Anda di halaman 1dari 15

MANUSIA DALAM PERPEKTIF

ISLAM

Disusun oleh :
Kyky Selvianita.
Infantriana Putri . A

Prodi Studi S1 Keperawatan


Stikes Maharani Malang
Tahun 2012
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah Swt, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, maka makalah
berjudul Hakikat Manusia dalam Pandangan Islam. Dalam proses penulisan makalah ini
tak luput dari bantuan berbagai pihak, sehingga segala hambatan dapat ditanggulangi dan
penulisan makalah ini dapat selesai dengan lancar. sehingga pada kesempatan ini kami
sampaikan ucapan terima kasih kepada bapak , Drs.Yedi selaku dosen Agama dan Etika
Islam, yang telah membimbing kami dalam proses belajar. Tidak lupa kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil.
Kami sangat menyadari akan masih banyaknya kekurangan penyusunan makalah
ini,.maka kami selaku penyusun makalah ini memohon maaf atas hal tersebut sebab kami
adlah manusia yang tak luput dari kesalahan dan masih dalam proses belajar.

Malang ,5 Oktober 2012

Penulis
ABSTRAK

Makalah ini menjelaskan tentang manusia dalam pandangan islam. Selain itu
dicantumkan juga fungsi dan tanggung jawab manusia dalam islam. Dijelaskan dalam makalah
ini bahwa manusia merupakan makhluk yang paling mulia dan sangat unik. Manusia
dianugerahi berbagai potensi dan petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia
dan akhirat. Manusia memiliki potensi dasar yang pada hakikatnya sangat membedakan
manusia dengan makhluk ciptaan Allah lainnya, yaitu nafsu dan akal/pemikiran. Dalam hidup
di dunia, manusia diberi tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka
bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Manusia pada hakikatnya adalah makhluk ciptaan Allah SWT dan juga makhluk
sosial. Dalam pandangan Islam, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT manusia
memiliki tugas tertentu dalam menjalankan kehidupannya di dunia ini. Untuk
menjalankan tugasnya manusia dikaruniakan akal dan pikiran oleh Allah SWT. Akal
dan pikiran tersebut yang akan menuntun manusia dalam menjalankan perannya.
Dalam perjalanan hidupnya peran manusia semakin terlupakan. Padahal dengan
semua kelebihan yang dimilikinya manusia sudah selayaknya menjalankan peran dan
tugasnya. Oleh karena itu, hakikat manusia yang sebenar-benarnya harus diresapi
dengan baik agar manusia itu sendiri kembali pada tujuan asal mulanya dia
diciptakan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas timbul beberapa masalah, diantaranya


1. Apa kelebihan manusia dari makhluk lainya?
2. Apa fungsi dan tanggung jawab manusia dalam islam?
3. Bagaimana hakikat masusia menurut pandangan Islam?

1.3 TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah, kami menentukan tujuan dalam pembuatan makalah ini,
adalah:
Menjelaskan hakikat manusia menurut pandangan islam.

1.4 LINGKUP KAJIAN


Sesuai dengan tujuan diatas, maka kami menentukan lingkup kajiannya hanya konsep
ketuhanan dalam islam.
BAB 2
PEMBAHASAN

HAKIKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN ISLAM


Di dalam Al-Quran, manusia disebut antara lain dengan bani Adam (Q.S. Al-Isra:70),
basyar (Q.S. Al-Kahfi:10), Al-Insan (Al-Insan:1) , An-Nas (114):1). Berbagai rumusan tentang
manusia pun telah diberikan orang. Salah satu diantaranya, berdasarkan studi isi Al-Quran
dan Al-Hadist, berbunyi sebagai berikut: Al-Insan (manusia) adalah makhluk ciptaan Allah
yang memiliki potensi untuk beriman (kepada Allah), dengan menggunakan akalnya mampu
memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggung
jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak (N.A Rasyid , 1983:19).

