7artikel PDP - Dikti - Sudiro, Sigit Suroto
7artikel PDP - Dikti - Sudiro, Sigit Suroto
Abstraks
Biomassa dari jerami padi yang berada di daerah pertanian selama ini belum dimanfaatkan
secara maksimal penggunaanya sehingga perlu adanya alternatif pengolahan agar menjadi bahan
yang lebih bermanfaat. Salah satu pengolahan limbah jerami padi adalah menjadikannya sebagai
bahan bakar alternatif yaitu briket. Kelebihan dari pengolahan limbah jerami padi menjadi briket
adalah tersedianya bahan baku yang cukup banyak dan murah di daerah pertanian di Indonesia.
Briket jerami padi mempunyai nilai kalor yang rendah pada waktu pembakaran, maka untuk
meningkatkan kalornya perlu adanya campuran bahan lain. Bahan campuran yang digunakan
adalah batubara sebab mempunyai nilai kalor tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat
briket campuran jerami padi dan batubara yang sesuai standar maka perlu memperhitungkan
komposisi dan ukuran serbuk untuk menghasilkan karakteristik pembakaran yang memenuhi
standar SNI 01-6235-2000 tentang briket arang.
Metode penelitian dilakukan dengan uji eksperimen dan simulasi komputer. Parameter uji
eksperimen adalah karakteristik briket yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar volatile matter,
kadar karbon terikat, densitas, nilai kalor dan laju pembakaran dengan variasi komposisi bahan
baku dan ukuran partikel. Parameter uji simulasi adalah suhu pada waktu pembakaran mengunakan
simulasi komputer dengan software Fluent 3.6.2 dengan cara memasukkan data hasil eksperimen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen arang dari proses pirolisis batubara dan
jerami padi diperoleh sebesar 68,54% dan 24,61%; sedangkan nilai kalornya sebesar 6150.740
kal/g dan 4751.184 kal/g. Dari hasil uji eksperimen titik optimum pada briket komposisi campuran
50% batubara dan 50% jerami padi pada 35 mesh, parameter pengujian sesuai dengan SNI 01-
6235-2000 yaitu kadar air sebesar 5,176%, kadar abu sebesar 26,231%, kadar volatile matter
sebesar 12,484%, nilai kalor sebesar 5037.127 kal/g, kadar karbon terikat sebesar 56.105%,
densitas sebesar 0.743 g/cm3 dan untuk laju pembakaran sebesar 4,14 g/menit pada menit ke-8,
Hasil simulasi komputer untuk suhu pada waktu pembakaran maka komposisi 50% batubara dan
50% jerami padi pada 35 mesh sebesar 743 K atau 469 C.
1
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
pengambilan data berupa suhu pada
ketinggian tertentu selanjutnya
disimulasikan dengan
minyak. Adanya sumber energi Computational Fluid Dynamics
terbarukan (renewable) dibutuhkan (CFD). Fokus dalam penelitian ini
untuk penyediaan sumber energi didasarkan
secara berkesinambungan pada suatu rumusan masalah sebagai
(sustainable). Hal ini akan lebih baik berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh
lagi apabila berasal dari limbah, komposisi dan
sehingga dapat menurunkan biaya
produksi dan mengurangi efek negatif
penumpukan limbah terhadap
lingkungan.
Jerami padi merupakan biomassa
yang dianggap sampah dan untuk
menghilangkannya dengan cara
dibakar. Limbah jerami padi yang
berada di daerah pertanian selama ini
belum dimanfaatkan secara maksimal
penggunaannya, untuk
memaksimalkan penggunaan limbah
jerami padi maka dapat diolah menjadi
bahan bakar alternatif salah satunnya
berupa briket.
Briket batubara merupakan bahan
bakar padat yang merupakan alternatif
pengganti minyak tanah yang
mempunyai kelayakan teknis untuk
digunakan sebagai bahan bakar rumah
tangga, industri kecil ataupun
menengah. Batubara juga mempunyai
keuntungan ekonomis karena dapat
diproduksi secara sederhana, memiliki
nilai kalor yang tinggi, dan
ketersediaan batubara cukup banyak di
Indonesia sehingga dapat bersaing
dengan bahan bakar lain.
Berbagai penelitian telah
dilakukan untuk menganalisis
karakteristik pembakaran pada briket,
yang mana dilakukan sebagai tolak
ukur untuk pembuatan bahan bakar
yang efisien dalam penggunaannya.
Melihat kenyataan tersebut, maka
timbul pemikiran mencampurkan
batubara dengan jerami padi yang
sesuai dengan SNI agar dapat
dimanfaatkan untuk industri kecil dan
rumah tangga.
