Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Satuan Pemeriksaan Internal


2.1.1 Pengertian SPI
Satuan Pengawasan Intern (SPI) adalah penyelenggara salah satu unsur
pengendalian intern yang penting, yaitu merupakan aparat pemeriksa/pengawas
intern Rumah Sakit. Pasal 39 dari Undang-Undang No 44 Tahun 2009
mengamanatkan bahwa dalam penyelenggaraan rumah sakit harus dilakukan
audit, dapat berupa audit kinerja dan audit medis. Sebenarnya makna
pengawasan ini meliputi semua kegiatan baik yang bersifat medis maupun non
medis/administratif, namun karena untuk hal-hal yang bersifat medis tehnis
sudah ditangani oleh Komite Medik, maka tugas atau ruang lingkup tugas SPI
hanya pada masalah administratif manajerial.
2.1.2 Fungsi SPI
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, SPI mempunyai fungsi:
a. Pemeriksaan, meliputi:
- Pelaksanaan kegiatan opersional, termasuk kegiatan pelayanan, namun
hanya aspek manajerial/administratif saja.
- Penyelenggaraan Administrasi Umum seperti Logistik, Perleng-kapan,
Kesekretariatan dan Perencanaan.
- Pengelolaan Kepegawaian
- Pengelolaan Keuangan
b. Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan. Penilaian, Pengujian dan
Pengusutan terhadap laporan, baik yang berasal dari satuan
kerja/perorangan maupun dari masyarakat. Laporan dari satuan kerja dapat
bersifat reguler/rutin maupun yang insidentil.

2.2 Surat Ijin Praktik Dokter


Berdasarkan PERMENKES RI nomor 20152 tahun 2011 tentang izin
praktik dan pelaksanaan praktik kedokteran, Surat Izin Praktik, selanjutnya
disingkat SIP adalah bukti tertulis yang diberikan dinas kesehatan
kabupaten/kota kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik

4
kedokteran setelah memenuhi persyaratan. Pada bab II tentang izin praktik
disebutkan,
Pasal 6
(1) Dalam rangka melaksanakan program pemerataan pelayanan kesehatan:
a. SIP bagi Dokter dan Dokter Gigi yang melakukan praktik kedokteran
pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah berlaku juga bagi
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dalam wilayah binaannya
yang tidak memiliki dokter/dokter gigi.
b. SIP bagi Dokter dan Dokter Gigi spesialisasi tertentu yang melakukan
praktik kedokteran pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan berlaku
juga bagi fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah di daerah lain yang
belum memiliki pelayanan spesialisasi yang sama.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi fasilitas pelayanan kesehatan milik TNI/POLRI, Puskesmas, dan balai
kesehatan/balai pengobatan milik pemerintah.
(3) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi rumah sakit milik pemerintah yang bersifat publik yang bekerjasama
dalam bentuk sister hospital.
(4) Pemberian pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dan huruf b harus diberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.

2.4 Akreditasi Rumah Sakit


2.4.1 Pengertian Akreditasi Rumah Sakit
Undang-Undang Kesehatan no 44 tahun 2009 pasal 40 ayat 1
menyatakan bahwa bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 tahun
sekali. Dengan semakin kritisnya masyarakat Indonesia dalam menilai mutu
pelayanan kesehatan, maka Kementrian Kesehatan RI khususnya Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan memilih dan menetapkan sistem akreditasi
RS yang mengacu kepada Joint Commission International (JCI).
Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu proses dimana suatu lembaga
independen baik dari dalam atau pun luar negeri, biasanya non pemerintah,
melakukan assesment terhadap rumah sakit berdasarkan standar akreditasi

5
yang berlaku. Rumah sakit yang telah terakreditasi akan mendapatkan
pengakuan dari Pemerintah karena telah memenuhi standar pelayanan dan
managemen yang ditetapkan. Menurut Joint Comission International (JCI)
Tahun 2011, akreditasi adalah proses penilaian organisasi pelayanan
kesehatan dalam hal ini rumah sakit utamanya rumah sakit non pemerintah,
oleh lembaga akreditasi internasional berdasarkan standar internasional yang
telah ditetapkan.
Akreditsi rumah sakit dilaksanakan oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit
atau biasa disebut KARS. KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) merupakan
suatu lembaga independen dalam negeri sebagai pelaksana akreditasi RS
yang bersifat fungsional dan non-struktural. Sedangkan yang dimaksud
dengan JCI (Joint Commission International) adalah merupakan badan
akreditasi non profit yang berpusat di Amerika Serikat dan bertugas
menetapkan dan menilai standar performa para pemberi pelayanan
kesehatan.
2.4.2 Tujuan Akreditasi
Tujuan umum akreditasi menurut Kementerian Kesehatan RI adalah
untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Sedangkan tujuan
khusunya antara lain:
a. Memberikan jaminan, kepuasan, dan perlindungan masyarakat
b. Memberikan pengakuan kepada RS yang telah menerapkan standar
pelayan Rumah Sakit
c. Menciptakan lingkungan intern Rumah Sakit yang kondusif untuk
penyembuhkan dan pengobatan termasuk peningkatan dan pencegahan
sesuai standar struktur, proses, dan hasil