Pengertian Manusia

Pengertian manusia dapat dilihat dari berbagai segi. Secara bahasa manusia berasal
dari kata manu (Sansekerta), mens (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau
makhluk yang mampu menguasai makhluk lain. Secara istilah manusia dapat diartikan
sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus)
atau seorang individu. Secara biologi, manusia diartikan sebagai sebuah spesies primata dari
golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.

Pengertian manusia menurut agama islam

Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan, al-
naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang, jinak, ramah,
atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama). Al-abd berarti manusia
sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan nabi
Adam.

Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk
yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran
dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Hakikat Manusia
Manusia dalam pandangan Islam terdiri atas dua unsur, yakni jasmani dan rohani.
Jasmani manusia bersifat materi yang berasal dari unsur unsur saripati tanah. Sedangkan
roh manusia merupakan substansi immateri berupa ruh. Ruh yang bersifat immateri itu ada
dua daya, yaitu daya pikir (akal) yang bersifat di otak, serta daya rasa (kalbu). Keduanya
merupakan substansi dari roh manusia.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang selalu berkembang dengan pengaruh
lingkungan sekitarnya karena makhluk utuh ini memiliki potensi pokok yang terdiri atas
jasmani, akal, dan rohani. Hal lain yang menjadi hakikat manusia adalah mereka
berkecenderungan beragam. Sebagai makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi pokok
paling banyak, manusia menjadi menarik untuk diteliti. Manusia yang sebagai subjek kajian
mengkaji manusia sebagai objek kajiannya dalam hal karya, dampak karya terhadap dirinya
sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Namun, sampai sekarang manusia terutama
ilmuwan belum mencapai kata sepakat tentang manusia.
Dalam bukunya Man the Unknown, Dr. A. Carrel menjelaskan tentang kesukaran yang
dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia. Beliau menulis :
Sebenarnya manusia telah mencurahkan perhatian dan usaha yang sangat besar untuk
mengetahui dirinya, kendatipun kita memiliki pembendaharaan yang cukup banyak dari
hasil penelitian para ilmuwan, filosof, sastrawan, dan para ahli di bidang keruhanian
sepanjang masa ini. Tapi kita (manusia) hanya mampu mengetahui dari segi tertentu dari
diri kita. Kita tidak mengetahui manusia secara utuh. Yang kita ketahui hanyalah bahwa
manusia terdiri dari bagian bagian tertentu, dan ini pun pada hakikatnya dibagi lagi
menurut tata cara kita sendiri. Pada hakikatnya, kebanyakan pertanyaan pertanyaan yang
diajukan oleh mereka yang mempelajari manusia kepada diri mereka hingga kini masih
tetap tanpa jawaban.

Manusia diberi Allah potensi yang sangat tinggi nilainya seperti pemikiran, nafsu,
kalbu, jiwa, raga, panca indera. Namun potensi dasar yang membedakan manusia dengan
makhluk ciptaan Allah lainnya terutama hewan adalah nafsu dan akal/pemikiran. Manusia
memiliki nafsu dan akal, sedangkan binatang hanya memiliki nafsu. Manusia yang
cenderung menggunakan nafsu saja atau tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi
pemberian Allah lainnya secara baik dan benar, maka manusia akan menurunkan derajatnya
sendiri menjadi binatang, walaupun Al-Quran tidak menggolongkan manusia ke dalam
kelompok binatang seperti yang dinyatakan Allah dalam Al-Quran (Q.S. Al Araf : 179) :
Mereka (jin dan manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat
ayat Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda tanda keksuasaan
Allah), punya telinga tetap tidak mendengar (ayat ayat Allah). Mereka (manusia) yang
seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan, bahkan lebih rendah (lagi) dari binatang.

