Peradaban Islam Pada Masa Umayyah Dan Abbasiyyah
Peradaban Islam Pada Masa Umayyah Dan Abbasiyyah
1. DINASTI UMAYYAH
A. Berdirinya Dinasti Umayyah
Dinasti Umayah mengambil nama keturunan dari Umayyah ibn Abdi syams ibn Abdul
manaf. Ia adalah salah seorang terkemuka persukuan pada zaman jahiliyah, bergandengan
dengan pamannya Hasyim ibn Abdi Manaf .
Dari nama umayyah tersebut, maka dinasti itu di sebut Dinasti Umayyah yang selama
pemeritahanya telah terjadi pergantian sebanyak 14 orang khalifah. Mereka adalah Muawiyyah
(41-61 H/661-680 M), Yazid I (60-64 H/680-683M), Muawiyah II (64-65 H/683-684 M),
Marwan I 65-66 H/684-685 M), Abdul malik (66-86 H/685 -705 M), al Walid I (89-97 H/705
-715 M), Sulaiman (97-99 H/715 -717 M), Umar II (99-102 H/717- 720 M), Yazid II (101-106
H/720-724 M), Hisyam (106-126 H/724-743 M), Yazid III (127 H/744 M), Ibrahim (127 H/744
M), dan Marwan II (127-133 H/744- 750 M). [1]
Semasa kepemimpinan muawiyah peta Islam melebar ke timur sampai Kabul, Ghazni,
Kandahar, Balakh, bahkan sampai kota Bukhara. Sementara itu, di front barat panglima Uqbah
Ibn Nafi menaklukan Carthange (kartagona), ibu kota Binzantium di Ifriqiyah dan mendirikan
masjid bersejarah Qayrawan dengan membangun pusat kegiatan militer di kota Qayrawan.
Pemerintahan corak Republik menjadi Monarchi (sulthanat/kingship) selain menerapkan
corak pemeritahan yang turun temurun, kekuasan di tetapkan menjadi milik diri Dinasti
Umayyah. Ialah yang pertama memunculkan jurang antara Arab dan Mawalli. Ia pula yang
pertama kali menerapkan Diwan Al-Khatim dan Diwan Al-Barid. Diwan-diwan itu kemudian
berkembang maju pada masa Abdul Malik.
Namun tak bisa dipungkiri bahwa pada masa pemerintahannya, Muawiyah banyak sekali
mendapatkan kecaman yang timbul dari berbagai kelompok masyarakat yang tidak merestui
akan berdirinya Dinasti tersebut. Karena, dikatakan bahwa Muawiyah merebut kekuasaan atas
jalan yang licik dan kotor. Tapi, meskipun demikian beliau masih saja tegar dalam menghadapi
perlawanan tersebut dengan langkah penyelesaian yang akurat. [2]
B. Perluasan wilayah Dinasti Umayyah
Pada masa pemerintahan bani Umayyah perluasaan wilayah kekuasaan khilafah
islamiyyah (lembaga pemerintahan dalam islam) dilakukan di timur, utara, dan barat. Ke timur
perluasan diarahkan kewilayah seberang sungai Oxus dan wilayah Sind. Penyerbuan ke wilayah
seberang sungai Oxus sudah dimulai sejak masa pemerintahan Muawiyah II dibawah pimpinan
Qais bin Haitam yang menjadi gubernur Khurasan. Pada penyerbuan tersebut, Balkh (kota di
tukharistan; Afganistan sekarang), Badghis (wilayah barat laut Afganistan), dan Harah dapat
dikuasai. Ketika Ubaidullah bin Ziyad menjadi gubernur di irak, ekspedisi kaum muslim telah
sampai ke Bughara dan samarkand di turkistan (kirghistan sekarang).