Dalam penelitian ini akan dibuat
campuran batubara dan jerami padi
yang bertujuan untuk memperbaiki
karakteristik pembakaran terutama
nilai kalornya, karena jerami padi
merupakan biomassa yang mempunyai
nilai kalor kurang dibutuhkan batubara
yang mempunyai kalor lebih tinggi
sebagai campuran dalam pembuatan
briket. Untuk mengetahui suhu pada
saat pembakaran briket dilakukan
5. Tekanan pengepressan sebesar
75 kg/cm2. Tujuan dari penelitian
ukuran serbuk briket yang terbuat yang dilakukan
dari batubara dan jerami padi ini adalah:
terhadap karakteristik pembakaran? 1. Mengetahui pengaruh
2. Berapakah komposisi dan komposisi dan ukuran serbuk briket
ukuran serbuk briket terbaik yang dari campuran batubara dan jerami
terbuat dari batubara dan jerami padi terhadap kadar air, kadar abu,
padi yang sesuai dengan SNI 01- kadar volatile matter, nilai kalor.
6235-2000 tentang briket arang? 2. Mengetahui pengaruh
3. Berapa suhu maksimal pada komposisi dan ukuran serbuk briket
proses pembakaran briket batubara dari campuran batubara dan jerami
dan jerami padi? padi terhadap kadar karbon terikat,
densitas dan laju pembakaran
Dalam penelitian ini penulis briket.
membatasi masalah yang diteliti pada 3. Mengetahui komposisi dan
bahan, proses pembuatan dan uji ukuran serbuk briket terbaik dari
campuran batubara dan jerami padi
karakteristik briket yaitu:
yang sesuai dengan SNI 01-6235-
1. Bahan utama yang digunakan
2000 pada briket arang yaitu
dalam pembuatan briket adalah
meliputi parameter kadar air, kadar
campuran batubara jenis bituminus
abu, kadar volatile matter, nilai
dengan jerami padi.
kalor.
2. Variasi prosentase yang
4. Mengetahui suhu maksimal
diberikan adalah variasi komposisi
pada proses pembakaran briket
arang batubara (B) dengan arang
menggunakan simulasi komputer.
jerami padi (J) yaitu B/J: 100/0;
5. Mengetahui hasil kelayakan
70/30; 50/50, 30/70, 0/100.
usaha dari pembuatan briket
3. Ukuran partikel yang
campuran batubara dan jerami padi.
diberikan 35 dan 50 mesh.
Hasil Penelitian ini diharapkan
4. Kecepatan angin 0,3 m/s dan
dapat
waktu karbonisasi 8 jam.
memberi memberikan manfaat
diantaranya:
2
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
Borowski (2008) analisis briket
batubara mineral dari arang dan
biomassa bersama dengan molase
1. Memaksimalkan pemanfaatan sebagai bahan pengikat untuk
limbah pertanian sebagai bahan pemanfaatan energi industri. Pengaruh
energi alternatif. dari parameter proses pencetakan
2. Mendapatkan sumber energi dengan
alternatif yang murah
3. Membuat bahan bakar
alternatif yang berkualitas dan
murah sehingga membatu para
industri kecil menengah dan
masyarakat karena terus naiknya
bahan bakar minyak dan gas.
4. Dapat menciptakan peluang
bisnis usaha briket.
TINJAUAN PUSTAKA
Temuan Penelitian
Saptoadi dan Harwin (2007),
mengemukakan bahwa biomassa salah
satu jenis bahan bakar padat selain
batubara. Mekanisne pembakaran
biomassa terdiri dari tiga tahap yaitu
pengeringan (drying), devoltasi
(devolatization), dan pembakaran
arang (char combustion).
Menurut Hindarso (2007),
biomassa hasil limbah pertanian
dianggap bahan yang tidak berguna,
tetapi dapat dimanfaatkan menjadi
sumber energi alternatif dengan
mengubah mejadi bioarang sehingga
akan memiliki nilai kalor lebih tinggi.
Menurut Sudrajat (2000)
melakukan penelitian tentang
pemanfaatan energi dari biomasa
sebagai sumber alternatif, dimana dia
mendapatkan data yang menunjukkan
besarnya tingkat sampah yang
dihasilkan di beberapa kota besar di
Indonesia pada tahun 2000 yang mana
sebagian besarnya adalah sampah
organik yang mempunyai nilai kalor
yang cukup tinggi.
Herbawatmurti (2005),
menyatakan bahwa karakteristik briket
batubara, meliputi waktu dan suhu
yang dihasilkan pada saat briket
terbakar dipengaruhi oleh sifat dasar
batubara, misalnya nilai kalori
dipengaruhi oleh persediaan udara
yang digunakan untuk membakar
briket. Semakin banyak udara yang
terbakar akan mempersingkat waktu
briket terbakar dan terjadi pembakaran
sempurna dengan udara berlebih.
Semakin tinggi nilai kalori batubara,
semakin tinggi pula suhu yang akan
dihasilkan dari pembakaran briket.