Fungsi, Peran dan Tanggung Jawab Manusia Menurut Islam

Manusia sebagai salah satu makhluk hidup di Bumi ini mempunyai berbagai fungsi,
peran dan tanggung jawab, dan Islam sebagai agama dengan jumlah pemeluknya terbesar
dibanding agama-agama yang lain, sudah tentu mempunyai pandangan tersendiri akan
fungsi, peran dan tanggung jawab manusia di Bumi.

Peran Manusia Menurut Islam

Berpedoman kepada QS Al Baqoroh 30-36, maka peran yang dilakukan adalah sebagai
pelaku ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran Allah. Untuk menjadi
pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah, seseorang dituntut
memulai dari diri dan keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain.

Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah ditetapkan
Allah, diantaranya adalah :

1. Belajar (surat An naml : 15-16 dan Al Mukmin :54) ; Belajar yang dinyatakan pada ayat
pertama surat al Alaq adalah mempelajari ilmu Allah yaitu Al Quran.

2. Mengajarkan ilmu (al Baqoroh : 31-39)

3. Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35 ) ; Ilmu yang telah diketahui bukan hanya untuk
disampaikan kepada orang lain melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri dahulu agar
membudaya. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.
Martabat Manusia
Eksistensi manusia di dunia adalah sebagai tanda kekuasaan Allah Swt terhadap
hamba-hamba-Nya, bahwa dialah yang mencipytakan, menghidupkan dan menjaga
kehidupan manusia. Dengan demikian, tujuan diciptakan manusia dalam konteks hubungan
manusia dengan Allah Swt adalah dengan mengimami Allah Swt dan memikirkan ciptaan-
Nya untuk menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Sedangkan dalam
konteks hubungan manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam adalah untuk
berbuat amal, yaitu perbuatan baik dan tidak melakukan kejahatan terhadap sesama
manusia, serta tidak merusak alam. Terkait dengan tujuan hidup manusia dengan manusia
lain dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Tujuan Umum Adanya Manusia di Dunia
Dalam al-quran Q.S. Al-Anbiya ayat 107 yang artinya :
Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk Rahmat bagi semesta alam
Ayat ini menerangkan tujuan manusia diciptakan oleh Allah SWT dan berada didunia
ini adalah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Arti kata rahmat adalah karunia, kasih
sayang dan belas kasih. Jadi manusia sebagai rahmah adalah manusia diciptakan oleh Allah
SWT untuk menebar dan memberikan kasih saying kepada alam semesta.
2. Tujuan Khusus Adanya Manusia di Dunia
Tujuan khusus adanya manusia di dunia adalah sukses di dunia dan di akhirat
dengan cara melaksanakan amal shaleh yang merupakan investasi pribadi manusia sebagai
individu. Allah berfirman dalam Q.S. An-Nahl ayat 97 yang artinya : Barang siapa
mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya Allah SWT akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan diberi
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dengan apa yang telah mereka
kerjakan.
3. Tujuan Individu Dalam Keluarga
Manusia di dunia tidak hidup sendirian. Manusia merupakan makhluk sosial yang
mempunyai ifat hidup berkelompok dan saling membutuhkan satu sama lain.. Hampir
semua manusia, pada awalnya merupkan bgian dari anggota kelompok sosial yang
dinamakan keluarga. dalam Ilmu komunukasi dan sosiologi kelurga merupakan bagian dari
klasifikasi kelompak sosial dan termasuk dalam small group atau kelompok terkecil di
karnakan paling sedikit anggotanya terdiri dari dua orang. Nanun keberadaan keluraga
penting karena merupakan bentuk khusus dalm kerangka sistem sosial secara keseluruhan.
Small group seolah-olah merupakan miniatur masyarakat yang juga memiliki pembagian
kerja, kodo etik pemerintahan, prestige, ideologi dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan
tujuan individu daln keluarga adalah agar individu tersebut menemukan ketentraman,
kebahagian dan membentuk keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah. Manusia diciptakan
berpasang-pasangan. Oleh sebab utu, sudah wajar manusia baik laki-laki dan perempuan
membentuk keluarga. Tujuan manusia berkelurga menurut Q.S. Al-Ruum ayat 21 yang
artinya:
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu merasa tentram, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih
sayang . Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaaum yang mau berfikir."
Tujuan hidup berkeluarga dari setiap manusia adalh supaya tentram. Untuk menjadi
keluarga yang tentram, Allah SWT memberikan rasa kasih sayang. Oleh sebab itu, dalam
kelurga harus dibangun rasa kasih sayang satu sama lain.
4. Tujuan Individu Dalam Masyarakat
Setelah hidup berkeluarga, maka manusia mempunyai kebutuhan untuk
bermasyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat adalah keberkahan dalam hidup yang
melimpah. Kecukupan kebutuhan hidup ini menyangkut kebutuhan fisik seperti perumahan,
makan, pakaian, kebutuhan sosial (bertetangga), kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan
aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat mudah diperoleh apabila masyarakat
beriman dan bertakwa. Apabila masyarakat tidak beriman dan bertakwa, maka Allah akan
memberikan siksa dan jauh dari keberkahan. Oleh sebab itu, apabila dalam suatu
masyarakat ingin hidup damai dan serba kecukupan, maka kita harus mengajak setiap
anggota masyarakat untuk memelihara iman dan takwa. Allah berfirman :

