Bab 1
Bab 1
PENDAHULUAN
kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pernyataan di atas dikutip dari bagian awal pada
paragraf pertimbangan Presiden RI pada UURI No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit.
Pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa para pebisnis rumah sakit supaya mencermati
pengelolaan rumah sakit, dengan memperhatikan supaya di rumah sakit mempunyai unsur
perencanaan, unsur pengorganisasian sumber daya, pelaksanaan kerja dan evaluasi kinerja
Jumlah tenaga kerja terbanyak di rumah sakit adalah tenaga kerja yang berprofesi
sebagai perawat, dan merupakan petugas pelayanan kesehatan digaris depan. Pelayanan yang
pemantauan kondisi kesehatan pasien adalah pelayanan yang diberikan oleh kelompok
keperawatan di unit rawat inap. Para dokter dan teknisi diagnostik lain turut serta di dalam
kegiatan pelayanan kesehatan, tetapi jam kontak antara pasien dengan petugas tersebut tidak
lebih lama dibandingkan dengan jam pelayanan oleh perawat. Hal ini penting, sehingga di
terdahulu (2007), bahwa dari 5 kelompok pelayanan dasar, salah satu diantaranya Kelompok
Kerja (Pokja) Keperawatan, Pokja keperawatan didaftarkan sebagai satu Pokja dasar yang
perlu di uji untuk meningkatkan kinerja (KARS;2008). Pada pedoman uji akreditasi Pokja
Keperawatan Akreditasi versi 2007, bagian keperawatan tetap menjadi 1 dari 5 Pokja utama,
bersama-sama dengan Pelayanan Medis oleh Dokter, Administrasi, Unit Gawat Darurat dan
Rekam Medis. Dari kelima Pokja, bagian Keperawatan juga diuji dengan sejumlah Standar
Pelayanan yang sama, tetapi dengan jumlah item yang lebih banyak.
Proses pengenalan program biasanya dilaksanakan dalam periode awal selama satu
tahun bersamaan dengan pelaksanaan tugas-tugas aplikasi persiapan dan perbaikan seperti
yang digariskan dalam pedoman standar peningkatan mutu. Pada masa akhir dari persiapan
tersebut, bila dianggap sudah memadai, pihak penguji akreditasi (surveyor) melakukan
penilaian. Bila hasilnya rata-rata mencapai > 70 % dari skor yang diharapkan, rumah sakit
Alinea di atas dipaparkan sebagai suatu bukti bahwa peningkatan mutu pelayanan
nasional yang melibatkan seluruh perawat, baik dalam pelatihan maupun dalam pelaksanaan
tugas-tugas keperawatan.
Pada uji akreditasi terakhir di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati di tahun 2012, seluruh
anggota / staf keperawatan telah mengikuti kegiatan peningkatan mutu sehingga dinyatakan
lulus penuh untuk periode 3 tahun ke depan. Pada awalnya sistem pelayanan keperawatan di
Rumah Sakit Umum Mitra Sejati benar-benar terlaksana sesuai dengan mutu yang telah
distandarisasi, tetapi setelah berjalan satu tahun sampai dengan sekarang, permasalahan
penurunan mutu terasa meningkat. Hal ini dinyatakan oleh para dokter pelayanan medis
dengan observasi bertambahnya penurun disiplin kerja perawat dan oleh bagian administrasi
medis.
Banyak pelatihan yang telah dilakukan tetapi masih banyak ditemukan kendala
dilingkungan keperawatan Rumah Sakit Umum Mitra Sejati. Salah satu diantaranya adalah
tingginya tingkat berhentinya karyawan (turn over), baik itu tenaga keperawatan yang masih
berstatus kontrak maupun perawat yang senior (berstatus tetap) mencapai 30%, yang
dinyatakan oleh bagian Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Umum Mitra Sejati. Dapat
diterangkan bahwa Rumah Sakit Umum Mitra Sejati belum memiliki sendiri lembaga
pendidikan seperti AKPER ataupun AKBID, jadi rumah sakit lebih sering memenuhi
kebutuhan tenaga staf keperawatan yang berpengalaman berdasarkan dari hasil rekrutmen.
Kondisi ini diperkirakan telah menjadi pencetus kesulitan pada eksistensi pengembangan
mutu pelayanan keperawatan. Alasannya adalah karena para staf keperawatan yang
berpengalaman sulit diharapkan berfungsi sebagai teladan, sementara mereka tidak ada yang
bertahan lama di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati. Pengembangan mutu pelayanan
keperawatan tidak berjalan seperti seharusnya yaitu perawat yang berpengalaman dapat
bertahan lebih lama untuk menjadi teladan/ pemimpin bagi perawat yang baru.