Sedangkan sifat fisik dan kimia
menekan untuk mengetahui briket buatan beberapa negara dapat
ketangguhan briket diselidiki. Analisis dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.
diambil dari parameter seperti:
kontribusi biomassa dalam campuran Tabel 2.2 Sifat fisik
arang dan pengikat, kelembaban dalam arang buatan Jepang, Amerika,
campuran, gaya tekanan pada Inggris dan
pembentukan, dan campuran. Hasilnya Litbang Kehutanan, 1994)
dapat diketahui kemungkinan
memanfaatkan briket kualitas energi
yang tinggi. Mereka memiliki
kekuatan material yang nilai tinggi
serta bahan bakar yang mempunyai
kalori tinggi, yang memenuhi syarat
untuk pemanfaatan energi industri.
Menurut Widarto dan
Standar Mutu Briket Arang Suryanta (1995), briket bioarang
Badan Standarisasi Nasional memiliki beberapa kelebihan dan
(2000) briket bioarang yang memenuhi kekurangan. Kelebihannya antara
standar sebagai bahan bakar, dilihat lain :
dari kadar air, kadar volatile matter, 1. Bentuk dan ukuran seragam,
kadar abu, nilai kalor. Kualitas standar karena briket bioarang dibuat
briket arang dengan bahan kayu dengan alat pencetak khusus yang
seperti pada tabel 2.1. bentuk dan besar kecilnya bisa
Tabel 2.1 Standarisasi briket arang diatur sesuai dengan yang
(SNI 01-6235-2000) dikehendaki.
2. Mempunyai panas
pembakaran yang lebih tinggi
dibandingkan arang biasa.
3. Tidak berasap (jumlah asap
kecil sekali)
3
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
sampai berat yang konstan. Kadar
abu ini sebanding dengan berat
kandungan bahan anorganik di
dibanding arang biasa. dalam kayu. Fengel dan Wegener
4. Tampak lebih menarik, karena (1995) mendefinisikan abu sebagai
bentuk dan ukurannya bisa jumlah sisa setelah bahan organik
disesuaikan dengan kehendak kita. dibakar, yang komponen utamanya
Disamping itu berupa zat mineral, kalsium,
pengemasannya juga mudah. kalium,
Kualitas briket arang dapat
dinilai dari beberapa parameter
sebagai berikut:
1. Nilai kalor
Menurut Koesoemadinata
(1980), nilai kalor bahan bakar
adalah jumlah panas yang
dihasilkan atau ditimbulkan oleh
suatu gram bahan bakar tersebut
dengan meningkatkan temperatur
1 gr air dari 3,5 C 4,50 C,
dengan satuan kalori. Dengan kata
lain nilai kalor adalah besarnya
panas yang diperoleh dari
pembakaran suatu jumlah tertentu
bahan bakar. Semakin tinggi berat
jenis bahan bakar, maka semakin
tinggi nilai kalor yang
diperolehnya. Adapun alat yang
digunakan untuk mengukur kalor
disebut kalorimeter bom (Bomb
Calorimeter).
2. Kadar Air
Kandungan air yang tinggi
menyulitkan penyalaan dan
mengurangi temperatur
pembakaran. Moisture dalam
bahan bakar padat terdapat dalam
dua bentuk, yaitu sebagai air bebas
(free water) yang mengisi rongga
pori-pori di dalam bahan bakar
dan sebagai air terikat (bound
water) yang terserap di permukaan
ruang dalam struktur bahan bakar
(Syamsiro dan Saptoadi, 2007).
Soeparno (1993) menyatakan
bahwa kadar air sangat
menentukan kualitas arang yang
dihasilkan. Arang dengan kadar air
rendah akan memiliki nilai kalor
tinggi. Makin tinggi kadar air
maka akan makin banyak kalor
yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan air dari dalam kayu
agar menjadi uap sehingga energi
yang tersisa dalam arang akan
menjadi lebih kecil.
3. Kadar Abu
Abu sebagai bahan yang
tersisa apabila kayu dipanaskan
selama 7 menit pada suhu 9000 C
pada tempat tertutup tanpa adanya
magnesium dan silika. Abu yang kontak dengan udara luar.
terkandung dalam bahan bakar Selanjutnya disebutkan bahwa
padat adalah mineral yang tak penguapan volatile matter ini
dapat terbakar dan tertinggal terjadi sebelum berlangsungnya
setelah proses pembakaran atau oksidasi karbon dan kandungan
reaksi-reaksi yang menyertainya utamanya yaitu hidrokarbon serta
selesai. Abu berperan menurunkan sedikit nitrogen (Fengel dan
mutu bahan bakar karena Wagener, 1995).
menurunkan nilai kalor (Yuwono, 5. Kadar karbon terikat (fixed
2009). carbon)
4. Kadar zat mudah menguap Yuwono (2009) mengatakan
(Volatile matter) bahwa kadar karbon terikat adalah
Zat mudah menguap dalam fraksi dalam arang selain fraksi
biobriket arang adalah senyawa- abu, air dan zat mudah menguap.