Setelah Muawiyah II, perluasan ini berhenti karena Bani Umayyah sibuk dalam
mengatasi krisis politik yang timbul saat itu. Kegiatan tersebut baru dilanjutkan lagi pada masa
pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Ketika itu Hajjaj bin Yusuf yang menjadi gubernur Irak
dan khurasan mengirim ekspedisi yang dipimpin oleh Muhallab bin Abi Sufrah (penakluk persia
dan bagian barat India) dan dapat menguasai sejumlah daerah di wilayah itu. Yazid bin Muhallab
dapat menaklukkan benteng Nizak dai Badghis pada tahun 84 H/703 M. Pada tahun berikutnya,
al-Mufadhal yang menggantikan Yazid dapat menaklukkan syauman dan Badghis
Serangan yang lebih teratur dilakukan pada masa al.-Walid bin Abdul Malik dengan
panglima terkenal, Qutaibah bin Muslim. Dalam sejumlah penyerbuan ia dapat menguasai
tukharistan dengan ibukotanya (Balkh), Bukhara, dan daerah sekitarnya seperti Samarkand dan
khwarism. Pada tahun 713-315 ia memimpin ekspedisi ke provinsi sekitar sungai jaxartes,
khususnya Fergana (kota diasia tengah). Bughara dengan Samarkand dan propinsi Khawarism
kemudian menjadi pusat buday Islam di Asia tengah, sama dengan Merv dan Nizabur di
Khurasan (Iran).
Selanjutnya, perluasan wilayah ke India dilakukan oleh panglima Muhammad bin Qasim
as-saqafi. Dengan kira-kira 6.000 pasukan suriah, ia dapat menaklukkan Makran (Baluchistan)
pada tahun 710 dan maju terus hingga menguasai seluruh Baluchistan. Pada tahun 711-712,
pasukan Muhammad memasuki Sind dengan menyebrangi sungai Indus dan menguasai lembah
dan delta Indus. Diantara kota yang dikuasainya adalah pelabuhan Daibul dan Nirun yang kelak
bernama Hyderabad. Pada tahun 713, penaklukkan dilanjutkan ke utara sampai wilayah Multan
di Punjab selatan. Sejak saat itu wilayah Sind dan Punjab selatan secara permanen berada
dibawah kekuasaan umat islam. Perluasan wilayah selanjutnya di India kelak dilanjutkan oleh
Mahmud Gaznawi (Sulatan ke-3 dinasti Gaznawiyah; 997-1030).[3]
C. Kemajuan Dinasti Umayyah
Kemajuan Dinasti Umayyah[4] dilakukan dengan ekspansi, sehingga menjadi negara
islam yang besar dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan islam lahirlah
benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru. Meskipun demikian, Bani
Umayyah lebih banyak memusatkan perhatian pada kebudayaan arab.[5]
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah
mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya
membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks. Diantara
kemajuan tersebut diantaranya :
1. Kemajuan Intelektual
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-
komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam),
Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara
Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam
untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab dan Kristen
yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir,
memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang
melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.[6] Perkembangan
tersebut meliputi :
A. Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam
bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu
pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. minat terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani
Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M).
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad
ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama yang kedua adalah Abu Bakr
ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asa, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat
pada usia lanjut tahun 1185 M Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang
pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Rusyd dari Cordova.
[7] la lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam
menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah
menahun tentang keserasian filsafat dan agama.
Pada abad ke 12 diterjemahkan buku Al-Qanun karya Ibnu Sina (Avicenne) mengenai
kedokteran. Diahir abad ke-13 diterjemahkan pula buku Al-Hawi karya Razi yang lebih luas dan
lebih tebal dari Al-Qanun.[8] Ibnu Rusyd memiliki sikap realisme, rasionalisme, positivisme
ilmiah Aristotelian. Sikap skeptis terhadap mistisisme adalah basis di mana ia menyerang filsafat
Al-Ghazali[9]
B. Sains
Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang
menemukan pembuatan kaca dari batu.Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu
astronomi. la dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa
lamanya. la juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata
surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan.
Umm Al-Hasan bint Abi Jafar dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli
kedokteran dari kalangan wanita. Dan Fisika. Kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom),
ditulis oleh Abdul Rahman al-Khazini pada tahun 1121, adalah satu karya fundamental dalam
ilmu fisika di Abad Pertengahan, mewujudkan tabel berat jenis benda cair dan padat dan
berbagai teori dan kenyataan yang berhubungan dengan fisika.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir
terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim
Mediterania dan Sicilia dan Ibn Bathuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudra Pasai
dan Cina. Ibn Khaldun (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dart
Tum adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol yang
kemudian pindah ke Afrika. [10]
C. Fiqih
Dalam bidang fikih, Spanyol dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang
memperkenalkan mazhab ini disana adalah Ziyad ibn Abd al-Rahman. Perkembangan
selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pad masa Hisyam ibn Abd al-
Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya yaitu Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Said al-Baluthi dan
Ibn Hazm yang terkenal[11]
D. Musik dan Kesenian
Seni musik Andalusia berkembang dengan datangnya Hasan ibn Nafi yang lebih dikenal
dengan panggilan Ziryab. Ia adalah seorang maula dari Irak, murid Ishaq al Maushuli seorang
musisi dan biduan kenamaan di istana Harun al Rasyid. Ziryab tiba di Cordova pada tahun
pertama pemerintahan Abd al Rahman II al Autsath. Keahliannya dalam seni musik dan tarik
suara berpengaruh hingga masa sekarang. Hasan ibn Nafi dianggap sebagai peketak pertama
dasar dari musik Spanyol modern. Ialah yang memperkenalkan notasi do-re-mi-fa-so-la-si.
