Naskah Publikasi Skripsiku Skabies
Naskah Publikasi Skripsiku Skabies
Naskah Publikasi
Oleh :
Fadilla Ayuningtias
G1A008123
2012
2
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei
varian hominis beserta produknya. Alternatif terapi skabies selain dengan menggunakan
permethrin yaitu dengan menggunakan brotowali. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui perbandingan brotowali (Tinospora crispa) dengan permethrin sebagai
terapi skabies di Pondok Pesantren Al-Ikhsan, Kedung Banteng, Banyumas. Penelitian
ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan pre and post test design.
Evaluasi secara objektif yaitu penilaian dokter spesialis kulit dan kelamin serta
perbandingan skor lesi skabies sebelum dan sesudah terapi (cure rate 40%). Brotowali
diaplikasikan secara topikal selama 3 hari dengan kadar 75%. Sedangkan untuk
permethrin 5% diberikan dengan single dose yaitu pada hari pertama. Perbandingan
evaluasi didapatkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara efektivitas brotowali
dengan permethrin (p=0,228). Hasil penelitian menunjukkan brotowali (Tinospora
crispa) dan permethrin sama efektif sebagai terapi skabies.
PENDAHULUAN
Skabies adalah penyakit infeksi pada kulit yang disebabkan tungau Sarcoptes
(Depkes RI), 2007). Ditandai keluhan gatal hebat, terutama pada malam hari. Skabies
ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung seperti melalui bekas alas tidur
atau pakaian (Kenneth, 2008). Setiap tahun, terdapat 300 juta kasus skabies di seluruh
populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta dewasa muda (remaja)
(Sungkar, 2008). Mutiarati (2009) melaporkan bahwa prevalensi skabies sekitar 12% di
Terapi skabies menurut WHO melalui Food and Drug Administration (FDA)
adalah permethrin cream 5%, benzyl benzoate lotion 25%, sulfur ointment 10%,
crotamiton cream 10%, dan lindane lotion 1% (CDC, 2010). Namun, masih memiliki
kekurangan seperti efek toksik dan harga relatif mahal (James, 2011). Selain itu efek
samping dari terapi skabies dapat mengakibatkan gangguan sistem saraf, meracuni otak,
menimbulkan efek teratogenik, alergi, diare, kejang, iritasi kulit dan idiosyncratic aplastic
anemia. Selain itu di beberapa daerah pernah dilaporkan adanya resistensi terhadap terapi
efektivitas batang brotowali (Tinospora crispa) sebagai terapi skabies di Pondok Pesantren
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren Al-Ihksan, Kedung Banteng,Banyumas.
pada tanggal 29 Maret 2012 sampai dengan 7 Maret 2012. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah eksperimental with pre and postest design. Subjek penelitian ini adalah
santriwan dan santriwati di Pondok Pesantren Al-Ikhsan, Kedung Banteng, Banyumas dan
memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi yaitu bermukim di Pondok Pesantren Al-Ikhsan,
terdiagnosis skabies berdasarkan diagnosis dokter spesialis kulit dan kelamin, dan bersedia
mendapatkan terapi brotowali ataupun permethrin. Kriteria eksklusi meliputi terdiagnosis
skabies namun memiliki penyakit kulit lain, memiliki infeksi kulit sekunder, dan
mendapatkan terapi skabies kurang dari 1 minggu. Subjek penelitian berjumlah 41 orang
serta dipilih dengan cara consecutive random block sampling. Variabel terikat yaitu
skabies. Variabel bebas, terdiri dari brotowali dan permethrin.
Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis
univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran masing-masing variabel dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan
Chi Square. Hubungan antarvariabel dikatakan bermakna (hipotesis nol diterima) jika nilai
p lebih dari 0,05. Analisis dibantu dengan SPSS versi 16.0.
HASIL
Penelitian tentang perbandingan efektivitas brotowali (Tinospora crispa) dengan
permethrin sebagai terapi skabies di Pondok Pesantren Al-Ikhsan, Kedung Banteng,
Banyumas di lakukan selama 7 hari (1 siklus) dan diperoleh responden sebanyak 41 orang.
17 orang di terapi dengan permethrin dan 24 orang diterapi dengan brotowali.
Analisis variabel dalam penelitian ini menggunakan Chi square untuk melihat
perbandingan efektivitas brotowali dan permethrin. Dari hasil tersebut menunjukkan
bahwa nilai p > 0,05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan
signifikan antara efektivitas brotowali (Tinospora crispa) dengan permethrin (p =0,228).
6
kedua terapi tidak jauh berbeda bahkan jumlahnya sama untuk terapi brotowali yaitu
11 orang dan 6 orang perempuan. Distribusi partisipan menurut usia, terbatas pada usia
9-17 tahun. Usia partisipan terkecil adalah 9 tahun dan usia partisipan terbesar adalah
17 tahun. Dilihat dari skor rata-rata untuk brotowali sebelum terapi adalah 11,9 dan rata-
rata skor setelah terapi adalah 7. Untuk terapi permethrin skor rata-rata sebelum terapi
adalah 16,8 dan rata-rata skor sesudah terapi adalah 8,1. Skor sebelum dan sesudah
terapi dinilai berdasarkan borang pemeriksaan dermatologi lesi skabies yang diisi oleh
Terapi Evaluasi P cc
Efektif Tidak
efektif
Brotowali 13 11 0,228 0,383
Permethrin 13 4
7
memenuhi syarat uji Chi-Square karena tidak terdapat sel yang expected count < 5,
nilai p=0,228.
