PENDAHULUAN ............................................................................................................ II
I.2 Latar Belakang ................................................................................................... II
I.1 Tujuan Penulisan ................................................................................................ II
BAB II ................................................................................................................................. III
PEMBAHASAN .............................................................................................................. III
II.1 Definisi .............................................................................................................. III
II.2 Insidensi ............................................................ Error! Bookmark not defined.
II.3 Etiologi .............................................................................................................. III
II.4 Faktor resiko ...................................................................................................... III
II.5 Gejala dan tanda ................................................................................................ IV
II.6 Klasifikasi Histopatologis .................................................................................. V
1. Endometrioid Adenocarcinoma ............................................................................. V
2. Serous Carcinoma ................................................................................................. VI
3. Clear Cell Carcinoma ............................................................................................ VI
4. Mucinous Carcinoma ...........................................................................................VII
II.7 Gambaran mikroskopik karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi dari kerokan
endometrium.............................................................................................................. VIII
II.8 Terapi .................................................................................................................. IX
II.9 Pencegahan ......................................................................................................... XI
BAB III ............................................................................................................................. XIII
III.1 KESIMPULAN .................................................................................................. XIII
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... XIV
I
BAB I
PENDAHULUAN
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan biasanya mengenai
payudara. Umumnya gangguan ini dialami oleh ibu-ibu yang menyusui. Biasanya muncul
antara minggu kedua sampai keenam setelah persalinan. Namun, masalah ini juga dapat
muncul lebih awal dari waktu tersebut atau lebih lama lagi (Jane, A. Morton MD, 2002).
Semakin disadari bahwa pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik
menyusui yang tidak benar menunjukkan penyebab yang penting. Ada 2 penyebab utama
mastitis yaitu statis ASI yang infeksi statis ASI biasanya menunjukkan penyebab primer
yang dapat disertai / berkembang menuju infeksi (WHO, 2002).
Adapun penyebab mastitis adalah cara menyusui yang kurang baik dapat
menimbulkan berbagai macam masalah baik pada ibu maupun pada bayinya misalnya
puting susu lecet dan nyeri, radang payudara (mastitis), pembengkakan payudara yang
menyebabkan motivasi untuk memberikan ASI berkurang sehingga bayi tidak
mendapatkan ASI yang cukup dan akhirnya mengakibatkan bayi kurang gizi (Huliana,
2003).
Studi terbaru menunjukkan kasus mastitis meningkat hingga 12 35 % pada ibu
yang puting susunya pecah-pecah dan tidak diobati dengan antibiotik. Namun bila minum
obat antibiotik pada saat puting susunya bermasalah kemungkinan untuk terkena mastitis
hanya sekitar 5 % saja. Menurut penelitian Jane A. Morton, MD tahun 2002, bahwa kasus
mastitis terjadi pada tahun pertama sesuai persalinan yakni sekitar 17,4 % dan sekitar 41
%. Kasus mastitis justru terjadi pada bulan pertama setelah melahirkan (Jane A. Morton
MD, 2002).
Menurut data WHO Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia cakupan
persentasi kasus mastitis pada perempuan menyusui juga mencapai 10 %. (Andriyani,
2008).
II
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih
segmen payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Dalam
proses ini dikenal pula istilah stasis ASI, mastitis tanpa infeksi, dan mastitis
terinfeksi. Apabila ASI menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran
tersumbat atau karena payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila
ASI tidak juga dikeluarkan, akan terjadi peradangan jaringan payudara yang
disebut mastitis tanpa infeksi, dan bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis
terinfeksi.
