BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat fuel grade ethanol dari ethanol
86% dengan distilasi retrifikasi menggunakan penambahan terner, dengan variasi
jenis terner dan variasi kenaikan titik didih air berbanding ethanol dengan
penetapan volume ethanol terhadap kemurnian produk fuel grade ethanol.
Setiap campuran azeotrop memiliki titik didih yang khas. Nilainya dapat
lebih tinggi (azeotrop positif) ataupun lebih rendah (azeotrop negatif) dari titik
didih komponen-komponennya. Campuran ethanol dan air merupakan campuran
azeotrop positif. Seperti pada Gambar 1, saat rasio etanol-air dalam campuran
kurang lebih 95,6 %-b dan 4,4%-b maka akan terbentuk campuran azeotrop
dengan titik didih azeotrop (78,15 C) lebih rendah dari titik didih ethanol (78,4
C) dan air (100 C) (Huang et al., 2008). Penambahan terner dalam distilasi
ekstraktif berfungsi untuk mengubah titik didih air sehingga titik azeotrop
terlewati dan terbentuk ethanol mendekati 100%.
didih 500C-1000C lebih tinggi dari titik didih campuran , namun tidak merupakan
campuran azeotrop. Ketika suatu ada penambahan terner, terner akan
meningkatkan titik didih dari pelarut tersebut atau menurunkan volatilitas pelarut.
Jika terner tersebut larut dalam salah satu komponen dalam campuran azeotrop,
namun tidak larut pada yang lain, volatilitas komponen dimana terner mampu
larut akan turun, sedangkan komponen yang lain tidak akan terpengaruh. Dengan
cara ini, dapat dilakukan pemecahan azeotrop alkohol-air dengan penambahan
terner kemudian dilakukan distilasi. (Eka,2012). Terner dalam extractive
distillation untuk etanol antara lain glikol dengan titik didih 197,30C (Perry, 1921
dan Pinto, 2000), glycerol dengan titik didih 2900C (Lee dan Pahl, 1985), asam
sitrat dengan titik didih 1530C, asam sulfat dengan titik didih 3370C dan natrium
hidroksida dengan titik didih 3180C dapat mengeliminasi titik azeotrop dengan
memperlebar perbedaan volatilitas dari masing-masing campuran sehingga
ethanol dapat terpisah dari air menjadi produk atas sedangkan air dan terner
menjadi produk bawah.
1.7 Hipotesa
1. Semakin tinggi titik didih terner maka akan semakin tinggi tingkat
kemurnian ethanol.
2. Semakin tinggi kenaikan titik didih air maka akan semakin tinggi tingkat
kemurnian ethanol.
BAB II
PELAKSANAAN PENELITIAN
1. Ethanol 86%
2. Ethylene glycol (Perry, 1921 dan Pinto, 2000)
3. Glycerol. (Lee dan Pahl, 1985)
4. Natrium hidroksida
Chintya Rizki Hapsari (121130012) 7
Risqi Angga Yudha Prakosa (121130045)
Laporan Penelitian Pembuatan Fuel Grade Ethanol dengan Distilasi
menggunakan Variasi Terner
5. Asam sulfat
6. Asam sitrat
7
4
1 6
Keterangan Gambar :
1. Kompor
2. Labu leher tiga
3. Termometer
4. Kolom bahan isian
5. Pendingin balik
6. Erlenmayer
7. Statif
Berat Alkohol
Densitas alkohol ( rho alkohol ) =
Volume Piknometer
E gram
=
V ml
gram
= Alkohol
ml
2. Mencari Kadar Alkohol ( Sampel )
Dengan mengetahui densitas alkohol pada suhu t 0C, maka dari Perrys Chemical
Engineering Handbook tabel 3-110, P3-89 akan didapat kadar alkohol : K %.
