Oleh Kelompok 5 :
KELAS IIA
Tabel 1
Distribusi Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Berdasarkan Umur Ibu
di Wilayah Kerja Puskesmas Bantimurung, MarosTahun 2004
Umur ibu Anemia OR (Lower/Upper
Total
(thn) Ya Tidak Limit)
< 20, >35 20 (74,1%) 7 (25,9%) 27 2,801
20-35 51 (50,5%) 50 (49,5%) 101 (1,089/7,207)
Total 71 (55,5%) 57(44,5%) 128
Sumber : Ridwan Amiruddin dalam Jurnal Medika Unhas, dipublikasikan tahun
2007
Berdasarkan Tabel 1, ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari
35 tahun lebih berisiko menderita anemia dari pada ibu hamil usia 20-35 tahun.
Tabel 2
Prevalensi Anemia Gizi Besi Pada Bumil di 27 Propinsi diIndonesia Tahun 1992
No. Propinsi Prevalensi (%)
1 DI Aceh 56,5
2 Sumatera Utara 77,9
3 Sumatera Barat 82,6
4 Riau 65,6
5 Jambi 74,2
6 Sumatera Selatan 58,3
7 Bengkulu 46,8
8 Lampung 60,7
9 DKI Jakarta 67,6
10 Jawa Barat 71,5
11 Jawa Tengah 62,3
12 DI Yogyakarta 73,9
13 Jawa Timur 57,8
14 Bali 71,1
15 NTB 71,3
16 NTT 59,7
17 Kalimantan Barat 55,2
18 Kalimantan Tengah 73,9
19 Kalimantan Selatan 64,9
20 Kalimantan Timur 70
21 Sulawesi Utara 48,7
22 Sulawesi Tengah 45,5
23 Sulawesi Selatan 50,5
24 Sulawesi Tenggara 71,2
25 Maluku 69,8
26 Irian Jaya 71,4
27 Timor Timur 48
Sumber : SKRT Tahun 1992
63,5
Indonesia
Berdasarkan Tabel 2, provinsi dengan prevalensi anemia terbesar adalah
Sumatera Barat (82,6%), dan yang terendah adalah Sulawesi Tengah
B. Faktor Penyebab
Penyakit anemia muncul akibat penurunan jumlah dan mutu sel darah
merah yang antara lain berfungsi sebagai sarana transportasi zat gizi serta oksigen
untuk proses fisiologis dan biokimia jaringan tubuh. Terkena anemia berarti
pasokan oksigen dan zat-zat gizi ke seluruh tubuh berkurang sehingga
menimbulkan dampak fisiologis dan psikologis. Gejalanya anemia biasanya
dikenal sebagai 4 L, yakni letih, lemah, lesu, dan loyo. Di samping itu, muka
pucat, kehilangan selera makan, sering pusing, sulit konsentrasi, serta mudah
terserang penyakit.
Secara garis besar, terdapat dua tipe anemia, yaitu anemia gizi dan
nongizi. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang diperlukan dalam
pembentukan dan produksi sel-sel darah merah. Di Indonesia anemia gizi masih
menjadi masalah gizi yang cukup serius terutama anemia gizi besi.
Anemia gizi besi adalah anemia yang disebabkan kurangnya zat besi untuk
pembentukan hemoglobin (Hb). Penderita anemia defisiensi besi khususnya
adalah perempuan dan anak-anak. Anemia gizi besi banyak diderita oleh ibu
hamil, menyusui, dan perempuan usia subur. Perempuan usia subur mempunyai
siklus tubuh yang berbeda dengan lelaki, anak, dan balita sebab mereka harus
mengalami haid, hamil, melahirkan, dan menyusui. Oleh karena itu kebutuhan zat
besi (Fe) relatif lebih tinggi.
Penyebab utama anemia gizi besi ini adalah konsumsi zat besi yang tidak
cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dan pola makan yang sebagian besar
terdiri dari nasi dan menu yang kurang beraneka ragam. Keanekaragaman
konsumsi makanan sangat penting dalam membantu meningkatkan penyerapan Fe
di dalam tubuh. Akan tetapi, pemahaman atas kebutuhan zat-zat gizi secara
keseluruhan agak kurang. Apalagi makanan yang diberikan sekarang cenderung
kaya lemak dan karbohidrat, tetapi miskin mineral dan vitamin. Mungkin saja
terjadi seorang anak gemuk tetapi tampak pucat, loyo, dan kurang lincah karena
ternyata ia kekurangan zat besi. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang
lebih menyeluruh mengenai anemia gizi besi dan cara-cara untuk mencegahnya,
sehingga penekanan pada upaya mengonsumsi makanan bergizi cukup dan
lengkap sangat dianjurkan.
Hal-hal yang dapat menyebabkan defisiensi zat besi yaitu:
1. Diet rendah besi (hanya 1 mg besi yang diabsorbsi dari setiap 10-20 zat
besi yang masuk ke tubuh sehingga tubuh kurang dapat memanfaatkan
asupan besi secara optimal).
2. Komposisi makanan tidak baik untuk penyerapan Fe (terlalu banyak
mengkonsumsi jenis sayuran, kurang protein hewani dikarenakan zat besi
yang terkandung dalam sayur-sayuran lebih tidak diserap secara sempurna,
dibanding dengan zat besi dalam daging).
3. Pertumbuhan (masa kanak-kanak merupakan masa pertumbuhan paling
cepat dan membutuhkan banyak zat besi dalam tubuhnya sehingga asupan
zat gizinya juga lebih tinggi).
4. Kelainan saluran pencernaan (hal ini mengakibatkan tubuh tidak dapat
menyerap zat besi yang masuk dengan baik).
5. Kehilangan darah (seperti pada menstruasi, perdarahan, mimisan, dan
sebagainya mengakibatkan terjadinya defisiensi zat besi karena banyak
eritrosit yang di dalamnya mengandung Hb, terbuang keluar dari tubuh).
6. Kehamilan (ibu hamil membutuhkan lebih banyak asupan zat besi).
7. Bayi yang tidak diberikan ASI, melainkan diberi minum susu sapi
(dikarenakan albumin susu sapi tidak seluruhnya cocok dengan bayi, dapat
merusak saluran pencernaan bayi yang masih rentan, sehingga mudah
menyebabkan perdarahan dan menyebabkan kehilangan darah serta zat
besi).
8. Kelainan transpor besi (jarang ditemui).
Penyebab Lain
Penelitian di negara berkembang mengemukakan bahwa bayi lahir dari ibu
yang menderita anemia kemungkinan akan menderita anemia gizi, mempunyai
berat badan lahir rendah, prematur dan meningkatnya mortalitas (Academi of
Sciences, 1990).
Penyebab anemia gizi pada bayi dan anak (Soemantri, 1982):
a. Pengadaan zat besi yang tidak cukup
1) Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup.
a) Berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar
b) Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat besi yang berat
c) Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum persalinan
2) Asupan zat besi kurang cukup
b. Absorbsi kurang
1) Diare menahun
2) Sindrom malabsorbsi
3) Kelainan saluran pencernaan
c. Kebutuhan akan zat besi meningkat untuk pertumbuhan, terutama pada lahir
kurang bulan
d. Kehilangan darah
1) Perdarahan yang bersifat akut maupun menahun, misalnya pada
poliposis rektum
2) Infestasi parasit, misalnya cacing tambang.
Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena
rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat
perdarahan menahun:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau
NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing
tambang.
b. Saluran genitalia (perempuan): menorhagia.
c. Saluran kemih: hematuria.
d. Saluran nafas: hemoptisis.
2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan
(asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang
rendah.
3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan, dan kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau
dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi),
polyphenol (coklat, teh, dan kopi).
Pada bayi absorbsi zat besi dari ASI meningkat dengan bertambah tuanya
umur bayi. Perubahan ini terjadi lebih cepat pada bayi yang lahir prematur dari
pada bayi yang lahir cukup bulan. Jumlah zat besi akan terus berkurang apabila
susu diencerkan dengan air untuk diberikan kepada bayi.
Bayi yang lahir BBLR mempunyai reserve zat besi yang lebih rendah dari
bayi yang normal yang lahir dengan berat badan cukup, tetapi rasio zat besi
terhadap berat badan adalah sama. Bayi ini lebih cepat tumbuhnya dari pada bayi
normal, sehingga reserve zat besi lebih cepat bisa habis. Oleh sebab itu kebutuhan
zat besi pada bayi ini lebih besar dari pada bayi normal. Jika bayi BBLR
mendapat makanan yang cukup mengandung zat besi, maka pada usia 9 bulan
kadar Hb akan dapat menyamai bayi yang normal.
Penyebab utama anemia gizi besi ini adalah konsumsi zat besi yang tidak
cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dan pola makan yang sebagian besar
terdiri dari nasi dan menu yang kurang beraneka ragam. Selain itu anemia gizi
juga dipengaruhi oleh faktorfaktor lain yang saling berkaitan seperti sosial
ekonomi, pendidikan, status gizi dan pola makan, fasilitas kesehatan,
pertumbuhan, daya tahan tubuh dan infeksi.
Faktor lain munculnya anemia :
a) Penyakit kronis
Penyakit kronis tertentu, contohnya kanker dan HIV/AIDS. Dapat mempengaruhi
produksi sel darah merah, menghasilkan anemia kronis. Gagal ginjal juga dapat
menyebabkan anemia. Penyakit kronis atau infeksi dapat menyebabkan tubuh
membuat lebih sedikit sel-sel darah merah. Hal ini dapat mengakibatkan
penurunan ringan dalam hemoglobin.
b) Sosial ekonomi
Permasalahan gizi ini menjadi kompleks dan terus berkembang. Dimulai dari akar
permasalahan nasional yaitu, krisis politik-ekonomi-sosial yang merupakan faktor
pendorong umum peliknya permasalahan gizi. Dengan adanya krisis multidimensi
ini menyebabkan tingginya tingkat pengangguran, kurang pangan, dan
kemiskinan. Lalu hal tersebut terkait juga pada masalah pokok khusus di dalam
masyarakat yakni kurangnya pemberdayaan wanita dalam keluarga dan kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat. Maka pemahaman pengetahuan dan
pendidikan gizi menjadi sempit di dalam masyarakat.
c) Pendidikan
Adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan prilaku
positif yang meningkat. Apabila pengetahuan seseorang tinggi terhadap
pentingnya zat gizi terhadap tubuh , maka orang akan mengetahui zat-zat gizi
yang harus dia konsumsi, sehingga terhindar dari penyakit kekurangan gizi.
d) Informasi
Seseorang mendapatkan informasi yang lebih banyak akan menambah
pengetahuannya.
e) Budaya
Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yaitu
meliputi sikap dan kepercayaan. Kepercayaan seseorang terhadap makanan
sebagai sumber zat gizi dapat mempengaruhi pola makan seseorang.
Penyebab Lain
Penelitian di negara berkembang mengemukakan bahwa bayi lahir dari ibu
yang menderita anemia kemungkinan akan menderita anemia gizi, mempunyai
berat badan lahir rendah, prematur dan meningkatnya mortalitas (Academi of
Sciences, 1990).
Penyebab anemia gizi pada bayi dan anak (Soemantri, 1982):
a. Pengadaan zat besi yang tidak cukup
1. Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup.
Berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar
Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat besi
yang berat
Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum
persalinan seperti adanya sirkulasi fetus ibu dan perdarahan
retroplasesta
2. Asupan zat besi kurang cukup
b. Absorbsi kurang
1. Diare menahun
2. Sindrom malabsorbsi
3. Kelainan saluran pencernaan
c. Kebutuhan akan zat besi meningkat untuk pertumbuhan, terutama pada lahir
kurang bulan dan pada saat akil balik.
d. Kehilangan darah
1. Perdarahan yang bersifat akut maupun menahun, misalnya pada
poliposis rektum, divertkel Meckel
2. Infestasi parasit, misalnya cacing tambang.
Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena
rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat
perdarahan menahun.
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
1. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID,
kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
2. Saluran genitalia (perempuan): menorhagia.
3. Saluran kemih: hematuria.
4. Saluran nafas: hemoptisis.
5. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan
(asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang
rendah.
6. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan, dan kehamilan.
7. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau
dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi),
polyphenol (coklat, teh, dan kopi).