Spirit Mataram
Spirit Mataram
Niyat ingsun nyebar ganda arum, tyas manis kang mantesi, aruming wicara
kang mranani, sinembuh laku utama
Semangat Mataram
Mungkin generasi zaman sudah lupa atau sudah tidak populer lagi dengan istilah
Semangat Mataram. Semangat Mataram merupakan visi yang dipegang oleh
Keraton Mataram dan rakyat Mataram, yang berisi tiga pandangan hidup yakni :
Mangasah Mingis-ing budi, memasuh malaning bumi, hamemayu hayuning
bawana. Pandangan hidup itu melandasi semangat dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, khususnya berlaku untuk Kraton dan rakyat Mataram,
lebih khususnya bagi rakyat Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Artinya, mengasah ketajaman budi. Budi dalam bahsa Jawa disebut penggalih.
Tidak mudah memahami makna dari istilah budi atau penggalih ini. Kiranya saya
perlu memberikan definisi dan penjabaran yang gamblang dan mudah dipahami
oleh para pembaca yang budiman.
Budi berbeda dengan akal pikiran. Budi lebih luas dan mendalam maknanya.
Pikiran hanya menggunakan kemampuan pikir atau otak saja. Sedangkan budi,
lebih dalam lagi, yakni berfikir dengan melibatkan hati nurani atau rasa sejati.
Dalam bahasa Jawa diistilahkan penggalih. Galih adalah inti, yang dimaksud
penggalih adalah inti kesadaran yang dapat menumbuhkan sikap bijaksana.
Bijaksana secara sederhana dapat diartikan sebagai sikap dan cara pandang tepat
dalam memahami dan menghadapi situasi yang ada. Bijaksana dan kebijaksanaan
dapat diciptakan tetapi tidak cukup berbekal kesadaran akal fikiran saja, tetapi
lebih dalam lagi yakni harus melibatkan kesadaran hati nurani.
Oleh karena itu mengasah ketajaman budi merupakan usaha agar menjadi pribadi
yang awas dan cermat dalam memahami sesuatu. Sikap awas dan cermat inilah
yang dibutuhkan agar supaya seseorang dapat mengambil sikap atau tindakan yang
tepat tadi (bijaksana). Tanpa berbekal budi yang awas dan cermat, seseorang akan
kesulitan menentukan suatu sikap bijaksana. Tindakannya sering salah kaprah dan
memalukan.
Seperti digambarkan dalam pepeling Serat Wedhatama pupuh pangkur podo 2 dan
pupuh Sinom podo 31 berikut ini :
Artinya :
Dirangkai dalam serat Wedhatama | agar tidak tumpul budinya | walaupun sudah
tua pikun | jika tidak memahami rasa sejati (batin) | niscaya kosong tiada berguna |
bagai ampas, percuma sia-sia | di dalam setiap pertemuan | sering bertindak
ceroboh memalukan.
Mangkono janma utama | Tuman tumanem ing sepi | Ing saben rikala mangsa |
Masah amemasuh budi | Laire anetepi | Ing reh kasatriyanipun | Susilo anor raga |
Wignya met tyasing sesame | Yeku aran wong barek berag agama.
Artinya :
Itu artinya, budi harus diupayakan dengan cara memahami dan mengolah rasa,
yakni rahsa sejati. Dalam bahasa Indonesia hampir sepadan dengan getaran hati
nurani. Bagi siapapun yang ingin menjadi pribadi yang bijaksana, ketajaman budi
tidak bisa diabaikan begitu saja. Modal kecerdasan otak tidak cukup, namun perlu
mengolah batin agar sampai pada berfikir dengan penggalih. Di sinilah maksud
pentingnya mangasah mingising budi. Awas dan cermat agar menjadi pribadi yang
arif dan bijaksana.
Pemberdayaan akal budhi mencakup olah pikir, olah rasa, olah basa dan olah
bawa. Olah pikir dilakukan dengan cara mempelajari berbagai ilmu pengetahuan,
dan tidak boleh fanatik terhadap suatu ilmu, tidak boleh malas berfikir, meski
harus dengan sikap hati-hati, cermat, waspada, tetapi tidak boleh apriori atau
curiga, dan terburu-buru memberikan vonis negatif terhadap suatu ilmu
pengetahuan baru. Sebaliknya kita harus membuka pola pikir (open-mind) seluas-
luasnya terhadap berbagai ragam ilmu pengetahuan. Pahami, dalami, setelah benar-
benar paham, kemudian simpulkan agar dapat bersikap bijaksana. Olah rasa
dilakukan dengan eneng-ening, semedi, dan gemar prihatin. Olah basa, yakni
mampu bertutur kata dengan baik, santun, mangerteni empan-papan, atau melihat
dan memahami situasi dan kondisi, bicara seperlunya, apa adanya, tidak berlebihan
(talkative), serta mampu menjadi pendengar yang baik. Yang tidak kalah penting
adalah bertutur katalah yang menentramkan hati sesama. Olah bawa, yakni
menjaga sikap atau bahasa tubuh agar santun, luwes, jangan berlebihan.