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu,
maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS Al-Araaf : 96)
Pada dasarnya manusia memiliki dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu:
a. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya yaitu masyarakat
b. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasan alam di sekelilingnya
Istilah masyarakat dalam Ilmu sosiologi adalah kumpulan individu yang bertempat
tinggal di suatu wilayah dengan batas-batastertntu, dimana factor utama yang menjadi
dasarnya adalh interaksi yang lebih besar diantara anggot-anggotanya.
5. Tujuan Individu Dalam Bernegara
Sebagai makhluk hidup yang selalu ingin berkembang menemukan jati diri sebagai
pribadi yang utuh, maka manusia harus hidup bermasyarakat/bersentuhan dengan dunia
sosial. Lebih dari itu manusia sebagai individu dari masyarakat memiliki jangkauan yang
lebih luas lagi yakni dalam kehidupan bernegara. Maka, tujuan individu dalam bernegara
adalah menjadi warganegara yang baik di dalam lingkungan negara yang baik yaitu negara
yang aman, nyaman serta makmur.
6. Tujuan Individu Dalam Pergaulan Internasional
Setelah kehidupan bernegara, tidak dapat terlepas dari kehidupan internasional /
dunia luar. Dengan era globalisasi kita sebagai makhluk hidup yang ingin tetap eksis, maka
kita harus bersaing dengan ketat untuk menemukan jati diri serta pengembangan
kepribadian. Jadi tujuan individu dalam pergaulan internasional adalah menjadi individu
yang saling membantu dalam kebaikan dan individu yang dapat membedakan mana yang
baik dan buruk dalam dunia globalisasi agar tidak kalah dan tersesat dalam percaturan
dunia.
Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba dan Khalifah
Allah Swt.

Didalam Al-Qur`an proses penciptaan manusia memang tidak dijelaskan secara rinci,
akan tetapi hakikat diciptakannya manusia menurut islam yakni sebagai mahluk yang
diperintahkan untuk menjaga dan mengelola bumi. Antara anugerah utama Allah kepada
manusia ialah pemilihan manusia untuk menjadi khalifah atau wakil-Nya di bumi. Dengan
demikian manusia berkewajiban menegakkan kebenaran, kebaikan, mewujudkan
kedamaian, menghapuskan kemungkaran serta penyelewengan dan penyimpangan dari
jalan Allah. Dikalangan makhluk ciptaan Allah, manusia telah dipilih oleh Allah melaksanakan
tanggung jawab tersebut. Ini sudah tentu karena manusia merupakan makhluk yang paling
istimewa. Hal ini tentu harus kita kaitkan dengan konsekuensi terhadap manusia yang
diberikan suatu kesempurnaan berupa akal dan pikiran yang tidak pernah di miliki oleh
mahluk-mahluk hidup yang lainnya sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah,
berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Manusia
sebagai mahluk yang telah diberikan kesempurnaan haruslah mampu menempatkan dirinya
sesuai dengan hakikat diciptakannya yakni sebagai penjaga atau pengelola bumi yang dalam
hal ini disebut dengan khalifah. Allah SWT berfirman bahwa fungsi dan peran manusia
adalah sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi. Allah berfirman :
(Q.S. Al-Baqarah : 30)