terner
Proses distilasi
+ air
Mendinginkan distilat
hingga 200C
Mencari Densitas
Ethanol dengan
Chintyapiknometer
Rizki Hapsari (121130012) 10
Risqi Angga Yudha Prakosa (121130045)
Laporan Penelitian Pembuatan Fuel Grade Ethanol dengan Distilasi
menggunakan Variasi Terner
Tabel 3-110
Perrys
(interpolasi data)
Menghitung Kadar
Ethanol
BAB III
R = 0.99
99.4
99.2
99
98.8
98.6
98.4
98.2
0 5 10 15 20 25 30
Kenaikan Titik Didih (C)
kenaikan titik didih air yang juga diperbesar,terlihat garis linier positif seperti
pada Gambar 3 untuk konsentrasi distilat menjadi 99% , 99,24% , 99,59% dan
99,78% dengan perubahan kenaikan titik didih air sebesar 10 0C , 150C, 200C dan
250C. Kenaikan konsentrasi disebabkan akibat NaOH yang berlaku sebagai terner
yang memiliki titik didih 3180C larut dalam air. Semakin tinggi kenaikan titik
didih maka semakin tinggi kadar ethanol hasil distilasi karena ethanol menguap
pada suhu yang tetap sedangkan air dan terner menguap pada suhu yang semakin
tinggi.
Pada Tabel 3 dapat dilihat hasil percobaan penambahan terner berupa H2SO4
terjadi peningkatan yang signifikan untuk hasil distilat menjadi 98,98% pada
kenaikan titik didih air sebesar 50C dan hasil distilat terus meningkat dengan
kenaikan titik didih air yang juga diperbesar,terlihat garis linier positif seperti
terlihat di Gambar 4 untuk konsentrasi distilat menjadi 99,31% , 99,57% , 99,8%
dan 99,91% dengan perubahan kenaikan titik didih air sebesar 100C , 150C, 200C
dan 250C. Kenaikan konsentrasi disebabkan akibat H2SO4 yang berlaku sebagai
terner yang memiliki titik didih 3370C larut dalam air. Semakin tinggi kenaikan
titik didih maka semakin tinggi kadar ethanol hasil distilasi karena ethanol
menguap pada suhu yang tetap sedangkan air dan terner menguap pada suhu yang
semakin tinggi.
Tabel 4. Variasi Kenaikan Titik Didih Air dengan Penambahan Etilen Glikol
sebagai Terner Komponen terhadap Kadar Ethanol Hasil Distilasi
99,36% dan 99,55% dengan perubahan kenaikan titik didih air sebesar 100C ,
150C, 200C dan 250C. Kenaikan konsentrasi disebabkan akibat ethylene glikol
yang berlaku sebagai terner yang memiliki titik didih 197,30C larut dalam air.
Semakin tinggi kenaikan titik didih maka semakin tinggi kadar ethanol hasil
distilasi karena ethanol menguap pada suhu yang tetap sedangkan air dan terner
menguap pada suhu yang semakin tinggi.
Pada Tabel 5 dapat dilihat hasil percobaan penambahan terner berupa gliserol
terjadi peningkatan yang signifikan untuk hasil distilat menjadi 98,75% pada
kenaikan titik didih air sebesar 50C dan hasil distilat terus meningkat dengan
kenaikan titik didih air yang juga diperbesar,terlihat garis linier positif seperti
pada Gambar 6 untuk konsentrasi distilat menjadi 98,97% , 99,20% , 99,48% dan
99,63% dengan perubahan kenaikan titik didih air sebesar 10 0C , 150C, 200C dan
250C. Kenaikan konsentrasi disebabkan akibat gliserol yang berlaku sebagai
terner yang memiliki titik didih 2900C larut dalam air. Semakin tinggi kenaikan
titik didih maka semakin tinggi kadar ethanol hasil distilasi karena ethanol
menguap pada suhu yang tetap sedangkan air dan terner menguap pada suhu yang
semakin tinggi.
Tabel 6. Variasi Kenaikan Titik Didih Air dengan Penambahan Asam Sitrat
sebagai Terner Komponen terhadap Kadar Ethanol Hasil Distilasi
Konsentrasi feed ethanol 86%.
Tinggi packing kolom 55 cm.
Volume ethanol umpan 100 ml.
Waktu distilasi 1 jam.
