Anda di halaman 1dari 18

OBAT-OBAT ANESTESI INTRAVENA

Disusun Oleh :
JAYANTI CHAIRINA SARI
(7110080115

Pembimbing

dr. Henri Jones Damanik, Sp.An

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM DR DJASAMEN SARAGIH
PEMATANG SIANTAR
2014
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat TuhanYang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul Obat-Obat
Anestesi Intravena dalam rangka melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di
SMF Anestesi RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

Dalam kesempatan ini pula penulis hendak menyampaikan rasa terimakasih kepada
dr. Henri Jones Damanik, Sp.An yang telah memotivasi, membimbing, dan mengarahkan
penulis selama menjalani program Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Anestesi dan dalam
menyusun tulisan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itulah, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Pematangsiantar, November 2014

Penulis

Jayanti Chairina Sari

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
BAB II TOTAL INTRAVENA ANESTESI (TIVA) .................................................... 2
BAB III OBAT-OBAT ANESTESI INTRAVENA ........................................................ 3
1. DEFINISI ANESTESI INTRAVENA ....................................................... 3
2. INDIKASI ANESTESI INTRAVENA ...................................................... 3
3. CARA PEMBERIAN ................................................................................ 3
4. JENIS-JENIS ANESTESI INTRAVENA ................................................. 4
4.1 Propofol ( 2,6 diisopropylphenol ) .................................................... 4
4.2 Tiopenton ............................................................................................. 5
4.3 Ketamin ................................................................................................ 8
4.4 Opioid .................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena,
baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada
didalam pembuluh darah vena, obat obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh
melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing masing dan akhirnya
diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.

Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan
kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan
pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat
anestesi dapat memberikan efek samping yang sangat minimal.Tidak satupun obat anestesi
dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal.

Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan


pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang akan
dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional anestesi dikatakan lebih aman
daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa teknik yang satu
lebih baik dari yang lain, sehingga penentuan teknik anestesi menjadi sangat penting.

Pemahaman tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat diberikan
secara langsung ke dalam aliran darah, kedua hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran
sebelum akhirnya anestesi intravena berhasil ditemukan.

1
BAB II

TOTAL INTRAVENA ANESTESI (TIVA)

TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anestesi
yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O.
TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut
Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A)
dalam anestesi yaitu
1. Amnesia
2. Arefleksia otonomik
3. Analgesik
4. +/- relaksasi otot

Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari
obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen tersebut. Kebanyakan obat
anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas kecuali Ketamin yang
mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang paling
lengkap.

Kelebihan TIVA:
1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih
akurat sesuai yang dibutuhkan.
2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar jalan
nafas atau paru-paru.
3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.

2
BAB III
OBAT-OBAT ANESTESI INTRAVENA

1. DEFINISI ANESTESI INTRAVENA

Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan


obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan
untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. Induksi anestesi seperti misalnya
tiopenton yang juga digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada
tindakan analgesia regional.10
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat obat anestesi dan yang
digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton, Diazepam ,
Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.

2. INDIKASI ANESTESI INTRAVENA


a. Obat induksi anesthesia umum
b. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat
c. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
d. Obat tambahan anestesi regional
e. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)

3. CARA PEMBERIAN
a. Sebagai obat tunggal :
o Induksi anestesi
o Operasi singkat: cabut gigi
b. Suntikan berulang :
o Sesuai kebutuhan : curetase
c. Diteteskan lewat infus :
o Menambah kekuatan anestesi

3
4. JENIS-JENIS ANESTESI INTRAVENA
4.1 Propofol ( 2,6 diisopropylphenol )
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan
lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi
pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada
pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol
dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam
etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat
obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8 Obat ini juga kompatibel dengan D5W.

4.1.1 Mekanisme kerja


Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek
primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid).

4.1.2 Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,
eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh
propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh
lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi
cepat menyebabkan sedasi ( rata rata 30 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif
singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni
tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.

4.1.3 Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat
menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis
induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat menyebabkan
perubahan mood tapi tidak sehebat thiopental. Dapat menurunkan tekanan intrakranial dan
tekanan intraokular sebanyak 35%.

4
4.1.4 Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infus
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 g/kg/min IV (titrate to effect).
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung
penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal
0,2%
f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan
yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk
mencegah kontaminasi dari bakteri.

4.1.5 Efek Samping


Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa
muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan
dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2
menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara
I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien
setelah operasi menggunakan propofol.Propofol merupakan emulsi lemak sehingga
pemberiannya harus hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti
hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik
(thiopental < propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan
terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang.Terdapat juga kasus
terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian
propofol.