( )

30. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi. mereka berkata: Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, khalifah berarti pimpinan umat. Menjadi pemimpin
adalah fitrah setiap manusia. Namun karena satu dan lain hal, fitrah ini tersembunyi,
tercemar bahkan mungkin telah lama hilang. Akibatnya, banyak orang yang merasa dirinya
bukan pemimpin. Mereka telah lama menyerahkan kendali hidupnya pada orang lain dan
lingkungan sekitarnya. Mereka perlu dibangunkan dan disadarkan akan besarnya potensi
yang mereka miliki.
Kepemimpinan adalah suatu amanah yang diberikan Allah yang suatu ketika nanti
harus kita pertanggungjawabkan. Karena itu siapa pun anda, di mana pun anda berada,
anda adalah seorang pemimpin, minimal memimpin diri sendiri. Kepemimpinan adalah
mengenai diri sendiri. Kepemimpinan adalah perilaku kita sehari-hari. Kepemimpinan
berkaitan dengan hal-hal sederhana seperti berbakti kepada orang tua, tidak berbohong,
mengunjungi kawan yang sakit, bersilahturahmi dengan tetangga, mendengar keluh kesah
sahabat, dan sebagainya.
Kata khalifah berasal dari kata khalafa yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang
berarti meneruskan, sehingga kata khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus
ajaran Allah.
Menurut Al-Quran Tuhan berfirman :
Adz-Dzaariyaat (51 ayat 56) :
dan tidak aku jadikan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.
Di dalam Surat An-Nisa ayat 58-59 tersebut dijelaskan kriteria pemerintahan
(kepemimpinan) yang baik, yaitu :
a. Pemerintah yang pemimpinnya menyampaikan amanat kepada yang berhak dan berlaku
adil.
b. Musyawarah pada setiap persoalan dan apabila terjadi perselisihan maka hendaklah
kembali kepada sumber hukum Islam.
c. Pemerintahan yang memiliki sifat kooperatif antara rakyat dan pemerintah, rakyat harus
patuh dan taat pada peraturan yang dibuat oleh pemerintah dalam hal ini baik dan benar
dan pemerintah harus benar-benar menjalankan pemerintahan untuk kepentingan rakyat.
Setiap orang sebenarnya pemimpin. Setiap orang dapt mengatur dirinya sendiri.
Sayangnya, banyak yang tidak sadar akan kemampuannya tersebut. Maka untuk menjadi
sadar ada tiga hal yang perlu dilakukan agar kita semua sadar akan kemampuan kita sebagai
pemimpin, yaitu :
a. Memahami diri sendiri (Self Understanding)
Proses ini kita harus memahami dan mengenal diri kita. Untuk menjadi pemimpin kita
harus sadar siapakah kita sebenarnya. Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Siapa yang mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya"
Tanpa mengenali diri kita dengan benar ,maka sulit untuk menemukan makna
kehidupan hidup adalah sebuah perjalanan melingkar, kita harus tahu siapa kita dan
bagaimana kita seharusnya?
b. Kesadaran diri (Self Awareness)
Kesadran diri berarti sadar akan perasaan kita . Untuk menjadi pemompim kita harus
melek emosi dan kita harus mampu mengenali dan mengindentifikasi-kan perasaan apapun
yang sedang kita rasakan.
c. Pengendalian diri (self Control)
Pengendalian diri berarti sadar sepenuhnya akan apa yang akak kita lakukan Ini adalh
hasil dari kecerdasan emosi yang tinggi. Pengendalian diri baru dapat terlihat ketika situsi
yang sulit dan melibatkan emosi, sebagai pemimpin kita harus bisa mengendalikannya.
Pemimpin yang mampu mengendalikan diri tidak akan tergoda untuk melakukan dan
memgambil sesuatu yang bukan haknya. Pengendalian duru juga ditunjukkan oleh
keberanian seseorang untuk membuat komotmen dan melaksanakan komitmen tersebut.
Allah Swt dengan kehendak dan kebijaksanaan-Nya telah menciptakan makhluk-
mkhluk yang di tempatkan di alam pencipta-Nya. Manusia di antara makhluk Allah Swt dan
menjadi hamba Allah Swt. Sebagai hamba Allah yang tanggung jawab adalah amat luas di
dalam kehidupannya, meliputi semua keadaan dan tugas yang di tentukan kepada-Nya.
Tanggung jawab manusia secara umum digambarkan oleh Rasulullah Saw di dalam
hadis berikut :
Dari Ibnu Umar RA : Saya Mendengar Rasulullah Saw bersabda yang bermaksud: Semua
orang dari engkau sekalian adalah pengembala dan dipertanggung jawabkan terhadap apa
yang di gembalanya. Seorang lelaki adalah pengembala dalam keluarganya dan akan di
Tanya tentang pengembalanya. Seorang isteri adalah pengembala di rumah suamina dan
akan ditanya tentang pengembalanya. Seorang khadam juga pengembalanya dalam harta
tuannya dan akan di Tanya tentang pengembalanya. Maka semua dari kamu sekalian adalah
pengembala dan akan di Tanya tentang pengembalanya.
BAB 3