senyawa selain air, abu dan Kadar karbon terikat merupakan
karbon. Zat menguap terdiri dari salah satu penentu baik tidaknya
unsur hidrogen, hidrokarbon CO2 - kualitas arang. Kadar karbon
terikat yang tinggi menunjukkan
CH4, metana dan karbon
kulitas arang yang baik dan
monoksida. Adanya unsur
sebaliknya.
hidrokarbon (alifatik dan
6. Densitas (density)
aromatik) akan menyebabkan
Menurut Haygreen dan
makin tinggi kadar zat yang
Bower (1998) densitas adalah
mudah menguap sehingga
perbandingan antara kerapatan
biobriket arang akan menjadi kayu (atas dasar berat kering tanur
mudah terbakar karena senyawa dan volume pada kadar air yang
alifatik dan aromatik ini mudah telah ditentukan) dengan kerapatan
terbakar. Yuwono (2009) air pada suhu 4 C. Air memiliki
mendefinisikan kadar zat mudah
kerapatan partikel 1 g/cm3 atau
menguap sebagai kehilangan berat
(selain karena hilangnya air) dari 1000 kg/m3 pada suhu standar
arang yang terjadi pada saaat tersebut. Soeparno dkk (1990),
proses pengarangan berlangsung mengemukakan
4
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
Laju Pembakaran
Pembakaran adalah suatu reaksi atau perubahan kimia apabila bahan mudah
terbakar (combustile material) bereaksi dengan oksigen atau bahan pengoksida lain
secara eksotermik. Menurut Naruse et al (1999), melakukan penelitian mengenai
karakteristik pembakaran biomassa yang berasal dari limbah jagung. Di dapatkan
bahwa karakteristik pembakaran biomassa tergantung dari komposisi biomassa
semisal lignin dan cellulose, disamping itu juga didapatkan bahwa biomassa dapat
memperbaiki proses penyalaan.
Beberapa masalah yang berhubungan dengan pembakaran limbah pertanian
adalah kadar air, berat jenis (bulk density), kadar abu dan kadar volatile matter. Kadar
air yang tinggi dapat menyulitkan penyalaan dan mengurangi temperatur pembakaran.
Kadar volatile matter yang tinggi pada limbah pertanian mengindikasikan bahwa
limbah pertanian mudah menyala dan terbakar, walaupun pembakaran lebih cepat dan
sulit dikontrol (Himawanto, 2003).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembakaran bahan padat, antara lain
sebagi berikut:
1. Ukuran partikel
Partikel yang lebih kecil ukuranya akan lebih cepat terbakar.
2. Kecepatan aliran udara
Laju pembakaran biobriket akan naik dengan adanya kenaikan kecepatan aliran
udara dan kenaikan temperatur.
3. Jenis bahan bakar
Jenis bahan bakar akan menentukan karakteristik bahan bakar, dimana
karakteristik tersebut antara lain kandungan volatile matter dan kandungan
moisture.
4. Temperatur udara pembakaran
Kenaikan temperatur udara pembakaran menyebabkan semakin pendeknya waktu
pembakaran.
Adapun pembakaran arang ditentukan oleh parameter-paramater, antara lain:
1. Rasio luas permukaan partikel per satuan massa bahan bakar.
2. Ketersedian luas permukaan area
R T
k rf TA r e r
n 1
dT UA
dt m CP
dT h
dt
Keadaan awal:
1. t 0; m m0 ; T T0 ;T0 Tho
2. t t;m m;T T;Th
A
Ar
Cp
Cp gas
Cp pemanas : Kapasitas
Joule/g.K
Er
kr
m
ma
mc
m0
mP
mP pemanas : Massa pemanas, g
mv
n
5
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
6
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
1. Variabel Bebas
a. Perbandingan komposisi bahan
1) Campuran batubara
Keterangan gambar: 100% dan jerami 0%
a. Cerobong 2) Campuran
Pada kiln metal ini menggunakan batubara 70% dan
cerobong tunggal berada di bagian jerami 30%
atas tengah, yang dihubungkan
dengan destilator untuk
mendinginkan asap yang terjadi.
Cerobong dibuat untuk
mempermudah pengontrolan
terhadap asap cair dan sebagai
tempat kontrol indikator selesainya
proses pengarangan.
b. Ruang pengarangan
Ruang pengarangan dibuat
berbentuk silinder dari bahan plat
baja minyak. Ruang pengarangan
berfungsi sebagai tempat bahan
baku yang diarangkan.
Spesifikasinya adalah diameter =
22 cm dan tinggi = 71 cm.
Sehingga kapasitasnya = 2 x 3,14 x
(11)2 x 71 = 38028,6 cm3 = 38,028
lt.
c. Dapur pembakaran
Dapur pembakaran terletak di sisi
luar ruang pengarangan (retort)
dengan tinggi ruang 72,5 cm.