99.5
f(x) = 0.07x + 97.73
99 R = 0.99
98.5
98
97.5
97
0 5 10 15 20 25 30
Pada Tabel 6 dapat dilihat hasil percobaan penambahan terner berupa asam
sitrat terjadi peningkatan yang signifikan untuk hasil distilat menjadi 98,04% pada
kenaikan titik didih air sebesar 50C dan hasil distilat terus meningkat dengan
kenaikan titik didih air yang juga dioerbesar,terlihat garis linier positif seperti
pada Gambar 7 untuk konsentrasi distilat menjadi 98,39% , 98,87% , 99,06% dan
99,42% dengan perubahan kenaikan titik didih air sebesar 10 0C , 150C, 200C dan
250C. Kenaikan konsentrasi disebabkan akibat asam sitrat yang berlaku sebagai
terner yang memiliki titik didih 1750C larut dalam air. Semakin tinggi kenaikan
titik didih maka semakin tinggi kadar ethanol hasil distilasi karena ethanol
menguap pada suhu yang tetap sedangkan air dan terner menguap pada suhu yang
semakin tinggi.
100
99.5
data NaOH
99 data H2SO4
98.5 data Ethylene
data Gliserol
98 data Asam Sitrat
97.5
97
0 5 10 15 20 25 30
konsentrasi disebabkan akibat ethylene glikol yang berlaku sebagai terner yang
memiliki titik didih 197,30C larut dalam air.
Pada hasil percobaan penambahan terner berupa H2SO4 terjadi peningkatan
yang signifikan untuk hasil distilat seperti Tabel 3 menjadi 98,98% pada kenaikan
titik didih air sebesar 50C dan hasil distilat terus meningkat dengan kenaikan titik
didih air yang juga dioerbesar,terlihat garis linier positif untuk konsentrasi distilat
menjadi 99,31% , 99,57% , 99,8% dan 99,91% dengan perubahan kenaikan titik
didih air sebesar 100C , 150C, 200C dan 250C. Kenaikan konsentrasi disebabkan
akibat H2SO4 yang berlaku sebagai terner yang memiliki titik didih 3370C larut
dalam air.
Pada Tabel 2 dapat dilihat hasil percobaan penambahan terner berupa
NaOH(s) terjadi peningkatan yang signifikan untuk hasil distilat menjadi 98,81%
pada kenaikan titik didih air sebesar 50C dan hasil distilat terus meningkat dengan
kenaikan titik didih air yang juga diperbesar,terlihat garis linier positif untuk
konsentrasi distilat menjadi 99% , 99,24% , 99,59% dan 99,78% dengan
perubahan kenaikan titik didih air sebesar 100C , 150C, 200C dan 250C. Kenaikan
konsentrasi disebabkan akibat NaOH yang berlaku sebagai terner yang memiliki
titik didih 3180C larut dalam air.
Dari semua data percobaan yang didapat dan dapat dilihat pada Gambar 8,
semakin tinggi titik didih terner maka akan semakin tinggi kemampuan untuk
menghasilkan kadar distilat.
Sesuai dengan SNI untuk bahan bakar (SNI 7390: 2008) bahwa kandungan
air maksimal dalam bahan bakar adalah 500 ppm dapat dilihat bahwa pada
penambahan terner NaOH (Tabel 2) dan H2SO4 (Tabel 3) semua data yang
didapat berada dibawah 500ppm sehingga memenuhi SNI untuk bahan bakar
sebagai fuel grade ethanol. Pada penambahan terner ethylene glikol (Tabel 4)
maupun gliserol (Tabel 5), terdapat satu data yang tidak memenuhi SNI untuk
bahan bakar sebagai ethanol fuel grade yaitu keduanya pada kenaikan titik didih
air sebesar 50C (kadar ethanol 98,69%) dengan kadar air 525,783 ppm pada
penambahan terner ethylene glikol dan (kadar ethanol 98,75%) dengan kadar air
501,3909 ppm pada penambahan terner gliserol. Jika pada penambahan terner
asam sitrat (Tabel 6), terdapat dua data yang tidak memenuhi SNI untuk bahan
bakar sebagai ethanol fuel grade yaitu pada kenaikan titik didih air sebesar 5 0C
(kadar ethanol 98,04%) dengan kandungan air sebesar 786,9493 ppm dan 10 0C
(kadar ethanol 98,39%) dengan kandungan air sebesar 646,1408 ppm.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan berupa ethanol fuel grade dengan
pengaruh jenis komponen ketiga (Terner) dan variasi kenaikan Td pada air,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengaruh variasi terner terhadap kemurnian produk ethanol, semakin
besar titik didih terner akan semakin besar tingkat kemurnian ethanol
yang dihasilkan.
