri tekan (-), lordosis (-), kifosis (-), skoliosis(-), massa (-)

I.3.3. Nervus Kranialis


Nervus I : Anosmia (-/-), Hiposmia (-/-), Parosmia (-/-)
Nervus II : Visus baik, penyempitan lapang pandang (-/-), melihat warna
baik
Nervus III,IV,VI : Kedudukan bola mata di tengah, eksotropia (-/-), esotropia (-
/-) pergerakan bola mata ke nasal (+/+), ke temporal (+/+) ke
atas (+/+) ke bawah (+/+), ptosis (-/-)

11
Nervus V : Motorik (+/+), sensibilitas (+/+), reflex kornea (+/+)
Nervus VII : Motorik (+/+), deviasi bibir (-/-), sensibilitas (+/+) normal,
chovtek sign (-)
Nervus VIII : Vertigo (-), nystagmus (-/-), pendengaran (+/+ menurun)
Nervus IX,X : Suara biasa (+), parau/serak (-), menelan (+), merasakan
makanan (+)
Nervus XI,XII : Kedudukan lidah di tengah (+), atrofi lidah (-), tremor (-)

I.3.4. Sistem Motorik


Ekstremitas Atas : Kekuatan distal (5/5) proksimal (5/5), tonus (5/5), atrofi (-/-)
Ekstremitas Bawah : Kekuataan distal (5/5) proksimal (5/5), tonus (5/5), atrofi (-/-)
Badan : Atrofi (-/-), gerakan involunter (-)

I.3.5. Sistem Sensorik


Head to toe : Raba (+/+), nyeri (+/+), suhu (+/+), propioseptif (+/+)

I.3.6. Refleks
Refleks Fisiologis : Biseps (+/+), Triseps (+/+), patella(+/+), achilles(+/+)
Refleks Patologis : Babinski (-/-), chaddok (-/-), Hoffman (-/-)

I.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
a. Hematologi
Tanggal 02-05-2017 di IGD RS Persahabatan

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi
Darah perifer lengkap
Hb 9,7 12,5 16,1 gr/dl
Ht 29,5 36 - 47%

12
Eritrosit 5,2 4,0 5,2 juta/L
MCV 56,5 78 95 fL
MCH 18,6 26 32 pg
MCHC 32,9 32 36 gr/dL
Trombosit 409000 150.000 350.000/L
Leukosit 12890 4.500 13.500/L
Hitung Jenis
Eosinofil 0,3 1-3 %
Basofil 0,0 0-1%
Neutrofil 75,3 52-76 %
Limfosit 13,5 20-40 %
Monosit 10,9 2-8 %
RDW-CV 16,6 <14,5
Hemostasis
Masa Perdarahan 400 1.00-6.00 menit
IVY
Masa Pembekuan 1000 10-15 menit
Lee and White
PT + INR
PT Pasien 10,5 9,8 11,2 detik
Kontrol 11,0
INR 0,94
APTT pasien 32,4 31-47 detik
Kontrol 33,3
Kimia Klinik
SGOT 54 5-34 U/L
SGPT 28 0-55 U/L
Ureum 11 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,50 0,6-1,2 mg/dL

13
Gula Darah 126 70-200 mg/dL
Sewaktu
Elektrolit
Na 128 135-145 mEq/L
K 3,3 3,5-5 mEq/L
Cl 95,0 98-107 mEq/L
Kesan: Anemia + Trombositosis + Hiponatremia + Hipokalemia + Hipoklorida

Tanggal 03-05-2017 di Bangsal Anak RS Persahabatan

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi
Darah perifer lengkap
Hb 9,4 12,5 16,1 gr/dl
Ht 29,3 36 - 47%
Eritrosit 5,61 4,0 5,2 juta/L
MCV 56,8 78 95 fL
MCH 18,2 26 32 pg
MCHC 32,1 32 36 gr/dL
Trombosit 410000 150.000 350.0000/L
Leukosit 7.710 4.000 10.500/L
Hitung Jenis
Eosinofil 0,1 1-3 %
Basofil 0,0 0-1%
Neutrofil 91,1 52-76 %
Limfosit 6,2 20-40 %
Monosit 2,6 2-8 %
RDW-CV 16,6 <14,5
Hemostasis
PT + INR

14
PT Pasien 10,9 9,8 11,2 detik
Kontrol 11,0
INR 0,97
APTT pasien 30,1 31-47 detik
Kontrol 33,7
Kimia Klinik
SGOT 60 5-34 U/L
SGPT 32 0-55 U/L
Ureum 13 15-36 mg/dL
Kreatinin 0,4 0,6-1,2 mg/dL
Gula Darah 203 70-200 mg/dL
Sewaktu
Elektrolit
Na 129 135-145 mEq/L
K 4,4 3,5-5 mEq/L
Cl 97,0 98-107 mEq/L
Kesan: Anemia + Trombositosis + Hiponatremia + Hipoklorida

Tanggal 04-05-2017 di Bangsal Anak RS Persahabatan

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi
Darah perifer lengkap
Hb 9,4 12,5 16,1 gr/dl
Ht 29,3 36 - 47%
Eritrosit 4,93 4,0 5,2 juta/L
MCV 59,4 78 95 fL
MCH 19,1 26 32 pg
MCHC 32,1 32 36 gr/dL
Trombosit 430000 150.000 350.0000/L

15
Leukosit 10.120 4.000 10.500/L
Hitung Jenis
Eosinofil 0,1 1-3 %
Basofil 0,0 0-1%
Neutrofil 77,7 52-76 %
Limfosit 9,1 20-40 %
Monosit 13,1 2-8 %
RDW-CV 20,9 <14,5
Elektrolit
Na 131 135-145 mEq/L
K 3,9 3,5-5 mEq/L
Cl 103 98-107 mEq/L
Kimia Klinik
SGOT 52 5-34 U/L
SGPT 54 0-55 U/L
Kesan: Anemia + Trombositosis + Hiponatremia + Hipoklorida

Rangkuman Laboratorium Serial

02-05-2017 03-05-2017 04-05-2017

Anemia Anemia Anemia


Trombositosis Trombositosis Trombositosis
Hiponatremia Hiponatremia Hiponatremia
Hipokalemia Hipoklorida Hipoklorida
Hipoklorida

Pasien mengalami anemia dan trombositosis terus menerus dari pemeriksaan awal
hingga pemeriksaan terakhir. Hal ini terjadi karena infeksi kronis yang terjadi
menekan sel darah merah dan memberikan rangsangan pertumbuhan pada trombosit.
Menurunnya kadar elektrolit natrium, kalium dan kalsium kemungkinan disebabkan

16
karena intake makanan yang kurang pada pasien karena pasien mengalami penurunan
nafsu makan serta mual muntah.