Notasi tersebut berasal dari huruf Arab. Studi-studi musikal Islam, seperti telah diprakarsai oleh
para teoritikus al-Kindi, Avicenna dan Farabi, telah diterjemahkan ke bahasa Hebrew dan Latin
sampai periode pencerahan Eropa. Banyak penulis-penulis dan musikolog Barat setelah tahun
1200, Gundi Salvus, Robert Kilwardi, Ramon Lull, Adam de Fulda, dan George Reish dan Iain-
lain, menunjuk kepada terjemahan Latin dari tulisan-tulisan musikal Farabi. Dua bukunya yang
paling sering disebut adalah De Scientiis dan De Ortu Scientiarum.[12]
E. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol.
Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol
menomor duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa
Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn
Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur,
dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.
Pada permulaan abad IX M bahasa Arab sudah menjadi bahasa resmi di Andalusia. Pada
waktu itu seorang pendeta dari Sevilla menerjemahkan Taurat kedalam bahasa Arab, karena
hanya bahasa Arab yang dapat dimengerti oleh murid-muridnya untuk memahami kitab suci
agama mereka. Hal seperti itu terjadi pula di Cordova dan Toledo. Menurut al Sibai pada saat itu
tidak jarang dari penduduk setempat yang beragama Nashrani lebih fasih berbahasa Arab
daripada (sebagian) bangsa Arab sendiri.[13]
Berikut ini nama-nama ilmuwan beserta bidang keahlian yang berkembang di Andalusia
masa dinasti Bani Umayyah :
No Nama Bidang Keahlian Keterangan
1 Abu Ubaidah MuslimAstrolog,Ahli Hitung, Dikenal sebagai Shahih al
Ibn Ubaidah al Balansi ahli gerakan bintang- Qiblat karena banyak sekali
bintang mengerjakan penetuan arah shalat.
2. Abu al Qasim Abbas ibnAstronomi, kimia Ilmi kimia, baik kimia murni
Farnas maupun terapan adalah dasar bagi
ilmu farmasi yang erat kaitannya
dengan ilmu kedokteran.
3 Ahmad ibn Iyas alKedokteran Hidup pada masa Khalifah
Qurthubi Muhammad I ibn abd al rahman II
Ausath
4. Al Harrani ...... ........
5. Yahya ibn Ishaq ...... Hidup pda masa khalifah Badullah
ibn Mundzir
6. Abu Daud Sulaiman ibn ......... Hidup pada masa awal khalifah al
Hassan Muayyad
7 Abu al Qasim al Dokter Bedah, Di Barat dikenal dengan
Zahrawi Abulcasis.Karyanya berjudul al
Perintis ilmu, Tashrif li man Ajaza an al Talif,
penyakit telinga, dimana pada abad XII telah
diterjemahkan oleh Gerard of
Pelopor ilmu penyakit Cremona dan dicetak ulang di
kulit, Genoa (1497M), Basle (1541 M)
dan di Oxford (1778 M) buku
tersebut menjadi rujukan di
universitas-universitas di Eropa.