Diharapkan agar ucapan dan sikap (solah dan bawa) menjadi anggun, maksudnya
memiliki estetika dan wibawa. Begitulah idealnya pribadi yang matang lahir dan
batinnya.
Nulada laku utama | Tumrape wong tanah Jawi | Wong agung ing Ngeksiganda |
Panembahan Senopati | Kepati amarsudi | Sudane hawa lan nepsu | Pinepsu tapa
brata | Tanapi ing siyang ratri | Amamangun karyenak tyasing sesami.
Artinya :
Contohlah perilaku utama | bagi kalangan orang Jawa (Nusantara) | orang besar
dari Ngeksiganda (Mataram) | yang bernama Panembahan Senopati | Beliau tekun
mengurangi hawa nafsu, dengan jalan laku prihatin (bertapa) | siang malam |
dengan kasih sayang selalu berkarya menciptakan tenteram hati pada sesama.
Artinya :
Nafsu angkara yang besar | ada di dalam diri | kuat menggumpal | menjangkau
hingga tiga zaman | jika dibiarkan saja perkembangannya, akan berubah menjadi
gangguan.
Dalam Serat Wedatama karya Eyang Gusti Ingkang Wicaksana Sri Mangkunegoro
ke IV (1811-1882 M) menyampaikan pesan agar mewaspadai sifat-sifat angkara
tersebut seperti termaktub dalam Pupuh Pangkur podo 3, 4, 6, 7, 8 Serat
Wedatama :
Nggugu karsaning priyangga | Nora nganggo peparah lamun angling | Lumuh ing
ngaran balilu | Uger guru aleman | Nanging janma ingkang wus waspadeng semu
| Sinamun ing samudana | Sesadon ingadu manis |
Artinya :
Artinya :
Urip sepisan rusak | Nora mulur nalare ting saluwir | Kadi ta guwa kang sirung |
Sinerang ing maruta | Gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung | Pindha
padhane si mudha | Prandene paksa kumaki |
Artinya :
Hidup sekali saja berantakan | pikiran yang sempit, penalarannya simpang siur |
Bisa diumpama goa gelap dan menyeramkan | Saat dihembus angin | Suaranya
gemuruh dan berdengung tanpa makna | Seperti halnya sifat anak muda | Tetapi
masih pula berlagak congkak.
Kikisane mung sapala | Palayune ngendelken yayah wibi | Bangkit tur bangsaning
luhur | Lha iya ingkang rama | Balik sira sarawungan bae during | Mring atining
tata krama | Nggon anggon agama suci.
Artinya :
Socaning jiwangganira | Jer katara lamun pocapan pasthi | Lumuh asor kudu
unggul | Semengah sesongaran | Yen mangkono keno ingaran katungkul | Karem
ing reh kaprawiran | Nora enak iku kaki.
Artinya :
Cerminan dari dalam jiwa raga mu | Nampak jelas walau tutur kata halus | Sifat
pantang kalah maunya menang sendiri | Sombong dan mentang-mentang | Orang
seperti itu disebut orang yang terlena | sangat bernafsu pada kekuasaan| Tidak baik
itu nak !
Artinya :
Siapapun yang menerima wahyu Tuhan | Dengan cermat mencerna ilmu tinggi |
Memahami ilmu kasampurnan | Batinnya cermat dalam ilmu manunggaling kawula
Gusti | Bila demikian pantas disebut orang tua. Arti orang tua adalah tidak
dikuasai hawa nafsu | Paham akan dwi tunggal (menyatunya sifat-sifat alam atau
sifat Tuhan ke dalam diri kita).
Itulah sejatinya kesaktian yang ada pada diri pribadi nawung-krida. Sikapnya
bijaksana dan penuh welas asih, membuat senang orang yang melihat, tutur kata
yang tulus, serta selalu menumbuhkan rasa damai. Tidak ada lagi sifat iri, dengki,
pendendam, pemarah, tidak banyak bacot, dan tidak suka tindak kekerasan,
menonjol sifat lemah-lembut tidak ingin mengalahkan dan menguasai pihak lain.
Di balik semua karakter positif, rendah hati, mengalah dan bahkan mungkin
terkesan lembek itu, tetapi ia justru sosok pribadi yang powerfull, penuh kekuatan,
wibawa, dan kekuasaanya atas kehidupan ini sangat besar.
Dari ketiga Semangat Mataram itu, poin pertama menjadi bekal untuk bisa
melaksanakan dua poin berikutnya. Artinya agar seseorang dapat melaksanakan
memasuh malaning bumi dan hamemayu hayuning bawana tidak hanya
memerlukan kecerdasan pikiran saja, lebih dari itu, butuh kecerdasan spiritual.
Akhir kata, mari kita bersama-sama instropkesi diri. Apakah diri kita termasuk
orang yang memiliki sifat-sifat buruk seperti disebutkan dalam kritik bait-bait
Serat Wedatama di atas ? Jika merasa diri sebagai orang yang menjadi sasaran
kritik bait-bait Serat Wedatama di atas, itu artinya menjadi jalan kemajuan untuk
meningkatkan kualitas diri.