2. Pengaruh variasi kenaikan titik didih air terhadap kemurnian produk
ethanol, semakin besar kenaikan titik didih ethanol maka akan semakin
besar tingkat kemurnian ethanol yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
a. NaOH (s)
Kb = 0,52 0C kg/m
BM = 40 g/mol
P = (1-0,86) X 100 ml = 14 ml
Dengan data diatas dapat dicari berat terner sesuai dengan variasi kenaikan
titik didih air, dengan perhitungan :
g 1000
dTb=Kb
BM P
C kg g 1000
5 C=0,52
m g g
40 14 ml 0,954815
mol ml
g
5 C 40 13,3674 g
mol
g=
g C kg
1000 0,52
kg mol
g=5,1413 g 5,2 g
dengan perhitungan yang sama didapat berat terner seperti dalam tabel.
Kadar = 95%
Kb = 0,52 0C kg/m
BM = 98 g/mol
Dengan data diatas dapat dicari berat terner sesuai dengan variasi kenaikan
titik didih air, dengan perhitungan :
g 1000
dTb=Kb
BM P
g
1000
C kg g kg
5 C=0,52
m g g
98 (14 ml+0,05 V ) 0,954815
mol ml
g
1000
C kg V rho kg
5 C=0,52
m g g
98 (14 ml +0,05 V )0,954815
mol ml
g g
5 C 98 (13,3674 g +0,0477 V )
mol ml
V=
g C kg g
1000 0,52 1,84
kg mol ml
C g2 C g2
6550,026 +23,373 V
mol mol ml
V= 2
Cg
956,8
mol ml
V =6,8457 ml +0,0244 V
V 0,0244 V =6,8457 ml
0,9756 V =6,8457 ml
V =7,0171 ml
dengan perhitungan yang sama didapat berat terner seperti dalam tabel.
c. Etylen Glycol
Kadar = 99%
Kb = 0,52 0C kg/m
BM = 62,07 g/mol
Dengan data diatas dapat dicari berat terner sesuai dengan variasi kenaikan
titik didih air, dengan perhitungan :
g 1000
dTb=Kb
BM P
g
1000
C kg g kg
5 C=0,52
m g g
62,07 (14 ml+0,01 V ) 0,954815
mol ml
g
1000
C kg V rho kg
5 C=0,52
m g g
62,07 (14 ml+0,01 V ) 0,954815
mol ml
g
13,3674 g+(9,5482 103 V )
ml
g
5 C 62,07
mol
V =
C g2 C g2
4148,5726 +2,9633 V
mol mol ml
V= 2
Cg
578,864
mol ml
0,9949 V =7,1667 ml
V =7,2035 ml
dengan perhitungan yang sama didapat berat terner seperti dalam tabel
d. Gliserol
Kadar = 99%
Kb = 0,52 0C kg/m
Chintya Rizki Hapsari (121130012) 31
Risqi Angga Yudha Prakosa (121130045)
Laporan Penelitian Pembuatan Fuel Grade Ethanol dengan Distilasi
menggunakan Variasi Terner
BM = 92,0938 g/mol
Dengan data diatas dapat dicari berat terner sesuai dengan variasi kenaikan
titik didih air, dengan perhitungan :
g 1000
dTb=Kb
BM P
g
1000
C kg g kg
5 C=0,52
m g g
92,0938 (14 ml+0,01 V ) 0,954815
mol ml
g
1000
C kg V rho kg
5 C=0,52
m g g
92,0938 (14 ml+0,01 V ) 0,954815
mol ml
g
(
13,3674 g+ 9,5482 103 V
ml )
g
5 C 92,0938
mol
V =
C g2 C g2
6155,2733 +4,3966 V
mol mol ml
V= 2
Cg
655,2
mol ml
0,9932V =9,3945 ml
V =9,4579ml
dengan perhitungan yang sama didapat berat terner seperti dalam tabel
5 9,4579 13,4577
10 18,9686 13,4952
15 28,5284 13,531
20 38,1329 13,5648
25 47,7784 13,5967
Total 142,8662 67,6454
e. Asam Sitrat
Kb = 0,52 0C kg/m
BM = 192,13 g/mol
P = (1-0,86) X 100 ml = 14 ml
Dengan data diatas dapat dicari berat terner sesuai dengan variasi kenaikan
titik didih air, dengan perhitungan :
g 1000
dTb=Kb
BM P
C kg g 1000
5 C=0,52
m g g
192,13 14 ml 0,954815
mol ml
g
5 C 192,13 13,3674 g
mol
g=
g C kg
1000 0,52
kg mol
g=24,6949 g 24,7 g
dengan perhitungan yang sama didapat berat terner seperti dalam tabel.
