Anda di halaman 1dari 21

PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Terstruktur pada Mata Kuliah
Manajemem Pertumbuhan Wilayah
Dosen: Yayan Sopyan M.AP.

Oleh: Kelompok 1 / AP VI F

Pepi Sulian Rahaeni 1148010218


Rara Farida Utami 1148010232
Rendi Jaelani 1148010233
Reni Meliawati 1148010234
Ridwan Fauzi 1148010241
Rifkah Tsamrotul Fuadah 1148010242
Rika Refinicha 1148010247

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2017

1
KATA PENGANTAR

Segala puji hanyalah milik Allah swt Yang Maha Suci, puja hanyalah
milik Allah Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan Qudrat & Iradat-Nya
kepada kita, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini.

Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada pahlawan revolusi


Islam sedunia yaitu Nabi Muhammad SAW, beliau yang mampu mengubah
zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan cahaya aspek yang positif.

Alhamdulillah, penyusun dapat menyelesaikan makalah yang membahas


Perencanaan Tata Ruang Wilayah ini, sebagai wujud rasa tanggung jawab
untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Manajemem Pertumbuhan
Wilayah dengan dosen pengampu bapak Yayan Sopyan M.AP.

Makalah ini membahas perencanaan tata ruang wilayah Republik


Indonesia mulai dari perencanaan tata ruang wilayah nasional, wilayah provinsi,
wilayah kabupaten atau kota.

Penyusun menyadari betul atas kekhilafan dan kealfaan dalam menyusun


makalah ini Al-insanu maal khota wan nisyan semua ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi penulisan, isi maupun pembahasannya.

Akhir kalam, penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak


yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada Dosen
yang bersangkutan. Semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat.

Bandung, Maret 2017

2
Penyusun

3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ 2

Daftar Isi.......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 4


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 5
1.4 Metode Penulisan ...................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Arti dan Ruang Lingkup Perencanaan ruang wilayah.............................. 6

2.2. Landasan Hukum Perencanaan Ruang Wilayah ...................................... 7

2.3. Gambaran Umum Perencanaan Tata Ruang Wilayah .............................. 7

2.4. Peran pemerintah dalam perencanaan penggunaan ruang wilayah ......... 14

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 19

3.2. Saran ........................................................................................................ 20

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kerangka perencanaan wilayah, yang dimaksud dengan ruang wilayah


adalah ruang pada permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat
hidup dan beraktivitas. Ruang adalah wadah pada lapisan atas permukaan bumi
termasuk apa yang ada diatasnya dan yang ada dibawahnya sepanjang manusia masih
dapat menjangkaunya. Dengan demikian ruang adalah lapisan atas bumi yang
berfungsi menopang kehidupan manusia dan mahkluk lainnya, baik melalui
memodifikasi maupun sekedar langsung menikmatinya. Dalam hal ini kata ruang
selalu terkait dengan wilayah sedangkan kata wilayah setidaknya harus memiliki
unsur: lokasi, bentuk, luas dan fungsi. Direktorat bina tata perkotaan dan pedesaan
Ditjen cipta karya Dep. PU (1996) memberikan definisi tentang ruang sebagai berikut
ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara :
termasuk didalamnya lahan atau tanah, air, udara dan benda lainnya serta daya dan
keadaan, sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lainnya dan
melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka kami tertarik untuk


membahas rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana arti dan ruang lingkup perencanaan ruang wilayah ?


2. Apakah landasan hukum yang mengatur perencanaan ruang wilayah ?
3. Bagaimana gambaran umum perencanaan ruang wilayah ?
4. Bagaimanakah peran pemerintah dalam perencanaan penggunaan ruang
wilayah ?

5
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui arti dan ruang lingkup perencanaan ruang wilayah.
2. Untuk mengetahui landasan hukum perencanaan ruang wilayah.
3. Untuk mengetahui gambaran umum perencanaan ruang wilayah.
4. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam perencanaan penggunaan ruang
wilayah.