KESIMPULAN

Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah,
alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang
memiliki berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang
telah diberikan Allah Swt.
Eksistensi manusia di dunia adalah sebagai tanda kekuasaan Allah Swt terhadap
hamba-hamba-Nya, bahwa dialah yang mencipytakan, menghidupkan dan menjaga
kehidupan manusia. Dengan demikian, tujuan diciptakan manusia dalam konteks hubungan
manusia dengan Allah Swt adalah dengan mengimami Allah Swt dan memikirkan ciptaan-
Nya untuk menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Sedangkan dalam
konteks hubungan manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam adalah untuk
berbuat amal, yaitu perbuatan baik dan tidak melakukan kejahatan terhadap sesama
manusia, serta tidak merusak alam.
Manusia dipercaya Allah untuk menjadi khalifah dimuka bumi ini.Allah.Dia pernah
memberi amanat kepada bumi tapi bumi tak sanggup untuk memikulnya,begitu juga dengan
gunung.Dan akhirnya manusialah yang dipercaya unutuk mengemban amanat itu.
Sebagai wakil Allah di bumi ini,manusia salah satu tugas manusia adalah untuk
mennjaga keseimbangan kehidupan di bumi ini.Serta menjalin hubungan dengan
Allah,dengan sesama manusia,dan dengan lingkungan kehidupannya.
Kepemimpinan adalah suatu amanah yang diberikan Allah yang suatu ketika nanti
harus kita pertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

H. Zaini Dahlan, Op.Cit, UII Press, Yogyakarta, 1999, hal.290

Ibid, hal. 325

Dr. Zakiah Daradjat, dkk.Op.Cit, hal.2-3

H. Zaini Dahlan, Op.Cit, UII Press, Yogyakarta, 1999, hal.596

[6 Dr. Mansur, MA, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Purtaka Pelajar,
Yogyakarta, 2005, hal.330.

Makalah Hakekat Manusia dalam Perspektif Islam

Anda mungkin juga menyukai