Anda di halaman 1dari 11

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Pengetahuan tentang Falsafah terhadap Kinerja Perawat di Rumah

Sakit Umum Mitra Sejati MANA HUBUNGANNYA?

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat lebih banyak yang

berpengetahuan falsafah baik sebesar 71,0%. Perawat mengetahui bahwa falsafah

keperawatan di rumahsakit supaya standar, harus selalu serupa dengan falsafah

keperawatan milik rumah sakit lain, sedangkan yang tidak diketahui oleh perawat

adalah falsafah keperawatan dijadikan pemandu universal di dalam melaksanakan

pelayanan keperawatan pada pasien.Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh tidak

terdapat hubungan antara falsafah dengan kinerja perawat

5.2 Hubungan Pengetahuan tentang Administrasi terhadap Kinerja Perawat di Rumah

Sakit Umum Mitra Sejati

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan administrasi perawat ditemukan kurang

baik sebesar 62,9%. Hal ini dikarenakan perawat tidak mengetahui tentang catatan evaluasi

kinerja perawat, perlu dianalisis untuk menjadi dasar rencana pelatihan ataupun pendidikan

berlanjut perawat, sedangkan yang mereka ketahui bahwa tim keperawatan rumah sakit

pernah memberi anda kesempatan belajar administrasi keperawatan menurut petunjuk

akreditasi. Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh tidak terdapat hubungan antara

administrasi dengan kinerja perawat.


69

5.3 Hubungan Pengetahuan Tentang Staf dan Pimpinan terhadap Kinerja Perawat di
Rumah Sakit Umum Mitra Sejati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang staf dan pimpinan lebih

banyak yang berpengetahuan baik sebesar 50,5%. Pengetahuan perawat tentang staf dan

pimpinan akreditasi keperawatan, bahwa mereka mengetahui untuk meningkatkan

kompetensi, perawat perlu melakukan pembelajaran yang teratur pada catatan dokumen

rekam medis, sedangkan yang mereka tidak ketahui adalah pimpinan perawat dipilih

berdasarkan pengalaman kerja dan ijazah yang memenuhi persyaratan saja.

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh tidak terdapat hubungan antara staf dan

pinpinan dengan kinerja perawat. Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang

lain. Dalam organisasi kepemimpinan terletak pada usaha mempengaruhi aktivitas orang lain

atau kelompok melalui komunikasi untuk mencapai tujuan organisasi dan prestasi (Siagian,

1997).

Sejalan dengan penelitian Nurhaeni (2001) menemukan bahwa variabel organisasi

secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna dengan kinerja, namun secara

proporsional ada kecenderungan responden yang mempunyai tanggapan baik terhadap

kepemimpinan mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan responden yang mempunyai

tanggapan kurang.

Siagian (1997) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan dan

keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja, untuk

mempengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya untuk memberikan sumbangsih

nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Pencapaian tujuan organisasi akan sangat

ditentukan oleh kemampuan atau efektivitas pemimpin dalam menggerakkan dan mendorong

anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaannya. Oleh karena itu, kepemimpinan

merupakan faktor yang vital bagi keberhasilan suatu organisasi. Seseorang pimpinan yang

efektif sebaiknya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan bawahan,


membangkitkan motivasi kerja bawahan, mengkoordinasi pekerjaan bawahan dan melakukan

supervisi pekerjaan bawahan.

Pemimpin yang baik mampu memberikan motivasi dan dukungan kepada bawahnnya

dalam melaksanakan pekerjaannya. Sikap saling menghargai antara pemimpin dengan

bawahan akan menciptakan suasana kerja.dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk

membantu promosi kesehatan di rumah sakit dibutuhkan perawat yang bisa memimpin

mereka dalam melaksanakan promosi kesehatan di rumah sakit. Jika pemimpin tidak

menganggap bahwa promosi kesehatan di rumah sakit tidak terlalu penting, maka para

perawat bawahannya juga akan memiliki persepsi yang sama. Namun jika pemimpin merasa

bahwa hal tersebut penting maka dia akan memotivasi bawahannya untuk melakukannnya

dengan sebaik mungkin. Dengan kewenangan yang dimilikinya maka dia akan menggali

semua sumber daya yang ada di rumah sakit untuk melaksanakan promosi kesehatan di

rumah sakit.

5.4 Hubungan Pengetahuan Fasilitas dan Peralatan terhadap Kinerja Perawat di


Rumah Sakit Umum Mitra Sejati
Hasil penelitian menunjukkan perawat lebih banyak yang berpengetahuan fasilitas dan

peralatan baik sebesar 54,3%. Perawat lebih mengetahui fasilitas dan peralatan akreditasi

keperawatan untuk meningkatkan kompetensi, perawat perlu melakukan pembelajaran yang

teratur pada catatan dokumen rekam medis, dibanding pimpinan perawat dipilih berdasarkan

pengalaman kerja dan ijazah yang memenuhi persyaratan saja.

