Anda di halaman 1dari 22

Peradaban islam pada masa Umayyah dan Abbasiyyah

1. DINASTI UMAYYAH
A. Berdirinya Dinasti Umayyah
Dinasti Umayah mengambil nama keturunan dari Umayyah ibn Abdi syams ibn Abdul
manaf. Ia adalah salah seorang terkemuka persukuan pada zaman jahiliyah, bergandengan
dengan pamannya Hasyim ibn Abdi Manaf .
Dari nama umayyah tersebut, maka dinasti itu di sebut Dinasti Umayyah yang selama
pemeritahanya telah terjadi pergantian sebanyak 14 orang khalifah. Mereka adalah Muawiyyah
(41-61 H/661-680 M), Yazid I (60-64 H/680-683M), Muawiyah II (64-65 H/683-684 M),
Marwan I 65-66 H/684-685 M), Abdul malik (66-86 H/685 -705 M), al Walid I (89-97 H/705
-715 M), Sulaiman (97-99 H/715 -717 M), Umar II (99-102 H/717- 720 M), Yazid II (101-106
H/720-724 M), Hisyam (106-126 H/724-743 M), Yazid III (127 H/744 M), Ibrahim (127 H/744
M), dan Marwan II (127-133 H/744- 750 M). [1]
Semasa kepemimpinan muawiyah peta Islam melebar ke timur sampai Kabul, Ghazni,
Kandahar, Balakh, bahkan sampai kota Bukhara. Sementara itu, di front barat panglima Uqbah
Ibn Nafi menaklukan Carthange (kartagona), ibu kota Binzantium di Ifriqiyah dan mendirikan
masjid bersejarah Qayrawan dengan membangun pusat kegiatan militer di kota Qayrawan.
Pemerintahan corak Republik menjadi Monarchi (sulthanat/kingship) selain menerapkan
corak pemeritahan yang turun temurun, kekuasan di tetapkan menjadi milik diri Dinasti
Umayyah. Ialah yang pertama memunculkan jurang antara Arab dan Mawalli. Ia pula yang
pertama kali menerapkan Diwan Al-Khatim dan Diwan Al-Barid. Diwan-diwan itu kemudian
berkembang maju pada masa Abdul Malik.
Namun tak bisa dipungkiri bahwa pada masa pemerintahannya, Muawiyah banyak sekali
mendapatkan kecaman yang timbul dari berbagai kelompok masyarakat yang tidak merestui
akan berdirinya Dinasti tersebut. Karena, dikatakan bahwa Muawiyah merebut kekuasaan atas
jalan yang licik dan kotor. Tapi, meskipun demikian beliau masih saja tegar dalam menghadapi
perlawanan tersebut dengan langkah penyelesaian yang akurat. [2]
B. Perluasan wilayah Dinasti Umayyah
Pada masa pemerintahan bani Umayyah perluasaan wilayah kekuasaan khilafah
islamiyyah (lembaga pemerintahan dalam islam) dilakukan di timur, utara, dan barat. Ke timur
perluasan diarahkan kewilayah seberang sungai Oxus dan wilayah Sind. Penyerbuan ke wilayah
seberang sungai Oxus sudah dimulai sejak masa pemerintahan Muawiyah II dibawah pimpinan
Qais bin Haitam yang menjadi gubernur Khurasan. Pada penyerbuan tersebut, Balkh (kota di
tukharistan; Afganistan sekarang), Badghis (wilayah barat laut Afganistan), dan Harah dapat
dikuasai. Ketika Ubaidullah bin Ziyad menjadi gubernur di irak, ekspedisi kaum muslim telah
sampai ke Bughara dan samarkand di turkistan (kirghistan sekarang).
Setelah Muawiyah II, perluasan ini berhenti karena Bani Umayyah sibuk dalam
mengatasi krisis politik yang timbul saat itu. Kegiatan tersebut baru dilanjutkan lagi pada masa
pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Ketika itu Hajjaj bin Yusuf yang menjadi gubernur Irak
dan khurasan mengirim ekspedisi yang dipimpin oleh Muhallab bin Abi Sufrah (penakluk persia
dan bagian barat India) dan dapat menguasai sejumlah daerah di wilayah itu. Yazid bin Muhallab
dapat menaklukkan benteng Nizak dai Badghis pada tahun 84 H/703 M. Pada tahun berikutnya,
al-Mufadhal yang menggantikan Yazid dapat menaklukkan syauman dan Badghis
Serangan yang lebih teratur dilakukan pada masa al.-Walid bin Abdul Malik dengan
panglima terkenal, Qutaibah bin Muslim. Dalam sejumlah penyerbuan ia dapat menguasai
tukharistan dengan ibukotanya (Balkh), Bukhara, dan daerah sekitarnya seperti Samarkand dan
khwarism. Pada tahun 713-315 ia memimpin ekspedisi ke provinsi sekitar sungai jaxartes,
khususnya Fergana (kota diasia tengah). Bughara dengan Samarkand dan propinsi Khawarism
kemudian menjadi pusat buday Islam di Asia tengah, sama dengan Merv dan Nizabur di
Khurasan (Iran).
Selanjutnya, perluasan wilayah ke India dilakukan oleh panglima Muhammad bin Qasim
as-saqafi. Dengan kira-kira 6.000 pasukan suriah, ia dapat menaklukkan Makran (Baluchistan)
pada tahun 710 dan maju terus hingga menguasai seluruh Baluchistan. Pada tahun 711-712,
pasukan Muhammad memasuki Sind dengan menyebrangi sungai Indus dan menguasai lembah
dan delta Indus. Diantara kota yang dikuasainya adalah pelabuhan Daibul dan Nirun yang kelak
bernama Hyderabad. Pada tahun 713, penaklukkan dilanjutkan ke utara sampai wilayah Multan
di Punjab selatan. Sejak saat itu wilayah Sind dan Punjab selatan secara permanen berada
dibawah kekuasaan umat islam. Perluasan wilayah selanjutnya di India kelak dilanjutkan oleh
Mahmud Gaznawi (Sulatan ke-3 dinasti Gaznawiyah; 997-1030).[3]
C. Kemajuan Dinasti Umayyah
Kemajuan Dinasti Umayyah[4] dilakukan dengan ekspansi, sehingga menjadi negara
islam yang besar dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan islam lahirlah
benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru. Meskipun demikian, Bani
Umayyah lebih banyak memusatkan perhatian pada kebudayaan arab.[5]
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah
mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya
membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks. Diantara
kemajuan tersebut diantaranya :
1. Kemajuan Intelektual
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-
komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam),
Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara
Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam
untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab dan Kristen
yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir,
memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang
melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.[6] Perkembangan
tersebut meliputi :
A. Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam
bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu
pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. minat terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani
Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M).
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad
ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama yang kedua adalah Abu Bakr
ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asa, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat
pada usia lanjut tahun 1185 M Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang
pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Rusyd dari Cordova.
[7] la lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam
menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah
menahun tentang keserasian filsafat dan agama.
Pada abad ke 12 diterjemahkan buku Al-Qanun karya Ibnu Sina (Avicenne) mengenai
kedokteran. Diahir abad ke-13 diterjemahkan pula buku Al-Hawi karya Razi yang lebih luas dan
lebih tebal dari Al-Qanun.[8] Ibnu Rusyd memiliki sikap realisme, rasionalisme, positivisme
ilmiah Aristotelian. Sikap skeptis terhadap mistisisme adalah basis di mana ia menyerang filsafat
Al-Ghazali[9]
B. Sains
Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang
menemukan pembuatan kaca dari batu.Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu
astronomi. la dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa
lamanya. la juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata
surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan.
Umm Al-Hasan bint Abi Jafar dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli
kedokteran dari kalangan wanita. Dan Fisika. Kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom),
ditulis oleh Abdul Rahman al-Khazini pada tahun 1121, adalah satu karya fundamental dalam
ilmu fisika di Abad Pertengahan, mewujudkan tabel berat jenis benda cair dan padat dan
berbagai teori dan kenyataan yang berhubungan dengan fisika.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir
terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim
Mediterania dan Sicilia dan Ibn Bathuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudra Pasai
dan Cina. Ibn Khaldun (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dart
Tum adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol yang
kemudian pindah ke Afrika. [10]
C. Fiqih
Dalam bidang fikih, Spanyol dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang
memperkenalkan mazhab ini disana adalah Ziyad ibn Abd al-Rahman. Perkembangan
selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pad masa Hisyam ibn Abd al-
Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya yaitu Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Said al-Baluthi dan
Ibn Hazm yang terkenal[11]
D. Musik dan Kesenian
Seni musik Andalusia berkembang dengan datangnya Hasan ibn Nafi yang lebih dikenal
dengan panggilan Ziryab. Ia adalah seorang maula dari Irak, murid Ishaq al Maushuli seorang
musisi dan biduan kenamaan di istana Harun al Rasyid. Ziryab tiba di Cordova pada tahun
pertama pemerintahan Abd al Rahman II al Autsath. Keahliannya dalam seni musik dan tarik
suara berpengaruh hingga masa sekarang. Hasan ibn Nafi dianggap sebagai peketak pertama
dasar dari musik Spanyol modern. Ialah yang memperkenalkan notasi do-re-mi-fa-so-la-si.
Notasi tersebut berasal dari huruf Arab. Studi-studi musikal Islam, seperti telah diprakarsai oleh
para teoritikus al-Kindi, Avicenna dan Farabi, telah diterjemahkan ke bahasa Hebrew dan Latin
sampai periode pencerahan Eropa. Banyak penulis-penulis dan musikolog Barat setelah tahun
1200, Gundi Salvus, Robert Kilwardi, Ramon Lull, Adam de Fulda, dan George Reish dan Iain-
lain, menunjuk kepada terjemahan Latin dari tulisan-tulisan musikal Farabi. Dua bukunya yang
paling sering disebut adalah De Scientiis dan De Ortu Scientiarum.[12]
E. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol.
Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol
menomor duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa
Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn
Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur,
dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.
Pada permulaan abad IX M bahasa Arab sudah menjadi bahasa resmi di Andalusia. Pada
waktu itu seorang pendeta dari Sevilla menerjemahkan Taurat kedalam bahasa Arab, karena
hanya bahasa Arab yang dapat dimengerti oleh murid-muridnya untuk memahami kitab suci
agama mereka. Hal seperti itu terjadi pula di Cordova dan Toledo. Menurut al Sibai pada saat itu
tidak jarang dari penduduk setempat yang beragama Nashrani lebih fasih berbahasa Arab
daripada (sebagian) bangsa Arab sendiri.[13]
Berikut ini nama-nama ilmuwan beserta bidang keahlian yang berkembang di Andalusia
masa dinasti Bani Umayyah :
No Nama Bidang Keahlian Keterangan
1 Abu Ubaidah MuslimAstrolog,Ahli Hitung, Dikenal sebagai Shahih al
Ibn Ubaidah al Balansi ahli gerakan bintang- Qiblat karena banyak sekali
bintang mengerjakan penetuan arah shalat.
2. Abu al Qasim Abbas ibnAstronomi, kimia Ilmi kimia, baik kimia murni
Farnas maupun terapan adalah dasar bagi
ilmu farmasi yang erat kaitannya
dengan ilmu kedokteran.
3 Ahmad ibn Iyas alKedokteran Hidup pada masa Khalifah
Qurthubi Muhammad I ibn abd al rahman II
Ausath
4. Al Harrani ...... ........
5. Yahya ibn Ishaq ...... Hidup pda masa khalifah Badullah
ibn Mundzir
6. Abu Daud Sulaiman ibn ......... Hidup pada masa awal khalifah al
Hassan Muayyad
7 Abu al Qasim al Dokter Bedah, Di Barat dikenal dengan
Zahrawi Abulcasis.Karyanya berjudul al
Perintis ilmu, Tashrif li man Ajaza an al Talif,
penyakit telinga, dimana pada abad XII telah
diterjemahkan oleh Gerard of
Pelopor ilmu penyakit Cremona dan dicetak ulang di
kulit, Genoa (1497M), Basle (1541 M)
dan di Oxford (1778 M) buku
tersebut menjadi rujukan di
universitas-universitas di Eropa.
8 Abu Marwan Abd alAhli sejarah, Penyairsalah satu bukunya berjudul al
Malik ibn Habib dan ahli nahwu sharaf Tarikh
9 Yahya ibn Hakam Sejarah, Penyair .....
10 Muhammad ibn Musa al Sejarah wafat 273/886. Menetap di
razi Andalusia pada tahun 250/863