5 24,6949
10 49,1957
15 73,494
20 97,5809
25 121,4489
Berat total 366,4144
a. NaOH (s)
P = (1-0,86) X 100 ml = 14 ml
m=rho P
g
m=0,954815 14 ml
ml
m=13,36741 g
mterner
%m=
mterner +m air
5,1413 g
%m=
5,1413 g+13,3674 g
%m=0,2777 100
%m=27,77
deltaTB (0C) Berat terner (g) Berat Air (g) Persen Berat Terner (%)
5 5,1413 13,3674 27,77%
10 10,2422 13,3148 43,47%
15 15,3009 13,2608 53,57%
20 20,3156 13,2052 60,6%
25 25,2847 13,148 65,79%
Berat total 76,2847 66,2962
b. H2SO4
Kadar = 95%
m=rho P
g
m=0,954815 13,7024 ml
ml
m=13,083 g
m=rho P
g
m=1,84 7,1071 ml
ml
m=13,077 g
mterner
%m=
mterner +m air
13,077 g
%m=
13,077 g +13,083 g
%m=0,499 100
%m=49,9
deltaTB Volume Berat terner Volume Air Berat Air Persen Berat
(0C) terner (ml) (g) (ml) (g) Terner (%)
5 7,0171 13,077 13,7024 13,083 49,98
10 14,3925 26,4822 13,9992 13,314 65,54
15 22,1489 40,7539 14,3097 13,5541 75,04
20 30,3113 55,7728 14,6346 13,8037 80,16
25 38,9069 71,5887 14,975 14,0637 83,58
Berat total 112,7767 207,4029 71,6209 67,8185
c. Etylen Glycol
Kadar = 99%
m=rho P
g
m=0,954815 13,4362ml
ml
m=12,829 g
m=rho P
g
m=1,1132 7,2035 ml
ml
m=8,0189 g
mterner
%m=
mterner +m air
8,0189 g
%m=
8,0189 g +12,829 g
%m=0,3846 100
%m=38,46
deltaTB Volume Berat terner Volume Air Berat Air Persen Berat
(0C) terner (ml) (g) (ml) (g) Terner (%)
5 7,2035 8,0189 13,4362 12,829 38,46
10 14,4242 16,057 13,452 12,7936 55,65
15 21,6579 24,1095 13,4659 12,7538 65,4
20 28,9028 32,1746 13,4777 12,7125 71,68
25 36,1569 40,2498 13,4876 12,6668 76,06
Berat total 108,3453 120,6098 67,3194 63,7557
d. Gliserol
Kadar = 99%
m=rho P
g
m=0,954815 13,4577 ml
ml
m=12,8496 g
m=rho P
g
m=1,26 9,4579 ml
ml
m=8,0189 g
mterner
%m=
mterner +m air
11,9169 g
%m=
11,9169 g+12,8496 g
%m=0,4812 100
%m=48,12
deltaTB Volume Berat terner Volume Air Berat Air Persen Berat
(0C) terner (ml) (g) (ml) (g) Terner (%)
5 9,4579 11,9169 13,4577 12,8496 48,12
10 18,9686 23,9004 13,4952 12,8347 65,06
Chintya Rizki Hapsari (121130012) 38
Risqi Angga Yudha Prakosa (121130045)
Laporan Penelitian Pembuatan Fuel Grade Ethanol dengan Distilasi
menggunakan Variasi Terner
e. Asam Sitrat
Kb = 0,52 0C kg/m
BM = 192,13 g/mol
P = (1-0,86) X 100 ml = 14 ml
m=rho P
g
m=0,954815 14 ml
ml
m=13,36741 g
mterner
%m=
mterner +m air
24,6949 g
%m=
24,6949 g+ 13,3674 g
%m=0,2777 100
%m=27,77
deltaTB (0C) Berat terner (g) Berat Air (g) Persen Berat Terner (%)
5 24,6949 13,3674 64,88
b. H2SO4
deltaTB Kadar H2SO4 Berat distilat Densitas Kadar
c. Etilen Glikol
deltaT Kadar etilen Berat Densitas Kadar