Bila dibandingkan dengan kondisi keperawatan di rumah sakit lain di Sumatera Utara,
di Rumah Sakit Umum Kota Tebing Tinggi tahun 2003 (Siregar;2003), dinyatakan bahwa
kepemimpinan organisasi rumah sakit memegang peranan penting sebagai faktor penentu
dalam kegiatan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan asuhan keperawatan. Bila rumah
sakit menginginkan peningkatan pelayanan kesehatan, rumah sakit perlu menjadikan
Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Tembakau Deli di Medan bahwa: Sumber
daya manusia yang terpenting pada suatu rumah sakit adalah perawat. Untuk meningkatkan
pelayanan dan pengembangan perawat perlu diberikan penghargaan kepada perawat yang
mempengaruhi produktivitas dan motivasi kerja perawat. DP3 yaitu Daftar Pemantauan
Penilaian Prestasi Kerja (DP3) cenderung mengukur penilaian keperibadian dan ciri-ciri
individu perawat. Disimpulkan oleh peneliti bahwa aspek-aspek pada sistem penilaian
Peneliti lain Sri (2006) Hubungan Antara Sistem Reward Dengan Kinerja Perawat
memperhatikan besarnya upaya dan bobot kerja yang disumbangkan oleh perawat dalam
melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan yang profesional. Pembagian insentif tidak
adil, tidak ada pengembangan karir, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi pada hasil
mutu asuhan keperawatan. Tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui hubungan antara
system reward dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di rumah
sakit.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reward finansial bukanlah hal yang
mempengaruhi kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Jadi tidak ada
hubungan antara sistem reward dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Sragen. Hasil ini mengindikasikan diperlukan
adanya penelitian lebih lanjut tentang kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan
Perawat adalah petugas pelayanan, mahluk yang secara psikologis tidak jauh berbeda
dengan petugas pada profesi yang lain. Perawat memiliki latar belakang individu yang
Menurut Moorehead dan Griffin dkk (2006) bahwa manusia ketika bergabung dengan
suatu organisasi kerja yang baru, biasanya masih kental memiliki budaya lama seperti
masyarakat dari mana ia berasal. Perilaku dari setiap orang yang baru bergabung memberi
warna yang baru pada budaya organisasi dengan apa yang sering disebut budaya anthropologi
yang belum tentu sesuai dengan iklim budaya yang dikembangkan oleh organisasi yang baru
dimasukinya. Pengaturan budaya kerja yang diatur melalui Standard Operational Procedure
yang diterapkan di organisasi rumah sakit memaksa pegawai baru menganut dan berperilaku
sesuai dengan iklim budaya yang baru. Penyesuaian diri sering tidak mudah, tetapi mutlak
bervariasi pada persepsi pegawai baru. Dikatakan oleh Griffin bahwa penerapan SOP yang
diberlakukan tidak akan bermakna apapun bila tidak dipantau dan dibandingkan dengan bukti
kinerja yang dihasilkan oleh pegawai pelaksana. Pada kasus pemeliharaan iklim budaya di
organisai, pemantauan kinerja yang diikuti oleh reward atau punishment akan mempermudah
Suatu unsur penting yang perlu dicermati di dalam usaha mencapai kinerja yang telah
melalui pelatihan, pembelajaran pada anggota kerja. Pada unsur pelayanan keperawatan
menurut KARS bahwa Staf Keperawatan di rumah sakit perlu mengembangkan keterampilan
dan pengetahuan staf melalui Standar 5pada Self Assessment Akreditasi versi 2007 yaitu
Pengembangan Staf dan Program Pendidikan. Surveyor KARS akan memeriksa apakah pihak
keperawatan rumah sakit yang dinilai, melaksanakan sistem pengembangan, pelatihan dan
Pada proses penilaian Akreditasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati
dinyatakan telah dijalankan menurut standar, dan bernilai lulus uji akreditasi. Timbul
pertanyaan yang perlu dijawab oleh pihak manajemen Rumah Sakit Umum Mitra Sejati
mengapa pada masa ini kinerja keperawatan justru masih dikeluhkan oleh pihak pelayanan
Pelayanan Medis (dokter) serta Pelayanan Adminsitrasi Umum lainnya sebagai yang
bermasalah. Apakah benar bahwa permasalahan manajemen pengembangan mutu tidak lagi
dilaksanakan, atau nilai pengetahuan tentang peningkatan mutu keperawatan yang dipandu
selama uji akreditasi sudah luntur dan tidak dijalankan sebagaimana mestinya, ataukah
halangan pelaksanaan pelayanan tersebut oleh karena iklim budaya keperawatan tidak benar-
Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut diatas dapat dirumuskan masalah
akreditasi rumah sakit dan karakteristik individu dengan kinerja perawat di Rumah Sakit
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan perawat mengenai akreditasi rumah sakit dan
karakteristik individu dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati tahun
2014.
2. Tujuan Khusus
1.4 Hipotesis
1) H0 : Tidak ada hubungan faktor pengetahuan perawat mengenai akreditasi dan faktor
karakteristik individu dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati.
3) H2: Ada hubungan karakteristik individu dengan nilai kinerja perawat di Rumah Sakit
1. Pelayanan Keperawatan
kebijakan manajemen rumah sakit. Kebijakan ini khususnya yang terkait dengan
individu dengan kinerja perawatan yang ada di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati
b. Manajer Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi manajer keperawatan rumah sakit
rumah sakit dan karakteristik individu dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum
Mitra Sejati
akreditasi rumah sakit dan karakteristik individu dengan kinerja perawat di Rumah Sakit
Penelitian ini dapat sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya terhadap variabel
lainnya yang terkait dengan hubungan antara penegtahuan mengenai akreditasi rumah
sakit dan karakteristik individu dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Mitra
Sejati.