2.4.3 Manfaat Akreditasi


Manfaat akeditasi rumah sakit:
Bagi pasien dan masyarakat : pasien dan masyarakat memperoleh
pelayanan sesuai dengan standar yang terukur
Bagi petugas kesehatan RS : menimbulkan rasa aman dalam
melaksanakan tugasnya oleh karena RS memiliki sarana, prasarana, dan
peralatan yang telah memenuhi standar

6
Bagi RS : sebagai alat untuk negosiasi dengan pihak
ketiga misalnya; asuransi, perusahaan, dan lain-lain
Bagi pemilik RS : sebagai alat untuk mengukur kinerja
pengelola Rumah Sakit
2.4.4 Tahapan Akreditasi
Tahap tingkat dasar 5 pelayanan (administrasi dan managemen, pelayanan
medis, gawat darurat, keperawatan dan rekam medik)
Tahap tingkat lanjut 12 pelayanan (tahap dasar + perinatal resiko tingi,
radiologi, farmasi, laboratorium, kamar operasi, K3 dan pengendalian
infeksi)
Tahap tingkat lengkap 16 pelayanan (tahap lanjut + pelayanan intensif,
rehabilitasi, gizi dan pelayanan darah)
2.4.5 Proses Penyelenggaraan Akreditasi
1. Persiapan Akreditasi Rumah sakit
Persiapan akreditasi dilakukan dengan pemenuhan standar dari komite
akreditasi dan melakkan penilain mandiri atau self assesment. Penilaian mandiri
(self assesment) merupakan proses penilaian penerapan Standar Pelayanan
Rumah Sakit dengan menggunakan Instrumen Akreditasi. Penilaian mandiri (self
assesment) bertujuan untuk mengukur kesiapan dan kemampuan Rumah
Sakit dalam rangka survei Akreditasi. Penilaian mandiri (self assesment)
dilakukan oleh Rumah Sakit yang akan menjalani proses Akreditasi.
2. Bimbingan Akreditasi
Bimbingan Akreditasi merupakan proses pembinaan Rumah Sakit dalam
rangka meningkatkan kinerja dalam mempersiapkan survei Akreditasi. Bimbingan
Akreditasi dilakukan oleh pembimbing Akreditasi dari lembaga independen
pelaksana Akreditasi yang akan melakukan Akreditasi. Pembimbing Akreditasi
merupakan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan dalam
membimbing Rumah Sakit untuk mempersiapkan Akreditasi.
3. Pelaksanaan Akreditasi :
a. Survey Akreditasi
Merupakan penilaian untuk mengukur pencapaian dan cara penerapan
Standar Pelayanan Rumah Sakit. Survei dilakukan oleh surveior Akreditasi dari
lembaga independen pelaksana Akreditasi. (3) Surveior Akreditasi merupakan