PEMBAHASAN
Angka kejadian skabies pada penelitian ini menunjukan bahwa angka
kejadiannya masih cukup tinggi yakni 20,47%. Hal ini sesuai dengan prevalensi skabies
berbagai faktor salah satunya adalah kondisi lingkungan pondok pesantren. Meskipun
kedua pondok pesantren ini berada di wilayah yang sama namun keduanya memiliki
yang cukup baik pada tiap kamar yang digunakan sebagai tempat bermukim, sumber air
berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan sudah memiliki fasilitas
Sedangkan Pondok Pesantren Al-Ikhsan dilihat dari segi bangunan belum menggunakan
keramik, masih menggunakan tegel. Ventilasi pada tiap kamar untuk bermukim belum
begitu baik, sumber air yang digunakan masih berasal dari sumur dan belum memiliki
fasilitas kesehatan.
Penelitian ini secara statistik menunjukan tidak adanya perbedaan efektivitas
antara brotowali dengan permethrin sebagai terapi skabies yang signifikan nilai p =
brotowali dan permethrin sebagai terapi skabies, dan di dapatkan nilai p = 0,228 yang
lebih tinggi dari nilai yaitu 0,05 sehingga hipotesis nol diterima yakni Brotowali
(Tinospora crispa) memiliki efektivitas yang sama dengan Permethrin sebagai terapi
hari pemakaian memiliki kemampuan antiparasit yang hampir sama dengan permethrin
54,17% untuk brotowali dan 76,47% untuk permethrin. Efektivitas brotowali 54,17%
berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Salazar dkk (1986) yang
Meskipun memiliki persamaan didalam penelitian yaitu dengan menggunakan 100 gram
batang brotowali yang merupakan dosis efektif brotowali sebagai terapi skabies pada
efektivitas yakni efektif apabila sembuh sempurna (tidak ada lesi skabies) dan
tidak efektif apabila sembuh sebagian (masih terdapat beberapa lesi). Sedangkan
pada penelitian ini, efektivitas terapi dinilai secara objektif, yakni berdasarkan
penilaian dokter spesialis kulit dan kelamin yang dinyatakan ada perbaikan
kondisi klinis dan diperkuat dengan cure rate 40%. Sedangkan tidak efektif
apabila terdapat salah satu atau keduanya tidak menunjukan adanya perbaikan
kondisi klinis.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Salazar dkk (1986) menggunakan minyak
tumbuhan (minyak kelapa) sebagai campuran lotion brotowali. Adapun salah satu
sifat minyak adalah tidak larut dalam air sehingga ketika di campurkan dengan
ekstrak batang brotowali yang berbahan dasar air campurannya tidak bercampur
sebagai campuran lotion brotowali. Sifat dari vaselin album meskipun memiliki
9
kandungan minyak tetapi bentuk fisiknya yang bersifat solid mampu bercampur
dengan ekstrak batang brotowali pada suhu < 400C (Hamid, 2011). Sehingga
secara optimal.
c. Kadar batang brotowali yang digunakan pada penelitian Salazar dkk (1986)
adalah 66,7% dan 33,33% minyak tumbuhan. Sedangkan pada penelitian ini kadar
lotion sebelum tidur dan pagi hari partisipan mandi untuk menghilangkan lotion.
Sedangkan pada penelitian ini cara pemakaian sangat diperhatikan secara jelas
dan rinci. Partisipan pada penelitian ini diberikan edukasi mengenai pemakaian
lotion brotowali selama 9 jam dari pukul 20.00-05.00 WIB dan apabila terkena air
brotowali hanya pada kulit yang terdapat lesi skabiesnya saja sedangkan pada
kulit yang tidak ada lesinya lotion brotowali tidak di oleskan. Pada penelitian ini,
pemakaian lotion brotowali pada seluruh tubuh meskipun tidak terdapat lesi
kecuali wajah dan leher. Dengan pemakaian 1 pot (30 gram) untuk setiap
pemakaian. Pemakaian lotion selama 3 hari, dan digunakan setiap malam dengan
digunakan untuk evaluasi terapi adalah hari ke 33-40 dihitung dari hari pertama
baik. Sedangkan pada penelitian ini, evaluasi dilakukan serempak pada hari ke 7
dari hari pertama terapi, sehingga kemungkinan untuk reinfeksi dapat dihindari.
10
g. Pada penelitian yang dilakukan Salazar dkk (1986) tidak dilakukan penyuluhan
pengenai perilaku hidup bersih dan sehat. Sedangkan pada penelitian ini,
dilakukan penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat. Partisipan dihimbau untuk
mengganti seprai, handuk, selimut dan alas tidur secara periodik. Dan juga
dihimbau agar tidak menggunakan barang (handuk, selimut, pakaian, alas tidur)
keberhasilan terapi.
KESIMPULAN
Tidak terdapat perbedaan signifikan antara efektivitas brotowali (Tinospora
SARAN
Disarankan bagi para peneliti untuk menggunakan penelitian ini sebagai dasar
DAFTAR PUSTAKA
Brown, R G., Savin, J., Milner, J. 2004. Lecture Notes On Dermatology. Jakarta :
Erlangga.
Centers For Disease Control And Prevention (CDC). 2010. Scabies. Dilihat 22
November 2011. < http://www.cdc.gov/parasites/scabies/treatment.html>.
.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Salazar, Nelia P., dkk. 1986. Tinospora rumphii Boerl.(Makabuhay) in the Treatment of
Scabies. Dilihat 22 Oktober 2011.
<http://www.psmid.org.ph/vol16/vol16num1topic6.pdf>.
Santoso, H Budi. 2011. Kitab Ramuan Tradisional Halaman 282 Cetakan kesatu.
Yogyakarta : Pohon Cahaya.
Stoppler, M Conrad. 2011. Scabies Rash Pictures, Home Treatment, Signs, Symptoms,
Prevention and cause. Dilihat 23 November 2011.
<http://www.emedicinehealth.com/scabies/article>.