11 Abu Bakar Muhammad Sejarah Dikenal dengan Ibn Quthiyah ,


ibn Umar Wafat 367/977 dan Bukunya
berjudul Tarikh Iftitah al Andalus
12 Uraib ibn Saad Sejarah Wafat 369/979, Meringkas Tarikh
al- thabari, menambahkan
kepadanya tentang al Maghrib dan
Andalusia, disamping memberi
catatan indek terhadap buku
tersebut.

13 Hayyan Ibn Khallaf ibn - Sejarah & sastra Wafat 469/1076, Karyanya : al
Hayyan Muqtabis fi Tarikh Rija al Andalus
dan al Matin.

14 Abu al Walid Abdullah - Sejarah Lahir di Cordova tahun 351/962 dan


ibn Muhammad ibn al wafat 403/1013. Salah satu karyanya
- Penulis biografi
faradli. berjudul Tarikh Ulamai al Andalus

Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat pada masa Umayyah tidak terlepas dari
kecintaan dan hasrat yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan, tidak hanya dikalangan penduduk
akan tetapi juga terlebih di kalangan penguasa. Pada masa al Muntashir terdapat tidak kurang
dari 800 buah sekolah, 70 perpustakaan pribadi disampin perpustakaan umum[14]
C. Perkembangan Dinasti Umayyah
Pembangunan dan komunikasi yang kurang baik di berbagai provinsi dan kota, membuat
Muawiyah berkonsultasi dengan majlis syura. Satu sisi ia cukup membuka ruang demokrasi
dengan berkonsultasi dengan anggota dewan majlis syura, namun di sisi lain ia juga
mengampanyekan bentuk pemerintahan monarki dengan mengangkat Yazid menjadi putera
mahkota, bahkan ia menyampaikan barang siapa tidak terima jika islam maju bersama
kepemimpinan model kesultanannya maka pedang yang akan meluruskannya. Karena hal
tersebut, maka orang-orangpun berbondong-bondong menyatakan sumpah setia kepada Yazid.
[15]
Sekalipun muawiyah tahu, bahwa kebanyakan sahabat terkemuka tidak terima dengan
munculnya Yazid sebagai penggantinya, namun ia tetap membiarkannya. Contohnya Marwan,
Gubernur Madinah yang datang ke Damaskus untuk memprotes kebijakan pengangkatan Yazid
sebagai putera mahkota, namun akhirnya ia dipecat.
Masa kekuasaan Yazid sangat singkat yaitu pada 680-683 M. Ia dilantik oleh rakyat
dengan setengah hati terutama oleh penduduk Mekah dan Madinah. Meskipun pemerintahannya
Monarki, namun masih terdapat majelis syura yang menandakan tetap Demokratis. Pada
masanya, Yazid ditandai dengan tiga keburukan dan hanya satu kebaikan, yaitu pada
tahun Pertama, cucu nabi, Husen terbunuh di Karbala menyebabkan golongan Syiah lahir
secara sempurna dan menjadi penentang utama kekuasaannya. Tahun Kedua, tentara Yazid
menyerang habis-habisan kota Madinah dalam peperangan di Harra yang mengakibatkan citra
pasukan islam tercoreng di muka sendiri. TahunKetiga, tentara Yazid menyerang dan membakar
Kabah. Setelah pembantaian di Karbala, mereka berontak dan mengaku Abdullah ibn Zubair
menjadi khalifah mereka. Adapun kebaikan yang diperbuat Yazid yaitu mengangkat kembali
Uqbah ibn Nafi menjadi gubernur kedua kalinya di Ifriqiyah/Qayrawan.[16]
Dari hal-hal yang terjadi pada masa khalifah Yazid, menunjukkan bahwa apabila
kekuasaan sudah menjadi rebutan bagi seseorang, maka harapan keadilan dalam kepemimpinan
kandas, karena yang ada dalam benak pemimpin yang demikian hanyalah kewibawaan dan
pengaruh dirinya di mata rakyat saja, sehingga hak dan kewajiban sebagai pemimpin tidak 100%
dijadikan sebagai amanah. Sebagaimana pada masa khalifah Yazid, sejak tahun pertama sampai
terakhir penuh dengan keburukan bahkan merupakan masa yang paling buruk dalam sejarah
seperti halnya keberanian tentara Yazid membakar Kabah yang sangat tidak mencerminkan ke-
Islaman sedikitpun.
Abdul Malik setelah menjadi khalifah menghadapi yang banyak tantangan. Satu sisi
muncul Muchtar sebagai pembela kematian Husen di karbala, disisi lain musuh utama Umayah,
Abdullah ibn Zubair masih khalifah yang mengendalikan Mekah dan Madinah selama 9 tahun,
selain itu Khawarij dan Syiah menggoyahkan pemerintahan Umayah. Semua lawan ia hadapi
dengan cara yang berbeda dan akhirnya dapat membasmi kesemuanya. Saat menjelang wafat,
Abdul Malik meninggalkan negara yang aman tentram, makmur, maka ia dijuluki sebagai
pendiri Dinasti Umayah yang kedua.
Periode Abdul Malik mulai memasuki periode keemasan dinasti Umayah. Ia mampu
mencetak mata uang Arab dengan nama Dinar, Dirham, dan Fals. Kemudian dia mendirikan kas
negara di Damaskus. Selain itu pertama kali dalam sejarah bahasa arab menggunakan titik (.) dan
koma (,) dan memperbaharui Qawaid yang sudah dimulai sejak Zaman Ali Bin Abi Thalib yang
ditugaskan kepada abu al-Aswad al-Duwaili. Disamping itu Abdul Malik juga meningkatkan
pelayanan pos dan komunikasi, juga memperbaharui perpajakan.[17]
Sungguh sangat tepat bahwa untuk mewujudkan kemajuan suatu negara yaitu
menghidupkan kebiasaan yang telah terlupakan sebagaimana halnya Abdul Malik, ia
menghidupkan kembali bahasa Arab yang merupakan bahasa utama kaum muslimin dan
merupakan bahasa al-Quran namun sudah terlupakan, ia menjadikan bahasa arab sebagai
penyatu kaum sebagaimana halnya negara kita yang memiliki beragam bahasa, namun disatukan
dalam satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia sehingga memudahkan rakyatnya untuk saling
mengenal satu sama lain.
D. Keruntuhan Bani Umayyah
1. Konflik dengan Kristen
Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah
merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan
membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki
tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.38 Namun demikian, kehadiran Arab Islam
telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan
kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan
Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam
sedang mengalami kemunduran.[18]
2. Tidak adanya Ideologi pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam yang
sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-
orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M,
mereka masih memberi istilah ibad dan muwalladun kepada para mukalaf itu, suatu ungkapan
yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering
menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah
sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi
makna persatuan, di samping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.[19]
3. Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina
perekonomian.Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi
kondisi politik dan militer.[20]
4. Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah
kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan
pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya
juga disebabkan permasalahan ini.[21]
5. Keterpencilan
Islam di Spanyol bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. la selalu berjuang
sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dan Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada
kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.[22]
E. Pengaruh Peradaban Islam di Eropa
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam,
baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian, dan peradaban antar negara.
Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam
jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan
sains di samping bangunan fisik.[23] Berawal dari gerakan Averroeisme inilah di Eropa
kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M.[24]
Pengaruh peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal
dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di
Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar
di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan Muslim. Pusat
penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan
universitas yang sama. Universitas pertama eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada
tahun 1231 M tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman Pertengahan Eropa,
baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh
dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat.
Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn
Rusyd.[25]
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M
itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad
ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-
terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.
[26]

2. PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH


A. SEJARAH BERDIRINYA DINASTI ABBASIYAH
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-Abbas, Paman Rasulullah,
sementara khalifah pertama dari pemerintahaan ini adalah Abdullah Ash-Shaffah bin
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Ha>syim.[27]
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, Abul Abbas Ash-Shafah, dan
sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang
waktu yang panjang, yaitu selama 524 tahun, dari tahun 132-656 H (750-1258 M). berdirinya
pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh
Bani Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalnya Rasul dengan mengatakan bahwa yang berhak
untuk berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.[28]
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat
kegiatan, antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan
peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga paman Rasulullah, Abbas bin Abdul
Muthalib.
Kota Humaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-
Imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar dasar berdirinya Dinasti Abbasiyah. Ia
menyiapkan strategi perjuangan menegakkan kekuasaan atas nama keluarga Rasulullah. Para
penerang dakwah Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya yang berjumlah
12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.
Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan
rahasia. Akan tetapi, Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan
kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin
Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan Dinasti Umayyah dan dipenjarakan di
Haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatkan kepada Abul Abbas untuk menggantikan
kedudukannya ketika tahu bahwa ia akan terbunuh, dan memerintahkan untuk pindah ke kufah .
sedangkan pemimpin propaganda dibebeankan kepada Abu Salamah. Segeralah abul Abbas
pindah dari Humaimah ke kufah diiringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu
Jafar, Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali, Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umarb bin
Hubairah, ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah
di Kufahyang telah ditaklukkan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abul
Abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad
bersama pasukannya yang melarikan diri, di mana akhirnya dapat dipukul di dataran rendah
Sungai Zab.

A. KHALIFAH-KHALIFAH DINASTI ABBASIYAH


Bani abbas mewarisi emperius dari Bani Umayyah. Mereka memungkinkan dapat
mencapai hasil lebih banyak karena Landasannya telah dipersiakan oleh Bani Umayyah yang
besar, dan Abbasiyah yang pertama memanfaatkannya. Penggantian Umayyah oleh Abbasiyah
ini di dalam kepemimpinan masyarakat islam lebih dari sekedar penggantian dinasti. Ia
merupakan revolusi Prancis, dan revolusi Rusia di dalam sejarah Barat.[29] Ash-shaffah pindah
ke Ambar, sebelah barat sungai Eufrat dekat Baghdad. Ia menggunakan sebagian besar dari masa
pemerintahan untuk memerangi para pemimpin Arab yang kedapatan membantu Bani Umayyah.
Ia mengusir mereka kecuali Abdurrahman, yang tidak lama kemudian mendirikan Dinasi Bani
Umayyyah di Spanyol. Ash-shaffah juga meutuskan untuk menghabisi nyawa beberapa orang
pembantu Bani Umayyah.
Kekhalifaan Ash-shaffah hanya bertahan selama 4 tahun, Sembilan bulan. Ia wafat pada
tahun 136 H di Abar, satu kota yang telah dijadikan sebagai tempat kedudukan pemerintahan. Ia
berumur tidak lebih dari 33 tahun bahkan ada yang mengatakan umur Ash-shaffah ketika
meninggal dunia adalah 29 tahun.
Selama pemerintahan Dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahannya berbeda-beda,
para sejarawan membagi 4 periode.
1. Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H (750) sampai
meninggalnya Khalifah Al-Watsiq 232 H (847).
2. Masa Abbasiyah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H (847) sampai
berdirinya daulah Buwaihiyah di Baghdad pada tahun 334 H (946).
3. Masa Abbasiyah III,yaitu berdirinya Dinasti Buwaihiyah tahun 334 H (946 M) sampai
masuknya kaum Saljuk ke tahun 447 (1055)
4. Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055) sampai
jatuhnya Baghdad ke tangan Bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H
(1258 M).[30]