2. Foto Toraks
Tanggal 3 Mei 2017 di IGD RS Persahabatan

Ekspertise
Jaringan lunak dan tulang-tulang dada baik
Sinus costofrenikus kanan dan kiri tajam, diafragma kanan dan kiri baik

17
Jantung CTR <50%, aorta normal, trakea ditengah
Paru tidak tampak infiltrat, konsolidasi atau massa
Kesan: Foto toraks dalam batas normal
3. Foto Mastoid
Tanggal 14 Maret 2017 di RSUD Bekasi

Ekspertise: Tidak Ada

18
4. CT Scan Kepala
Tanggal 10 Maret 2017 di RSUD Bekasi

19
Ekspertise: Tidak ada

20
Tanggal 3 Mei 2017 di IGD RS Persahabatan

Ekspertise
Tampak lesi hipodens bercavitas di temporo parietal kiri dengan peri fokal edema
disekitarnya

21
Midline baik
Sistem ventrikel dan cysterna baik
Sulci dan giri baik
Pons, serebelum dan CPA baik
Tulang-tulang normal
Kesan: Lesi hipodens bercavitas dengan perifokal edema di temporo parietal kiri
DD/SOL/Infeksi
Anjuran: CT Brain kontras

22
Tanggal 3 Mei 2017 di IGD RS Persahabatan

(1 of 3)

23
(2 of 3)

24
(3 of 3)
Ekspertise:
Telah dilakukan CT Scan kepala tanpa dan dengan kontras, dengan hasil sbb:
Tampak lesi hipodens berkapsul di regio temporalis kiri dengan perifokal edema luas
sampai ke parietal kiri, ukuran 4.2 x 3.9 cm

25
Pasca kontras menyangat periper dengan penyangatan sulsi sulsi
Ventrikel lateralis, ventrikel III, dan ventrikel IV normal
Tampak midline shift ke kanan
Pons, serebelum dan CPA baik
Pneumatisasi air cell kanan kiri menghilang
Sinus paranasal baik
Tulang-tulang intak
Kesan:
Sugestif meningitis
Abses serebri dengan perifokal edema luas
Herniasi sub falk ke kanan

I.5. Kondisi Sebelum Pemeriksaan Tanggal 04 Mei 2017


Tgl Follow Up Terapi
2/5/17 S:
Nyeri kepala sejak 5 jam sebelum masuk RS. Demam P :
(+), nyeri leher (+), nyeri kedua bola mata (+), mual O2 2 lpm
(+),kejang (-), kelemahan anggota gerak (-) IVFD Kaen 1B =
10 Kg (pertama) x 100
O: = 10x100=1000
KU : Compos mentis, tampak sakit berat, 10 Kg(kedua) x 50
Nadi :102x/mnt = 10 x 50 = 500
RR : 20x/mnt Sisa BB x 20
Suhu : 37,8 0C = 4 x 20 = 80
Saturasi : 98% tanpa O2 = 1580 x 20
Kepala : Normocephal 60 x 24
Mata :Anemis (+/+), Ikterik(-/-), Sekret (-/-). = 22 tpm (makro)
THT : Liang telinga lapang, Serumen (-/-),
sekret mucoid (-/+), benjolan pre aurikula Konsul Anak, Bedah

26
sinistra (+), membran timpani sulit dinilai, Saraf, dan THT
napas cuping hidung (-/-),
Faring hiperemis (-/-), T1-T1 tenang. Instruksi SpA:
Mulut : Mukosa bibir lembab, Sianosis (-/-) Manitol 20% 3x75 cc
Leher : Pembesaran KGB (-) (iv drip)
Thorak: Simetris, retraksi (-)
Cor: BJ I tunggal , BJ II reguler, murmur (-), Instruksi SpB:
gallop (-). Cefotaxim injeksi 3x1 gr
Paru: Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/- Gentamisin 1x80 mg
) dan wheezing (-/-)
Abdomen: Datar, supel bising usus (+) normal, hepar CT Scan Kepala
dan lien teraba normal dan tidak ada nyeri
tekan. CT Scan Sinus dan
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik Mastoid

A: Cek kimia klinik

Abses Cerebri
Otitis Media Supuratif Kronis tipe bahaya AS
3/5/17 S : Nyeri kepala (+), nyeri leher (-), nyeri kedua bola P :
mata (-), demam (-), kejang (-), kelemahan IVFD Kaen 1B =
anggota gerak (-) 10 Kg (pertama) x 100
= 10x100=1000
O: 10 Kg(kedua) x 50
KU : Compos mentis, tampak sakit berat, = 10 x 50 = 500
Nadi :99x/mnt Sisa BB x 20
RR : 18x/mnt = 4 x 20 = 80
Suhu : 37,6 0C = 1580 x 20
Saturasi : 98% tanpa O2 60 x 24
Kepala : Normocephal = 22 tpm (makro)

27
Mata :Anemis (+/+), Ikterik(-/-), Sekret (-/-).
THT : Liang telinga lapang, Serumen (-/-), Cefotaxim 3x1,5 gr drip
sekret mucoid (-/+), benjolan pre aurikula iv
sinistra (+), membrane timpani sulit dinilai, Amikasin 2x125 mg iv
napas cuping hidung (-/-), Dexametason 3x4 mg iv
Faring hiperemis (-/-), T1-T1 tenang. Ranitidine 3x50 mg iv
Mulut : Mukosa bibir lembab, Sianosis (-/-) Manitol 20% 2x75 mg
Leher : Pembesaran KGB (-) iv
Thorak: Simetris, retraksi (-) PRC 150 ml pre op
Cor: BJ I tunggal , BJ II reguler, murmur (-),
gallop (-). Pro Kraniotomi
Paru: Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/- debridement elektif
) dan wheezing (-/-)
Abdomen: Datar, supel bising usus (+) normal, hepar Pro Mastoidektomi
dan lien teraba normal dan tidak ada nyeri radikal
tekan.
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik Persiapan Operasi:
Cek darah perifer
lengkap, elektrolit,
A:
hemostasis
Abses Cerebri
Otitis Media Supuratif Kronis tipe bahaya AS

I.6. DIAGNOSIS BANDING


Tumor Serebri
Meningitis
Ensefalitis
1.7. DIAGNOSA KERJA
Abses Serebri
Otitis Media Kronis AS Tipe Bahaya

28
I.8. PENATALAKSANAAN
Nonmedikamentosa :
Tirah baring
Edukasi keluarga mengenai penyakitnya:
- Diagnosis pasien
- Tatalaksana yang akan dilakukan
- Prognosis dari penyakit yang diderita pasien
Penambahan energi dan protein 20-25% diatas AKG (Angka Kecukupan
Gizi)12

Medikamentosa
1. IVFD Kaen 1B
10 Kg (pertama) x 100 = 10x100=1000
10 Kg(kedua) x 50 = 10 x 50 = 500
Sisa BB x 20 = 4 x 20 = 80
= 1580 x 20 = 22 tpm (makro)
60 x 24
2. Cefotaxime 3 x 1,5 gram iv
Dosis 200mg/kgBB/hari
Dosis pasien 1200-4800 mg dibagi setiap 8 jam
Pemberian 3 x 1,5 gram
3.Amikasin 2 x 200 mg iv
Dosis 15 mg/kg BB/hari
Dosis pasien 360, dibagi per 12 jam
Pemberian 2 x 200 mg
4. Metronidazol 3 x 500 mg iv
Dosis 20-30 mg/kgBB/kali
Dosis pasien 480-720 setiap 8 jam
Pemberian 3 x 500 mg

29
5. Dexametasone 3 x 5 mg iv
Dosis 0,6 mg/kgBB/hari
Dosis pasien 14,4 mg dibagi per 8 jam
Pemberian 3 x 5 mg
6. Ranitidine 3 x 50 mg iv
Dosis 1-2 mg/kgBB/kali
Dosis pasien 24-48 mg setiap 8 jam
Pemberian 3 x 50mg
7. Manitol 20% 3 x 75 ml iv
Dosis 0,5-1 g/kgBB/kali
Dosis pasien 12-24 g setiap 8 jam
Pemberian 3 x 75 ml
8. Paracetamol 3 x 300 mg iv
Dosis 10-15 mg/kgBB/kali
Dosis pasien 240-360 mg setiap 8 jam
Pemberian 3 x 300