Dapur pembakaran berfungsi
sebagai tempat pembakaran bahan
baku.
d. Isolator
Isolator terletak di sisi luar dapur
pembakaran dengan tinggi ruang
72,5 cm yang terbuat dari batu bata
tahan api yang terbuat dari tanah
liat dengan tebal 4 cm. Isolator
berfungsi sebagai penahan panas.
e. Termokopel
Termokopel yang digunakan adalah
termokopel untuk pengukuran suhu
dengan maksimum pengukuran
sebesar 600 oC. Termokopel
dipasang dibagian
tutup kerucut. Pada bagian
pengukur suhu dipanjangkan
sampai mencapai daerah bagian
tengah dari ruang pengarangan.
3. Alat penghancur arang
4. Meshing/saringan
5. Alat pencampuran arang
dengan perekat kanji.
6. Bomb kalorimeter
7. Oven
8. Alat pengepres / pencetak
briket.
Variabel Penelitian
3) Campuran
batubara 50% dan
jerami 50%
4) Campuran
batubara 30% dan
jerami 70%
5) Campuran
batubara 0% dan
jerami 100%
b. Ukuran partikel: 35
dan 50 mesh
2. Variabel Terikat Pengolahan Briket
Berdasarkan SNI 01-6235-2000 1. Batubara yang telah diayak
tentang briket arang maka dicampurkan dengan jerami
parameter yang diuji adalah kadar dengan perbandingan komposisi
air (%), kadar abu (%), kadar B/J: 100/0; 70/30; 50/50; 30/70;
volatile matter (%), dan nilai kalor 0/100, menurut mesh 35 dan 50.
(kal/gr). Parameter lain yang 2. Bahan baku yang telah
merupakan karakteristik biobriket tercampur rata dimasukkan ke
adalah kadar karbon terikat ( fixed dalam cetakan yang berbentuk
karbon) (%), densitas (g/cm3) dan silinder.
laju pembakaran (g/menit). 3. Kemudian melakukan
pengepresan dengan
Diagram Alir Penelitian menggunakan alat press hidrolik
manual.
4. Setelah itu mengeluarkan
briket dari cetakan dan
mengeringkan di tempat yang
tidak terkena sinar matahari
secara langsung selama 3 hari.\
7
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
di mana:
9
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
diserap tergantung pada kondisi udara
dan tempat dimana arang tersebut
disimpan.
penyalaan, juga merupakan salah satu Sedangkan berdasarkan
faktor yang mempengaruhi tinggi prosentase arang batubara yang
rendahnya kadar karbon terikat dalam ditambahkan, maka hal
briket.
Hasil pengujian kadar air briket
dari campuran batubara dan jerami
padi disajikan dalam Tabel 4.2 di atas
dan Gambar 4.1.
10
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
baku menjadi briket cenderung naik,
hal ini karena ketika terjadi proses
pirolisis, maka massa air dan zat
arang, parameter kadar abu yang mudah terbang lainnya akan keluar
dihasilkan maksimal 8%, maka sampel atau menguap sehingga mengurangi
yang dihasilkan belum memenuhi massa bahan
standar SNI ini dikarenakan sifat dari
bahan dasar yaitu untuk jerami padi
memiliki kadar abu yang lebih tinggi,
maka untuk penggunaan briket
berbahan dasar batubara dan jerami
padi ini lebih cocok digunakan untuk
industri kecil menengah karena tidak
memperhitungkan sifat dari kandungan
abu pada saat pembakaran.
Gambar diatas menunjukkan
bahwa kadar abu briket meningkat
seiring dengan kenaikan prosentase
arang jerami padi yang ditambahkan,
maka hal ini dimungkinkan karena
kadar abu jerami padi lebih tinggi
dibandingkan arang batubara yang
memiliki kadar abu lebih rendah. Hal
ini terlihat jelas pada sampel briket
dengan komposisi campuran 100%
arang jerami padi pada ukuran partikel
50 mesh. Hal ini dapat disebabkan
karena jerami padi mengandung abu
dalam jumlah yang lebih besar
dibandingkan batubara.
Pada setiap komposisi campuran
bahan baku, kadar abu briket memiliki
kecenderungan meningkat pada ukuran
partikel yang semakin mengecil.
Ditinjau dari ukuran partikelnya maka
hal ini dimungkinkan oleh komponen
jerami padi. Tinggi rendahnya kadar
abu dipengaruhi oleh jenis bahan baku
arang dan sempurna tidaknya proses
pirolisis. Bahan baku dengan
kerapatan yang tinggi akan
menghasilkan arang dengan nilai
karbon terikat yang tinggi dan kadar
abu serta kadar air yang rendah
(Sudradjat, 2001). Pirolisis yang tidak
sempurna akan menghasilkan arang
yang tidak matang sehingga unsur
kayu masih terdapat di dalam arang
tersebut dan menghasilkan briket
dengan kadar abu yang tinggi.
