Jbptppolban-Gdl-Totokherma-4992-3-Bab2 - 0 (Full Permission)
Jbptppolban-Gdl-Totokherma-4992-3-Bab2 - 0 (Full Permission)
STUDI PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Tanah yang ada di permukaan bumi mempunyai karakteristik dan sifat
yang berbeda-beda, sehingga hal ini merupakan suatu tantangan bagi perekayasa
konstruksi
untuk memahami perilaku tanah yang dihadapi dalam perencanaan
konstruksi dengan jalan melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap sifat-
sifat yang dimiliki tanah, yang tentunya hasilnya tidak mutlak tepat dan benar
akan tetapi paling tidak kita dapat melakukan pendekatan secara teknis yang dapat
dipertanggungjawabkan akurasinya dalam perencanaan konstruksi. Dalam
pengertian teknik secara umum tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri
dari butiran-butiran mineral padat yang tidak tersegmentasi (terikat secara kimia)
antara satu dengan yang lainnya dan merupakan partikel padat hasil penguraian
bahan organik yang telah lapuk yang berangkai dengan zat cair dan gas sebagai
pengisi ruang-ruang kosong antar partikelnya. Sehingga dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa tanah sangatlah penting untuk diketahui sifat-sifat
karakteristiknya dalam beberapa penanganan masalah khususnya dalam hal ini
adalah masalah penanganan kelongsoran, dimana hal tersebut dilakukan guna
untuk mengetahui penanganan apa yang tepat yang harus dilakukan dilongsoran
tersebut dengan melihat kondisi tanah yang sudah diketahui.
Daerah berpotensi longsor adalah daerah di mana kondisi geologinya tidak
menguntungkan. Daerah ini sangat peka terhadap gangguan luar, baik yang
bersifat alami maupun aktivitas manusia yang merupakan faktor pemicu gerakan
tanah (longsoran). Longsoran adalah suatu proses perpindahan massa tanah dari
kedudukan semula akibat dari karena pengaruh gravitasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan menjadi dasar dasar penanganan
pada longsoran adalah kedalaman, aktivitas atau kecepatannya, dan macam
material tanah perlu dibedakan antara tanah (lempung, lanau, pasir, kerikil atau
campuran, residual, koluvial dan seterusnya). Daerah kajian tugas akhir adalah
daerah lereng pada jalan yang berbukit-bukit yang dilalui oleh lalu-lintas
II Tinjauan Pustaka
BAB 10
kendaraannya cukup padat dikarenakan jalan tersebut merupakan jalan nasional
sehinggga dikhawatirkan akan terjadi dampak bencana longsor yang lebih parah
jika dibiarkan berlarut-larut. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya
longsoran
yang lebih parah pada lereng tersebut diperlukan penanganan mengenai
stabilitas lereng.
II Tinjauan Pustaka
BAB 11
lapisan tanah dan untuk mengetahui perkiraan jenis lapisan tanah berdasarkan data
sondir diperlihatkan pada contoh seperti tabel 2.1 dan tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.1 Tingkat kekerasan tanah
2.2.2 Pemboran
Pemboran dapat dilakukan dengan mesin atau manual, pemboran
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan sampel tanah undisturbed (tidak
terganggu) Sedangkan maksud dilakukan pekerjaan pemboran adalah guna
mengidentifikasikan jenis setiap lapisan tanah, mengetahui nilai kekerasan tanah
sampai pada kedalaman yang ditetapkan, sehingga dapat digunakan dalam
perencanaan pondasi pada stabilisasi lereng.
II Tinjauan Pustaka
BAB 12
serangkaian tes laboratorium (uji lab), berikut akan dijelaskan beberapa nilai
contoh tanah. Kadar air suatu tanah adalah perbandingan antara berat air yang
terkandung dalam tanah dengan berat butir tanah tersebut, dan dinyatakan dalam
persen. Dan berikut merupakan tabel 2.3 nilai kadar air yang dikorelasikan dengan
tipe tanah yang diselidiki yang tercantum dibuku job sheet uji tanah POLBAN:
Tabel 2.3 Nilai kadar air yang dikorelasikan dengan tipe tanah
Keadaan air
dalam keadaan
jenuh
Tipe tanah
()
Lempung kaku 21
Lempung lembek 30 - 50
Tanah 25
Glcia till 10
II Tinjauan Pustaka
BAB 13
Tabel 2.4 Nilai berat jenis yang dikorelasikan dengan tipe tanah
C. Berat isi ()
Menurut Lembaga Penelitian Tanah (1979), definisi berat isi tanah adalah
berat tanah utuh (undisturbed) dalam keadaan kering dibagi dengan volume tanah,
dinyatakandalam g/cm3 (g/cc). Nilai berat isi tanah sangat bervariasi antara satu
titik dengan titik lainnya karena perbedaan kandungan bahan organik, tekstur
tanah, kedalaman tanah, jenis fauna tanah, dan kadar air tanah (Agus et al. 2006).
