Anda di halaman 1dari 5

Keterkaitan Hukum antara UUPLH, UU Penataan Ruang dan Studi Kelayakan

(AMDAL) dalam Proses Pembuatan Keputusan Izin Usaha

Dewasa ini, pembangunan dan perkembangan kebudayaan manusia telah mencapai titik
yang mengkhawatirkan. Kegiatan industri, kehutanan, pertambangan, perkebunan dan
sebagainya telah menyebabkan dampak yang besar terhadap lingkungan, sayangnya dampak
yang ditimbulkan mayoritas adalah dampak negatif yang merugikan sehingga perlu dilakukan
suatu mekanisme untuk meminimalisir dampak tersebut. Selain upaya perbaikan, upaya
preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan
mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dengan memperhatikan syarat-
syarat yang tercantum didalam hukum dan perundang-undangan, salah satunya adalah dengan
sistem perizinan. Sistem perizinan lingkungan sebagai instrumen pencegahan kerusakan
dan/atau pencemaran lingkungan hidup hakikatnya merupakan pengendalian aktivitas usaha
demi pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pengaturan dan
penyelenggaraan perizinan lingkungan harus didasarkan norma keterpaduan yang tercantum
dalam undang-undang (Santoso, 2001).
Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) persyaratan penataan lingkungan hidup
mencakup beberapa bagian yakni: perizinan, pengawasan, sanksi administrasi dan audit
lingkungan hidup. Dalam UUPLH (Pasal 18) jelas disebutkan bahwa setiap usaha dan
kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki analisis mengenai dampak lingkungan untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan. Suatu kegiatan usaha sudah dapat dipastikan sebelum beroperasi harus terlebih
dahulu mendapatkan izin dari pemerintah dalam hal ini pejabat yang berwenang yang telah
diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Untuk memperoleh izin usaha persyaratan-
persyaratan yang disebutkan dalam peraturan hukum harus telah terpenuhi.
Menyimak ketentuan Pasal 18 UUPPLH berikut penjelasannya dan dikaitkan dengan
Pasal 19 UUPLH yang menegaskan bahwa dalam menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan
wajib memperhatikan rencana tata ruang, pendapat masyarakat, pertimbangan dan
rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan,
menunjukkan bahwa aspek pengelolaan lingkungan hidup diintegrasikan ke dalam izin usaha
dan/atau kegiatan, dan izin dilakukan secara terpadu sebagai suatu sistem (Syahrin, 2013).
Integrasi aspek pengelolaan lingkungan dalam keputusan izin usaha ditandai dengan

1
prasyarat memperoleh izin lingkungan sebelum dapat memproses izin usaha. Jadi terdapat
kaitan yang erat antara izin usaha dan/atau kegiatan dengan izin lingkungan (Helmi, 2012).
Izin lingkungan sendiri berdasarkan UUPPLH adalah izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh
izin usaha dan/atau kegiatan (Pasal 1 angka (35) UUPPLH). Permohonan izin lingkungan
diajukan secara tertulis oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan selaku Pemrakarsa
kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya bersamaan dengan
pengajuan dokumen Amdal (Andal/RKL/RPL) atau pemeriksaan UKL-UPL. Permohonan
izin lingkungan ini ketika disampaikan harus dilengkapi dengan dokumen Amdal atau
dokumen UKL-UPL, dokumen pendirian usaha atau kegiatan serta profil usaha. Izin
lingkungan ini kemudian akan diajukan sebagai syarat untuk terbitnya izin usaha. Walau pun
izin lingkungan bukan izin tunggal untuk bisa langsung menjalankan usaha/kegiatan, tapi
masih harus dilengkapi dengan izin-izin lainnya guna memperoleh izin usaha.