Berdasarkan hasil uji chi square diperolehterdapat hubungan antara fasilitas dan

peralatan dengan kinerja perawat. Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003), yang

menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan

penginderaan melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa danraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan,

pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain, media massa maupun lingkungan.

Tingkat pengetahuan individu akan sangat berpengaruh terhadap keadaan yang ikut

serta dalam suatu kegiatan dan mempunyai dampak terhadap perilaku, namun bila dianalisis

lebih jauh proses terbentuknya suatu kesadaran tidak hanya di pengaruhi oleh pengetahuan.

Pengetahuan sajabelum cukup untuk membuat seseorang merubah perilakunya. Perubahan

atau adopsi perilaku adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif

lama.

5.5 Hubungan Pengetahuan tentang Kebijakan dan Prosedur terhadap Kinerja


Perawat di RSU Mitra Sejati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan dan prosedur kepada perawat lebih

banyak pada kategori baik sebesar 58,6%. Perawat lebih mengetahui bahwa di bagian

keperawatan ada panitia khusus untuk melakukan usaha peningkatan keselamatan pasien

sesuai kondisi rumah sakit, sedangkan yang tidak diketahui adalah walau sudah kenal dengan

pasien, perawat harus tetap membaca gelang tangan pasien sebelum melakukan asuhan.

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh tidak terdapat hubungan antara kebijakan dan

prosedur dengan kinerja perawat.

5.6 Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Pengembangan Staf dan Program


Pendidikan terhadap Kinerja di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati Tahun 2014
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan staf dan program pendidikan

perawat ditemukan berpengetahuan baik sebesar 73,1%. Perawat lebih banyak yang

berpengetahuan baik tentang gugus kendali mutu adalah program peningkatan mutu yang

kerap disebut sebagai gerakan perbaikan mutu bottom up dibanding keperawatan wajib

memiliki ruang perpustakaan asuhan keperawatan dan tentang manajemen pelayanan medis.
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh terdapat hubungan antara pengembangan

staf dan program pendidikan dengan kinerja perawat. Hasil analisis multivariat diketahui

terdapat pengaruh pengembangan staf dan pendidikan terhadap kinerja perawat diperoleh

nilai p=0,011, dengan odds ratio (OR) 2,630 artinya perawat yang pengembangan staf dan

pendidikan mempunyai peluang untu kinerja baik 2,630 lebih besar dibandingkan dengan

perawat yang pengembangan sataf dan penididikan kurang.

Pengembangan staf dan program pendidikan dapat dilakukan dengan cara pemberian

pelatihan. Pelatihan merupakan suatu proses yangdilakukan untuk memudahkan perawat

dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Pelatihan menjamin tersedianya tenaga

yang berkualitas dan professional dibidangnya. Menurut Handoko (2003) pelatihan dirancang

untuk meningkatkan kualitas atau prestasi kerja, mengurangi absebsi dan memperbaiki

kepuasan kerja. Sehingga dengan mengikuti pelatihan diharapkan kualitas kerja dapat

meningkat.

Pendapat ini didukung oleh Bernadin (2003) yang menyatakan bahwa pelatihan

merupakan upaya untuk mengembangkan kinerja staf dalam pekerjaannya atau yang

berhubungan dengan pekerjaannya. Sehingga setelah diberikan pelatihan perawat dapat

menunjukkan peningkatan kemampuannya dalam meningkatnya kinerja, sehingga dapat

meningkatkan pelayanan kepada pasien.

5.7 Hubungan tentang Pengetahuan Evaluasi dan Pengendalian Mutu terhadap Kinerja
Perawat di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati Tahun 2014
Hasil penelitian menunjukkan bahwa evaluasi dan pengendaian mutu kepada perawat

ditemukan berpengetahuan baik sebesar 61,8%. Perawat lebih mengetahui bahwa evaluasi

kinerja perawat yang terasa dirancang dan dilakukan adil (Perawat yang dievaluasi boleh

memberikan keterangan / sanggahan bila ada masalah tertentu), dibanding evaluasi kerja

perawat akhirnya dilaporkan pada bagian personalia untuk suatu proses reward atau
punishment. Hasil uji chi square diperoleh tidak terdapat hubungan antara ealuasi dan

pengendalian dengan kinerja perawat.