B (0C) glikol (%) distilat (g) distilat (g/ml) ethanol
(%)
5 38,46 19,6341 0,789 98,6916
10 55,65 19,6191 0,7884 98,9104
15 65,4 19,5992 0,7876 99,1728
20 71,68 19,5843 0,787 99,3632
25 76,06 19,5694 0,7864 99,5545
Dari data diatas dapat dihitung kadar air (ppm) menggunakan rumus :
(1 ethanol ) 1000
ppm=
berat distilat ( g)
g
1000 densitas distilat
ml
( 10,986916 ) 1000
ppm=
19,6341( g)
g
1000 0,789
ml
ppm=525,783 ppm
Dengan menggunakan perhitungan yang sama didapat hasil sesuai dalam tabel :
deltaT Kadar etilen Berat Densitas Kadar Kadar air
B (0C) distilat (g) distilat (g/ml) ethanol (%) (ppm)
glikol (%)
5 38,46 19,6341 0,789 98,6916 525,783
10 55,65 19,6191 0,7884 98,9104 437,8594
15 65,4 19,5992 0,7876 99,1728 332,4129
20 71,68 19,5843 0,787 99,3632 255,8997
25 76,06 19,5694 0,7864 99,5545 179,025
d. Gliserol
deltaT Kadar Berat Densitas Kadar
B (0C) gliserol (%) distilat (g) distilat (g/ml) ethanol
(%)
5 48,12 19,6316 0,7889 98,7523
10 65,06 19,6141 0,7882 98,9715
15 73,716 19,5967 0,7875 99,2041
20 78,97 19,5743 0,7866 99,4817
25 82,5 19,5644 0,7862 99,6381
Dari data diatas dapat dihitung kadar air (ppm) menggunakan rumus :
(1 ethanol ) 1000
ppm=
berat distilat ( g)
g
1000 densitas distilat
ml
( 10,987523 ) 1000
ppm=
19,6316( g)
g
1000 0,7889
ml
ppm=525,783 ppm
Dengan menggunakan perhitungan yang sama didapat hasil sesuai dalam tabel :
deltaT Kadar Berat Densitas Kadar Kadar air
B (0C) gliserol (%) distilat (g) distilat (g/ml) ethanol (%) (ppm)
5 48,12 19,6316 0,7889 98,7523 501,3909
10 65,06 19,6141 0,7882 98,9715 413,3066
15 73,716 19,5967 0,7875 99,2041 319,8351
20 78,97 19,5743 0,7866 99,4817 208,2806
25 82,5 19,5644 0,7862 99,6381 145,4304
e. Asam Sitrat
deltaT Kadar asam Berat Densitas Kadar
B (0C) sitrat (%) distilat (g) distilat (g/ml) ethanol (%)
5 64,88 19,6838 0,791 98,0417
10 76,69 19,6564 0,7899 98,3921
15 84,71 19,6216 0,7885 98,8765
20 88,08 19,6067 0,7879 99,0619
25 90,23 19,5793 0,7868 99,4238
Dari data diatas dapat dihitung kadar air (ppm) menggunakan rumus :
(1 ethanol ) 1000
ppm=
berat distilat ( g)
g
1000 densitas distilat
ml
( 10,980417 ) 1000
ppm=
19,6838( g)
g
1000 0,791
ml
ppm=786,9493 ppm
Dengan menggunakan perhitungan yang sama didapat hasil sesuai dalam tabel :
deltaT Kadar asam Berat Densitas Kadar Kadar air
B (0C) sitrat (%) distilat (g) distilat (g/ml) ethanol (%) (ppm)
5 64,88 19,6838 0,791 98,0417 786,9493
10 76,69 19,6564 0,7899 98,3921 646,1408
15 84,71 19,6216 0,7885 98,8765 451,4819
20 88,08 19,6067 0,7879 99,0619 376,9778
25 90,23 19,5793 0,7868 99,4238 231,5477