8 Abu Marwan Abd alAhli sejarah, Penyairsalah satu bukunya berjudul al
Malik ibn Habib dan ahli nahwu sharaf Tarikh
9 Yahya ibn Hakam Sejarah, Penyair .....
10 Muhammad ibn Musa al Sejarah wafat 273/886. Menetap di
razi Andalusia pada tahun 250/863
13 Hayyan Ibn Khallaf ibn - Sejarah & sastra Wafat 469/1076, Karyanya : al
Hayyan Muqtabis fi Tarikh Rija al Andalus
dan al Matin.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat pada masa Umayyah tidak terlepas dari
kecintaan dan hasrat yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan, tidak hanya dikalangan penduduk
akan tetapi juga terlebih di kalangan penguasa. Pada masa al Muntashir terdapat tidak kurang
dari 800 buah sekolah, 70 perpustakaan pribadi disampin perpustakaan umum[14]
C. Perkembangan Dinasti Umayyah
Pembangunan dan komunikasi yang kurang baik di berbagai provinsi dan kota, membuat
Muawiyah berkonsultasi dengan majlis syura. Satu sisi ia cukup membuka ruang demokrasi
dengan berkonsultasi dengan anggota dewan majlis syura, namun di sisi lain ia juga
mengampanyekan bentuk pemerintahan monarki dengan mengangkat Yazid menjadi putera
mahkota, bahkan ia menyampaikan barang siapa tidak terima jika islam maju bersama
kepemimpinan model kesultanannya maka pedang yang akan meluruskannya. Karena hal
tersebut, maka orang-orangpun berbondong-bondong menyatakan sumpah setia kepada Yazid.
[15]
Sekalipun muawiyah tahu, bahwa kebanyakan sahabat terkemuka tidak terima dengan
munculnya Yazid sebagai penggantinya, namun ia tetap membiarkannya. Contohnya Marwan,
Gubernur Madinah yang datang ke Damaskus untuk memprotes kebijakan pengangkatan Yazid
sebagai putera mahkota, namun akhirnya ia dipecat.
Masa kekuasaan Yazid sangat singkat yaitu pada 680-683 M. Ia dilantik oleh rakyat
dengan setengah hati terutama oleh penduduk Mekah dan Madinah. Meskipun pemerintahannya
Monarki, namun masih terdapat majelis syura yang menandakan tetap Demokratis. Pada
masanya, Yazid ditandai dengan tiga keburukan dan hanya satu kebaikan, yaitu pada
tahun Pertama, cucu nabi, Husen terbunuh di Karbala menyebabkan golongan Syiah lahir
secara sempurna dan menjadi penentang utama kekuasaannya. Tahun Kedua, tentara Yazid
menyerang habis-habisan kota Madinah dalam peperangan di Harra yang mengakibatkan citra
pasukan islam tercoreng di muka sendiri. TahunKetiga, tentara Yazid menyerang dan membakar
Kabah. Setelah pembantaian di Karbala, mereka berontak dan mengaku Abdullah ibn Zubair
menjadi khalifah mereka. Adapun kebaikan yang diperbuat Yazid yaitu mengangkat kembali
Uqbah ibn Nafi menjadi gubernur kedua kalinya di Ifriqiyah/Qayrawan.[16]
Dari hal-hal yang terjadi pada masa khalifah Yazid, menunjukkan bahwa apabila
kekuasaan sudah menjadi rebutan bagi seseorang, maka harapan keadilan dalam kepemimpinan
kandas, karena yang ada dalam benak pemimpin yang demikian hanyalah kewibawaan dan
pengaruh dirinya di mata rakyat saja, sehingga hak dan kewajiban sebagai pemimpin tidak 100%
dijadikan sebagai amanah. Sebagaimana pada masa khalifah Yazid, sejak tahun pertama sampai
terakhir penuh dengan keburukan bahkan merupakan masa yang paling buruk dalam sejarah
seperti halnya keberanian tentara Yazid membakar Kabah yang sangat tidak mencerminkan ke-
Islaman sedikitpun.
Abdul Malik setelah menjadi khalifah menghadapi yang banyak tantangan. Satu sisi
muncul Muchtar sebagai pembela kematian Husen di karbala, disisi lain musuh utama Umayah,
Abdullah ibn Zubair masih khalifah yang mengendalikan Mekah dan Madinah selama 9 tahun,
selain itu Khawarij dan Syiah menggoyahkan pemerintahan Umayah. Semua lawan ia hadapi
dengan cara yang berbeda dan akhirnya dapat membasmi kesemuanya. Saat menjelang wafat,
Abdul Malik meninggalkan negara yang aman tentram, makmur, maka ia dijuluki sebagai
pendiri Dinasti Umayah yang kedua.