Sedangkan jika pirolisis berjalan
dengan sempurna, maka dari proses
tersebut akan dihasilkan arang yang
murni sehingga kadar abu menjadi
lebih sedikit.
Kadar abu diharapkan serendah
mungkin, karena kadar abu yang tinggi
akan mengurangi nilai kalor dan dapat
memperlambat proses pembakaran.
Besarnya kadar abu setelah bahan
baku secara keseluruhan, padahal
massa abu yang ada pada bahan baku Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa
tidak berkurang sehingga kadar abu rata-rata kadar volatile matter
yang merupakan perbandingan massa biobriket terendah sebesar 10,378 %
abu dengan massa bahan akan naik. pada sampel briket dari 100% arang
Tidak banyak yang bisa dilakukan batubara pada ukuran partikel 35
secara maksimal agar kadar abu briket mesh. Sedangkan rata-rata kadar
yang dihasilkan bisa sesuai dengan volatile matter biobriket tertinggi
standar. Karena kadar abu ini terkait sebesar 14,448% pada sampel briket
dengan karakteristik bahan baku yang dari 100% arang jerami padi pada
digunakan. ukuran partikel 35 mesh. Jika
dibandingkan dengan standar SNI 01-
Kadar Volatile Matter
6235-2000 tentang briket arang,
Zat mudah menguap (volatile parameter kadar volatile matter yang
matter) dalam briket arang adalah dihasilkan maksimal 15%, maka
senyawa-senyawa selain air, abu dan semua sampel sudah memenuhi
karbon. Zat mudah menguap terdiri standart SNI.
dari unsur hidrokarbon, metana dan Gambar 4.3 diatas menunjukkan
karbon monoksida. Hasil pengujian bahwa komposisi campuran arang
kadar zat mudah menguap briket bahan baku berpengaruh terhadap
disajikan dalam Gambar 4.3 dibawah kadar volatile matter briket, bahwa
ini. kadar volatile matter meningkat
seiring dengan kenaikan prosentase
arang jerami padi yang ditambahkan.
Hal ini dimungkinkan karena kadar
volatile matter arang jerami padi lebih
tinggi dibandingkan arang batubara
yang memiliki kadar volatile matter
lebih rendah.
11
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
maka harus diketahui terlebih dahulu
nilai kalornya. Untuk pengujian nilai
kalor dilaksanakan di Laboratorium
Hal ini terlihat jelas pada sampel Pusat Studi Pangan dan Gizi PAU
briket dengan komposisi 100% arang UGM Yoyakarta menggunakan alat
jerami padi pada ukuran partikel 35 bomb calorimeter, untuk hasil
mesh, ini disebabkan karena jerami pengujian nilai
padi mengandung volatile matter
dalam jumlah yang lebih besar
dibandingkan arang batubara.
Pada biobriket dengan ukuran
partikel yang semakin kecil diperoleh
kadar volatile matter yang semakin
rendah. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh zat volatile matter
yang mudah terbakar pada suhu
maksimum pirolisis seperti yang
dikemukakan oleh Nurhayati (1976).
Sehingga proses pengarangan
memberikan kesempatan untuk
menguapkan kadar volatile matter
sebanyak-banyaknya. Akibatnya pada
saat pengujian diperoleh kadar volatile
matter yang rendah, sesuai dengan
kriteria kualitas briket arang yang
baik.
Nilai Kalor
Nilai kalor atau nilai panas adalah
salah satu sifat yang penting untuk
menentukan kualitas arang terutama
yang berhubungan dengan
penggunaannya. Untuk mengetahui
sejauh mana nilai panas pembakaran
yang dapat dihasilkan briket arang,
semakin tinggi nilai kalor briket. Hal
ini dimungkinkan karena arang jerami
kalor briket disajikan dalam Gambar padi mempunyai nilai kalor yang
4.4 dibawah ini. rendah dibandingkan arang batubara
yang memililki nilai kalor relatif lebih
tinggi.
Ditinjau dari ukuran partikel
briket maka semakin kecil ukuran
partikelnya, semakin tinggi nilai kalor.