4.2 Tiopenton
Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal dengan
nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat
anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan
memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai
puncak konsentrasi dan setelah 5 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan
kesadaran kembali seperti semula.9 Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan
menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.

5
Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental [5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-
thiobarbituric acid], methohexital [1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-pentynyl)barbituric acid],
dan thiamylal [5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid]. Ada juga turunan barbiturat
yang dipakai sebagai induksi seperti secobarbital dan pentobarbital tetepi penggunaannya
sangat jarang. Thiopental (Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates,
sedangan methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate.
Walaupun terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat , tiopental merupakan
obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi anasthesi dan banyak dipergunakan untuk
induksi anestesi.

4.2.1 Mekanisme kerja


Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan
menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat menekan
sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang
beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk
kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinaps
saraf dari pada akson.Barbiturat menekan transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam
gamma aminobutirik (GABA).Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter
(presinap) dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).

4.2.2 Farmakokinetik
Absorbsi
Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara intravena untuk induksi
anestesi umum pada orang dewasa dan anak anak.Perkecualian pada tiopental rektal atau
sekobarbital atau metoheksital untuk induksi pada anak anak.Sedangkan phenobarbital atau
sekobarbital intramuskular untuk premedikasi pada semua kelompok umur.

Distribusi
Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh selanjutnya akan
diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya akan vaskularisasi, secara perlahan
akan mengalami difusi kedalam jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah
terjadi penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh karena redistribusi obat
dari otak ke dalam jaringan lemak.

6
Metabolisme
Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.

Ekskresi
Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3 ml/kg/menit dan
pada anak anak terjadi 6 ml/kg/menit.

4.2.3 Farmakodinamik
Pada Sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis
subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada
dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram.Thiopental turut
menurunkan tekanan intrakranial. Manakala methohexital dapat menyebabkan kejang setelah
pemberian dosis tinggi.

Sistem pernafasan
Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2 menurun terjadi
penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai menyebabkan terjadinya
asidosis respiratorik.Dapat juga menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding
propofol sehingga menyebabkan laringospasme.Jarang menyebabkan bronkospasme.

4.2.4 Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg.Untuk menghindarkan efek negatif
dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.

4.2.5 Efek samping


Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini
kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat
menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi
pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-
aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan
kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat
diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.

7
4.3 Ketamin
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki
struktur mirip dengan phencyclidine.Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana
awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine)
yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada
tentara amerika selama perang Vietnam.
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan rapid acting
non barbiturate general anesthesia. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali
diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi,
hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah
muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan
mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.

4.3.1 Mekanisme kerja


Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan
medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor
metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.

4.3.2 Farmakokinetik
Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular

Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh
organ.10 Efek muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi,
dan akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan
muncul setelah 15 menit.

Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit
yang masih aktif.

8
Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.

4.3.4 Farmakodinamik
Susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami
perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka
spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari
(cataleptic appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang.Itu
merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin.
Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering
mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien
mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah
intrakranial.
Konsentrasi plasma (Cp) yang diperlukan untuk hipnotik dan amnesia ketika operasi
kurang lebih antara 0,7 sampai 2,2 g/ml (sampai 4,0 g/ml buat anak-anak). Pasien dapat
terbangun jika Cp dibawah 0,5g/ml.
Ketamin merupakan suatu reseptor antagonis N-Metil-D-aspartat (NMDA) yang non
kompetitif yang menyebabkan :
o Penghambatan aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat
o Mengurangi pembebasan presinaps glutamat
o Efek potensial Gamma-aminobutyric acid (GABA)
Pemberian Ketamin dapat menyebabkan efek psikologis yang berupa:
o Mimpi buruk
o Perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti melayang keluar dari badan)
o Salah persepsi, salah interpretasi dan ilusi
o Euphoria, eksitasi, kebingungan dan ketakutan
o 20%-30% terjadi pada orang dewasa
o Dewasa > anak-anak
o Perempuan > laki-laki

9
Sistem pernafasan
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi.dapat menimbulkan
dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada
pasien asma.

4.3.5 Dosis dan pemberian


Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses
pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak anak. Ketamin bersifat larut air sehingga
dapat diberikan secara I.V atau I.M. Dosis induksi adalah 1 2 mg/KgBB secara I.V atau 5
10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi
untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian
secara intermitten diulang setiap 10 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai
operasi selesai.3 Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 0,8
mg/kg IV atau 2 4 mg/kg IM atau 5 10 g/kg/min IV drip infus.