II.3 Etiologi
Kebanyakan Pada umumnya yang dianggap porte dentree dari kuman penyebab
adalah putting susu yang luka atau lecet dan kuman perkontinuitatum menjalar ke duktus-
duktus dan sinus. Sebagian beasr yang ditemukan pada pembiakan pus ialah stavilokokus
aureus. Penyebab mastitis diantaranya :
III
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik
menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
c. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun penggunaan
oksitosin tidak meningkatkan resiko.
d. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya
mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami mastitis karena
kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh mengalami
infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat
mengurangi resiko mastitis.
e. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam
payudara.
f. Pekerjaan di luar rumah
Interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI
yang adekuat sehingga akan memicu terjadinya statis ASI.
g. Trauma
Trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat merusak jaringan
kelenjar dan saluran susu dan haltersebut dapat menyebabkan mastitis.
1. Endometrioid Adenocarcinoma
Tipe histologi kanker endometrium yang paling sering ditemui
adalah endometrioid adenokarsinoma (75% dari total kasus).Karakteristik
tumor ini adalah terdapat kelenjar yang mirip dengan endometrium normal.
Hiperplasia endometrium berhubungan dengan tumor grade rendah dan
jarang menginvasi endometrium.Apabila kelenjar berkurang dan digantikan
sel yang padat,tumor diklasifikasikan sebagai grade yang lebih tinggi.
Apabila terdapat endometrium yang atrofik,sering dihubungkan dengan
grade tinggi dan sering bermetastasis (Schorge JO, et al.,2008).
V
Endometrioid adenocarcinoma yang berasal dari hiperplasia endometrium
2. Serous Carcinoma
5-10% kanker endoetrium adalah tipe serous carcinoma. Serous
carcinonma adalah tumor tipe II yang sangat agresif dan berasal dari
endometrium yang atrofik.Tipe ini biasanya terdapat pada wanita berusia
lanjut. Terdapat pola pertumbuhan papiler yang kompleks ditandai dengan
nulkear atipik.Sering disebut uterine papillary serous carcinoma (UPSC),
secara histologis menyerupai kanker ovarium epitelial,dan terdapat
psammoma bodies pada 30 persen pasien (Schorge JO, et al.,2008).
4. Mucinous Carcinoma
Sekitar 1 sampai 2 persen kanker endometrium adalah tipe
mucinous.Sebagian besar endometrioid adenocarcinoma mempunyai
komponen fokal.Umumnya,tumor mucinous mempunyai gambaran
glandular dengan sel yang kolumnar dan stratifikasi minimal.Hampir semua
aadalah stadium 1 dan grade 1 dengan prognosis yang baik. Karena
epitelium endoservikal menyatu dengan segmen bawah uterus,diagnosis
masih sulit dibedakan dengan adenokarsinoma yang primer.Oleh sebab itu,
dibutuhkan imuno-staining,selain ini MRI juga dapat digunakan untuk
membedakan asal tumor (Schorge JO, et al.,2008).
VII
Gambaran histologi mucinous carcinoma
Gambar 1. Komponen kelenjar dan sebagian sel epitel yang tersusun difus
(jaringan asal tumor endometrium terdiri dari sel-sel epitel ana-plastik yang tersusun difus,
dan sebagian membentuk struktur kelenjar dengan perbandingan yang hampir sama)
VIII
Gambar 2. Komponen skuamosa yang menonjol
Gambar 3. Invasi komponen skuamosa dan sel epitel yang tersusun difus diantara jaringan
miometrium
(Kelompok sel-sel tumor ini menginvasi sampai ke lapisan dalam miometrium berupa
bagian-bagian sel epitel skuamosa anaplastic) (Loho Lily.,2009).
II.8 Terapi
1. Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis
merupakan pilihan terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang
masih terlokalisasi,sedangkan staging surgikal (surgical staging) yang
meliputi histerktomi simpel dan pengambilan contoh kelenjar getah bening
para aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium.