1.4. Metode Penulisan

Penulisan makalah ini menggunakan metode studi pustaka dengan mengkaji


buku-buku terkait dan beberapa sumber diambil dari internet.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Arti dan Ruang Lingkup Perencanaan Ruang Wilayah

Perencanaan ruang wilayah adalah perencanaan pembagunaan/ pemanfaatan


ruang wilayah, yang intinya adalah perencanaan pembangunan lahan (land use
planning) dan perencanaan pergerakan pada ruang tersebut. Perencanaan ruang
wilayah pada dasarnya adalah menetapkan ada bagianbagian wilayah (zona) yang
tidak diatur penggunaannya (jelas peruntukannya) dan ada bagianbagian wilayah
yang kurang tidak diatur penggunannya. Bagi bagian wilayah yang tidak diatur
penggunaannya maka pemanfaatannya diserahkan kepada mekanisme pasar.
Perencanaan pemanfaatan ruang wilayah adalah agar pemanfaatan itu dapat
memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada masyarakat baik jangka
pendek maupun jangka panjang termasuk menunjang daya pertahanaan dan
terciptannya keamanaan.

Dalam pelaksanaannya, perencanaan ruang wilayah ini disinonimkan dengan


hasil akhir yang hendak dicapai, yaitu tata ruang. Dengan demikian kegiatan itu
disebut perencanaan atau penyusunaan tata ruang wilayah. Berdasarkan materi yang
dicakup, perencanaan ruang wilayah ataupun penyususnaan tata ruang wilayah dapat
dibagi kedalam dua kategori, yaitu perencanaan yang mencangkup keseluruhaan
wilayah perkotaan dan non perkotaan (wilayah belakang) dan perencanaan yang
khusus untuk wilayah perkotaan.

Perencanaan tata ruang yang menyangkut keseluruhan wilayah misalnya


Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana tata ruang wilayah
provinsi (RTRWP), dan Rencana tata ruang wilaya kabupaten (RTRWK). Perbedaan
utama dari kedua jenis perencanaan tersebut adalah pada perbedaan kegiatan utama
yang terdapat pada wilayah perencanaan. Pada perencanaan keseluruhan wilayah ada
kegiatan perkotaan dan ada kegiatan non perkotaan dengan fokus utama menciptakan

7
hubungan yang serasi antara kota dengan wilayah belakangnya. Pada perencanaan
wilayah kota, kegiatan utama adalah kegiatan perkotaan dan pemukiman sehingga
yang menjadi fokus perhatian adalah keserasian hubungan antara berbagai kegiatan
didalam kota untuk melayani kebutuhan masyarakat perkotaan itu sendiri plus
kebutuhan masyarakat yang datang dari luar kota.

2.2 Landasan Hukum Perencanaan Ruang Wilayah

Landasan hukum perencanaan ruang wilayah adalah Undang-Undang Dasar Republik


Indonesia tahun 1945 pasal 25A yang berbunyi :

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan
undang-undang.
Selanjutnya pada pasal 33 ayat (3) yang berbunyi :
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kemudian diatur lebih lanjut dalam undang-undang Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2007. Berdasarkan undang-undang tersebut bahawa perencanaan
tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci
tata ruang. Rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana
umum tata ruang. Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan
rencana pola ruang. Rencana struktur ruang meliputi rencana sistem pusat
pemukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. Kemudian rencana pola ruang
meliputi pembentukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.

2.3 Gambaran Umum Perencanaan Tata Ruang Wilayah

Perencanaan tata ruang wilayah adalah suatu proses yang melibatkan banyak
pihak dengan tujuan agar penggunaan ruang itu memberikan kemakmuran yang
sebesar-besarnya kepada masyarakat dan terjaminya kehidupan yang

8
berkesinambungan. Landasan penataan ruang wilayah di Indonesia adalah Undang-
Undang Penataan Ruang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Penataan
ruang wilayah dilakukan pada tingkat Nasional, Provinsi Kabupaten/Kota. Setiap
rencana tata ruang harus mengemukakan kebijakan makro pemanfaatan ruang berupa
tujuan pemanfaatan ruang;

1. Tujuan pemanfaatan ruang


2. Struktur dan pola ruang, dan;
3. Pola pengendalian pemanfaatan ruang.

Tujuan pemanfaatan ruang adalah menciptakan hubungan yang harmonis


diantara berbagai subwilayah, sehingga dapat mempercepat proses tercapainya
kemakmuran dan terjaminnya kelestarian lingkungan hidup. Struktur ruang
menggambarkan pola pemanfaatan ruanng dan kaitan antara berbagai ruang
berdasarkan pemanfaatan serta hierarki dari pusat permukiman dan pusat pelayanan.
Pola pemanfaatan ruang adalah tergambarkannya pemanfaatan ruang secara
menyeluruh. Pola pengendalian pemanfaatan ruang adalah kebijakan dan strategi
yang perlu ditempuh agar rencana pemanfaatan ruang dapat dikendalikan menuju
sasaran yang diinginkan.