Nama-Nama Khalifah Daulah Abbasiyah


1. Abul Abbas as-Saffah (Pendiri) 746-754 M
2. Abu Ja'far al-Manshur 754-775 M
3. Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi 775-785 M
4. Abu Muhammad Musa al-Hadi 785-786 M
5. Abu Jafar Harun ar-Rasyid 786-809 M
6. Abu. Musa Muhammad Al-Amin 809-813 M
7. Abu Jafar Abdullah al-Makmun 813-833 M
8. Abu Ishaq Muhammad Al-Mu'tashim Billah 833-842 M
9. Abu Jafar Harun Al-Watsiq 842-847 M
10. Abu Fadl Jafar Al-Mutawakkil 847-861 M
11. Abu Jafar Harun Muhammad Al-Muntashir 861-862 M
12. Abu Abbas Ahmad Al-Musta'in 862-866 M
13. Abu Abdullah Muhammad Al-Mu'taz 866-869 M
14. Abu Ishaq Muhammad Al-Muhtadi 869-870 M
15. Abul Abbas Ahmad Al-Mu'tamid 870-892 M
16. Abul Abbas Ahmad Al-Mu'tadhidh 892-890 M
17. Abul Muhammad Ali Al-Mu'tafi 902-905 M
18. Abul Fadl Jafar Al-Muqtadir 905-932 M
19. Abu Mansur Muhammad Al-Qahir 932-934 M
20. Abul Abbas Ahmad Al-Radhi 934-940 M
21. Abu Ishaq Ibrahim Al-Muttaqi 940-944 M
22. Abul Qasim Abdullah Al-Mustakfi 944-946 M
23. Abul Qasim Al- Fadl Al-Muthi'ilah 946-974 M
24. Abul Fadl Abdul Karim Al-Thai 974-991 M
25. Abul Abbas Ahmad Al-Qadir 991-1030 M
26. Abul Jafar Abdullah Al-Qayyim 1030-1075 M
27. Abul Qasim Abdullah Al-Muqtadi 1075-1094 M
28. Abul Abbas Ahmad Al-Mustazhir 1094-1118 M
29. Abu Mansur Al-Fadl Al-Mustarsyid 1118-1135 M
30. Abu Jafar Al-Mansur Ar-Rasyid 1135-1136 M
31. Abu Abdullah Muhammad Al-Muktafi 1136-1160 M
32. Abul Mudzafar Al-Mustanjid 1160-1170 M
33. Abu Muhammad Al-Hasan Al-Mustadh i 1170-1180 M
34. Abu Al-Abbas Ahmad An-Nashir 1180-1225 M
35. Abu Nasr Muhammad Azh-Zhahir 1225-1226 M
36. Abu Jafar Al-Mustanshir 1226-1242 M
37. Abu Ahmad Abdullah Al-Musta'shim Billah. 1242-1258 M [31]
Pada masa Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656 H/1258 M, ada seorang
pangeran keturunan Abbasiyah lolos dari pembunuhan dan meneruskan kekhalifaan dengan gelar
khalifah yang hanya berkuasa di bidang keagamaan di bawah kekuasaa kaum Mamluk di Kairo,
Mesir tanpa kekuasaa duniawi yang bergelar sultan. Jabatan itu hialng ketika diambil oleh Sultan
Salim Turki Usmani ketika menguasai mesir pada tahun 1517 M. dengan demikian, hilanglah
kekhalifaan Abbasiyah selama-lamanya.
Para khalifah Bani Abbas yang ada di Mesir adalah sebagai berikut:
Al-Mustanshir II 1261 M
Al-Hakim 1262-1302 M
Al-Mustakfi I 1302-1340 M
Al-Wathiq I 1340-1341 M
Al-Hakim II 1341-1352 M
Al-Mu'tadid I 1352-1362 M
Al-Mutawakkil I 1362-1383 M
Al-Wathiq II 1383-1386 M
Al-Mu'tasim 1386-1389 M
Al-Mutawakkil I (kembali berkuasa) 1389-1406 M
Al-Musta'in 1406-1414 M
Al-Mu'tadid II 1414-1441 M
Al-Mustakfi II 1441-1451 M
Al-Qa'im 1451-1455 M
Al-Mustanjid 1455-1479 M
Al-Mutawakkil II 1479-1497 M
Al-Mustamsik 1497-1508 M
Al-Mutawakkil III 1508-1517 M[32]
B. GAYA HIDUP DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT
Salah satu gaya hidup dan kebiasaan masyarakat pada priode abasiyah adalah berendam
ditempat pemandian umum. Tempat pemandian umum (hamma>m) telah sedemikian populer,
bukan saja untuk bersuci, tapi juga sebagai tempat untuk bersenang-senang dan bagian dari
kemewahan.[33]
Hal lain yang bisa menunjukkan tingkat kemakmuran dan peradaban dimasa itu adalah
pemanfaatan waktu luang. Misalnya catur (Syitranja>) yang dimasyarakatkan pertama kali oleh
al-Rasyi>d dimasa kekhalifahannya. Begitupun panahan, polo ( juka>m, dari bahasa
persia, Chawgan, yang berarti tongkat bengkok), bola dan pemukul (S{awlaja>n, mirip kriket
dan hokey), lempar lembing (Jari>d), memelihara sekaligus melatih elang dan cheetah untuk
berburu, lomba berkuda dan berburu. Al-Mutas}im adalah salah seorang khalifah yang senang
bermain polo.[34]
Pada masa kemundurannya, praktik perseliran secara berlebihan banyak dilakukan
petinggi-petinggi pemerintahan, merosotnya moralitas seksual, berpoya-poya dalam kemewahan,
posisi perempuan menukik tajam seperti yang disebutkan dalam kisah seribu satu malam, dan
Minuman beralkohol sering disajikan dalam perjamuan-perjamuan.[35]
C. PERKEMBANGAN EKONOMI
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. para pedagang islam kala
itu telah menjelajah jauh ke timur hingga ke Cina, diperkirakan sejak dinasti abasiyah, yaitu
khalifah kedua, al-Manshur. Tulang punggung perdagangan ini adalah sutera yang diproduksi di
Syiria dan Irak. Disebelah barat, para pedagang islam telah sampai Maroko dan Spanyol. para
pedagang membawa permata, peralatan dari baja, gelas dan hasil pertanian seperti kurma, gula,
kapas, kain woll, vanili, dan gandum,. Mereka juga mengimpor barang-barang seperti rempah-
rempah, kapur barus, sutera dari kawasan asia, gading, kayu eboni, dan budak kulit hitam dari
afrika. Laut kaspia menjadi jalur favorit karena dekat dengan pusat kota persia dan kota-kota
makmur di Samarkand dan Bukhara. salah satu contoh pengusaha sukses dimasa itu ialah Ibn
Jas}s}a>s}, dia tetap kaya meski khalifah al-Muqtadi>r telah menyita hartanya sebesar 16 juta
dinar.[36]
Industri kerajianan tangan menjamur diberbagai pelosok kerajaan, seperti karpet, sutera,
kapas, kain wol, satin, sofa, kain pembungkus bantal, dan perlengkapan dapur. Industri penting
lainnya adalah pembuatan kertas tulis yang bertempat di Baghdad dan Samarkhand. Salah satu
buktinya adalah ditemukannya manuskrip hadis berjudulGari>b al-Hadi>s, karya Abu> Ubayd
al-Qa>sim Ibn Sala>m (w. 837 M), yang dicetak bulan Zulqaidah 252 H (13november- 12
november 866 M) dan disimpan diperpustakaan Universitas Leiden.[37]
Industri dan perdagangan barang tambang juga semarak seperti tembaga, perak, marmer,
air raksa, baja, aspal, asbes dan tanah liat. Untuk logam mulia antara lain mutiara, rubi, safir,
emerald, permata, batu zamrud, batu carnelius, dan onyx (sejenis batu akik). Emas yang
ditambang dari Nubia dan Sudan barat juga melambungkan perekonomian Abbasiyah kala itu.
Al-Mutaz, khalifah dinasti Abasiyyah ke 13, merupakan khalifah pertama yang melapisi baju
zirah dan pelana kudanya dengan emas, sementara khalifah-khalifah sebelumnya hanya berhias
perak.[38]
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan
dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga
hubungan perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.
Segala usaha yang ditempuh untuk memajukan perdagangan dan memudahkan jalan-jalannya,
umpamanya:
- Dibangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati kafilah dagang
- Dibangun armada-armada dagang
- Dibangun armada-armada untuk melindungi pantai-pantai Negara dari serangan bajak laut [39]
D. MASA KEJAYAAN PERADABAN DINASTI ABASIYYAH
Peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai
kejayaannya pada masa Abbasiyyah. Hal tersebut dikarenakan dinasti Abbasiyyah pada periode
awal lebih menekankan pembinaan dan kebudayaan islam daripada perluasan wilayah, serta
menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam. Disini
letak perbedaan pokok antara dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyyah.
Puncak kejayaan dinasti Abbasiyyah terjadi pada masa khalifah Harun al-Rasyid (786-
809 M) dan anaknya al-Makmun (813-833 M). Ketika al-Rasyid memerintah, negara dalam
keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin meski ada pemberontakan, dan luas
wilayahnya mulai dari afrika utara hingga ke India.[40]
Dimasanya berkembang ilmu pengetahuan agama seperti ilmu al-Quran, Qiraat, Hadis,
Fiqh, ilmu kalam, bahasa dan sastra. Salah satu karya sastra yang sangat fenomenal di masa itu