UUPPLH pasal 18 Pemrakarsa menyusun dokumen studi kelayakan lingkungan


th. 2009 (AMDAL/ UKL-UPL) dan mengajukan ke komisi penilai dan juga
melakukan persentasi untuk melakukan suatu usaha/ kegiatan

Pemrakarsa membuat pengajuan izin lingkungan langsung kepada Pasal 42 dan Pasal 47
pejabat yang berwenang (Menteri, Gubernur, Bupati, Wali Kota) PP 27/2012

Komisi Penilai Amdal menilai dan memberikan rekomendasi kepada


pejabat yang berwenang

Pejabat yang berwenang kemudian mempertimbangkan masukan dari Pertimbangan UUPR


komisi penilai amdal dan menerbitkan izin lingkungan dan RTRW Wilayah

Izin lingkungan digunakan sebagai prasyarat mengurus izin usaha

Gambar 1. Tahapan Memperoleh Izin Lingkungan sebagai Syarat Pembuatan Izin Usaha

2
Selanjutnya, izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi
teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan (Pasal 1 angka (36) UUPPLH). Izin usaha
dan/atau kegiatan berdasarkan penjelasan Pasal 40 ayat (1) UUPPLH termasuk izin yang
disebut nama lain seperti izin operasi dan izin konstruksi. Tahapan pertama untuk proses
perizinan yang tercantum dalam UUPPLH adalah pembentukan AMDAL untuk memperoleh
izin lingkungan dan izin usaha.
Kajian AMDAL yang melandasi izin usaha ditinjau dari berbagai aspek, seperti aspek
fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya,dan kesehatan masyarakat sebagai
pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Kajian fisika kimia
diarahkan kepada potensi dampak perubahan fisik dan kimia dari kegiatan usaha seperti
pembuangan limbah dan polusi udara, kajian ini dilakukan dengan pendekatan teknis dan
keilmuan yang berkaitan dengan teknologi pengolahan limbah dan peralatan atau mesin yang
digunakan dalam aktivitas usaha. Sedangkan aspek ekologi lebih menekankan pada dampak
biologis yang ditimbulkan, dibutuhkan peran ilmu biologi dan ekologi untuk melihat potensi
dampak kegiatan usaha terhadap mahluk hidup yang ada di sekitar kawasan, termasuk
penurunan keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan akibat perubahan fungsi lahan atau
pun dampak tidak langsung seperi polusi dan perubahan lingkungan lain.
Aspek paling utama dari AMDAL dalam kegiatan usaha adalah potensi dampak pada
kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Perlu dilakukan penentuan batas proyek dan
identifikasi apakah di dalam batas proyek tersebut ada komunitas mesyarakat yang struktur
sosial dan atau nilai-nilai sosial budaya yang dikandung berpotensi berubah secara mendasar
akibat aktivitas rencana usaha atau kegiatan. Pada bidang ekonomi perlu dikaji apakah
keberadaan kegiatan usaha akan memberikan pengaruh pada mata pencaharian atau
pendapatan masyarakat setempat, atau bahkan bisakah kegiatan usaha membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Kajian sosial dan ekonomi ini
memerlukan peranan dari seorang antropolog/ sosiolog dan ahli ekonomi yang juga
memperkirakan keberlanjutan kegiatan usaha dalam jangka panjang. Jadi pemenuhan izin
lingkungan melalui AMDAL membutuhkan kajian dampak yang terintegrasi antar beberapa
bidang ilmu sehingga dapat memprediksikan segala kemungkinan yang terjadi dari berbagai
aspek pada aktivitas usaha/ kegiatan.
Selain memperoleh izin lingkungan melalui kajian AMDAL, disebutkan sebelumnya
dalam menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan wajib memperhatikan rencana tata ruang
wilayah. Izin usaha pasti terkait dengan lokasi tempat usaha karena jelas berhubungan dengan
peruntukan kawasan dan daya dukung lingkungan, izin usaha berkait dengan lokasinya diatur