Nilai kalor dalam biobriket
dipengaruhi oleh kadar karbon terikat
(fixed carbon). Kadar karbon terikat
Gambar 4.4 Pengaruh komposisi dan (fixed carbon) rendah akan memiliki
mesh batubara/jerami nilai kalor rendah dan sebaliknya
padi terhadap nilai kalor kadar karbon terikat (fixed carbon)
briket tinggi akan memiliki nilai kalor yang
Berdasarkan Gambar 4.4 terlihat tinggi pula (Faisal, 2010).
bahwa rata-rata nilai kalor briket
terendah sebesar 4463.499 kal/g pada Bila dibandingkan dengan SNI
sampel briket dengan komposisi 100% 01-6235-2000 tentang briket arang,
arang jerami padi pada ukuran partikel nilai kalor yang dihasilkan minimal
35 mesh. Sedangkan rata-rata nilai 5000 kalori/gram maka rata-rata
kalor tertinggi sebesar 5867.457 kal/g kandungan nilai kalor briket rata-rata
pada sampel briket dengan 100% memenuhi standart untuk pengujian
arang batubara dengan ukuran partikel nilai kalor briket yang belum
50 mesh. memenuhi standar adalah pada dua
Dari Gambar 4.4 menunjukkan komposisi yaitu pada 35% batubara
bahwa komposisi bahan baku sangat dan 70% jerami pada ukuran partikel
berpengaruh terhadap nilai kalor, 35 mesh dan 50 mesh kemudian pada
semakin tinggi persentase arang jerami komposisi 100% jerami padi pada
padi maka semakin rendah nilai kalor, ukuran partikel 35 mesh dan 50 mesh,
dan sebaliknya semakin tinggi hal ini dikarenakan bahwa komposisi
persentase arang batubara maka campuran
12
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
Kadar karbon terikat (fixed
carbon) yang rendah dipengaruhi
secara dominan oleh kondisi bahan
bahan baku mempengaruhi fixed baku, bahan baku yang
carbon biobriket, bahwa semakin
tinggi prosentase arang jerami padi
maka semakin rendah kadar fixed
carbon. Hal ini dimungkinkan karena
jerami padi mempunyai fixed carbon
yang rendah dibandingkan arang
batubara yang memiliki fixed carbon
relatif lebih tinggi.
13
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
14
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
Berdasarkan kedua gambar grafik diatas, dapat terlihat bahwa semakin banyak
komposisi campuran batubara dalam briket, maka proses berkurangnya massa briket
semakin lama. Kemungkinan ini diakibatkan oleh ukuran dan porositas arang di dalam
briket tersebut. Pada penelitian ini, tidak dilakukan uji porositas arang terlebih dahulu.
Borman dan Ragland (1998) dalam Syamsiro (2007) menyatakan bahwa laju
pembakaran arang tergantung pada konsentrasi oksigen, temperatur gas, ukuran dan
porositas arang. Arang mempunyai porositas yang tinggi, porositas arang kayu
berkisar 0,9.
Saptoadi dan Syamsiro (2007) yang meneliti pengaruh ukuran partikel penyusun
briket serbuk gergaji terhadap laju pembakaran menunjukkan bahwa semakin kecil
ukuran partikel akan menurunkan laju pembakaran. Hal ini disebabkan karena
densitas briket menjadi lebih tinggi sehingga porositas menjadi lebih rendah dan
difusi oksigen menjadi terhambat.
Semakin tinggi kecepatan udara, laju pembakaran semakin lambat. Semakin
tinggi kecepatan udara mengakibatkan zona drying semakin panjang hingga
meningkatkan waktu total pembakaran. Namun dengan kecepatan udara yang lebih
tinggi akan mengakibatkan pembakaran lebih sempurna, karena menaikan difusi O 2
ke dalam briket. Semakin tinggi beda temperatur udara sekitar dengan temperatur
briket akan mengakibatkan laju perpindahan panas secara konveksi dari udara ke
dinding briket semakin besar. Hal ini disebabkan adanya suplai kalor tambahan secara
konveksi dari udara masuk sehingga terjadi peningkatan perpindahan kalor ke briket
dan menyebabkan proses devolatilisasi lebih cepat terjadi.
sesuai SNI 7498:2008 syarat pada saat terjadi pembakaran sempurna atau
cukup masukan udara nyala api harus mencapai suhu 300-500C.
Briket memancarkan panas ke arah atas sehingga temperature di atas briket
akan mengalami kenaikan. Semakin ke atas temperaturnya makin rendah karena titik
ukur briket semakin jauh dari sumber panas. Kemudian untuk temperatur sekeliling
briket khususnya di dekat dinding temperaturnya relatif kecil dikarenakan pada
eksperimen bentuk kompor terbuka sehingga angin bisa keluar masuk ruang
pembakaran. Pada eksperimen titik ukur temperature berada pada ketinggian 26 cm
dari dasar kompor.