5.8 Hubungan Umur terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati

Tahun 2014

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi umur perawat mayoritas <30 tahun

sebesar 86,0%. Menurut Nursalam (2008), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Jadi, dengan umur yang

matang maka akan semakin baik pula kecenderungan seseorang untuk merespon terhadap

objek, orang dan peristiwa tertentu sesuai dengan pengetahuan yang diperolehnya.
BERLAWANAN DENGAN HASIL
Berdasarkan hasil uji chi square bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan
PENELITIAN
kinerja perawat, dimana umur <30 tahun dengan kinerja baik lebih besardibanding dnegan

perawat yang berumur 30 tahun.Usia yang masih muda diharapkan membuat

contoh memiliki kinerja yang bagus dan memiliki semangat untuk bekerja

serta berprestasi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ida 2013 diperoleh P value = 0,478, tidak

ada hubungan antara umur dengan kualitas dokumentasi proses asuhan keperawatan. Hasil

penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan, hal ini dikarenakan perawat masih berusia

muda, sehingga faktor kepuasan terhadap pekerjaannya belum dirasakan secara bermakna,

karena masalah kepuasan adalah masalah yang sensitif dan akan mempengaruhi konditenya

sebagai pegawai (Saleh, 2012).

Makin lanjut usia seorang makin kecil tingkat kemangkirannya dan menunjukkan

kemantapan yang lebih tinggi dengan masuk kerja lebih teratur (Farida, 2011). Bila dilihat

dari aspek kesehatan, semakin tua lebih lama waktu pemulihan cedera maka kemungkinan

tingkat kemangkiran yang lebih tinggi dibandingkan karyawan muda.


5.9 Hubungan Jenis Kelamin terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Mitra

Sejati Tahun 2014

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi jenis kelamin perawat mayoritas adalah

perempuan sebesar 79,0%. Berdasarkan hasil uji chi square bahwa tidak ada hubungan antara

jenis kelamin dengan kinerja. Tidak ada perbedaan produktivitas kerja antara perawat wanita

dan perawat pria. Walaupun demikian jenis kelamin perlu diperhatikan karena sebahagian

besar tenaga kesehatan berjenis kelamin wanita dan sebagian kecil berjenis kelamin pria.

Pada pria dengan beban keluarga tinggi akan meningkatkan jam kerja perminggu, sebaliknya

wanita dengan beban keluarga tinggi akan mengurangi jam kerja perminggu.

Menurut Ilyas (2001) jenis kelamin akan memberikan dorongan yang berbeda,jenis

kelamin laki-laki memiliki dorongan lebih besar daripada wanita karena tanggung jawab laki-

laki lebih besar. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ida (2013) diperoleh P value =

0,659, tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan

kualitas dokumentasi.

Mayoritas perawat berjenis kelamin wanita maka terlihat bahwa tidak ada proporsi

perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan yang baik dan kurang baik

sehingga diharapkan teradapat variasi jenis kelamin laki-laki dan perempuan maka

keperawatan akan lebih baik.

5.10 Hubungan Pendidikan terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Mitra

Sejati Tahun 2014

Latar belakang pendidikan seseorang akan mempengaruhi kemampuan pemenuhan

kebutuhannya. Sesuai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda akhirnya

mempengaruhi kinerja sesorang. Hasil penelitian ini menunjukkan pendidikan perawat adalah

D3 sebesar 58,6%. Menurut Nursalam (2008) dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang

akan mudah untuk menerima informasi baik dari orang lain maupun dari media informasi

BERLAWANAN DENGAN HASIL PENELITIAN,


BUATKAN DASARNYA APA?
lainnya, sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan sikap

seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan. Jadi, dengan pendidikan seseorang

dapat mengembangkan sikap positif yang ada didalam dirinya melalui proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil uji chi square diperolehada hubungan antara pendidikan

dengan kinerja perawat.Pendidikan D3 lebih banyak dengan kinerja yang baik

dibanding perawat yang berpendidikan sarjana. Pendidikan yang dijalani seseorang

memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang yang

berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional,

umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan

individu yang berpendidikan lebih rendah. Seseorang dengan pendidikan yang tinggi,

akan mudah menerima informasi- informasi kesehatan dari bebagai media dan

biasanya ingin selalu berusaha mencari informasi tentang hal-hal yang berhubungan

dengan kesehatan yang belum diketahuinya, informasi yang cukup terutama pada

perawat mengenai kinerjanya di rumah sakit diharapkan akan dapat merubah pola

perilaku.

Pekerja yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi akan mewujudkan kinerja

yang baik dibanding dengan pendidikan yang lebih rendah. Menurut Siagian (1995)

mengatakan bahwa latar belakang pendidikan mempengaruhi motivasi kerja seseorang.

Tenaga karyawan yang berpendidikan tinggi motivasinya akan lebih baik karena telah

memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan karyawan yang

berpendidikan rendah. Karyawan dengan pendidikan lebih tinggi diharapkan dapat

memberikan sumbangsih berupa saran-saran yang bermanfaat terhadap manajerial dalam

upayanya meningkatkan kinerja karyawan.


Notoatmodjo (2012) juga mengungkapkan bahwa makin tinggi tingkat pengetahuan

seseorang semakin tinggi tingkat pemahamannya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan

sangat berperan dalam penyerapan dan pemahaman terhadap informasi.