Pembedahan
Mastoidektomi Radikal
Kraniotomi Debridement Eksplorasi Abses

I.9. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

30
I.10. FOLLOW UP
Tgl Follow Up Terapi
5/5/17 S:
Pasien post op tiba di ICU. Belum bernapas spontan P :
pasca operasi, dalam pengaruh anestesi umum On Ventilator
IVFD Kaen 1B =
O: 10 Kg (pertama) x 100
KU : ExMyVvent = 10x100=1000
TD :118/74 mmHg 10 Kg(kedua) x 50
Nadi :99x/mnt = 10 x 50 = 500
RR : 17x/mnt Sisa BB x 20
Suhu : 37,1 0C = 4 x 20 = 80
Kepala : Normocephal, drain (+) produksi pus 22cc = 1580 x 20
Mata :Anemis (+/+), Ikterik(-/-), Sekret (-/-). 60 x 24
THT : Liang telinga lapang, Serumen kanan (-) kiri = 22 tpm (makro)
sulit dinilai, membrane timpani sulit dinilai, napas Cefotaxime 3x1,5gr iv
cuping hidung (-/-), faring hiperemis (-/-), T1-T1 Amikasin 2x200 mg iv
tenang, NGT (+) Metronidazol
Mulut : Mukosa bibir lembab, Sianosis (-/-), 3x500mg iv
Leher : Pembesaran KGB (-) Dexametasone 3x5mg iv
Thorak: Simetris, retraksi (-) Ranitidine 3 x 50 mg iv
Cor: BJ I tunggal , BJ II reguler, murmur (-),
Manitol 20% 2x50 mg iv
gallop (-).
Paracetamol 3x300mg iv
Paru: Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)
Transfusi PRC 200 ml
dan wheezing (-/-)
Kultur hasil pus dan uji
Abdomen: Datar, supel bising usus (+) normal, hepar
resistensi antibiotic
dan lien teraba normal dan tidak ada nyeri
Kultur darah
tekan.
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik

31
Genitalia: kateter urin (+)

Laboratorium: terlampir
A:
Post op Mastoidektomi Radikal dan Kraniotomi
Debridement
Abses Serebri
Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Bahaya AS

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Analisa Gas Darah


pH 7,243 7,35-7,45
pCO2 52,60 35-45 mmHg
pO2 136,5 75-100 mmHg
HCO3 22,90 21-25 mmol/L
Total CO2 24,5 21-27 mmol/L
Base Excess -4,7 -2,5-+2,5mmol/L
O2 saturasi 96,4 95-98%
Standard HCO3 21,6 22 24 mmol/L
Darah perifer lengkap
Hb 9,5 12,5 16,1 gr/dl
Ht 30,3 36 - 47%
Eritrosit 4,93 4,0 5,2 juta/L
MCV 61,5 78 95 fL
MCH 19,3 26 32 pg
MCHC 31,4 32 36 gr/dL
Trombosit 356000 150.000 350.0000/L
Leukosit 24790 4.000 10.500/L
Hitung Jenis
Eosinofil 0,2 1-3 %
Basofil 0,1 0-1%

32
Neutrofil 65,5 52-76 %
Limfosit 20,1 20-40 %
Monosit 14,0 2-8 %
RDW-CV 21,3 <14,5
Hemostasis
PT + INR
PT Pasien 11,5 9,8 11,2 detik
Kontrol 11,0
INR 1,03
APTT pasien 26,6 31-47 detik
Kontrol 32,0
Kimia Klinik
SGOT 54 5-34 U/L
SGPT 28 0-55 U/L
Albumin 3,10 3,8 5,4 g/dL
Bilirubin Total 0,30 0,1-0,20 mg/dL
Bilirubin Direk 0,20 0,0-0,3 mg/dL
Bilirubin Indirek 0,1 0,3-0,9 mg/dL
Ureum 17 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,30 0,6-1,2 mg/dL
Gula Darah Sewaktu 137 70-200 mg/dL
Elektrolit
Na 137 135-145 mEq/L
K 3,6 3,5-5 mEq/L
Cl 105 98-107 mEq/L
Kesan: Asidosis Respiratorik Terkompensasi Sebagian + Anemia + Trombositosis +
Leukositosis

6/5/17 S : Pasien sadar, nyeri tempat operasi, mual muntah (-), P :


demam (-) kejang (-) O2 2 lpm
IVFD Kaen 1B =
O: 10 Kg (pertama) x 100
KU : Compos mentis. E4M6V5 = 10x100=1000

33
TD :100/66 mmHg 10 Kg(kedua) x 50
Nadi :83x/mnt = 10 x 50 = 500
RR : 18x/mnt Sisa BB x 20
Suhu : 36,9 0C = 4 x 20 = 80
Kepala : Normocephal, drain (+) produksi pus 17 cc = 1580 x 20
Mata :Anemis (-/-), Ikterik(-/-), Sekret (-/-). 60 x 24
THT : Liang telinga lapang, Serumen kanan (-) kiri = 22 tpm (makro)
sulit dinilai, membrane timpani sulit dinilai, Cefotaxime 3x1,5gr iv
napas cuping hidung (-/-), faring hiperemis (- Amikasin 2x200 mg iv
/-), T1-T1 tenang. Metronidazol
Mulut : Mukosa bibir lembab, Sianosis (-/-) 3x500mg iv
Leher : Pembesaran KGB (-) Dexametasone 3x5mg iv
Thorak: Simetris, retraksi (-) Ranitidine 3 x 50 mg iv
Cor: BJ I tunggal , BJ II reguler, murmur (-), Manitol 20% 2x50mg iv
gallop (-). Paracetamol 3x300mg iv
Paru: Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) Aff NGT mulai diet cair
dan wheezing (-/-)
Abdomen: Datar, supel bising usus (+) normal, hepar
dan lien teraba normal, nyeri (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik
Genitalia: kateter urin (+)
Laboratorium: terlampir

A:
Post op Mastoidektomi Radikal dan Kraniotomi
Debridement hari ke 1
Abses Serebri
Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Bahaya AS

34
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi
Darah perifer lengkap
Hb 10,8 12,5 16,1 gr/dl
Ht 33,9 36 - 47%
Eritrosit 5,4 4,0 5,2 juta/L
MCV 62,8 78 95 fL
MCH 20,0 26 32 pg
MCHC 31,9 32 36 gr/dL
Trombosit 494000 150.000 350.0000/L
Leukosit 15.570 4.000 10.500/L
Hitung Jenis
Eosinofil 0,1 1-3 %
Basofil 0,0 0-1%
Neutrofil 81,1 52-76 %
Limfosit 9,4 20-40 %
Monosit 9,4 2-8 %
RDW-CV 23,3 <14,5
Kesan: Anemia + Trombositosis + Leukositosis

7/5/17 S : Pasien pindah ke ruangan perawatan. Nyeri lokasi P:


operasi (+), pusing (+), mual muntah (-), kejang O2 2 lpm
(-) IVFD Kaen 1B =
10 Kg (pertama) x 100
O: = 10x100=1000
KU : Compos mentis. E4M6V5 10 Kg(kedua) x 50
TD :100/66 mmHg = 10 x 50 = 500
Nadi :101x/mnt Sisa BB x 20
RR : 22x/mnt = 4 x 20 = 80
Suhu : 36,9 0C = 1580 x 20
Kepala : Normocephal, drain (+) produksi pus 15 cc 60 x 24