Periode Abdul Malik mulai memasuki periode keemasan dinasti Umayah. Ia mampu
mencetak mata uang Arab dengan nama Dinar, Dirham, dan Fals. Kemudian dia mendirikan kas
negara di Damaskus. Selain itu pertama kali dalam sejarah bahasa arab menggunakan titik (.) dan
koma (,) dan memperbaharui Qawaid yang sudah dimulai sejak Zaman Ali Bin Abi Thalib yang
ditugaskan kepada abu al-Aswad al-Duwaili. Disamping itu Abdul Malik juga meningkatkan
pelayanan pos dan komunikasi, juga memperbaharui perpajakan.[17]
Sungguh sangat tepat bahwa untuk mewujudkan kemajuan suatu negara yaitu
menghidupkan kebiasaan yang telah terlupakan sebagaimana halnya Abdul Malik, ia
menghidupkan kembali bahasa Arab yang merupakan bahasa utama kaum muslimin dan
merupakan bahasa al-Quran namun sudah terlupakan, ia menjadikan bahasa arab sebagai
penyatu kaum sebagaimana halnya negara kita yang memiliki beragam bahasa, namun disatukan
dalam satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia sehingga memudahkan rakyatnya untuk saling
mengenal satu sama lain.
D. Keruntuhan Bani Umayyah
1. Konflik dengan Kristen
Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah
merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan
membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki
tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.38 Namun demikian, kehadiran Arab Islam
telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan
kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan
Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam
sedang mengalami kemunduran.[18]
2. Tidak adanya Ideologi pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam yang
sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-
orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M,
mereka masih memberi istilah ibad dan muwalladun kepada para mukalaf itu, suatu ungkapan
yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering
menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah
sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi
makna persatuan, di samping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.[19]
3. Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina
perekonomian.Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi
kondisi politik dan militer.[20]
4. Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah
kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan
pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya
juga disebabkan permasalahan ini.[21]
5. Keterpencilan
Islam di Spanyol bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. la selalu berjuang
sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dan Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada
kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.[22]
E. Pengaruh Peradaban Islam di Eropa
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam,
baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian, dan peradaban antar negara.
Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam
jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan
sains di samping bangunan fisik.[23] Berawal dari gerakan Averroeisme inilah di Eropa
kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M.[24]
Pengaruh peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal
dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di
Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar
di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan Muslim. Pusat
penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan
universitas yang sama. Universitas pertama eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada
tahun 1231 M tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman Pertengahan Eropa,
baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh
dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat.
Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn
Rusyd.[25]
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M
itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad
ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-
terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.
[26]
[29]Syed Muhammud Nasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994),
h. 246
[30]A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Cet 4; Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 213
[31]Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.
98-99.
[32]Samsul Munir Amin, op. cit., h. 142.
[33]Philip K. Hitti, History Of The Arabs, From the Earliest Times to the Present (cet. X; New York:
Palgrave Macmillan, 2002), ter: R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of The Arabs (Cet I,
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005), h. 422.
[34]Ibid., h. 424.
[35]Ibid., h. 416. Lihat juga, Ahmad Syalabi, Mausuah al-Tarikh wa al-Hadharah al-Islamiyah, Juz
VII, (Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah, 1979), terj: Muhammad Labib Ahmad, op. cit., h. 98.
[36] Ibid., h. 429-430.
[37] Ibid., h. 433.
[38]Ibid., h. 435.
[39]Drs.Rahmat M.Pd.I, Kejayaan Peradaban Islam (Cet. I; Makassar: Alauddin University press,
2011), h.23.
[40]Carl Brockelmann, History of the Islamic Peoples (Cet. VII; London: Routledge and Kegan Paul,
1980), h. 114. Lihat juga: Ali Mufrodi, op. cit., h. 102.
[41]Abd al-Rahman bin Abi> Bakr al-Suyu>t}i>, op. cit., h. 249.
[42]Ali Mufrodi, op. cit., h. 103.
[43]A. Syalabi, op. cit., h. 137.
[44]Samsul Munir Amin, op. cit., h. 146.
[45]Dr. Badri Yatim M.A, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 55-56.
[46]Harun Nasution, Teologi Islam (Cet V; Jakarta: Universitas Indonesia(UI-Press), 1986), h. 66.
[47]AR. Gibb, et al,The Encyclopedia of Islam, (Leiden: E.J.Brill, 1960), h. 414.
[48]Sahilun A. Nasir, pemikiran kalam (Cet. I;, Jakarta: Raja Grafindo, 2010), h. 166.
[49]Inu Kencana Syafiie, Pengantar Filsafat (cet. I, Bandung: Refika Aditama, 2004), h. 7.
[50]Ibid., h. 8.
[51]Dr. Badri Yatim M.A, op, cit. h. 80-85.
[52]Prof. DR. Abu Suud, Islamologi, Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam peradaban umat
manusia (Cet I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), h. 81.