Perawat dengan tingkat pendidikan yang berbeda mempunyai kualitas kinerja yang

dikerjakan berbeda pula karena semakin tinggi tingkat pendidikannya maka kemampuan

secara kognitif dan keterampilan akan meningkat (Notoadmojo,2003)

Pendapat dari Rivai dan Mulyadi (2010) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan

seseorang akan mempengaruhi tingkat kemampuannya, yang artinya semakin tinggi

pendidikan seseorang maka akan menunjukkan kinerja yang semakin baik semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang akan semakin mudah untuk menerima serta mengembangkan

pengetahuan dan teknologi. Gibson, Ivancevish, & Donnelly (1996/1995) menyatakan bahwa

tingkat pendidikan yang tinggi umumnya menyebabkan seseorang lebih mampu dan bersedia

menerima tanggung jawab. Berdasarkan hal ini yang kemungkinan besar mendorong

manajemen rumah sakit mempunyai komitmen untuk selalu meningkatkan tingkat pendidikan

perawat

Beberapaa teori menyatakan semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi

pula pengetahuan, sikap. Dengan adanya pengetahuan yang memadai seseorang dapat

memenuhi kebutuhan dalam mengaktualisasikan diri dan menampilkan produktifitas dan

kualitas kerja yang tinggi dan adanya kesempatan untuk mengembangkan dan mewujudkan

kreatifitas

5.11 Hubungan Status Keluarga terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum

Mitra Sejati Tahun 2014

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi terbanyak status perawat adalah belum

menikah sebesar 94,6%. Dapat dipastikan status perkawinan berpengaruh terhadap perilaku

seseorang dalam kehidupan orgainasi, baik secara positif maupun negatif (Siagian, 1995).
Berdasarkan hasil uji chi square bahwa tidak terdapat hubungan antara status

keluarga dengan kinerja perawat. Hal tersebut menunjukkan bahwa, status

perkawinan seseorang turut pula memberikan gambaran tentang cara, dan tehnik yang

sesuai untuk digunakan bagi dokter yang telah berkeluarga untuk melakukan

pekerjaan diluar rumah dibandingkan dengan dokter yang tidak atau belum

berkeluarga. Hal tersebut mengindikasikan bahwa karyawan yang telah berkeluarga

memiliki potensi untuk memperlihatkan kinerja yang berbeda daripada yang belum

berkeluarga.

5.12 Hubungan Lama Kerja terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Mitra

Sejati Tahun 2014

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi terbanyak lama kerja perawat adalah <3

tahun adalah sebesar 79,6%. Bekerja adalah melakukan sesuatu yang akan menghasilkan hal

yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Menurut Notoatmodjo (2012), bahwa lamanya

seseorang bekerja dapat berkaitan dengan pengalaman yang diperoleh ditempat kerja,

semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pengetahuan dan keterampilan yang

didapat.

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh ada hubungan antara lama kerja dengan

kinerja perawat. Kinerja dapat dijadikan sebagai parameter hasil kerja, hal ini dapat dilihat

dari lamanya seseorang bekerja. Begitu juga dengan perawat, semakin lama seseorang

menjadi perawat maka kinerjanya dalam melaksanakan tugas di rumah sakit akan semakin

tinggi sehingga partisipasi perawat dalam menangani pasien akan semakin baik.

Masa kerja adalah lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Setiap organisasi

pelayanan kesehatan menginginkan turn over yang rendah dalam arti tenaga/karyawan aktif

yang lebih lama bekerja di kantor tersebut tidak pindah ke unit kerja lain, sebab dengan turn

over yang tinggi menggambarkan kinerja unit kerja tersebut. Siagian (1995) mengatakan
bahwa semakin banyak tenaga aktif yang meninggalkan organisasi dan pindah keorganisasi

lain mencerminkan ketidak beresan organisasi tersebut. Lebih lanjut bahwa semakin lama

seseoarang bekerja dalam suatu organisasi maka semakin tinggi motivasi kerjanya.

Menurut Robbin lama kerja turut menentukan kinerja seseorang dalam menjalankan

tugas. Semakin lama seseorang bekerja semakin terampil dan semakin cepat dia

menyelesaikan tugas tersebut (Farida,2011). Bertambahnya lama kerja seorang perawat

sebaiknya disertai dengan kegiatan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan

kemampuan setiap individu agar tidak terjadi kejenuhan terhadap rutinitas sehingga kualitas

kinerja menjadi lebih baik

Masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih pada seseorang

dibandingkan dengan rekan kerja yang lain (Rivai & Mulyadi, 2010). Masa kerja juga dapat

mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam menunjukkan kinerjanya. Sehingga

berdasarkan pendapat tersebut maka seharusnya perawat yang masa kerjanya lebih lama

mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai