Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Stase Ilmu Kesehatan Anak

Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. Vita Susianawati, Sp.A

Disusun Oleh :
Takul Usman H2A012029

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RS PKU DELANGGU

1
BAB I
PENDAHULUAN

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah jenis penyakit ginjal yang


menunjukkan peradangan glomerulus dan nefron yang paling sering menyerang
anak usia 2 15 tahun. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme
imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme
yang masih belum jelas.1
Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada
anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS dapat
terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6 7 tahun.
Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5 15 tahun
dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio laki-laki: wanita = 1, 34 : 1.1.2
Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik
lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden
GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit
infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak
dijumpai.2 Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada
golongan sosial ekonomi rendah, masing masing 68,9%1 & 66,9%.3
Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai
gejala yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik
baik sporadik maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat
kelainan sedimen urin terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat
kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi ginjal
Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum, setinggi vertebra
torakal 12 atau lumbal 1 sampai lumbal 4, dengan kisaran panjang serta
beratnya berturut-turut dari kira-kira 6 cm dan 24 gram pada bayi cukup
bulan sampai 12 cm atau lebih dan 150 gr pada orang dewasa. Ginjal
mempunyai lapisan luar, korteks yang berisi glomeruli, tubulus kontortus
proksimal-distal dan duktus kolektivus, serta di lapisan dalam, medulla, yang
mengandung bagian-bagian tubulus yang lurus, lengkung (ansa) henle, vasa
rekta dan duktus koligens terminal.4
Setiap ginjal mengandung sekitar satu juta nefron (terdiri dari
glomerulus dan tubulus). Pada manusia, pembentukan nefron telah selesai
pada janin 35 minggu, tetapi maturasi fungsional belum terjadi sampai di
kemudian hari. Perkembangan paling cepat terjadi pada 5 tahun pertama
setelah lahir. Karena tidak ada nefron baru yang dapat dibentuk sesudah lahir,
hilangnya nefron secara progresif karena proses infeksi saluran kemih atau
refluks dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan ginjal.4

Gambar 1. Sayatan melintang ginjal dan nefron

3
B. Fisiologi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstraseluler dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstraseluler ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi
tubulus.5
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :5
1. Fungsi ekskresi
a. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
b. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3
c. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
d. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
e. Mengekskresikan berbagai senyawa asing, seperti : obat, pestisida,
toksin, & berbagai zat eksogen yang masuk kedalam tubuh.
2. Fungsi non ekskresi
a. Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
b. Menghasilkan kalikrein, suatu enzim proteolitik dalam pembentukan
kinin, suatu vasodilator
c. Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
d. Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
e. Sintesis glukosa dari sumber non-glukosa (glukoneogenesis) saat
puasa berkepanjangan.
f. Menghancurkan/menginaktivasi berbagai hormone, seperti :
angiotensin II, glucagon, insulin, & paratiroid.
g. Degradasi insulin.
h. Menghasilkan prostaglandin

4
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma
darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui
ginjal. Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir
metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion
natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi
dalam tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang
tidak diperlukan dalam tubuh adalah:5
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak
diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan
direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi
yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati
sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urin yang
akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang
difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.

Gambar 2. Fungsi ginjal berdasarkan komponen yang menyusunnya


Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring
melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel,
mengandung semua substansi plasma seperti elektrolit, glukosa, fosfat,
ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah

5
kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (sepertI albumin dan
globulin). Filtrat dikumpulkan dalam ruang Bowman dan masuk ke dalam
tubulus sebelum meninggalkan ginjal berupa urin.
Filtrasi glomerulus adalah hasil akhir dari gaya-gaya yang berlawanan
melewati dinding kapiler. Gaya ultrafiltrasi (tekanan hidrostatis kapiler
glomerulus) berasal dari tekanan arteri sistemik, yang di ubah oleh tonus
arteriole aferen dan eferen. Gaya utama yang melawan ultrafiltrasi adalah
tekanan onkotik kapiler glomerulus, yang dibentuk oleh perbedaan tekanan
antara kadar protein plasma yang tinggi dalam kapiler dan ultrafiltrat yang
hampir saja bebas protein dalam ruang bowman. Filtrasi dapat diubah oleh
kecepatan aliran plasma glomerulus, tekanan hidrostatis dalam ruang
bowman, dan permeabilitas dari dinding kapiler glomerulus. Permeabilitas,
seperti yang diukur dengan koefisien ultrafiltrasi (K1) adalah hasil kali
permeabilitas air pada membran dan luas permukaan kapiler glomerulus total
yang tersedia untuk filtrasi.5
Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara
pengukuran klirens kreatinin atau memakai rumus berikut:
LFG = k . Tinggi Badan (cm)
Kreatinin serum (mg/dl)
Nilai k pada:
a. BBLR < 1 tahun = 0,33
b. Aterm < 1 tahun = 0,45
c. 1 12 tahun = 0,55

C. Glomerulonefritis Akut
1. Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu istilah yang lebih
bersifat umum dan lebih menggambarkan suatu proses histopatologi
berupa proliferasi & inflamasi sel glomeruli akibat proses imunologik.2
Glomerulonefritis akut merupakan keadaan timbulnya hematuria,
proteinuria secara mendadak, adanya sel darah merah pada urin, edema

6
dan hipertensi dengan atau tanpa oligouri. Glomerulo nefritis timbul
setelah infeksi streptokokus.1
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi
dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme
imunologis.2
2. Epidemiologi
Di negara berkembang, glomerulonefritis akut pasca infeksi
streptokokus (GNAPS) masih sering dijumpai dan merupakan penyebab
lesi ginjal non supuratif terbanyak pada anak. Diperkirakan insiden
berkisar 0-28% pasca infeksi streptokokus.6,7
Insidensi GNAPS pada keadaan epidemi adalah 10% sebelumnya
menderita faringitis, 25% sebelumnya menderita impetigo. Pada suatu
studi di Amerika Serikat didapatkan penyebab GNAPS yang lebih
dominan adalah faringitis.2
Mortalitas pada penderita GNAPS pada anak sangat jarang (<1%).
Tidak ada predileksi rasial. Pada laki-laki dua kali lebih sering daripada
pada wanita. GNAPS sering terjadi pada anak usia 2-12 tahun. 5% terjadi
pada usia kurang dari 5 tahun.1 Penelitian multisenter di Indonesia
memperlihatkan sebaran usia 2,5 15 tahun dengan rerata usia tertinggi
8,46 tahun dan rasio laki-laki : perempuan = 1, 34 : 1.1 Dan ditemukan
pada golongan sosial ekonomi rendah, masing masing 68,9%1 &
66,9%.3
Studi epidemiologis menunjukkan bahwa tidak semua pasien yang
terinfeksi dengan strain nefritigenik akan menimbulkan glomerulonefritis.
Hanya sekitar 5-10% setelah faringitis dan 25% setelah impetigo.2
3. Etiologi
Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus
beta hemolyticus group A tipe nefritogenik. Tipe antigen protein M
berkaitan erat dengan tipe nefritogenik. Serotipe streptokokus beta
hemolitik yang paling sering dihubungkan dengan glomerulonefritis akut

7
(GNA) yang didahului faringitis adalah tipe 12, tetapi kadang- kadang juga
tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe 49 paling sering dijumpai pada glomerulonefritis
yang didahului infeksi kulit / pioderma, walaupun galur 53,55,56,57 dan
58 dapat berimplikasi. Protein streptokokus galur nefritogenik yang
merupakan antigen antara lain endostreptosin, antigen presorbing (PA-
Ag), nephritic strain-associated protein (NSAP) yang dikenal sebagai
streptokinase dan nephritic plasmin binding protein (NPBP).8
Bagian luar streptokokus grup A dibungkus oleh kapsul asam
hyaluronat untuk bertahan terhadap fagositosis dan sebagai alat untuk
melekatkan diri pada asel epitel. Selain itu pada permukaan kuman juga
terdapat polimer karbohirat grup A, mukopeptide, dan protein M. Protein
M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai
rambut-rambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan apakah
strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik.9

4. Patologi
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus adalah suatu
glomerulonefritis proliferatif. Pada pemeriksaan mikroskopik cahaya dapat
terlihat tingkat keparahan dan intensitas perubahan patologis yang
bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan penyakit. Pada kasus ringan
terutama pada pasien dengan penyakit subklinis, kelainan adalah minimal

8
biasanya terdiri dari proliferasi ringan sampai sedang sel mesangial dan
matriks. Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dah sel
endotel yang difus dan disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit,
serta pembuntuan lumen kapiler.10
Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus
(diffuse endocapillary exudative proliferative glomerulonephritis) sering
digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini.
membran basal glomerulus pada umumnya tampak normal, akan tetapi
kadang-kadang dapat dijumpai adanya sembab interstisial yang ringan
sampai sedang dengan infiltrasi sel PMN, monosit dan kadang eosinofil.
Pada beberapa kasus berat kadang terlihat gambaran bulan sabit dengan
gambaran klinis dan histologis yang menyerupai glomerulonefritis
kresentik progresif cepat. Jarang dijumpai necotizing vasculities pembuluh
darah ginjal.10
Pada pemeriksaan mikroskop elektron terlihat deposit padat-
elektron dalam mesangium yang besar dan jelas yang dikenal dengan
istilah humps, yang terletak pada daerah subepitelial yang khas. Pada
pemeriksaan mikroskop imunofluoresen terlihat endapan IgG granular
ireguler dan C3 mulai dari yang halus dan disepanjang dindng kapiler.
Pewarnaan fibrin kadang dijumpai dalam mesangium.10
Lesi histologis yang abnormal tersebut akan menghilang dalam
waktu bervariasi. Deposit padat-elektron akan menghilang dalam waktu
satu tahun. Infiltrasi PMN dan proliferasi sel mesangial dan endotel akan
menghilang dalam waktu 2 sampai 3 bulan akan tetapi terkadang
proliferasi mesangeal terutama ekspansi matriks mesangial dapat menetap
dalam beberapa tahun.10
5. Patofisiologi
GNAPS timbul setelah infeksi tertentu, terutama strain tertentu
yaitu grup A streptokokus. Daerah infeksi biasanya saluran napas atas,
termasuk telinga tengah, atau kulit. Glomerulonefritis pascastreptokokus

9
dapat terjadi setelah radang tenggorok dan jarang dilaporkan bersamaan
dengan demam rematik akut.10
GNAPS berawal apabila host rentan yang terpapar kuman
Streptokokus grup A strain nefritogenik bereaksi untuk membentuk
antibodi terhadap antigen yang menyerang. GNAPS merupakan kelainan
kompleks imun, namun mekanisme interaksi antara antigen dan antibodi
tidak diketahui. Kompleks imun yang mengandung antigen streptokokus
ini mengendap pada glomerulus. Ukuran komplek streptokokus-
imunoglobulin adalah 15 nm (streptokokus 10 nm dan imunoglobulin 5
nm). Sedangkan ukuran pore membrana basalis pada anak dan dewasa
adalah 2-3 nm dan 4-4,5 nm. Oleh karena itu GNAPS banyak terjadi pada
anak-anak dari pada dewasa.10,9
Kompleks antigen-antibodi terbentuk dalam aliran darah dan
terkumpul dalam glomerulus. Akibat hal ini akan terjadi inflamasi pada
glomerulus dan akan mengaktifkan sistem komplemen.10
GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-
antbodi yang terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Proses
inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal dipicu oleh:10
a. Aktivitas plasminogen menjadi plasmin oleh streptokinase
yang kemudian diikuti oleh aktivasi kaskade komplemen.
b. Deposisi kompleks Ag-Ab yang telah terbentuk sebelumnya ke
dalam glomerulus.
c. Ab antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan
dengan molekul tiruan (molecule mimicy) dari protein renal
yang menyerupai Ag Streptokokus (jaringan glomerulus yang
normal yang bersifat autoantigen bereaksi dengan Ab dalam
sirkulasi yang terbentuk sebelumnya untuk melawan Ag
Streptokokus)
Sistem imun humoral dan kaskade komplemen akan aktif bekerja
apabila terdapat deposit subepitel C3 dan IgG dalam membran basal
glomerulus. Kadar C3 dan C5 yang rendah dan kadar komplemen jalur

10
klasik (C1q, C2 dan C4) yang normal menunjukkan bahwa aktivasi
komplemen melalui jalur alternatif. Deposisi IgG terjadi pada fase
berikutnya yang diduga oleh karena Ab bebas berikatan dengan
komponen kapiler glomerulus, membran bassal atau terhadap Ag
Streptokokus yang terperangkap dalam glomerulus. Aktivasi C3
glomerulus memici aktivasi monosit dan netrofil. Infiltrat inflamasi
tersebut secara histologik terlihat sebagai glomerulonefritis eksudatif.
Psoduksi sitokin oleh sel inflamasi memperparah jejas glomerulus.
Hiperselularitas mesangium dipacu oleh proliferasi sel glomerulus akibat
induks oleh mitogen lokal.10
Gejala GNAPS biasanya berlangsung singkat. Dengan berkhirnya
serangan Ag Streptokokus, maka reaksi inflamasi akan mereda dan
struktur glomerulus kembali normal. 10
Semua bentuk GNAPS dimediasi oleh proses imunologis. Baik
imunitas humoral maupun imunitas seluler. Imunitas seluler GNAPS
dimediasi oleh pembentukan kompleks antigen-antibodi streptkokus yang
bersifat nefritogenik dan imun kompleks yang bersirkulasi. Proses
terjadinya adalah stretokokus yang bersifat nefritogenik memprodksi
protein dengan antigen determinan khas. Antigen deteriminan ini
memiliki afinitas spesifik terhadap glomerulus normal.10
Antigen ini kemudian akan berikatan pada glomerulus. Sekali
berikatan antigen ini akan mengaktifkan komplemen secara lansung
melalui interaksi dengan properdin. Komplemen yang telah teraktivasi ini
akan menyebabkan timbul mediator inflamasi dan kemudian timbul
inflamasi.10
Antigen nefritogenik lainnya adalah zymogen (nephritic strain-
associated protein NSAP) dan nephritis plasmin binding protein (NAP1r).
NSAP ini ditemukan pada biosi ginjal pasien dengan GNAPS dan tidak
ditemukan pada bentuk lain GNA maupun demam rematik. NAP1r juga
ditemukan pada biopsi renal awal pasien GNAPS. Setelah NAP1r ini
berikatan dengan glomerulus dan menyebabkan pembentuk plasmin yang

11
diaktivasi oleh streptokinase yang kemudian beikatan dengan NAP1r.
Akibat ikatan ini membran basal glomerular menjadi rusak secara
langsung. NAP1r juga akan mengaktivasi komponen melalui jalur
alternatif dan menyebabkan terkumpulnya sel PMN dan makrofag dan
terjadi inflamasi setempat.10
Mekanisme lainnya adalah kompleks nonimun, yang pertama
adalah hipersensitifitas tipe lambat. Pertama, terjadi proliferasi pada
endotel, hal ini akibat infiltrasi leukosit PMN dan monosit dan makrofag
merupakan sel efektornya. Infiltrasi makrofag ini dimediasi oleh
komplemen dan sel T helper.10
Kedua, adanya protein stretokokus M dan eksotoksin pirogenik
yang bersifat superantigen. Hal ini menyebabkan aktivasi sel Tmasif dan
pelepasan limfokin seperti IL1 dan IL6.10
Ketiga, IgG autologus akan bersifat antigenic dan menyebabkan
pementukan cryoglobulin. Cryoglobulin,factor rematik akan menjadi
superantigen.10
6. Manifestasi Klinis
Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis,
tonsilitis, atau pioderma. Berikut merupakan beberapa gejala klinik pada
GNAPS:2
1) Periode laten
a. Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset
pertama kali muncul gejala.
b. Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi
tenggorok dan 3-6 minggu setelah infeksi kulit
c. Bila periode laten ini berlangsung kurang dari 1 minggu, maka
harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi
dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schenlein atau Benign recurrent haematuria.

12
2) Edema :
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali
timbul, dan menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling
sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra), disusul daerah
tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di
daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva)
menyerupai sindrom nefrotik.
Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya
gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada
palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya
jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau
berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan kegitan
fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang-kadang terjadi
edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru
diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan.
Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang
tertekan masuk ke jaringan interstisial yang dalam waktu singkat
akan kembali ke kedudukan semula.
3) Hematuria
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus
GNAPS,4,5 sedangkan hematuria mikroskopik dijumpai hampir
pada semua kasus. Suatu penelitian multisenter di Indonesia
mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan
hematuria mikroskopik berkisar 84-100%.
Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat,
air cucian daging atau berwarna seperti cola. Hematuria
makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan
berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai
beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih
lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang
masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun

13
secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria
mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan
proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan
indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan
adanya glomerulonefritis kronik..
4) Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus
GNAPS. Albar mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya
terjadi dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan
menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus
dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg).
Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang
cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali.
Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi
yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit kepala,
muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang-kejang. Penelitian
multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi
berkisar 4-50%.
5) Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus
GNAPS dengan produksi urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari.
Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan
ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya
timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan
timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula
menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus
yang berat dengan prognosis yang jelek.
6) Gejala Kardiovaskular :
Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan
sirkulasi yang terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan
sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat hipertensi atau miokarditis,

14
tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak
ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan
terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga
akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.
a) Edema paru
Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi
akibat bendungan sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat
asimtomatik, artinya hanya terlihat secara radiologik. Gejala-
gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis. Pada
pemeriksaan fisik terdengar ronki basah kasar atau basah
halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang
umumnya terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang
bersifat fatal. Gambaran klinik ini menyerupai
bronkopnemonia sehingga penyakit utama ginjal tidak
diperhatikan.
7) Gejala-gejala lain
Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat,
malaise, letargi dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena
peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria
makroskopik yang berlangsung lama.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Urin :
1) Proteinuria
Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negatif sampai
dengan ++, jarang terjadi sampai dengan +++. Bila terdapat
proteinuria +++ harus dipertimbangkan adanya gejala sindrom
nefrotik atau hematuria makroskopik. Secara kuantitatif
proteinuria biasanya kurang dari 2 gram/m2 LPB/24 jam, tetapi
pada keadaan tertentu dapat melebihi 2 gram/m2 LPB/24 jam.
Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya
gejala-gejala klinik, sebab lamanya proteinuria bervariasi antara

15
beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik
menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6 bulan masih
terdapat proteinuria disebut proteinuria menetap yang
menunjukkan kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik yang
memerlukan biopsi ginjal untuk membuktikannya.
2) Hematuria mikroskopik :
Hematuria mikroskopik merupakan kelainan yang hampir
selalu ada, karena itu adanya eritrosit dalam urin ini merupakan
tanda yang paling penting untuk melacak lebih lanjut
kemungkinan suatu glomerulonefritis. Begitu pula dengan torak
eritrosit yang dengan pemeriksaan teliti terdapat pada 60-85%
kasus GNAPS. Adanya torak eritrosit ini merupakan bantuan
yang sangat penting pada kasus GNAPS yang tidak jelas, sebab
torak ini menunjukkan adanya suatu peradangan glomerulus
(glomerulitis). Meskipun demikian bentuk torak eritrosit ini dapat
pula dijumpai pada penyakit ginjal lain, seperti nekrosis tubular
akut.
b. Darah
1) Reaksi serologis
Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi
serologis terhadap produk-produk ekstraselular streptokokus,
sehingga timbul antibodi yang titernya dapat diukur, seperti
antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH ase) dan
antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO merupakan
reaksi serologis yang paling sering diperiksa, karena mudah
dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada GNAPS. Sedangkan
kombinasi titer ASO, AD Nase-B dan AH ase yang meninggi,
hampir 100% menunjukkan adanya infeksi streptokokus
sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14
sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada
minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada bulan ke-2

16
hingga 6. Titer ASO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksi
saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASO bisa normal atau
tidak meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik,
kortikosteroid atau pemeriksaan dini titer ASO. Sebaliknya titer
ASO jarang meningkat setelah piodermi. Hal ini diduga karena
adanya jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan
antibodi terhadap streptokokus sehingga infeksi streptokokus
melalui kulit hanya sekitar 50% kasus menyebabkan titer ASO
meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase jelas meningkat setelah
infeksi melalui kulit.
2) Aktivitas komplemen :
Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS,
karena turut serta berperan dalam proses antigen-antibodi sesudah
terjadi infeksi streptokokus yang nefritogenik. Di antara sistem
komplemen dalam tubuh, maka komplemen C3 (B1C globulin)
yang paling sering diperiksa kadarnya karena cara pengukurannya
mudah. Beberapa penulis melaporkan 80-92% kasus GNAPS
dengan kadar C3 menurun. Umumnya kadar C3 mulai menurun
selama fase akut atau dalam minggu pertama perjalanan penyakit,
kemudian menjadi normal sesudah 4-8 minggu timbulnya gejala-
gejala penyakit. Bila sesudah 8 minggu kadar komplemen C3 ini
masih rendah, maka hal ini menunjukkan suatu proses kronik
yang dapat dijumpai pada glomerulonefritis membrano
proliferatif atau nefritis lupus.
3) Laju endap darah :
LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurun
setelah gejala klinik menghilang. Walaupun demikian LED tidak
dapat digunakan sebagai parameter kesembuhan GNAPS, karena
terdapat kasus GNAPS dengan LED tetap tinggi walaupun gejala
klinik sudah menghilang.

17
8. Diagnosis
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi
pada umumnya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala-gejala klinik:
a. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full
blown case dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema,
oliguria yang merupakan gejala-gejala khas GNAPS.
b. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan
laboratorium berupa ASTO (meningkat) & C3 (menurun) dan
pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria &
proteinuria.
c. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus
hemolitikus grup A.
Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan
sedimen urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/
kontak dengan penderita GNAPS.
9. Diagnosa Banding
Banyak penyakit ginjal atau di luar ginjal yang memberikan gejala
seperti GNAPS.2
a. Penyakit ginjal :
1) Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
Kelainan ini penting dibedakan dari GNAPS karena
prognosisnya sangat berbeda. Perlu dipikirkan adanya penyakit
ini bila pada anamnesis terdapat penyakit ginjal sebelumnya dan
periode laten yang terlalu singkat, biasanya 1-3 hari. Selain itu
adanya gangguan pertumbuhan, anemia dan ureum yang jelas
meninggi waktu timbulnya gejala-gejala nefritis dapat membantu
diagnosis.
2) Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
Penyakit-penyakit ini dapat berupa glomerulonefritis fokal,
nefritis herediter (sindrom Alport), IgA-IgG nefropati (Maladie de

18
Berger) dan benign recurrent haematuria. Umumnya penyakit ini
tidak disertai edema atau hipertensi. Hematuria mikroskopik yang
terjadi biasanya berulang dan timbul bersamaan dengan infeksi
saluran napas tanpa periode laten ataupun kalau ada berlangsung
sangat singkat.
3) Rapidly progressive glomerulonefritis (RPGN)
RPGN lebih sering terdapat pada orang dewasa
dibandingkan pada anak. Kelainan ini sering sulit dibedakan
dengan GNAPS terutama pada fase akut dengan adanya oliguria
atau anuria. Titer ASO, AH ase, AD Nase B meninggi pada
GNAPS, sedangkan pada RPGN biasanya normal. Komplemen
C3 yang menurun pada GNAPS, jarang terjadi pada RPGN.
Prognosis GNAPS umumnya baik, sedangkan prognosis RPGN
jelek dan penderita biasanya meninggal karena gagal ginjal.
b. Penyakit-penyakit sistemik.
Beberapa penyakit yang perlu didiagnosis banding adalah purpura
Henoch-Schenlein, eritematosus dan endokarditis bakterial subakut.
Ketiga penyakit ini dapat menunjukkan gejala-gejala sindrom nefritik
akut, seperti hematuria, proteinuria dan kelainan sedimen yang lain,
tetapi pada apusan tenggorok negatif dan titer ASO normal. Pada HSP
dapat dijumpai purpura, nyeri abdomen dan artralgia, sedangkan pada
GNAPS tidak ada gejala demikian. Pada SLE terdapat kelainan kulit
dan sel LE positif pada pemeriksaan darah, yang tidak ada pada
GNAPS, sedangkan pada SBE tidak terdapat edema, hipertensi atau
oliguria. Biopsi ginjal dapat mempertegas perbedaan dengan GNAPS
yang kelainan histologiknya bersifat difus, sedangkan ketiga penyakit
tersebut umumnya bersifat fokal.
c. Penyakit-penyakit infeksi :
GNA bisa pula terjadi sesudah infeksi bakteri atau virus tertentu
selain oleh Group A -hemolytic streptococci. Beberapa kepustakaan

19
melaporkan gejala GNA yang timbul sesudah infeksi virus morbili,
parotitis, varicella, dan virus ECHO. Diagnosis banding dengan
GNAPS adalah dengan melihat penyakit dasarnya.

10. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai adalah:2
a. Ensefalopati hipertensi (EH).
b. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI)
c. Edema paru
11. Penatalaksanaan
a. Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang
biasanya timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS.
Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi
tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan
tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu dianjurkan prolonged bed
rest sampai berbulan-bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria
mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif, penderita
dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada
komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka
dilakukan pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang
terlalu lama di tempat tidur menyebabkan anak tidak dapat bermain
dan jauh dari teman-temannya, sehingga dapat memberikan beban
psikologik.2
b. Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema
berat, diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan,
pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila
kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan
cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita
oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang

20
dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible
water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap
kenaikan suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).2
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih
sering dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila
biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus,
sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan
biakan negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus.
Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah mendapat antibiotik
sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu
lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin
diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb
dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap
golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.2
d. Simptomatik
1) Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah
pembatasan cairan, dengan kata lain asupan harus sesuai dengan
keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda edema paru
akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak
berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal.
2) Hipertensi
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada
hipertensi ringan dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan
yang baik, tekanan darah bisa kembali normal dalam waktu 1
minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda
serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau
furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut
diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi
nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari

21
yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada
hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral
(ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin (0,002-0,006
mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5
mg/kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat
digabung dengan furosemid (1 3 mg/kgbb)..
3) Gangguan ginjal akut
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan
cairan, pemberian kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat.
Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat dan bila
terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk
mengikat kalium.
12. Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila
tidak ada komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting
disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat kambuh kembali.
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut
yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya
gejala laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam
waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna,
sedangkan pada orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis,
baik secara klinik maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang
dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan
pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik. Walaupun
prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut
akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury), edema paru akut atau
ensefalopati hipertensi.2

22
BAB III
KESIMPULAN

1. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu bentuk


glomerulonefritis akut yang menunjukkan proses inflamasi dan proliferasi
glomeruli yang didahului oleh infeksi group A -hemolytic streptococci
(GABHS) dan ditandai dengan gejala-gejala nefritis seperti hematuria,
edema, hipertensi dan oliguria yang terjadi secara akut.
2. Bila pada pemantauan dijumpai gejala-gejala baik klinik maupun laboratorik
seperti edema, ASO meningkat atau komplemen C3 menurun, maka
diagnosis GNAPS dapat ditegakkan. Begitu pula bila dijumpai apusan
tenggorokan positif untuk GABHS maka dapat didiagnosis sebagai GNAPS.
3. Bila dijumpai gejala klinik yang khas seperti edema, protenuria, hematuria,
oliguria dan hipertensi (full blown case) maka diagnosis GNAPS dapat
ditegakkan.
4. Bentuk GNAPS asimtomatik lebih banyak dijumpai daripada bentuk
simtomatik.
5. GNAPS merupakan penyakit yang bersifat self limiting disease selama tidak
dijumpai komplikasi, sehingga penderita GNAPS cukup dirawat inap selama
7-10 hari.
6. Pemantauan gejala yang harus diperhatikan adalah proteinuria dan atau
hematuria mikroskopik. Proteinuria dan atau hematuria yang berlangsung
lebih 6 bulan harus diperhatikan, oleh karena kemungkinan terjadi
glomerulonefritis kronik yang dapat diketahui melalui biopsi ginjal, sehingga
perlu dirujuk kepada konsultan ginjal anak.
7. Antibiotik untuk eradikasi kuman
a. Golongan penisilin
b. Bila alergi penisilin diberikan eritromisin.
8. Hipertensi pada GNAPS dapat menyebabkan ensefalopati hipertensi disertai
manifestasi kejang dan atau kesadaran menurun.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukanto, Said. Glomerulonefretis Akut. Dalam Makalah


Glomerulonefritis Akut. Jakarta: Fakultas Kedokteran Pelita Harapan.
2012.

2. Rauf, Syarifuddin dkk. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca


Streptokokus. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012.

3. Manhan RS, Patwari A, Raina C, Singh A. Acute nephritis in Kashmiri


children a clinical and epidemiological profile. Indian Pediatr.
1979;16: 101521.

4. Husein, A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Penerbit


Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2002. h 345-353

5. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. Penerbit
EGC. Jakarta.2007

6. Iturbe BR, Mezzano S. Acute post infectious glomerulonephritis.


Dalam : Avner ED, Hormon WE, Niaudet P, Yoshikawa N,
penyunting. Pediatric Nephrology, Sixth Completely Review, Updated
and Enlarged Edition. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag; 2008; hlm.
74355.

7. Bhimma R, Langman CB : Acute Poststreptococcal


Glomerulonephritis (diunduh 1 November 2016). Tersedia dari:
http//medicine.medscape.com/ article/980685 .overview.

8. Lumbanbatu, Sondang Maniur. Glomerulonefritis Akut Pasca


Streptococcus Pada Anak. Jakarta: Sari Pediatri. 2003.

9. Noer MS.Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.Dalam:


Kumpulan Makalah Simposium dan Workshop Sehari: Kegawatan
pada Penyakit Ginjal Anak.Makasar:UKK Nefrologi IDAI.p56-67.
2006.

10. Noer MS.Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono


PP,Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi Anak.Edisi 2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.p 345-352. 2002.

24

Anda mungkin juga menyukai