35
Mata :Anemis (-/-), Ikterik(-/-), Sekret (-/-). = 22 tpm (makro)
THT : Liang telinga lapang, Serumen kanan (-) kiri Cefotaxime 3x1,5gr iv
sulit dinilai, membrane timpani sulit dinilai, Amikasin 2x200 mg iv
napas cuping hidung (-/-), faring hiperemis (- Metronidazol
/-), T1-T1 tenang. 3x500mg iv
Mulut : Mukosa bibir lembab, Sianosis (-/-) Dexametasone 3x5mg iv
Leher : Pembesaran KGB (-) Ranitidine 3 x 50 mg iv
Thorak: Simetris, retraksi (-) Manitol 20% 2x50mg iv
Cor: BJ I tunggal , BJ II reguler, murmur (-), Paracetamol 3x300mg iv
gallop (-).
Paru: Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)
dan wheezing (-/-)
Abdomen: Datar, supel bising usus (+) normal, hepar
dan lien teraba normal dan tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik
Genitalia: kateter urin (+)

A:
Post op Mastoidektomi Radikal dan Kraniotomi
Debridement hari ke 2
Abses Serebri
Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Bahaya AS

8/5/17 S : Masih nyeri tempat operasi, pusing. Demam (-) P :


mual muntah (-) O2 2 lpm
IVFD Kaen 1B=
O: 10 Kg (pertama) x 100
KU : Compos mentis. E4M6V5 = 10x100=1000

36
TD :118/70 mmHg 10 Kg(kedua) x 50
Nadi :88x/mnt = 10 x 50 = 500
RR : 20x/mnt Sisa BB x 20
Suhu : 36,8 0C = 4 x 20 = 80
Kepala : Normocephal, drain (+) produksi pus minimal = 1580 x 20
Mata :Anemis (-/-), Ikterik(-/-), Sekret (-/-). 60 x 24
THT : Liang telinga lapang, Serumen kanan (-) kiri = 22 tpm (makro)
sulit dinilai, membrane timpani sulit dinilai, Cefotaxime 3x1,5gr iv
napas cuping hidung (-/-), faring hiperemis (- Amikasin 2x200 mg iv
/-), T1-T1 tenang. Metronidazol
Mulut : Mukosa bibir lembab, Sianosis (-/-) 3x500mg iv
Leher : Pembesaran KGB (-) Dexametasone 3x5mg iv
Thorak: Simetris, retraksi (-) Ranitidine 3 x 50 mg iv
Cor: BJ I tunggal , BJ II reguler, murmur (-), Manitol 20% 2x50mg iv
gallop (-). Paracetamol 3x300mg iv
Paru: Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)
dan wheezing (-/-)
Abdomen: Datar, supel bising usus (+) normal, hepar
dan lien teraba normal dan tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik
Genitalia: kateter urin (+)

A:
Post op Mastoidektomi Radikal dan Kraniotomi
Debridement hari ke 3
Abses Serebri
Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Bahaya AS

37
9/5/17 S : Nyeri tempat operasi, pusing, demam (-) mual P :
muntah (-) IVFD Kaen 1B=
10 Kg (pertama) x 100
O: = 10x100=1000
KU : Compos mentis. E4M6V5 10 Kg(kedua) x 50
TD :103/81 mmHg = 10 x 50 = 500
Nadi :91x/mnt Sisa BB x 20
RR : 28x/mnt = 4 x 20 = 80
Suhu : 36,0 0C = 1580 x 20
Kepala : Normocephal, drain (+) produksi pus 60 x 24
minimal, produksi transudat 20 cc = 22 tpm (makro)
Mata :Anemis (-/-), Ikterik(-/-), Sekret (-/-). Cefotaxime 3x1,5gr iv
THT : Liang telinga lapang, Serumen kanan (-) kiri Amikasin 2x200 mg iv
sulit dinilai, membrane timpani sulit dinilai, Metronidazol
napas cuping hidung (-/-), faring hiperemis (- 3x500mg iv
/-), T1-T1 tenang. Dexametasone 3x5mg iv
Mulut : Mukosa bibir lembab, Sianosis (-/-) Ranitidine 3 x 50 mg iv
Leher : Pembesaran KGB (-) Manitol 20% 2x50mg iv
Thorak: Simetris, retraksi (-)
Paracetamol 3x300mg iv
Cor: BJ I tunggal , BJ II reguler, murmur (-),
Pro Aff drain
gallop (-).
Paru: Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)
dan wheezing (-/-)
Abdomen: Datar, supel bising usus (+) normal, hepar
dan lien teraba normal dan tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik
Genitalia: kateter urin (+)
Laboratorium: terlampir

38
A:
Post op Mastoidektomi Radikal dan Kraniotomi
Debridement hari ke 4
Abses Serebri
Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Bahaya AS

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi
Darah perifer lengkap
Hb 11,6 12,5 16,1 gr/dl
Ht 35,6 36 - 47%
Eritrosit 5,69 4,0 5,2 juta/L
MCV 62,6 78 95 fL
MCH 20,4 26 32 pg
MCHC 32,6 32 36 gr/dL
Trombosit 652000 150.000 350.0000/L
Leukosit 13.840 4.000 10.500/L
Hitung Jenis
Eosinofil 0,3 1-3 %
Basofil 0,0 0-1%
Neutrofil 93,2 52-76 %
Limfosit 4,8 20-40 %
Monosit 1,7 2-8 %
RDW-CV 23,3 <14,5
Elektrolit
Na 136 135-145 mEq/L
K 4,50 3,5-5 mEq/L
Cl 102 98-107 mEq/L

39
12/5/17 S : Nyeri tempat operasi, pusing, demam (-) mual P :
muntah (-) IVFD Kaen 1B=
10 Kg (pertama) x 100
O: = 10x100=1000
KU : Compos mentis. E4M6V5 10 Kg(kedua) x 50
TD :110/89 mmHg = 10 x 50 = 500
Nadi :91x/mnt Sisa BB x 20
RR : 20x/mnt = 4 x 20 = 80
Suhu : 36,5 0C = 1580 x 20
Kepala : Normocephal, drain (+) produksi pus 60 x 24
minimal, transudat minimal = 22 tpm (makro)
Mata :Anemis (-/-), Ikterik(-/-), Sekret (-/-). Cefotaxime 3x1,5gr iv
THT : Liang telinga lapang, Serumen kanan (-) kiri Amikasin 2x200 mg iv
sulit dinilai, membrane timpani sulit dinilai, Metronidazol
napas cuping hidung (-/-), faring hiperemis (- 3x500mg iv
/-), T1-T1 tenang. Dexametasone 3x5mg iv
Mulut : Mukosa bibir lembab, Sianosis (-/-) Ranitidine 3 x 50 mg iv
Leher : Pembesaran KGB (-) Manitol 20% 2x50mg iv
Thorak: Simetris, retraksi (-)
Paracetamol 3x300mg iv
Cor: BJ I tunggal , BJ II reguler, murmur (-),
gallop (-).
Paru: Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)
dan wheezing (-/-)
Abdomen: Datar, supel bising usus (+) normal, hepar
dan lien teraba normal dan tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik
Kultur Pus: terlampir
Kultur Darah: terlampir

40
CT Scan Post Operasi: terlampir

A:
Post op Mastoidektomi Radikal dan Kraniotomi
Debridement hari ke 7
Abses Serebri
Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Bahaya AS

Kultur MO+Rest Aerob PUS


Jenis sampel Pus
Hasil Kultur 1. Morganella morganii
Resistensi Kuman
Ampicillin R
Ampicillin/ sulbactam I
Pipperacilin tazobactam S
Cefazolin R
Ceftazidime S
Ceftriaxone S
Cefepime S
Errtapenem S
Amikasin I
Gentamycin S
Ciprofloxacin S
Nitrofurantoin R
Tigecycline R
Trim+Sulfamethixasol S
R=Resisten; S=Sensitif, I=Intermediate