Staging surgikal dengan bantuan laparoskopi untuk kanker endometrium
stadium 1 telah banyak dilaporkan,yaitu meliputi histerektomi vaginal
IX
dengan bantuan laparoskopi disertai limpadenektomi kgb pelvis dan para-
aorta (Farid M. Abdul S.,2006)
2. Pembedahan
Pasien dengan karsinoma endometrium sebagian besar harus
menjalani histerektomi.Penentuan stadium surgikal meliputi insisi mediana,
bilasan peritoneum,eksplorasi metastasis,histerektomi total,salpingo
ooforektomi bilateral,limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dan para-
aorta.Beberapa ahli hnya melakukan sampel biopsi pada kelenjar getah
bening, terutama pada yang mengalami pembesaran (Endometrial
Cancer.Clinical Pratice Guidline.,2014).
stadium II dimana terbukti ada keterlibatan endoserviks,prosedur
pengangkatan uterus dilakukan secara radikal (histerektomi radikal).Akan
tetapi,beberapa ahli tetap melakukan histerktomi total apabila diyakini
bahwa keganasan memang berasal dari endometrium,dengan alasan lokasi
kekambuhan terbanyak pada vagina dan angka kekambuhan yang kurang
dari 10% (Farid M. Abdul S.,2006).
Pada stadium III dan IV dapat dilakukan radiasi,dan atau
kemoterapi.Penanganan pasien stage III dan IV sangat bersifat individual
dengan radiasi dan kemoterapi.Pada beberapa literatur untuk stage III dan
IV dengan metastase masih menganjurkan dilakukan histerektomi paliativ
dengan pengangakatan kedua tuba dan ovarium serta eksisi metastase bila
mungkin,tergantung kondisi pasien,manfaat yang diharapkan dan keputusan
tim ahli.Pembedahan dapat diikuti dengan terapi radiasi dan kemoterapi
(Plataniotis G, Castiglione M. ,2010).
3. Radioterapi
Stadium I dan II yang inoperabel secara medis hanya diberi terapi
radiasi,angka ketahanan hidup 5 tahunnya menurun 20-30 % dibanding
pasien dengan terapi operatif dan radiasi.Pada pasien dengan resiko rendah
(stadium IA grade 1atau 2) tidak memerlukan radiasi ajuvan pascaoperasi.
Radiasi ajuvan diberikan pada
Penderita stadium 1, apabila berusia diatas 60 tahun, grade III dan
atau invasi melebihi setengah miometrium.
Penderita stadium II A/II B, grade I,II,III
X
Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberikan terapi secara tersendiri
(Farid M. Abdul S.,2006).
Terapi medikamentosa
1. Kemoterapi
a. Cisplatin dan doxorubicin adalah agen yang paling sensitif
2. Hormon
Tumor yang mempunyai reseptor estrogen dan progesteron akan
memberikan respon yang lebih baik terhadap terapi hormon.Pemberian
progestin oral sama efektifnya dengan pemberian intramuskular.Sepertiga
pasien yang mengalami kekambuhan memberikan respon terhadap progestin
(Endometrial Cancer.Clinical Pratice Guidline GYNE-002.,2014).
Dosis yang dianjurkan :
Depo-Provera, 400mg IM per minggu
Provera, 200 mg per oral 4 x sehari
Megastrol acetate (Megace), 800 mg per oral 4 x sehari.
II.9 Pencegahan
a) Pemeriksaan Rutin
b) Operasi Profilaksis
XI
Karena wanita dengan HNPCC memiliki seperti risiko tinggi terkena
kanker endometrium (40 sampai 60 persen),histerektomi profilaksis adalah
salah satu pilihan.Dalam stdui kohort dari 315 pembawa mutasi HNPCC,
Schmeler dan rekan (2006) mengkonfirmasikan manfaat melaporkan
pengurangan risiko 100-persen dari histerektomi profilaksis ini.Secara
umum,BSO juga harus dilakukan karena risiko kanker ovarium sebesar 10-
12 persen pada wanita pembawa mutsi HPNCC (Schorge JO, et al.,2008).
c) Konsumsi Fitoestrogen
XII
terendah (<0,70 dan <0,69 mg/1000 kkal per hari,masing-masing) (Lee.
M.Phytoestrogen Intake and Endometrial Cancer Risk).