adalah Alf Lailah wa lailah (seribu satu malam). Disamping itu berkembang pula ilmu filsafat,
logika, metafisika, matematika, astronomi, musik, kedokteran, al- jabar, aritmatika, geografi, dan
kimia. Karena kecintaannya terhadap ilmu,[41] maka didirikanlah perpustakaan sekaligus
lembaga ilmu pengetahuan yang diberi nama Baitul Hikmah, di dalamnya orang dapat membaca,
menulis dan berdiskusi.
Ilmu-ilmu umum masuk ke dalam Islam melalui terjemahan dari bahasa Yunani, Persia
dan India. Pada masa al-Makmun, beliau memerintahkan supaya dibeli dan dikumpulkan
untuknya buku-buku karya bangsa asing, kemudian diterjemahkan kedalam bahasa arab, lalu
dikumpulkan di Baitul Hikmah. Di antara penerjemah yang masyhur adalah Hunain bin Ishak,
seorang kristen Nestorian yang banyak menerjemahkan buku-buku Yunani kedalam bahasa arab.
Ia menerjemahkan kitab Republick dari Plato, dan kitab Katagori, Metafisika, Magna
Moraliadari Aristoteles.[42] Lalu ada al-Hajaj bin Yusuf bin Matr telah menerjemahkan untuk
al-Makmun beberapa buah buku karya Euclides dan buku Ptolemy. Sehingga pada zamannya
itulah lahir filosof Arab yang terkenal seperti al-Kindi> dan ahli astronomi al-Khawa>rizmi yang
menyusun ringkasan astronomi berdasarkan ilmu yunani dan India.[43]
Kemajuan ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan dimasa dinasti Abbasiyyah paling
tidak ditentukan oleh dua hal yaitu:
1. Terjadinya asimilasi antara bahasa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Bangsa Persia banyak berjasa dalam
perkembangan ilmu filsafat dan sastra. Bangsa India terlihat dalam bidang ilmu kedokteran,
matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan
di berbagai bidang ilmu, terutama filsafat.[44]
2. Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-
Manshu>r hingga Harun al-Rasyi>d. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya
dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua, pada masa al-Makmu>n hingga tahun 300 H.
Buku-buku dalam bidang filsafat dan kedokteran adalah yang paling banyak
diterjemahkan. Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya
pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-bidang ilmu lainnya yang diterjemahkan semakin meluas.
[45]
Dengan demikian, dinasti Abbasiyyah dengan pusatnya di Baghdad sangat maju sebagai
pusat peradaban dan pusat ilmu pengetahuan. Berikut daftar beberapa kemajuan yang berhasil
dicapai pada masa dinasti Abbasiyyah:
a) Bidang Agama.
1. Fiqh:
Para tokoh bidang fiqih dan pendiri mazhab, antara lain:
1) Imam Abu> hani>fah (700-767 M).
2) Imam Ma>lik (713-795 M).
3) Imam Sya>fii (767-820 M).
4) Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M).
2. Ilmu Tafsir:
Para tokoh bidang ilmu Tafsir, antara lain:
1) Ibnu Ja>rir Al-T{abari>
2) Ibnu At}iyah al-Andalu>si>
3) Abu> Muslim Muhammad bin Bahar Isfaha>ni>.
3. Ilmu Hadis:
Para tokoh ilmu Hadis, antara lain:
1) Imam Bukhari
2) Imam Muslim
3) Ibnu Majah
4) Abu Da>wud
5) Imam al-Nasa>i
6) Imam Baiha>qi>.
4. Ilmu Kalam:
Para ahli ilmu kalam (teologi), antara lain:
1) Imam Abu> Ha>san al-Asyari> (260 H/873 M - 324 H/935 M).[46]
2) Imam Abu Mansur Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi> (w. 333 H/944 M).[47]
3) Zamakhsyari> (w. 528 H), tokoh Mutazilah sekaligus pengarang kitab Tafsir al-Kasysya>f.
[48]
5. Ilmu Bahasa:
Diantara ilmu bahasa yang berkembang pada masa dinasti Abbasiyyah adalah ilmu Nahwu, ilmu
Sharaf, ilmu Baya>n, ilmu badi>, dan ilmu Arudh. Bahasa arab dijadikan bahasa ilmu
pengetahuan, disamping alat komunikasi antar bangsa, tokohnya antara lain:
1) Imam Sibawaih (w. 183 H), karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000 halaman.
2) Abu Zakaria al-Farra (w. 208 H), kitab Nahwunya terdiri dari 6.000 halaman lebih.
b) Bidang Umum.
1. Filsafat
Para filusuf islam kala itu antara lain:
1) Abu> Ishaq al-Kindi (809-873 M), karyanya lebih dari 231 judul.
2) Abu> Nasr al-Fara>bi (961 M), karyanya lebih dari 12 buku. Dijuluki al-Muallimuts
Tsa>ni> ( the second teacher), guru kedua, sedang guru pertama bidang filsafat adalah
Aristoteles.
3) Ibnu Sina, terkenal dengan Avicenna (980-1037 M), menghidupkan kembali filsafat Yunani
aliran Aristoteles dan plato.
4) Ibnu Tufail (w. 581 H), penulis buku novel filsafat Hayy bin yaqza>n.
5) Al-Gazali (1058-1111 M), dijuluki Hujjatul islam.[49] Karyanya antara lain: Maqa>sid al-
Falsafiyyah, Taha>fut al-falsafiyyah, dan Ihya> Ulumuddin.
6) Ibnu Rusyd dikenal dengan Averros (1126-1198 M),[50] seorang filosof, dokter, dan ulama.
Karyanya antara lain: Maba>di al-Falsafiyyah, Taha>fut al-Taha>fut al-Falsafiyyah, al-Kuliah
fi> al-T>{i>b , dan Bidayah al-Mujtahid.
2. Ilmu Kedokteran.
Diantara ahli kedokteran ternama saat itu adlah:
1) Ibnu Sina (Avicenna), karyanya yang terkenal adalah al-Qa>nu>n fi> al-Tib tentang teori dan
praktik ilmu kedokteran serta membahas pengaruh obat-obatan. Kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Eropa, Canon of Medicine.
2) Abu Bakar ar-Razi (Rhazez) (864-932 M) dikenal sebagai Galien Arab. Tokoh pertama yang
membedakan antara penyakit cacar dengan measles, penulis buku mengenai kedokteran anak.
3 Matematika
Terjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab, menghasilkan karya-karya dalam
bidang matematika. Di antara ahli matematika yang terkenal adalah al-Khawarizmi. Al-
Khawarizmi adalah pengarang kitab al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung), dan penemu angka
nol. Sedangkan angka lain: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 disebut angka arab karena diambil dari arab.
Sebelumnya dikenal angka Romawi I, II, III, IV, V dan seterusnya. Tokoh lain adalah Abu al-
Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin al-Abbas (940-998) terkenal sebagai ahli ilmu
matematika.
4 Farmasi
Di antara ahli farmasi pada masa dinasti Abbasiyah adalah ibnu Baithar, karyanya yang
terkenal adalah al-Mughni (berisi tentang obat-obatan), Jami al-Mufradat al-Adawiyah (berisi
tentang obat-obatan dan makanan bergizi).
5 Ilmu Astronomi
Kaum muslimin mengkaji dan menganalisis berbagai aliran ilmu astronomi dari berbagai
bangsa seperti Yunani, India, Persia, Kaldan, dan ilmu falak Jahiliah. Di antara ahli astronomi
Islam adalah:
Abu Mansur al-Falaki (w. 272 H). karyanya yang terkenal adalah Isbat al-Ulum dan Hayat al-
Falak.
Jabir al-Batani (w.319 H). al-Batani adalah pencipta teropong bintang pertama. Karyanya yang
terkenal adalah kitab Marifat Mathiil Buruj Baina Arbai al-Falak.
Raihan al-Biruni (w.440). karyanya adalah al-Tafhim li awal as-Sina al-Tanjim.
6 Geografi
Dalam bidang geografi umat islam sangat maju, karena sejak semula bangsa Arab
merupakan bangsa pedagang yang biasa menempuh jarak jauh untuk berniaga. Di antara wilayah
pengembaraan umat islam adalah umat islam mengembara ke Cina dan Indonesia pada masa-
masa awal kemunculan Islam. Di antara tokoh ahli geografi yang terkenal adalah:
Abul Hasan al-Masudi (w.345 H/956 M), seorang penjelajah yang mengadakan perjalanan
sampai Persia, India, Srilanka, Cina, dan penulis buku Muruj al-Zahab wa Maadin al-Jawahir.
Ibnu Khurdazabah (820-913 M) berasal dari Persia yang dianggap sebagai ahli geografi islam
tertua. Di antara karyanya adalah Masalik wa al-Mamalik, tentang data-data penting mengenai
system pemerintahan dan peraturan keuangan.
Ahmad el-Yakubi, penjelajah yang pernah mengadakan perjalanan sampai ke Armenia, Iran,