Kultur MO+Rest Aerob DARAH


Jenis sampel Darah

Hasil Kultur Tidak ditemukan pertumbuhan bakteri

41
CT Scan Post Operasi

Ekspertise:
CT Brain non kontras dengan hasil sbb
Tampak lesi hipodens di regio temporo parietal kiri dengan shunt (+), tak tampak lagi
gambaran abses

42
Mid line baik
Sulci dan giri di tempat lesi tak jelas
Sistem ventrikel dan cysterna baik
Pons, cerebellum dan CPA normal
Defek tulang di parietal kiri
Kesan:
Lesi hipodens di temporo parietal kiri, tidak tampak lagi abses.
Oedema cerebri temporo parietal kiri
Terpasang shunt pada lesi kiri

15/5/17 S : Nyeri tempat operasi, pusing, demam (-) mual P :


muntah (-) IVFD Kaen 1B=
10 Kg (pertama) x 100
O: = 10x100=1000
KU : Compos mentis. E4M6V5 10 Kg(kedua) x 50
TD :112/85 mmHg = 10 x 50 = 500
Nadi :89x/mnt Sisa BB x 20
RR : 24x/mnt = 4 x 20 = 80
Suhu : 36,3 0C = 1580 x 20
Kepala : Normocephal, drain (+) produksi pus 60 x 24
minimal, transudat minimal = 22 tpm (makro)
Mata :Anemis (-/-), Ikterik(-/-), Sekret (-/-). Cefotaxime 3x1,5gr iv
THT : Liang telinga lapang, Serumen kanan (-) kiri Amikasin 2x200 mg iv
sulit dinilai, membrane timpani sulit dinilai, Metronidazol
napas cuping hidung (-/-), faring hiperemis (- 3x500mg iv
/-), T1-T1 tenang. Dexametasone 3x5mg iv
Mulut : Mukosa bibir lembab, Sianosis (-/-) Ranitidine 3 x 50 mg iv
Leher : Pembesaran KGB (-) Manitol 20% 2x50mg iv
Thorak: Simetris, retraksi (-)
Paracetamol 3x300mg iv

43
Cor: BJ I tunggal , BJ II reguler, murmur (-), Pro Aff drain besok
gallop (-).
Paru: Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)
dan wheezing (-/-)
Abdomen: Datar, supel bising usus (+) normal, hepar
dan lien teraba normal dan tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik

A:
Post op Mastoidektomi Radikal dan Kraniotomi
Debridement hari ke 10
Abses Serebri
Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Bahaya AS

16/5/17 S : Pasien pasca operasi pelepasan drain, nyeri lokasi P :


operasi (+), pusing (-), demam (-), mual muntah (-) IVFD Kaen 1B=
10 Kg (pertama) x 100
O: = 10x100=1000
KU : Compos mentis. E4M6V5 10 Kg(kedua) x 50
TD :121/89 mmHg = 10 x 50 = 500
Nadi :95x/mnt Sisa BB x 20
RR : 22x/mnt = 4 x 20 = 80
Suhu : 37,2 0C = 1580 x 20
Kepala : Normocephal, drain (+) produksi pus 60 x 24
minimal, transudat minimal = 22 tpm (makro)
Mata :Anemis (-/-), Ikterik(-/-), Sekret (-/-). Cefotaxime 3x1,5gr iv
THT : Liang telinga lapang, Serumen kanan (-) kiri Amikasin 2x200 mg iv
sulit dinilai, membrane timpani sulit dinilai, Metronidazol

44
napas cuping hidung (-/-), faring hiperemis (- 3x500mg iv
/-), T1-T1 tenang. Dexametasone 3x5mg iv
Mulut : Mukosa bibir lembab, Sianosis (-/-) Ranitidine 3 x 50 mg iv
Leher : Pembesaran KGB (-) Manitol 20% 2x50mg iv
Thorak: Simetris, retraksi (-) Paracetamol 3x300mg iv
Cor: BJ I tunggal , BJ II reguler, murmur (-), Intruksi Post Op
gallop (-). Diet biasa
Paru: Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) Head up 45
dan wheezing (-/-) Mobilisasi jalan
Abdomen: Datar, supel bising usus (+) normal, hepar Observasi tanda
dan lien teraba normal dan tidak ada nyeri peningkatan TIK
tekan.
Mobilisasi jalan
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik
Cek Darah Perifer
Lengkap post operasi
A:
Post op Mastoidektomi Radikal dan Kraniotomi
Debridement hari ke 11
Post Aff drain
Abses Serebri
Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Bahaya AS

17/5/17 S : Pasien pasca operasi pelepasan drain, masih nyeri P :


lokasi operasi (+), masih pusing, demam (-), mual IVFD Kaen 1B=
muntah (-) 10 Kg (pertama) x 100
= 10x100=1000
O: 10 Kg(kedua) x 50
KU : Compos mentis. E4M6V5 = 10 x 50 = 500
TD :120/86 mmHg Sisa BB x 20
Nadi :84x/mnt = 4 x 20 = 80

45
RR : 22x/mnt = 1580 x 20
Suhu : 36,9 0C 60 x 24
Kepala : Normocephal, drain (+) produksi pus = 22 tpm (makro)
minimal, transudat minimal Cefotaxime 3x1,5gr iv
Mata :Anemis (-/-), Ikterik(-/-), Sekret (-/-). Amikasin 2x200 mg iv
THT : Liang telinga lapang, Serumen kanan (-) kiri Metronidazol
sulit dinilai, membrane timpani sulit dinilai, 3x500mg iv
napas cuping hidung (-/-), faring hiperemis (- Dexametasone 3x5mg iv
/-), T1-T1 tenang. Ranitidine 3 x 50 mg iv
Mulut : Mukosa bibir lembab, Sianosis (-/-) Manitol 20% 2x50mg iv
Leher : Pembesaran KGB (-) Paracetamol 3x300mg iv
Thorak: Simetris, retraksi (-)
Pro aff hecting
Cor: BJ I tunggal , BJ II reguler, murmur (-),
Cek Darah Perifer
gallop (-).
Lengkap post operasi
Paru: Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)
dan wheezing (-/-)
Abdomen: Datar, supel bising usus (+) normal, hepar
dan lien teraba normal dan tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik
Laboratorium: terlampir
A:
Post op Mastoidektomi Radikal dan Kraniotomi
Debridement hari ke 12
Post Aff drain hari ke 1
Abses Serebri
Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Bahaya AS

46
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah perifer lengkap
Hb 9,9 12,5 16,1 gr/dl
Ht 31,1 36 - 47%
Eritrosit 4,98 4,0 5,2 juta/L
MCV 62,4 78 95 fL
MCH 19,9 26 32 pg
MCHC 31,8 32 36 gr/dL
Trombosit 394000 150.000 350.0000/L
Leukosit 11.150 4.000 10.500/L
Hitung Jenis
Eosinofil 0,1 1-3 %
Basofil 0,0 0-1%
Neutrofil 82,8 52-76 %
Limfosit 8,3 20-40 %
Monosit 8,8 2-8 %
RDW-CV 21,9 <14,5

Rangkuman Laboratorium Serial Follow Up

05-05-2017 06-05-2017 09-05-2017 17-05-2017


Anemia Anemia Anemia Anemia
Trombositosis Trombositosis Trombositosis Leukositosis
Leukositosis Leukositosis Leukositosis
Asidosis
Respiratorik
Terkompensa
si Sebagian

Pasien mengalami anemia dan trombositosis terus menerus dari pemeriksaan


awal hingga pemeriksaan terakhir. Hal ini terjadi karena infeksi kronis yang terjadi
menekan sel darah merah dan memberikan rangsangan pertumbuhan pada trombosit.
Kemudian ditemukan peningkatan leukosit yang juga menetap sampai pemeriksaan
terakhir. Hal ini disebabkan oleh mekanisme tubuh membentuk mekanisme
pertahanan melawan infeksi dengan meningkatkan sel darah yang berperan sebagai
sistem imun. Leukositosis terjadi pada pasien juga diduga merupakan respon tubuh

47
dalam proses penyembuhan luka pasca dilakukan pembedahan kraniotomi. Asidosis
respiratorik terjadi karena kemungkinan terjadi hipoventilasi akibat proses inflamasi
di otak yang menekan pusat pernapasan.