3
dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UU no. 26 th. 2007) walau tidak dijelaskan secara
terperinci. Perincian mengenai izin lingkungan dan tata ruang dijabarkan dalam peraturan
daerah baik dalam bentuk Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) atau Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) yang menyatakan bahwa lokasi rencana usaha seharusnya tidak terletak
dalam kawasan lindung. Lokasi rencana kegiatan semestinya berada pada kawasan budidaya.
Penentuan kawasan budidaya dan kawasan lindung ini harus didasarkan pada ekoregion
seperti yang tercantum di dalam UUPPLH, pendekatan ekoregion akan menjamin bahwa
peruntukan kawasan telah sesuai dengan sifat dan fungsi ekosistem secara geografi dan
ekologi. Ekoregion harus menjadi rujukan dan basis perencanaan pembangunan dan
penyusunan tata ruang, dengan begitu diharapkan pembangunan dan pemanfaatan suatu
wilayah berbasis pada keberlanjutan lingkungan hidup. Sayangnya, saat ini hukum tentang
pengelolaan ekoregion belum terbentuk sehingga pengaturan penataan ruang masih terfokus
pada batas administratif wilayah dan izin lingkungan dan izin usaha pun masih menyesuaikan
pada tata ruang yang didasarkan pada peraturan peruntukan kawasan. Hal ini tercantum
dalam Peraturan Pemerintah No 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan menyebutkan
bahwa: Pasal 4 ayat 2) Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan wajib sesuai dengan rencana
tata ruang, ayat 3) Dalam hal lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tidak sesuai dengan
rencana tata ruang, dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada
Pemrakarsa. Kesesuaian dengan tata ruang menjadi instrumen penapis awal sebelum
dokumen Amdal dinilai oleh komisi Amdal. Selain itu, juga diminta masukan dari setiap
sektor tentang jenis dan lokasi existing usaha/kegiatan dan rencana pembangunan (jenis dan
lokasi usaha) yang akan datang dengan proyeksi hingga 20 tahun ke depan. Namun ini adalah
hal yang sangat sulit untuk mendapatkan data proyeksi rencana pembangunan (lokasi dan
jenis kegiatan/usaha) untuk setiap sektor. Karena proyeksi untuk 1 atau 2 tahun ke depan saja
tidak mudah bila menyangkut dunia usaha yang memiliki banyak ketidakpastian. Selain izin
lingkungan yang terkait dengan RTRW ada beberapa perizinan lain yang harus didapatkan
sebagai prasyarat memperoleh izin usaha seperti izin Lokasi, Surat Izin Tempat
Usaha(SITU), Izin Gangguan (HO), Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin lain yang
spesifik dengan kegiatan usaha seperti izin pemngambilan air tanah atau izin pembuangan
limbah B3.
Jadi secara keseluruhan, keharusan pemilikan izin usaha tercantum dalam UUPPLH
yang diimplikasikan dengan keharusan pembuatan studi kelayakan lingkungan dalam bentuk
dokumen AMDAL. Proses pengurusan perizinan dilakukan melalui kajian lingkungan hidup
strategis (KLHS), pembuatan AMDAL/ UKL-UPL, lalu melihat RTRW, apakah lokasi usaha

4
sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam RTRW. Bila kesemua syarat dipenuhi maka
izin lingkungan dapat keluar dan izin usaha dapat diproses lebih lanjut.

Referensi:
Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem penegakan Hukum Lingkungan
Indonesia. (Alumni Bandung, 2001).

Helmi. 2012. Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, 2012.

Santoso, Achmad. 2001. Good Governance & Hukum Lingkungan. ICEL, Jakarta.

Syahrin, Alvi. 2013. Isu Hukum: Izin Lingkungan dan Penerapan Sanksi Administratif
Berdasarkan UUPPLH. Artikel Ilmiah. Universitas Sumatera Utara, Medan. [Online]

Syahrin, Alvi. 2013. Izin Lingkungan dan Penerapan Sanksi Administratif berdasarkan
UUPPLH terhadap Usaha/Kegiatan yang Telah Memiliki Izin Usaha/Kegiatan. Artikel
Ilmiah. Universitas Sumatera Utara, Medan. [Online]

http://bplhd.jabar.go.id

PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Anda mungkin juga menyukai