Berikut pada tabel 2.5 merupakan korelasi nilai berat isi tanah dengan jenis tanah:
Tabel 2.5 Nilai berat isi yang dikorelasikan dengan tipe tanah
Jenis Tanah Berat Isi () g/cm3
Lanau lempung 1.575 1.715
Satuan pasir-pasir lanauan 1.66
Satuan batu pasir, batu lempung-napal 1.49
Batuan basal 1.57
Sumber : http://adekoer.wordpress.com/2010/05/03/berat-isi-tanah-dan-berat-jenis-tanah/
2.3 Lereng
Lereng merupakan suatu kondisi permukaan tanah di mana terdapat
perbedaan elevasi antara satu daerah dengan daerah yang lain dan membentuk
kemiringan tertentu. Berdasarkan asal pembentukannya, lereng terbagi menjadi 2
macam, yaitu
a. Lereng Alam
Menurut Buku 1 Petunjuk Umum Penanganan Lereng Jalan Departemen
Pekerjaan Umum, (2005) Lereng alam (natural slope) adalah Lereng yang tidak
II Tinjauan Pustaka
BAB 14
ada perlakuan atau penanganan terhadap lereng tersebut baik berupa penanganan
pada gambar 2.1 merupakan ilustrasi keberadaan lereng alam dalam konteks
perencanaan teknis jalan di mana badan jalan berada pada samping lereng alam.
b. Lereng Buatan
Menurut Buku 1 Petunjuk Umum Penanganan Lereng Jalan Departemen
Pekerjaan Umum, (2005) Lereng buatan (man made slope) adalah lereng yang
terjadi akibat terbentuknya daerah galian atau timbunan lereng buatan dibentuk
dengan penanganan konstruksi yaitu lereng yang hanya mengandalkan kemiringan
dan tinggi kritis berdasarkan karakteristik tanah pembentuk lereng tersebut, baik
struktur maupun non struktur. Berikut pada gambar 2.2 merupakan ilustrasi
keberadaan lereng buatan akibat galian dalam konteks perencanaan teknis jalan
dimana permukaan badan jalan berada dibawah permukaan tanah asli.
II Tinjauan Pustaka
BAB 15
II Tinjauan Pustaka
BAB 16
lereng buatan manusia maupun alami menyebabkan terjadinya perubahan
d. Beban luar
Beban luar yang berlebihan pada lereng mendorong lereng untuk
mengalami pergerakkan dan mengakibatkan kelongsoran.
e. Penurunan muka air secara tiba-tiba
Sebagai contoh dari penurunan muka air secara tiba-tiba adalah penurunan
muka air tanah di sisi depan waduk yang menyebabkan tekanan air tanah di
belakang waduk akan meningkat karena tekanan air pori tidak terdisipasi, sehingga
mengakibatkan terjadi kenaikan tegangan lateral di belakang waduk yang pada
akhirnya menjadi gaya pendorong kelongsoran pada tubuh waduk.
f. Aktifitas Konstruksi
Kegiatan konstruksi di sekitar kaki lereng sering menyebabkan terjadinya
kelongsoran karena hilangnya perlawanan gaya ke samping. Aktivitas konstruksi
dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
Galian lereng
Ketika galian terjadi, tegangan total akan menghilang dan menghasilkan
tekanan pori-pori air negatif dalam tanah. Seiring dengan waktu, tekanan pori-
pori negatif akan menghilang karena berkurangnya tekanan efektif dan juga
sebagai akibat dari menurunnya gaya geser dalam tanah. Pada saat gaya
geser tanah menurun, kelongsoran rentan terjadi.