4.1. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian analisis proximat meliputi kadar air, kadar abu,
kadar volatile matter, nilai kalor, fixed carbon, dan densitas terhadap sampel briket
pada penelitian ini yang tertera pada tabel 4.2 maka dapat disajikan matrik distribusi
parameter briket yang telah memenuhi SNI 01-6235-200 tentang briket arang dalam
gambar 4.3 berikut:
Tabel. 4.3 Matrik distribusi beberapa parameter briket arang yang memenuhi SNI 01-
6235-2000 tentang briket arang dari hasil pengujian
Keterangan:
Warna hitam
Warna putih
15
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
Hasil pengujian nilai kalor,
didapatkan briket terbaik dengan
komposisi campuran 50% batubara
Berdasarkan gambar matrik di dan 50% jerami padi pada 35 mesh
atas dapat dilihat bahwa biobriket yang yaitu sebesar 5037,127 kal/g. Dengan
mendekati standar SNI 01-6235-2000 demikian berdasarkan nilai kalornya,
ada 5 sampel yaitu briket dengan briket terbaik dengan komposisi
komposisi 100% batubara pada 35 campuran 50% batubara dan 50%
mesh; komposisi 100% batubara pada jerami padi pada 35 mesh adalah
50 mesh; briket dengan komposisi briket terbaik.
75% batubara dan 25% jerami padi
pada 50 mesh; briket dengan
komposisi campuran 75% batubara
dan 25% jerami padi pada 35 mesh;
briket dengan komposisi campuran
50% batubara dan 50% jerami padi
pada 35 mesh dan briket dengan
komposisi campuran 50% batubara
dan 50% jerami padi pada 50 mesh
5.1. Saran
1. Hasil samping pada proses
pirolisis adalah berupa asap, jika
asap ini dilakukan proses
pendinginan, maka akan diperoleh
asap cair yang mempunyai nilai
ekonomis lebih tinggi dari briket.
Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
sehingga dengan variasi suhu akan Herbawatmurti, 2005, Analisis
didapatkan briket yang lebih Karakteristik Pembakaran
mendekati paramater standart Biobriket Campuran Ampas Aren
briket arang. dan Batubara Dengan Bahan
3. Dari segi ekonomi perlu Perekat Pati Kanji, Tugas Akhir,
adanya pemasaran yang lebih baik FT. Mesin UMS, Surakarta.
hasil penjualan briket dapat Himawanto, D.A., Pengolahan
memenuhi target analisis kelayaka Limbah
dari usaha. Pertanian Menjadi Biobriket
Sebagai
DAFTAR PUSTAKA Salah Satu Bahan Bakar
Borman, G.L., Ragland, K.W., Alternatif,
1998, Laporan Penelitian, UNS, 2003.
Combustion Engineering, Mc Hindarso, 2007. Asap Air (Liquid
Graw-Hill Book Co, Singapore. Smoke) dan Sampah Organik
Borowski, G., 2008, Possibilities of dengan Proses Pirolisis. Thesis,
Utilization of Energy Briquettes, Magister SistemTeknik,
Lublin University of Technology, Universitas Gadjah Mada,
Nadbystrzycka Journal 20-618, Yogyakarta.
Poland. Koesoemadinata, R.P., 1980, Geologi
Cheng, Z., et. al., 2007, An Minyak dan Gas Bumi, Jilid 1,
Application of Thermal Analysis Edisi Ke-2, ITB, Bandung.
to Household Waste, Journal of Othman, N.F., & Shamsuddin, A.H.,
ASTM International Vol, 4 No.1. 2003,
Paper ID:JAI100523. Coal Combustion Studies Using
Fengel, D., & Wegener, G., 1995, Thermogravimetry Analisys, TNB
Kayu Kimia Ultrasruktur Reaksi Research Sdn. Berhad, Jurnal
Kimia, Mekanikal, Bil. 15,97 107.
Gadjah Mada University Press, Saptoadi, H. dan Syamsiro, M.,
Yogyakarta 2007.
Haygren, J.G. dan Bowyer, J.L., 1989, Pembakaran Briket Biomassa
Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Cangkang
Pengantar, Cetakan Ketiga Kakao: Pengaruh Temperatur
Terjemahan Sutjipto, A. H. Udara
17
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014
Referensi Standarisasi
ASTM D2015-96, 1996, Standard Test
Methods for Gross Calorific Value of
Coal and Coke by the Adiabatic Bomb
Calorimeter, Annual Book of ASTM
Standards Vol. 11.01, ASTM
International, West Conshohocken, PA.
ASTM D3173-03, 2003, Standard Test
Method for Moisture in the Analysis
Sample of Coal and Coke, Annual Book
of ASTM Standards Vol. 05.05, ASTM
International, West Conshohocken, PA.
ASTM D3174-02, 2002, Standard Test
Method for Ash in the Analysis Sample
of Coal and Coke from Coal, Annual
Book of ASTM Standards Vol. 05.06,
ASTM International, West
Conshohocken, PA
ASTM D3175-07, 2007, Standard Test
Method for Volatile Matter in the
Analysis Sample of Coal and Coke,
Annual Book of ASTM Standards Vol.
05.07, ASTM International, West
Conshohocken, PA.
Badan Standarisasi Nasional, 2000, Wood
Charcoal Briquette, SNI 01-6235-
2000, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional, 2008,
Kompor Briket, SNI 7498-2008,
Jakarta
18