4.3.6 Efek samping


Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada
mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk
juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka
selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat
menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.

4.3.7 Kontra indikasi


Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah
disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja.Pada pasien yang
menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan
intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi
intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada
operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat
obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.

10
4.4 Opioid
Opioid telah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat
opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata opium
berasal dari bahasa yunani yang berarti getah.
Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids.Morphine, meperidine, fentanyl,
sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan
dalam general anestesi.efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid
kadang digunakan dalam operasi kardiak.Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan
efek samping.

4.4.1 Mekanisme kerja


Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan
jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , ,,,. Walaupun opioid
menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia. Farmakodinamik dari
spesifik opioid tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya
aktif.Aktivasi reseptor opiat menghambat presinaptik dan respon postsinaptik terhadap
neurotransmitter ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.

4.4.2 Farmakokinetik
Absorbsi
Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan
puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode
efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi
pada anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g).

Distribusi
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit).Kelarutan lemak yang rendah dan
morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan
durasi kerja juga Iebih panjang.Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi
singkat setelah injeksi bolus.

Metabolisme
Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah
hepar.Produk akhir berupa bentuk yang tidak aktif.

11
Ekskresi
Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan
tergantung pada aliran darah hepar. 5 10% opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk
metabolit aktif, remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos esterase.

4.4.3 Farmakodinamik
Sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas,
dengan jumlah volume tidal yang menurun .PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2
tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu
menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid
juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu.

Sistem gastrointestinal
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat.

4.4.4 Dosis dan pemberian


Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5
mg/Kgbb, sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin.

4.5 Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam
(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut
dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan
emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis
tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan
benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.

4.5.1 Mekanisme kerja


Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik,
antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral. Benzodiazepine bekerja di reseptor
ikatan GABAA.Afinitas pada reseptor GABAA berurutan seperti berikut lorazepam >
midazolam > diazepam. Reseptor spesifik benzodiazepine akan berikatan pada komponen
gamma yang terdapat pada reseptor GABA.

12
4.5.2 Farmakokinetik
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul
setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari
benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi
dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat
setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.

Clearance in ml/kg/min

Short midazolam 6-11

Intermediate lorazepam 0.8-1.8

Long diazepam 0.2-0.5

4.5.3 Farmakodinamik
Sistem Pernafasan
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas
mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.

4.5.4 Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.
o Untuk preoperatif digunakan 0,5 2,5mg/kgbb
o Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 5 mg
o Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.
o Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.

4.5.5 Efek samping


Midazolam dapat menyebabkan depresi pernafasan jika digunakan sebagai sedasi.
Lorazepam dan diazepam dapat menyebabkan iritasi pada vena dan trombophlebitis.
Benzodiazepine turut memperpanjang waktu sedasi dan amnesia pada pasien. Efek
Benzodiazepines dapat di reverse dengan flumazenil (Anexate, Romazicon) 0.1-0.2 mg IV
prn to 1 mg, dan 0.5 - 1 mcg/kg/menit berikutnya.

13
4.6 Etomidat
Etomidat (Amidat) merupakan obat induksi intravena yang bekerja cepat dengan efek
gangguan hemodinamik yang minimal beserta efek depresi pernafasan yang sedikit. Selain
efek hemodinamik yang stabil dan kurang mendepresi pernafasan obat ini juga bahkan
memproteksi fungsi serebral serta lebih aman dibandingkan dengan tiopenton. Etomidat
bersifat tidak stabil dan tidak larut dalam air maka dengan itu etomidat biasanya tersedia 2
mg/ml dalam propylene glycol (35% dalam vol) dengan pH 6,9 dan osmomalitas s4,640
mOsm/l.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Said A. Latif dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2002.
2. Intravenous Anesthetics didapat dari http://www.metrohealthanesthesia.com/edu.htm
3. Intravenous anesthesic didapat dari http://anesthesiologyinfo.com/intravenousanesthetic
4. Hipnotika dan Sedativa didapat dari http://www.medicastore.com
5. Anestesi Intravena didapat dari http://ryan-mul.blogspot.com/2009/04/anestesi
intravena.html
6. Opioid didapat dari http://en.wikipedia.org/wiki/Wikipedia: Opioid
7. Anestesi Umum didapat dari http://www.scribd.com/anestesiumum

15

Anda mungkin juga menyukai