Timbunan lereng
Timbunan lereng biasanya berupa konstruksi tanggul. Tanah yang berada
diatas timbunan selanjutnya disebut sebagai pondasi tanah. Jika pondasi tanah
tersebut jenuh, maka tekanan pori-pori air positif akan diturunkan dari berat
timbunan dan proses pemadatan. Tekanan efektif berkurang sebagai akibat
berkurangnya gaya geser. Dan seiringnya waktu, tekanan pori-pori air positif
akan menghilang dan tekanan efektif akan meningkat seiring dengan
II Tinjauan Pustaka
BAB 17
meningkatnya gaya geser dalam tanah. Kegagalan konstruksi biasanya terjadi
Sumber : http://www.google.com/
Gambar 2.3 Kelongsoran Translasi
b. Kelongsoran rotasi
Kelongsoran rotasi merupakan peristiwa kelongsoran yang terjadi pada
tanah berbutir halus dan mempunyai titik putaran pada sumbu bidang yang
II Tinjauan Pustaka
BAB 18
paralel dengan lereng. Potongannya dapat berupa busur lingkaran dan kurva
Sumber : http://www.google.com/
Gambar 2.4 Kelongsoran Rotasi
II Tinjauan Pustaka
BAB 19
c. Kelongsoran Kombinasi
Kelongsoran kombinasi merupakan kelongsoran yang terjadi akibat
kombinasi kelongsoran translasi dan kelongsoran rotasi, biasa terjadi pada
batuan yang sudah lapuk. Model kelongsoran kombinasi seperti yang
diperlihatkan pada gambar 2.6 berikut ini:
d. Jatuhan bebas
Jatuhan bebas atau rolling merupakan peristiwa jatuhnya massa tanah atau
batu yang disebabkan oleh hilangnya kontak dengan permukaan tanah. Model
jatuhan bebas seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.7 berikut ini:
II Tinjauan Pustaka
BAB 20
Sumber : Pd T-09-2005-B
Gambar 2.7 Tipe Jatuhan
e. Jungkiran
Jungkiran atau topless merupakan peristiwa yang terjadi akibat adanya
momen guling yang bekerja pada suatu titik putar di bawah suatu titik
massa. Peristiwa jungkiran ini biasa terjadi pada batuan yang mempunyai
banyak kekar atau garis putus-putus. Model jungkiran seperti yang diperlihatkan
pada gambar 2.8 berikut ini:
Sumber : Pd T-09-2005-B
Gambar 2.8 Tipe Jungkiran
f. Aliran
Aliran merupakan peristiwa dimana pola kelongsorannya terjadi seperti
prilaku air mengalir, di mana tanah yang jenuh air mengalir ketempat yang lebih
rendah bersama air. Model aliran seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.9
berikut ini:
II Tinjauan Pustaka
BAB 21
II Tinjauan Pustaka
BAB 22
Keterangan :
r : Jari jari lingkaran kelongsoran
T : Jumlah gaya geser dari bidang longsoran
X : Jarak titik berat massa ke titik pusat lingkaran
w : Berat massa di atas lingkaran longsoran
Pada dasarnya untuk meningkatkan stabilitas lereng ada dua pendekatan
yang biasa diterapkan dalam penanganan longsoran, dengan menaikan angka
keamanan, diantaranya yaitu:
a. Memperkecil gaya penggerak / momen penggerak.
Gaya dan momen penggerak dapat diperkecil hanya dengan merubah
bentuk lereng, yaitu dengan membuat lereng lebih datar dengan cara
mengurangi sudut kemiringan dan memperkecil ketinggian lereng.
b. Memperbesar gaya penahan / momen penahan.
Untuk memperbesar gaya penahan, dapat dilakukan dengan
menerapkan beberapa metode perkuatan tanah, diantaranya konstruksi
penahan seperti dinding penahan tanah, tiang, atau timbunan pada kaki
lereng.
II Tinjauan Pustaka
BAB 23
penanggulangan longsor dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
II Tinjauan Pustaka
BAB 24
2.4.2 Bronjong
relatif dangkal tetapi tidak efektif untuk longsoran berantai. Bronjong banyak
digunakan karena material yang digunakan tidak sulit diperoleh dan biayanya
murah. Dibawah ini akan ditampilkan penanganan longsor pada lereng
relatif
dengan bronjong, sesuai dengan gambar 2.11 berikut ini.
II Tinjauan Pustaka
BAB 25
Sumber : http://ronymedia.files.wordpress.com/2010/07/m0410151.jpg
II Tinjauan Pustaka
BAB 26
Faktor utama yang sering menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan
adanya instrumentasi pada tiang bor yang diuji. Pondasi tiang bor mempunyai
karakteristik khusus karena cara pelaksanaannya yang dapat mengakibatkan
perbedaan perilakunya dibawah pembebanan dibandingkan pondasi tiang
pancang, hal-hal yang mengakibatkan perbedaan tersebut diantaranya adalah:
1. Tiang bor dilaksanakan dengan menggali lubang bor dan mengisinya
dengan meterial beton, sedangkan pondasi tiang pancang dimasukkan ke
tanah dengan mendesak tanah disekitarnya (displacement pile)
2. Beton dicor dalam keadaan basah dan mengalami masa curing di bawah
permukaan tanah.