48
RIWAYAT PERTUMBUHAN

49
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi
II.1.1. Anatomi Otak
Otak adalah struktur yang kompleks dan rumit karena fungsi organ yang
menakjubkan ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan,
serta untuk mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama
otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.7
Pembagian otak sebagai berikut:
1. Prosencephalon - Otak depan
2. Mesencephalon - Otak tengah
Diencephalon = thalamus, hypothalamus
Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum
3. Rhombencephalon - Otak belakang
Metencephalon= pons, cerebellum
Myelencephalon= medulla oblongata

Gambar 1. Anatomi Otak Potongan Sagital

50
II.3.2. Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)
Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf,
yaitu otak dan cairan serebrospinalis, dari kompartemen ketiga yaitu darah. Semua
tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain dengan
tight junction, yang membatasi difus intraseluler. Sel- sel tersebut adalah endothelium
pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel membran araknoid serta
perineurium. Sawar darah otak mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses
patologis, seperti anoksia daniskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi
peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi
serebral yang terganggu.1,4
Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu
menghalangu masuknya leukosit ataupun mikroorganisme pathogen ke susunan saraf
pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi bocor.
Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi substansi yang dihasilkan dari sel-
sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh darah, tanpa
menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam T- sel ternyata
dapat juga menyebrangi endotheliaum tanpa menimbulkan kerusakan structural pada
pembuluh darah.1,4

Gambar 2. Sawar Darah Otak

51
II.2 Definisi
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai demgan
serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi
oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai infeksi bakteri, fungus atau protozoa.1,2

II.3 Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, tetapi paling sering
terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Beberapa enyebab abses otak diantaranya,
embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama
tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi
jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, imunodefisiensi dan infeksi pada pintas
ventrikuloperitonial. Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15%
kasus.3,4
Di Indonesia belum ada data pasti, namun di Amerika Serikat dilaporkan
sekitar 1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,3-1,3 per
100.000 orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih banyak daripada wanita, yaitu
dengan perbandinagan 3:1. 5,6

II.4. Etiologi
Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus, streptococci
(viridians, pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob (bakteri kokus gram
positif, Bacteroides spp, Fusobacterium spp, Prevotella spp, Actinomyces spp, dan
Clostridium spp), basil aerob gram-negatif (enteric rods, Proteus spp, Pseudomonas
aeruginosa, Citrobacter diversus, dan Haemophilus spp). Infeksi parasit
(Schistosomiasis, amoeba) dan fungus (Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula
menimbulkan abses, tetapi jarang terjadi.8
Abses otak tunggal maupun multipel dapat terjadi dan biasanya disebabkan oleh
proses sebagai berikut:1,5,7,9
1. Infeksi pada daerah sekitar otak

52
Abses otak umumnya terjadi sekunder terhadap infeksi ditempat lain, dan
bakteriologi sering menunjukkan sumber primer. Abses dapat terjadi akibat adanya
infeksi pada daerah sekitar otak seperti seperti infeksi sinus paranasalis, telinga
tengah, mastoid, dan gigi .
Abses yang terjadi melalui penjalaran dari infeksi telinga tengah atau
mastoid biasanya terletak di dalam lobus temporalis atau cerebellum. Penyebaran
infeksi otitis media supuratif ke intrakranial dapat terjadi melalui berbagai cara,yaitu:
a) melalui tulang yang sudah erosi akibat resorbsi oleh kolesteatom, b) penyebaran
tromboflebitis melalui vena-vena kecil dan kanal Haversian, menuju dura yang dapat
menyebar ke serebelum melalui sinus lateral dan ke lobus temporal melalui sinus
petrosus superior. c) melalui jalan anatomi yang normal dari oval window atau round
window, akuaduktus vestibular dan di antara sutura tulang temporal d) melalui defek
tulang akibat trauma, iatrogenik atau tindakan bedah atau erosi oleh tumor. e) melalui
defek akibat pembedahan pada kavum timpani
Abses yang terjadi melalui penjalaran dari sinus-sinus paranasal biasanya
terdapat di dalam lobus frontalis. Abses yang terjadi sesudah bakteremia cenderung
bersifat multipel. Abses metastatik sering merupakan keadaan sekunder dari supurasi
pulmonum.

2. Proses Kontaminasi Langsung


Kontaminasi otak langsung melalui cedera otak penetrasi adalah penyebab
lain dari abses. Prosedur neurosurgery atau cedera kepala yang menembus ke otak.
Fragmen tulang yang belum dibuang serta debris lainnya umumnya dijumpai pada
pasien dengan infeksi otak traumatika

3. Proses Hematogen
Abses dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru
sistemik (empyema, abses paru, bronkhiektase, pneumonia), endokarditis
bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot
(abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses

53
otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan
peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus
parietalis, atau cerebellum dan batang otak

II.5. Patofisiologi
Pada tahap awal abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak
dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak,
kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu
rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang
nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan
fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal
kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli
membagi perubahan patologi abses otak dalam 4 stadium yaitu : 2,3,9
1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit,
limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari
pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia
dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan
perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekitar otak dan
peningkatan efek massa karena pembesaran abses.

2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)


Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat
nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah
karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah
sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar.
Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase
ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar

54
3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan
fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk
anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan
dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih
dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan
tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup
besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat
daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit
di sekitar otak mulai meningkat.

4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)


Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:
o Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
o Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
o Kapsul kolagen yang tebal.
o Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
o Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke
arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi
jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel
nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses otak yang berlokasi pada
lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses otak lobus
temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara
hematogen.

55
II.6. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik abses otak tidak khas. Terdapat gejala-
gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala gejala peninggian tekanan
intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses
otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari: gejala infeksi
(demam, leukositosis), peninggian tekanan intrakranial (sakit kepala, muntah
proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal (kejang, paresis, ataksia,
afaksia).5,10
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya
terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel. Abses lobus temporalis
selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek
penglihatan kuadran alas kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik
terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam
lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga
gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada
satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri
dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen
dan berakibat fatal. 2,8,11

II.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan
laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk
melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan
infeksinya.
II.7.1. Anamnesis
Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang
mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga

56
dapat dipastikan diagnosisnya. Gejala dan tanda klinis yang sering muncul,
diantaranya:5,10
Sakit kepala (70-90%)
Muntah-muntah (20-50%)
Kejang-kejang (30-50%)
Gejala-gejala pusing, vertigo, ataksia pada penderita abses cerebellum
Gangguan bicara (19,6%), hemianopsis (31%), unilateral midriasis (20,5%)
yang merupakan indikasi terjadinya herniasi tentorial (pada penderita abses
temporal
Gejala fokal (61%) pada penderita abses supratentorial

II.7.2. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan status generalis perlu dinilai keadaan umum dan tanda-
tanda vital pasien, sedangkan pemeriksaan head to toe pada status lokalis perlu juga
dilakukan untuk menilai perjalanan penyakit misalnya penyakit primer yang me
ngawal terjadinya abses otak. Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan
mengevaluasi status mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks
fisiologis, refleks patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan
keterlibatan meningen. Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari
integritas sistem musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal
dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.5,10

II.7.3. Pemeriksaan Laboratorium


Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu
pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit 10.000-
20.000/cm3 (60-70% kasus) dan laju endap darah 45 mm/jam (75-90% kasus).
Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang
normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis,
glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila terjadi perforasi
dalam ruangan ventrikel. 5,10,11

57
II.7.4. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos kepala dapat memperlihatkan dapat pula menunjukkan adanya
fokus infeksi ekstraserebral misalnya infeksi pada sinus, mastoid atau paru; tetapi
dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan
radiologi yang menjadi pilihan dalam mengidentifikasi abses otak adalah CT Scan.
CT scan selain mengetahui lokasi dan ukuran abses juga dapat membedakan
suatu serebritis dengan abses. Gambaran CT Scan pada proses pembentukkan abses
otak dibagi dalam 4 fase, yaitu 8,9
Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema. Pada hari
pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti
cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai dengan diameter
serebritisnya. Didapati mengelilingi pusat nekrosis.
Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari
zona central inflamasi. Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah
pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan
gambaran lesi homogen menunjukkan adanya cerebritis.
Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis,
hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini
dapat terlihat gambaran ring enhancement. Hampir sama dengan fase
cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat lebih tebal.
Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral
abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses).
Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis tidak
diisi oleh kontras.
Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur
diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis
abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal
untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding
dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan

58
granuloma. Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,
metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (ketebalan hanya
3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada kasus,
kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan
sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter abscess
biasanya berkembang di medial. 2,3

II.8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada abses otak, diantaranya:5
Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ke ruangan subarachnoid
Penyumbatan cairan serebrospinal sehingga terjadi hidrosefalus
Edema otak
Herniasi tentorial oleh massa abses otak

II.9. Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan pada abses otak diantaranya 1
1. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
2. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema)
3. Pembedahan (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan
pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang
memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan
kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Jika terdapat riwayat
cedera kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari
napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga
metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes
sentivitas telah tersedia. Pemberian antibiotik untuk mencegah kekambuhan diberikan

59
selama 1,5 2 bulan. Sedangkan pada abses multiple, antibiotik diberikan selama 3
bulan 1,9
Tabel 1. Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
Drug Dose Frekuensi
Cefotaxime (Claforan) 50-100 2-3 kali per hari (intravena)
mg/KgBB/Hari

Ceftriaxone (Rocephin) 2-3 kali per hari (intravena)


50-100 mg/KgBB/Hari

Metronidazole (Flagyl) 3 kali per hari (intravena)


35-50 mg/KgBB/Hari

Nafcillin (Unipen, Nafcil) setiap 4 jam (intravena)


2 grams

Vancomycin setiap 12 jam (intravena)


15 mg/KgBB/Hari

Beberapa studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat


mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan
kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana
terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai
10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari. Pada
penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan
intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta
midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu di
tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada
pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil edema. 6,10
Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan
menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan

60
peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel. Pembedahan yang
dapat dilakukan adalah aspirasi atau kraniotomi. Indikasi untuk dilakukannya
pembedahan kraniomtomi pada abses otak adalah jika ukuran abses lebih besar dari 3
cm. Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi mengingat
proses desak ruang yang cukup besar guna mengurangi efek massa baik oleh edema
maupun abses itu sendiri, disamping itu pertimbangan ukuran abses yang cukup
besar, tebalnya kapsul dan lokasinya di temporal.6

II.10. Prognosis
Dengan alat-alat canggih dewasa ini abses otak pada stadium dini dapat lebih
cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis dari abses otak ini
tergantung dari:3
1. Cepatnya diagnosis ditegakkan
2. Derajat perubahan patologis
3. Soliter atau multipel
4. Penanganan yang adekuat.

61
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien seorang laki-laki berusia 11 tahun yang mengeluh nyeri kepala hebat di
sebelah kiri disertai demam, nyeri leher, nyeri kedua bola mata dan muntah. Nyeri
kepala adalah salah satu keluhan yang khas terjadi pada 70% pasien abses otak.
Keluhan nyeri pada kedua bola mata dan muntah diduga akibat adanya peningkatan
tekanan intrakranial yang diakibatkan adanya lesi desak ruang pada otak. Muntah
yang dialami pasien adalah muntah yang langsung menyembur. Keluhan nyeri leher
dapat dipikirkan adanya keterlibatan selaput meningen yang membungkus seluruh
sistem saraf pusat sampai ke medulla spinalis yang juga melewati daerah anatomi
leher. Sejak balita pasien sering mengalami keluhan keluar cairan dari telinga kiri.
Sebelumnya pasien telah didiagnosis abses otak akibat komplikasi otitis media
supuratif kronis yang tidak adekuat pengobatannya. Hasil pemeriksaan CT Scan di
RSUD Bekasi, ditemukan adanya abses pada otak di temporoparietal yang perlu
dilakukan tindakan operasi. Hasil foto mastoid pun didapatkan hilangnya gambaran
pneumatisasi sel mastoid dan gambaran destruksi tulang sekitar telinga yang
kemungkinan besar adalah otitis media supuratif kronis tipe bahaya. Pasien menjalani
operasi aspirasi abses otak bukan kraniotomi, dan pasca operasi keadaan pasien
membaik dan stabil dengan meminum obat yang diberikan oleh dokter. Namun
keluhan nyeri kepala kembali muncul tiga bulan pasca operasi. Dokter di RSUD
Bekasi menyarankan untuk dilakukan kembali operasi, namun kali ini diawali dengan
mastoidektomi kemudian drainase abses. Mastoidektomi radikal perlu dilakukan
dalam penatalaksanaan abses otak akibat otitis media kronis karena jika penyakit
primer tidak dikoreksi, maka resiko abses otak berulang pun tinggi. Pasien kemudian
di rujuk ke Rumah Sakit Persahabatan untuk tindakan pembedahan gabungan
tersebut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah dengan
kesadaran compos mentis. Tanda vital didapatkan suhu 37,8 C masuk dalam kategori
subfebris. Pada pemeriksaan status lokalis telinga kiri ditemukan benjolan pre

62
aurikula sinistra, sekret mukoid yang memenuhi liang telinga sehingga membran
timpani sulit dinilai. Temuan pada telinga ini diduga akibat proses otitis media
supuratif yang telah berlangsung kronis. Pemeriksaan tanda meningeal kaku kuduk,
burdzinsky I dan II, kerniq dan lasiq hasilnya negatif. Hal ini menunjukan tidak
adanya keterlibatan selaput meningen pada proses perjalanan penyakit.2
Pemeriksaan Radiologi toraks kesan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
foto mastoid, didapatkan gambaran sel pneumatisasi mastoid yang hilang dan lesi
sklerotik pada tulang mastioid yang menggambarkan adanya mastoiditis yang
merupakan kelanjutan perjalanan penyakit otitis media supuratrif kronis tipe bahaya.
Kemudian dilakukan juga pemeriksaan CT scan sinus mastoid dan kepala, dengan
hasil ditemukan gambaran lesi hipodens berkapsul yang merupakan jaringan abses
pada otak dengan ukuran 4,2 x 3,9 cm di temporoparitetal sinistra. Hasil CT Scan ini
sesuai dengan kecurigaan terdapatnya komplikasi dari otitis media kronis yang
ditemukan secara klinis sebelumnya. 4
Pada hasil laboratorium pasien didapatkan anemia mikrositik hipokromik,
trombositosis, hiponatremia hipokalemia, hipoklorida, peningkatan gula darah,
peningkatan SGOT, dan asidosis respiratorik. Anemia yang terjadi disebabkan oleh
adanya infeksi kronis pada pasien. Infeksi kronis menyebabkan terjadinya anemia
karena adanya beberapa kemungkinan, salah satunya adanya interaksi antara faktor
pejamu dan makrofag yang mendestruksi eritrosit.10 Selain itu, anemia pada infeksi
kronis dapat terjadi akibat efek inhibisi oleh sitokin-sitokin inflamasi seperti TNF alfa
dan interleukin 1 terhadap produksi eritropoetin sehingga terjadi inadekuasi
eritropoetin. Peningkatan RDW-CV mengindikasikan ukuran eritrosit yang heterogen
atau bervariasi sebagai efek akibat adanya anemia jenis mikrositik hipokromik yang
terjadi. Adapun peningkatan trombosit juga disebabkan adanya infeksi kronis.
Pelepasan sitokin inflamasi trombopoietin dan interleukin 6 yang merupakan sitokin
primer untuk pembentukkan trombosit, akan merangsang peningkatan produksi
trombosit. Peningkatan leukosit atau leukositosis terjadi karena kompensasi sum-sum
tulang dalam meningkatkan produksi sel-sel darah yang berperan dalam reaksi imun
untuk mengatasi infeksi.6,9

63
Meningkatkannya SGOT pada pasien ini juga merupakan akibat adanya
infeksi kronis. SGOT adalah enzim yang tidak hanya terdapat pada hepar, infeksi
kronis pada organ lain selain hepar juga dapat meningkatkan kadar SGOT. Penurunan
kadar elektrolit pada pasien kemungkinan disebabkan karena asupan makanan pasien
yang menurun dan pasien memiliki riwayat muntah sebelum masuk RS Persahabatan.
Analisa gas darah yang menunjukkan adanya asidosis respiratorik dapat disebabkan
oleh terjadinya edema pada struktur otak yang menyebabkan penekanan pada
pembuluh darah yang berakibat aliran darah ke otak berkurang sehingga terjadi
hipoksia dan iskemia yang menyebabkan gangguan pusat pernapasan.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan serial setiap hari untuk memantau
adakah perbaikan hasil lab walau tanpa koreksi. Pada pemeriksaan darah perifer
lengkap dilihat keadaan anemia yang dialami pasien untuk dinilai apakah
diperlukannya koreksi transfuse darah, sedangkan pemeriksaan elektolit dilakukan
untuk memantau apakah gangguan elektrolit semakin memburuk sehingga
diperlukannya koreksi elektrolit. Dilihat dari pemantauan darah perifer lengkap kadar
haemoglobin pasien terus menurun sedangkan pasien direncanakan untuk dilakukan
tindakan pembedahan, oleh karena itu selanjutnya dilakukan koreksi transfusi PRC
pre operasi. Sedangkan kadar elektrolit pasien semakin hari semakin menunjukkan
perbaikan sehingga tidak diperlukannya koreksi terhadap elektrolit.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan medikamentosa antibiotik
secara intravena selama 1,5 2 bulan untuk menekan proses infeksi yang diakibatkan
oleh bakteri penyebab, serta pembedahan untuk mengevakuasi abses di otak untuk
mencegah terjadinya komplikasi. Pembedahan yang dilakukan adalah kraniotomi
debridement untuk mengevakuasi abses. Kemudian dilakukan kultur pus hasil dari
tindakan pembedahan tersebut. Dari hasil kultur pus dan uji resistensi antibiotik yang
dilakukan, didapatkan adanya pertumbuhan bakteri Morganella morganii. Kemudian
dari uji resistensi antibiotik terhadap mikroorganisme, terdapat beberapa jenis
antibiotic yang resisten dan sensitive terhadap bakteri tersebut. Untuk
penatalaksanaan medikamentosa selanjutnya, disarankan untuk memilih jenis
antibiotk yang sensitive sesuai dengan hasil uji resistensi misalnya Ceftriakson.8

64
Setelah dilakukan pembedahan, dilakukan evaluasi CT Scan kepala pasca
operasi. Hasilnya adalah sudah tidak ditemukkan gambaran abses pada otak namun
masih ada gambaran hipodens yang kemungkinan masih terdapatnya edema di sekitar
jaringan otak bekas lokasi yang telah di evakuasi. Hal ini menunjukkan telah
tercapainya tujuan penatalaksanaan evakuasi abses.
Pasca operasi pasien dirawat di ICU selama 2 hari untuk perbaikan keadaan
umum. Pasien mengalami keluhan nyeri di tempat operasi yang berangsur berkurang
selama perawatan. Setelah keadaan umum baik, pasien dipindahkan ke bangsal
perawatan. Follow up pasca operasi didapatkan keadaan umum pasien baik, tidak ada
penurunan kesadaran, tanda vital dalam batas normal dan tidak ditemukan defisit
neurologis.

65
DAFTAR PUSTAKA

1. Moorthy,RK.,Rajshekhar,M (2008) Management of Brain Abscess: an Overview.


Journal of Neurosurgery Focus;24(6) E3. Department of Neurological Science
Christian Medical College, India.
2. Beller,AJ., Sahar A., Praiss I (1973) Brain Abscess: Review iver 89 cases over a
period 30 years. Journal of Neurology, Neurosurgery and Psychiatri, 757-768
3. Sheehan,JP.,Jane AJ, et al(2008) Brain Abscess in Children. Journal of
Neurosugery Focus Volume 24(6): E6 2008
4. Miranda,AH.,Leones, et al (2013) Brain Abscess: Current Management. Journal of
Neurosciences in Rural Practice. Volume 4 Issue 1. ISSN 0976-3147
5. Sucipta,W., Suardana,W (2011) Abses Otak Otogenik Berulang. Departemen
Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Udayana. CDK 185/ Vol.38 no. 4
6. Besharat,M., Abbasi,F (2010) Brain Abscess: Epidemiology, clinical manifestation
and management: A restrospective 5 year study. Iranian Journal of Clinical
Infection Disease 2010;5(4) 231-234
7. Gorgan,M. Neacsu,A.,et al (2012) Brain Abscess: Management and Outcome
Analysis in a series of 84 patients during 12 year period. Fourth Neurosurgical
Departement, Clinic Emergency Hospital. Romanian Neurosurgery, XIX 3:175-
182
8. Asma A, Hazim MYS, et al (2007) Otogenic Brain Abcess: A retrospective Study
of 10 Patients and Review of the Literature. Medical dan Health Journal;2(2): 133-
138
9. Nawaz,G., Khan,AR.,et al (2013) Emergency Management of Otogenic
Intracranial Abscess in ENT Setup. Journal of Medical Science, Vol 21 No.4:271-
221
10. Sharma,N., Jaiswal,AA (2015) Complication of Chronic Suppurative Otitis Media
and Their Management. Indian Journal Otolaryngol Head Neck Surgery 67(4):
353-360
11. Ghanie,A. (2009) Abses Otak Otogenik di RSUP dr.Mohammad Hoesin
Palembang. Simposium Otologi 2 PITO 4 PERHATI-KL
12. Indonesia (2011) Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Direktorat Bina Gizi. 616.39

66

Anda mungkin juga menyukai