Mesir, Maghribi, dan menulis buku al-Buldan.
Abu Muhammad al-hasan al-Hamadani (w.334 H/946 M), karyanya berjudul Sifatu Jazitah al-
Arab.
7 Sejarah
Masa dinasti Abbasiyah banyak muncul tokoh-tokoh sejarah. Beberapa tokoh sejarah
antara lain:
Ahmad bin Yakubi (w.895 M) karyanya adalah al-Buldan (negeri-negeri), al-Tarikh (sejarah).
Ibnu Ishaq.
Abdullah bin Muslim al-Qurtubah (w.889 M), penulis buku al-Imamah wa al-Siyasah, al-
Maarif, Uyunul Ahbar, dan lain-lain.
Ibnu Hisyam.
Al-Tabhari (w.923 M), penulis buku kitab al-Umam wa al-Muluk.
Al-Maqrizi
Al-Baladzuri (w.892 M), penulis buku-buku sejarah.
8 Sastra
Dalam bidang sastra, Baghdad merupakan kota pusat seniman dan sastrawan. Para tokoh
sastra antara lain:
Abu Nuwas, salah seorang penyair terkenal dengan karya cerita humornya.
Al-Nasyasi, penulis buku alfu lailah wa lailah (the Arabian night), adalah buku cerita
sastra Seribu satu Malam yang sangat terkenal dan diterjemahkan ke dalam hamper seluruh
bahasa dunia.
E. DINASTI-DINASTI YANG MEMERDEKAKAN DIRI DARI BAGHDAD
Dalam bidang politik, disintegrasi sebenarnya sudah mulai terjadi pada akhir zaman
Umayah. Sebagaimana diketahui, wilayah kekuasaan bani Umayyah mulai dari awal berdirinya
sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan islam. Hal ini
berbeda dengan masa dinasti abbasiyah. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui oleh islam di
wilayah Spanyol dan Afrika Utara, kecuali Mesir. Bahkan dalam kenyataannya, banyak wilayah
tidak dikuasai khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubernur-
gubernur provinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khalifah ditandai dengan pembayaran
upeti.
Ada kemungkinan bahwa apara khalifah Bani Abbasiyah sudah cukup puas dengan
pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti.
Alasannya, pertama, mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk
kepadanya. Kedua, penguasa bani Abbas lebih menitikberatkan pembinaan peradaban dan
kebudayaan daripada politik dan ekspansi.
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan
islam daripada persoalan politik itu, beberapa provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari
genggaman penguasa Bani Abbasiyah.
Adapun dynast yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa
khalifah Abbasiyah, di antaranya adalah sebagai berikut.
Thahiriyah di Khurasan, Persia (820-872 M)
Safariyah di Fars, Persia (868-901 M)
Samaniyah di Transoxania (873-998 M)
Sajiyyah di Azerbaijan (878-930 M)
Buwaihiyah, Persia (932-1055 M)
Thuluniyah di Mesir (837-903 M)
Ikhsidiyah di Turkistan (932-1163 M)
Ghazwaniyah di Afghanistan (962-1189 M)
Dinasti Saljuk (1055-1157 M)
Al-Barzuqani, Kurdi (990-1095 M)
Abu Ali, Kurdi (990-1095 M)
Ayyubiyah, Kurdi (1167-1250 M)
Idrisiyah di Maroko (788-985 M)
Aghlabiyah di Tunisia (800-900 M)
Dulafiyah di Kurdistan (825-898 M)
Alawiyah di Tabiristan (864-928 M)
Hamdaniyah di Aleppo dan Musil (929-1002 M)
Mazyadiyah di Hillah (1011-1150 M)
Ukailiyah di Mausil (996-1095 M)
Mirdasiyah di Aleppo (1023-1079 M)
Dinasti Umayyah di Spanyol
Dinasti Fatiiyah di Mesir
Dari latar belakang dinasti tersebut, tampak jelas adanya persaingan antarbangsa terutama
antara Arab, Persia, dan Turki. Di samping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga
dilatarbelakangi paham keagamaan, ada yang berlatar belakang Syiah, dan ada pula yang Sunni.
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN DINASTI ABBASIYAH
Kebesaran, keagungan, kemegahan, dan gemerlapnya Baghdad sebagai pusat
pemerintahan dinasti Abbasiyah seolah-olah hanyut dibawa sungai Tigris, setelah kota itu
dibumihanguskan oleh tentara mongol di bawah Hulaggu Khan pada tahun 1258 M. semua
banugnan kota termasuk istana emas tersebut dihancurkan pasukan Mongol, meruntuhkan
perpustakaan yang merupakan gedung ilmu, dan membakar buku-buku yang ada di dalamnya.
Pada tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh pasukan Timur Lenk, dan pada tahun 1508 M
oleh tentara Kerajaan Safawi.
Menurut W. Montgomery Watt, bahwa beberapa factor yang mnyebabkan kemunduran
pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut.
Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara omunikasi pusat dengan daerah sulit
dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan
pelaksana pemerintah sangat rendah.
Dengan profesionalisme angkatan bersebjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat
tinggi.
Keuangan Negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk bayaran tentara sangat
besar. Pada saat kekuasaan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak
ke Baghdad.
Sedangkan menurut DR. Badri Yatim, M.A.,[51] di antara hal yang menyebabkan
kemunduran daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut.
Persaingan antara bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang
Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani
Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah dinasti Abbasitah berdiri, Bani
Abbasiyah tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan antarbangsa
menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa uunutk
mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.
kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan
kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan
pemerintah yang kaya. Dana yang masuk lebih besar daripada yang keluar, sehingga baitul mal
penuh dengan harta. Setelah khilafah mengalami periode kemunduran, pendapatan Negara
menurun, dan dengan demikian terjadi kemerosotan dalam bidang ekonomi.
Konflik keagamaan
Fanatisme keagamaan terkait erat dengan persoalan kebangsaan.
Pada periode Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga
mengakibatkan terjadi perpecahan. Berbagai aliran keagamaan seperti Mutazilah, Syiah, Ahlus
sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami
kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan social yang berkepanjangan.[52]
Perang Salib
Perang salib merupakan sebab dari eksternal umat islam. Perang Salib yang berlangsung
beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan perhatian pemerintahan
Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara Salib sehingga memunculkan kelemahan-
kelemahan.
Serangan Bangsa Mongol (1258 M)
Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan islam menyebabkan kekuatan islam
menjadi lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab
menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah kepada kekuatan
Mongol.
G. AKHIR KEKUASAAN DINASTI ABBASIYAH
Akhir dari kekuasaan dinasti Abbasiyah ialah ketika Baghdad dihancurkan oleh pasukan
Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, 656 H/1258 H. Hulagu Khan adalah seorang saudari
Kubilay Khan yang berkuasa di Cina hingga ke Asia Tenggara, dan saudara Mongke Khan yang
menugaskannya untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah barat dari Cina ke pangkuannya.
Baghdad dibumi hanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir
dengan keluarganya, al-Mutashim Billah dibunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah
dibakar dan dibuang di Sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut yang jernih
besih menjadi hitam kelam karena lunutran tinta yang ada pada buku-buku itu.
Dengan demikian, lenyaplah Dinasti Abbasiyah yang telah memainkan peran penting dalam
percaturan kebudayaan dan peradaban islam yang gemilang.