3. Kadang-kadang digunakan casing untuk menjaga stabilitas dinding lubang
bor dan dapat pula casing tersebut tidak tercabut karena kesulitan di
lapangan.
4. Kadang-kadang digunakan slurry untuk menjaga stabilitas lubang bor
yang dapat membentuk lapisan lumpur pada dinding galian serta
mempengaruhi mekanisme gesekan tiang dengan tanah.
5. Cara penggalian lubang bor disesuaikan dengan kondisi tanah.
II Tinjauan Pustaka
BAB 27
3. Kedalaman tiang dapat divariasikan
dan pemancangan.
2.5.4
Kelemahan Pemakaian Pondasi Bored pile
Dalam pemakaian pondasi bored pile terdapat beberapa, diantaranya :
II Tinjauan Pustaka
BAB 28
4. Dasar lubang bor yang kotor oleh rontokan tanah dibersihkan, tulangan
ditahan.
2. Agar lubang tidak longsor, di dalam lubang bor diisi dengan larutan
tanah lempung atau larutan polimer, jadi pengeboran dilakukan dalam
larutan
3. Jika kedalaman yang diinginkan telah tercapai, lubang bor dibersihkan
dan tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor
yang masih berisi cairan bentonite (Polymer)
4. Adukan beton dimasukkan ke dalam lubang bor dengan pipa tremie,
larutan bentonite akan terdesak dan terangkut ke atas oleh adukan
beton
5. Larutan yang keluar dari lubang bor, ditampung dan dapat digunakan
lagi untuk pengeboran di lokasi selanjutnya.
2.5.5.3 Metode casing
1. Metode ini digunakan jika lubang bor sangat mudah longsor, misalnya
tanah dilokasi adalah pasir bersih di bawah muka air tanah.
2. Untuk menahan agar lubang bor tidak longsor digunakan pipa
selubung baja (Casing)
3. Pemasangan pipa selubung ke dalam lubang bor dilakukan dengan cara
memancang, menggetarkan atau menekan pipa baja sampai kedalaman
yang ditentukan.
4. Sebelum sampai menembus muka air tanah pipa selubung dimasukkan.
5. Tanah di dalam pipa selubung dikeluarkan saat penggalian atau setelah
pipa selubung sampai kedalaman yang diinginkan. Kemudian lubang
bor dibersihkan kemudian tulangan yang telah dirangkai dimasukkan
ke dalam pipa selubung
II Tinjauan Pustaka
BAB 29
6. Adukan beton dimasukkan ke dalam lubang (bila pembuatan lubang
Jarak antar pondasi tiang untuk Stabilisasi Lereng (Day, 1999) dapat
dilihat pada tabel 2.6 penentuan panjang spasi tiang dengan cara empirik berikut:
Tabel 2.6 Penentuan panjang spasi tiang dengan cara empirik
Jarak terbesar antar pusat tiang
Jenis Material
(D = diameter tiang)
Batuan utuh Tidak terbatas
Batuan retak (fractured) 4D
Pasir bersih atau kerikil 3D
Pasir kelempungan atau lanau 2D s
II Tinjauan Pustaka
BAB 30
2.5.8 Syarat Tebal Selimut Beton
Syarat tebal penutup beton atau selimut beton untuk beton cor setempat
non pratekan dapat diambil pada tabel 2.7 berikut:
Tabel 2.7 Syarat tebal selimut beton
Tebal
selimut
KOMPONEN STRUKTUR
minimum
(mm)
Beton yang dicor langsung di atas tanah dan selalu
berhubungan dengan tanah: 70
Balok, kolom :
tulangan utama, pengikat, sengkang, lilitan spiral 40
II Tinjauan Pustaka
BAB 31
2.7 Diameter dan Berat Per Meter Baja Tulangan
Pada bagian ini akan dijelaskan diameter dan berat per meter baja tulangan
beton
polos seperti tercantum pada tabel 2.9. Dan diameter, ukuran sirip dan berat
per meter baja tulangan beton sirip seperti tercantum pada tabel 2.10.