RTRW tingkat nasional berisikan:

Penggambaran struktur tata ruang nasional;


Penetapan kawasan yang perlu dilindungi;
Pemberian indikasi penggunaan ruang budi daya dan arahan permukiman
dalam skala nasional;
Penentuan kawasan yang diprioritaskan;
Penentuan kawasan tertentu yang memiliki bobot nasional;
Perencanaan jaringan penghubung dalam skala nasional.

RTRW tingkat Provinsi adalah penjabaran RTRWN berisikan:

Arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya;

9
Arahan pengelolaan kawasan pedesaan, perkotaan dan kawasan tertentu;
Arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian,
pertambangan, perindustrian, pariwisata, dll;
Arahan pengembangan system pusat permukiman pedesaan dan perkotaan;
Arahan pengembangan system prasarana wilayah;
Arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan;
Arahan kebijakan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna
sumber daya alam lainnya.

Kedalaman perencanaan pada tingkat kabupaten adalah penjabaran dari


penggunaan ruang pada tingkat provinsi, disertai strategi pengelolaan kawasan
tersebut. Ini berarti sudah dapat menggambarkan rencana peruntukkan lahan untuk
masing-masing kawasan, langkah-langkah untuk mencapai rencana tersebut, serta
cara pengendalian dan pengawasaannya. Isi RTRW kabupaten sama dengan RTRW
provinsi, hanya harus diuraikan lebih rinci dan perlu ditindak lanjuti dengan
penyususnan rencana rinci tata ruang kawasan di kabupaten, rencana detail tata ruang
(RDTR) dan rencana teknik ruang (RTR). Dalam hal ini RTRW Kabupaten harus
memedomani dan menjabarkan RTRW nasional dan RTRW provinsi disertai strategi
pengelolaanya. Kabupaten masih memiliki kewenangan menentukan penggunaan
lahan untuk lokasi yang tidak secara tegas dalam RTRW nasional dan provinsi.

Berikut adalah penjelasan isi ringkas RTRW kabupaten.

a. Penetapan Kawasan Lindung

Kawasan lindung adalah kawasan yang berfungsi untuk melindungi kelestarian


lingkungan hidup. Penentuan kawasan lindung diatur di dalam UU PR No 24 Pasal 7.
Dan Keppres RI No 32/1990 tentang pengelolaan kawasan hutan lindung, dijelaskan
pada pasal 37 sebagai berikut:

Kawasan hutan lindung


Kawasan bergambut

10
Kawasan resapan air
Sempadan panati
Sempadan sungai
Kawasan sekitar danau/waduk
Kawasan sekitar mataair
Kawasan suaka alam
Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut, perairan
darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu kkarang, dan
atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan / atau keunikan ekosistem)
Kawasan pantai berhutan bakau
Taman nasional
Taman hutan raya
Taman wisata alam
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
Kawasan rawan bencana alam

b. Penetapan Kawasan Budi Daya yang diatur

Kawasan budi daya adalah kawasan di mana manusia dapat melakukan


kegiatan dan memanfaatkan lahan baik sebagai tempat tinggal atau berkativitas untuk
memperoleh pendapatan/kemakmuran. Tujuannya adalah untuk menghindari
kerugian yang dapat ditimbulkan terhadap alam, masyarakat atau pengelola sendiri
agar nilai atau kegunaan kekayaan alam tidak menurun drastic. Kbijakan yang
diterapkan adalah mengkhususkan suatu subwilayah hanya boleh untuk kegiatan
tertentu atau melarang suatu kegiaan tertentu pada suatu subwilayah lain. Kawasan
yang sudah ditetepkan untuk penggunaan khusus tidak boleh dirubah penggunaan
atau kalaupun memungkinkan harus melalui prosedur yang ditentukan. Bentuk lain
dari pengaturan adalah melarang kegiatan tertentu berlokasi pada kawasan yang tidak
diperuntukkan baginya atau pun menetapkan aturan tertenti bagi yang melakukan
aktivitas dilokasi tersebut. Bentuk kebijakannya adalah tidak member izin pada

11
pemohon baru dan meminta usaha yang telah ada agar menyesuaikan atau merelokasi
tempat kegiatannya.

c. Kawasan Budi Daya yang diarahkan

Cara pemanfataan kawasan budi daya yang diarahkan tidak dinyatakan


dengan tegas bahkan seringkali pengarahannya dilakukan secara sektoral. Hal ini
berarti kebijakan itu berlaku untuk seluruh wilayah yang kondisinya memenuhi
criteria untuk diarahkan. Tujuan pengarahan adalah agar penggunaan lahan menjadi
optimal dan mencegah timbulnya kerugian bagi para pengelola. Salah satu kebijakan
yang bersifat mengarahkan adalah mendorong masyarakat berbudi daya sesuai
dengan kemampuan atau daya dukung lahan. Kemampuan lahan ditentukan oleh
bahan organic lahan, tofografi, curah hujan, dsb. Selain masalah kesesuaian lahan,
penggunaan lahan juga perlu diarahkan agar tercipta manfaat yang optimal atau untuk
mengindari ada pihak lain yang dirugikan.

d. Kawasan Budi Daya yang di Bebaskan

Kawasan budi daya yang di bebaskan adalah kawasan yang tidak di atur atau
di arahkan secara khusus. Kawasan ini bisaanya berada di luar kota dan tidak ada
permasalahan dalam penggunaan lahan. Daerah itu juga bukan pesawahan beririgasi
teknis. Kegunaanya bisaanya untuk pertanian tanaman campuran dan rumah tinggal.
Apabila ingin di gunakan menjadi kawsan dengan penggunaan khusus (industri,
pemukiman, peternakan skala sedang atau besar, dll) harus terlebih dahulu tmendapat
ijin. Setelah hal itu di setujui peruntukannya menjadi berubah dan lokasi itu menjadi
kawasan yang diatur atau di arahkan.

e. Hierarki Perkotaan

Hiaerarki perkotaan menggambarkan jenjang fungsi prkotaan sebagai akibat


perbedaan jumlah, jenis dan kualitas dari fasilitas yang tersdia di kota tersebut.Atas
dasar perbedaan itu, volume dan keragaman pelayanan yang dapat di berikan setiap

12
jenis fasilitas juga berbeeda. Hierarki perkotaan seringkali sudah tercipta secara
alamiah (mekanisme pasar) tetapi bisa juga dimodifikasi/diubah sebagai akibat
keputusan pemrintah. Misalnya sebuah kota kecil yang diputuskan pemerintah mnjadi
ibukota kabupaten, secara perlahan akan menaikkan hierarki dari kota trsebut, apanila
keputusan itu direspons oleh masyarakat/pasar. Hierarki perkotaan sangfat perlu
diperhatikan dalam perencanaan wilayah karena menyangkut fungsi yang ingin
diarahkan untuk masing-masing kota. Dalam suatu wilayah, kota orde tertinggi diberi
peringkat ke-1. Penentuan orde (tingkat) sangat terkait dngan luas wilayah analisis.
Bagi Indonesia Jakarta adalah kota orde ke-1, bagi provinsi Sumatera Utara, Medan
adalah kota ode ke-1. Bagi sebuah kabupaten kemungkinan besar ibu kota kabupaten
itu yang menjadi orde ke-1, seandainya ibu kota itu adalalah kota terbesar di
kabupaten trsebut. Orde suatu kota bisa di ubah secara bertahap dengan
merencanakan penambahan fasilitas di kota tersebut, dimana masyarakat diperkirakan
akan mau memanfaatkan fasilitas tersbut sebagaimana mestinya (direspons oleh
pasar). Penentuan jenis dan besarnya fasilitas dimasing masing kota harus tepat.
Apabila kekurangan akan merugikan masyarakat sedangkan apabila berlebih, akan
membuat investasi menjadi mubazir.

f. Pengelolaan Wilayah Pedesaan

Pada setiap desa perlu dittapkan deliniasi desa, yaitu wilayah yang dijadikan
permukiman dengan wilayah budidaya. Desa di Indonesia dikategorikan atas
swadaya, swakarya dan swasembada. Kebijakan yang di terapkan adalah bagaimana
meningkatkan status desa tersebut dengan bantuan yang sminimum mungkin dari
pemerintah. Untuk meningkatkan status desa maka tidak cukup hanya dari usaha
pemerintah saja tetapi juga terkait dengan partisipasi atau kegiatan ekonomi
masyarakat. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi perlu di rangsang baik melalui
pendkatan sektoral maupun pendekatan regional, yang kebijakannya tentu berbeda
dari satu desa ke desa berikutnya. Desa yang berkembang kemungkinan akan
mendorong desa tetangganya untuk turut berkembang, karena adanya keterkaitan
kgiatan antar desa.

13
g. Sistem Prasarana Wilayah

Sistm prasarana wilayah adalah jaringan yang menghubungkan satu pusat


kegiatan lainnya, yaitu antara satu permukiman dengan permukiman lainnya, antara
lokasi budi dayua dengan lokasi permukiman, dan antara lokasi budi daya satu
dengan lokasi budi daya lainnya. Bentuk jaringan itu adalah prasarana berupa jalan
raya, jalur kereta api, jalur sungai, laut dan danau, jaringan listrik, jaringan telepon,
saluran irigasi, pipa air minum, pipa gas, atau pipa bahan bakar yang dapat
dipergunakan untuk berpindahnya orang/bahan/energi/informasi dari satu pusat
kegiatan ke pusat kegiatan lainnya. Tujuan perencanaan jaringan adalah agar
pergerakkan orang dan barang dapat mencapai seluruh wilayah secara efisien, yaitu
cepat, murah, dan aman. Pada umumnya jaringan penghubung utama di suatu wilayah
adalah jalan raya, sehingga perlu mendapat perhatian khusus. Berdasarkan petunjuk
dari Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PU, jalan raya dibagi atas beberapa
kelas sebagai berikut (Dirjen Bina Marga, 1976)

Menurut daya dukungf/lebar jalan, jalan dibagi atas : jalan utama yaitu kelas I ;
jalan sekunder yaitu kelas IIA,IIB, dan IIC, dan jalan penghubung yaitu kelas III.
Menurut fungsinya, Jalan terbagi atas jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan local.
Menurut tanggung jawab pengelolaannya dan sekaligus juga menurut fungsinya,
jalan di bagi atas jalanNegara, jalanprovinsi, jalankabupaten/kota.

h. Kawasan yang diprioritaskan pengembangnnya

Kawasan yang diprioritaskan pengembangannya adalah kawasan yang


diperkirakan akan dapat berkembang dimasa yang akan datang, baik karena kekuatan
internal yang terdapat dikawasan itu ataupun karena adanya investor baru yang akan
masuk ke wilayah tersebut.

i. Penatagunaan Tanah, Air, Udara, dan Sumber Daya Alam Lainnya

Penataguanaan tanah intinya dalah penatagunaan lahan dengan tujuan agar


lahan dapat digunakan secara aman, tertib, dan efisien sehiungga pemanfaatan lahan

14
untuk budi dayadan prasarana meenjadi optimal. Penatagunaan air adalah
pemanfaatan sumber air yang tersedia (air tanah dan air permukaan) secara optimal
dengan tetap Penatagunaan udara adalah penataan penggunaan lahan yang terkait
dengan ruang udara dan pemanfaatan udara sebagai sumberdaya.

2.4. Peran Pemerintah dalam Perencanaan Penggunaan Ruang Wilayah

Pengaturan penggunaan ruang wilayah bisa berakibat kerugian pada sebagian


masyarakat karena lahan yang dimilkinya tidak bisa bebas digunakan. Dengan
demikian, perlu dipertanyakan apa landasannya sehingga Negara berhak mengatur
penggunaan ruang. Di wilayah Republik Indonesia Hak Negara jelas diatur dalam
UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi Bumi dan air dan kekayaan alam yang
mengandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Hak Negara ini lebih lanjut diatur dalam berbagai undang
undang dan peraturan pemerintah.