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Endometrium merupakan bagian dari korpus uteri yang membatasi cavum
uteri dengan miometrium.Endometrium ini mempunyai tiga fungsi penting,yaitu
sebagai:
a. Tempat nidasi
b. Tempat terjadinya proses haid
c. Petunjuk gangguan fungsional dari steroid seks.
Karsinoma endometrium adalah salah satu jenis keganasan yang tinggi
kejadiannya,sekaligus menyumbang angka kematian besar pada peringkat
keganasan yang terjadi khususnya pada wanita.Pengenalan dan deteksi dini akan
jenis keganasan ini sangat penting untuk penentuan status keparahan dan
prognosisnya serta penentuan tatalaksana yang tepat.Survival rate penyakit ini
bergantung pada stadium dan gradenya sehingga diperlukan pemantauan lanjut oleh
tenaga medis untuk terapi lanjutan dan terapi saat terjadinya relaps atau
residif.Keganasan sel-sel epithelial pada korpus uteri (terutama bagian
endometrium),satu di antara kanker ginekologi yang paling sering,terutama
menyerang wanita pascamenopause,gejala yang sering terjadi adalah perdarahan
per vaginam abnormal.
XIII
Kemampuan tumor ganas endometrium untuk tumbuh agresif dan
menyebar,adalah relatif rendah,dengan prognosis pada umumnya baik,AKH (angka
ketahanan hidup) tergantung dari luasnya keganasan.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society Guidelines for the Early Detection of Cancer:Update of Early
Detection Guidelines for Prostate,Colorectal,and Endometrial Cancer. Cancer J
Clin 2001,vol.51,p.38-75
Barbara L,Hoffman w.Et al.Williams Gynecology.Second Edition.McGraw-Hill
Companies.Inc.United States.2008
Brand A,dkk.Diagnosis of endometrial cancer in women with abnormal vaginal bleeding.
SOGC Clinical Practice Guideline.2000,vol.86,p.1-3
Dean L. Isoflavon May Reduce Endometrial Cancer Risk. Diunduh dari
http://www.medwirenews.md/46/96687/Oncology/Isoflavones_may_reduce_endom
etrial_cancer_risk.html tanggal 20 April 2017
Endometrial Cancer 2013 Report.American Institute for Cancer Research.
http://www.dietandcancerreport.org. Diakses pada 20-04-2017
Endometrial Cancer. CLINICAL PRACTICE GUIDELINE GYNE-002. Alberta healt
Service 2014. http://Albertahealthservices.ca/ diakses tanggal 20-04-2017
Farid M. Abdul S. Onkologi ginekologi.Edisi 1.Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo. Jakarta 2006
Lee. M.Phytoestrogen Intake and Endometrial Cancer Risk. Diunduh dari
http://jnci.oxfordjournals.org/content/95/15/1158.short tanggal 20 Januari 2017
Loho Lily.,2009.Karsinoma Adenoskuamosa Endometrium.Jurnal Biomedik, Volume 1,
Nomor 1, Maret 2009 hlm. 60-64
XIV
Plataniotis G, Castiglione M. Endometrial Cancer. :ESMO Clinical Practice Guidelines
for diagnosis, treatment and follow up. Annals of Oncology 21 : V41-V45. 2010.
http://annonc.oxfordjournals.org/. Diakses tanggal 20-04-2017
Schorge JO, et al. Endometrial Cancer. Dalam: Schorge JO,Schaffer JI,Halvorson LM,
Hoffman BL,Bradshaw KD,Cunningham FG.Williams Gynecology.
USA:McGraw-Hill. 2008
Silitonga NL.Hubungan antara kategori usia menopause dengan kejadian strok [Tesis].
Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2014.
Sofian A. Kanker endometrium. In: Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB,editors.Onkologi
ginekologi (1st ed).Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2010; p. 456-
67.
William B, Orr. J, Leitao M, Et al. Endometrial cancer: A review and current management
strategies:Part I.Gynecologic Oncologic 134 :382-385.2014.
http://www.elsevier.com/locate/ygyno. Diakses tanggal 20-04-2017
XV