[1] Taufik Abdullah, op.cit, hal.65


[2] M. Abdul Karim, Islam di Asia Tengah (Yogyakarta: Bagaskara, tth), hal. 56.

[3] Taufik Abdullah, op.cit, hal. 75


[4] Masa kekuasaan Muawiyah tergolong cemerlang. Ia berhasil menciptakan keamanan dan
kemakmuran. Perluasan wilayah islam pada masanya juga sukses hingga mencapai afrika utara, khurasan, dan
bukhara
[5] Bisri M. Jaelani, Ensiklopedi Islam (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), hal. 436
[6] Lutfi abd al-Badi, al-Islam fi Isbaniya, (Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1969), hal. 38
[7] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam,( PT: Gravindo Persada, 2003) hal.87
[8] Mustafa As-Sibai, Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok.(Jakarta: Gema Insani Press, 1993) hal. 49.
[9] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hal.
241

[10] Ahmad Salabi, Mausuah al Tarikh wa al Hadlarah al Islamiyah, (Kairo: Al-Maktabah al


Misriyah, 1982), Juz 4, hal. 76
[11] Badri Yatim, Op.cit, hal 103

[12] Ibid. hal. 105


[13] Mustafa as Sibai, Kebangkitan Kebudayaan Islam, terj. Nabhan Husein (Jakarta : Media Dakwah,
1987), hal. 205
[14] Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta:
Lesfi, 2004), hal. 96
[15] Bisri M. Jaelani,op.cit. hal. 59
[16] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Rajafindo Persada, 2008), hal. 37.
[17] Bisri M. Jaelani,op.cit. hal. 38
[18] Badri Yatim, op.cit. hal 107
[19] Ibid. hal. 108

[20] Lutfi abd al-Badi, op.cit, hal. 25


[21] Ahmad Al-Usayri, Sejarah Islam, (Jakarta: Akbar, 2004), hal. 345
[22] Ibid, hal. 346
[23] Philip K. Hitti, History of the Arab, hal. 526-530
[24] S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Jakarta: P3M, 1986), hal.
67
[25] Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, (Jakarta: Bulan Bintan: 1975), hal. 148-149
[26] K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hal. 32.
[27] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2010), h. 138., dan
Abd al-Rahman bin Abi> Bakr al-Suyu>t}i>, al-Ta>ri>kh al-Khulafa> (Cet. I; Mesir: Mat}baatus Saadah,
1952), h. 261.
[28]Ahmad Syalabi, Mausuah al-Tarikh wa al-Hadharah al-Islamiyah, Juz VII, (Kairo: Maktabah al-
Nahdhah al-Mishriyah, 1979), ter: Muhammad Labib Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3 (Cet. II;
Jakarta: al-Husna Zikra, 1997), h. 2.

[29]Syed Muhammud Nasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994),
h. 246
[30]A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Cet 4; Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 213
[31]Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.
98-99.
[32]Samsul Munir Amin, op. cit., h. 142.
[33]Philip K. Hitti, History Of The Arabs, From the Earliest Times to the Present (cet. X; New York:
Palgrave Macmillan, 2002), ter: R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of The Arabs (Cet I,
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005), h. 422.
[34]Ibid., h. 424.
[35]Ibid., h. 416. Lihat juga, Ahmad Syalabi, Mausuah al-Tarikh wa al-Hadharah al-Islamiyah, Juz
VII, (Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah, 1979), terj: Muhammad Labib Ahmad, op. cit., h. 98.
[36] Ibid., h. 429-430.
[37] Ibid., h. 433.
[38]Ibid., h. 435.
[39]Drs.Rahmat M.Pd.I, Kejayaan Peradaban Islam (Cet. I; Makassar: Alauddin University press,
2011), h.23.
[40]Carl Brockelmann, History of the Islamic Peoples (Cet. VII; London: Routledge and Kegan Paul,
1980), h. 114. Lihat juga: Ali Mufrodi, op. cit., h. 102.
[41]Abd al-Rahman bin Abi> Bakr al-Suyu>t}i>, op. cit., h. 249.
[42]Ali Mufrodi, op. cit., h. 103.
[43]A. Syalabi, op. cit., h. 137.
[44]Samsul Munir Amin, op. cit., h. 146.
[45]Dr. Badri Yatim M.A, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 55-56.
[46]Harun Nasution, Teologi Islam (Cet V; Jakarta: Universitas Indonesia(UI-Press), 1986), h. 66.
[47]AR. Gibb, et al,The Encyclopedia of Islam, (Leiden: E.J.Brill, 1960), h. 414.

[48]Sahilun A. Nasir, pemikiran kalam (Cet. I;, Jakarta: Raja Grafindo, 2010), h. 166.
[49]Inu Kencana Syafiie, Pengantar Filsafat (cet. I, Bandung: Refika Aditama, 2004), h. 7.
[50]Ibid., h. 8.
[51]Dr. Badri Yatim M.A, op, cit. h. 80-85.
[52]Prof. DR. Abu Suud, Islamologi, Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam peradaban umat
manusia (Cet I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), h. 81.

Anda mungkin juga menyukai