7
tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan dalam bidang
Akreditasi untuk melaksanakan survei Akreditasi.
b. Penetapan Status Akreditasi
Penetapan status Akreditasi nasional dilakukan oleh lembaga
independen pelaksana Akreditasi berdasarkan rekomendasi dari surveior
Akreditasi. Selain memberikan rekomendasi penetapan status Akreditasi
nasional, surveior Akreditasi harus memberikan rekomendasi perbaikan-
perbaikan yang harus dilakukan oleh Rumah Sakit untuk pemenuhan Standar
Pelayanan Rumah Sakit. Rumah Sakit yang telah mendapatkan status Akreditasi
nasional diwajibkan membuat perencanaan perbaikan strategis sesuai dengan
rekomendasi surveior untuk memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang
belum tercapai.
Lembaga independen pelaksana Akreditasi dan Rumah Sakit wajib
menginformasikan status Akreditasi nasional kepada publik. Rumah Sakit yang
telah mendapatkan status Akreditasi nasional dapat mencantumkan kata
terakreditasi nasional di bawah atau di belakang nama Rumah Sakitnya
dengan huruf lebih kecil dan mencantumkan nama lembaga independen
penyelenggara akreditasi yang mengakreditasi, masa berlaku status
Akreditasinya serta mencantumkan lingkup/tingkatan Akreditasinya. Penulisan
nama rumah sakit yang terakreditasi nasional harus dibuat sesuai contoh
sebagaimana tercantum pada Lampiran permenkes 012 2012 tentang
Akreditasi Rumah Sakit.
4. Pasca Akreditasi
Kegiatan pasca Akreditasi dilakukan dalam bentuk survei verifikasi. Survei
verifikasi hanya dapat dilakukan oleh lembaga independen pelaksana Akreditasi
yang melakukan penetapan status Akreditasi terhadap Rumah Sakit. Survei
verifikasi bertujuan untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan mutu
pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan rekomendasi dari surveior. Pelaksanaan
kegiatan pasca Akreditasi diatur oleh lembaga independen pelaksana
Akreditasi.
2.4.6 Macam Akreditasi
A. Akreditasi Nasional Rumah Sakit
Di Indonesia akreditasi rumah sakit baik tingkat nasional maupun
internasional sudah diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang maupun

8
peraturan tertulis lainnya, yaitu: UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
pasal 40 ayat 1. dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit
wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali, ayat
2. Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri
berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah
memberikan dukungan sepenuhnya terhadap rumah sakit untuk
mengembangkan kualitas pelayanan kesehatan sehingga mendapat
akreditasi internasional.Dengan demikian diharapkan setiap organisasi rumah
sakit mampu mengembangkan potensi dan kualitas pelayanan kesehatan
dengan semaksimal mungkin.Kementerian Kesehatan berupaya untuk
menjaga mutu layanan melalui kegiatan akreditasi rumah sakit baik rumah
sakit pemerintah maupun swasta. Dasar hukum pelaksanaan akreditasi
rumah sakit adalah UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 29
huruf b menyebutkan bahwa Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit, kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara
berkala minimal 3 tahun sekali.
B. Akreditasi Internasional oleh Joint Commission International (JCI)
Joint Commission International (JCI) merupakan lembaga akreditasi
internasional yang berwenang melakukan akreditasi.Kementerian Kesehatan
menetapkan JCI sebagai lembaga atau badan yang dapat melakukan
akreditasi rumah sakit bertaraf Internasional yang ditetapkan dalam
Keputusan Menkes No. 1195/MENKES/SK/VIII/2010.JCI didirikan tahun 1998
sebagai perpanjangan tangan untuk kawasan internasional dari The Joint
Commission (United States).JCI bermarkas di Amerika Serikat. JCI telah
bekerja sama dengan 80 menteri kesehatan di seluruh dunia. Fokusnya ialah
peningkatan pengawasan terhadap keamanan pasien dengan cara
memberikan sertifikasi akreditasi dan pendidikan untuk
mengimplementasikan solusi berkelanjutan berbagai organisasi pelayanan

9
kesehatan. Organisasi pelayanan kesehatan itu meliputi rumah sakit, klinik,
laboratorium klinik dan sebagainya.
Pada tahun 2012 penilaian Akreditasi Rumah Sakit akan mengacu pada
Standar JCI, yang dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu, (1) kelompok
sasaran yang berfokus pada pasien, (2) kelompok standar manajemen rumah
sakit, (3) kelompok keselamatan pasien dan (4) sasaran MDGs.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam langkah dan strategi
pelaksanaan keselamatan pasien (Depkes RI. 2010), salah satunya adalah
mengikuti Akreditasi Rumah Sakit. Selanjutnya dalam Pedoman Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (Depkes RI. 2007)
disebutkan rumah sakit mutlak memerlukan sistem tanggap darurat sebagai
bagian dari manajemen K3RS. Mengacu kepada kedua landasan hukum
tersebut, maka konsep kajian tentang keselamatan pasien yang dilakukan
pada penelitian ini mengacu kepada aspek kesehatan dan keselamatan kerja
yang terkait dengan standar akreditasi yang dikeluarkan oleh Joint
Commission International Accreditation Standards for Hospitals, 4th Edition
(2011) serta serta dihubungkan dengan mutu pelayanan adalah aspek
pelayanan di IGD rumah sakit, yaitu sasaran keselamatan pasien rumah sakit
yang memiliki beberapa indikator.

10

Anda mungkin juga menyukai