Dalam sebuah terbitan World Bank, Chritine M.E Whitehead (Dunkerley


1983 ; 108) menulis the market mechanism is unlikely, on its own, to produce an
efficient allocation of lands uses, artinya mekanisme pasar saja tidak akan
menghasilkan suatu alokasi penggunaan lahan yang efisien, dengan demikian pabila
dibiarkan, kemakmuran masyarakat tidak akan optimal atau bahkan bisa merosot. Hal
ini yang mendorong agar pemrintah perlu campur tangan dalam pengaturan
penggunaan lahan, Whitehead mengemukakan beberapa alasan mengapa pemerintah
perlu campur tangan dalam mengatur penggunaan lahan ;

a. Perlu tersedianya lahan untuk kepentingan umum


b. Adanya factor eksternalitas
c. Informasi yang tidak sempurna
d. Daya beli masyarakat yang tidak merata
e. Perbedaan penilaian masyarakat antara manfaat jangka pendek dengan manfaat
jangka panjang.

Uraian diatas masing masing alasan itu dikemukakan berikut ini :

15
Pemerintah pelu menyediakan lahan untuk kepentinagn umum (public goods)
yang apabila diserahkan kepada mekanisme pasar, hal itu tidan akan tersedia atau
ketersediaan tidak sebanyak yang dibutuhkan. Lahan untuk kepentingan umum
misalnya untuk jaringan jalan, saluran drainase, jalur pipa air minum, jaringan listrik
dan telephone lapangan olahraga, fasilitas pendidikan atau fasilitas kesehatan.

Adanya faktor eksternalitas dalam kegiatan manusia yaitu adanya dampak dari
kegiatan tersebut terhadap lingkungan disekitarnya yang bisa merugikan atau
menguntungkan masyarakat ( tetapi dalambanyak hal merugikan), tetapi tidak
mempengaruhi penerimaa/ pengeluaraan institusi yang melakukan kegiatan tersebut.
Misalnya kegiatan industry yang menimbulkan populasi apabila tidak diatur
lokasinya dapat menciptaan kerugian (misalnya dibidang kesehatan) pada masyarakat
disekitarnya., padahal mekanisme pasar tidak mengatur pembayaran konpensaasi
kepada masyarakat yang dirugikan.

Informasi yang tidak sempurna, menyangkut kondisi saat ini maupun tentang
apayang direncanakan orang saat ini untuk dilaksanaakan dimasa yang akan datang.
Seseorang tidak mengetahui apa yang aan dilakukan orang lain atas lahannya padahal
penggunaan lahan dapat mempengaruhi nilai kegunaan lahan masyarakat
disekitarnya. Apabila informasi tidak sempurna pasar tidak merespons secara wajar
sehingga apa yang dilakukan masyarakat menjadi tidak optimal. Misalnya masyarakat
tidak mengetahui dimanaakan dibangun lokasi industry berskala besar sehingga
masyarakat tidak cukup cepat merespons kemungkinan tersebut. Seandainya
masyrakat sejak awal sudah mengetahui rencana tersebut, masyarakat bisa
memanfaatkan peluang peluang adanya industry tersebut, seperti membangun
pondokan untuk karyawan menyiapkan pasar dan menyiapkan angkutan.

Daya beli masyarakat yang tidak merata sehingga ada pihak pihak yang
dapat menguasai lahan secara berlebihan tetapi ada pihak lain yang tidak
mendapatkan lahan. Padahal lahan dibutuhkan setiap manusia setidak tidaknya
sebagai tempat tinggal. Selain mengakibatkan ada pihak pihak yang dirugikan
pemanfaatan lahan juga menjadi tidak optimal, misalnya karena kehidupan menjadi

16
tidak efisien. Misalnya ada lahan strategi cukup luas diperkotaan yang hanya dikuasai
oleh segelintir manusia secara monopolistic atau oligopolistic.

Perbedaan penilaian individu masyarakat antara manfaat jangka pendek


dengan manfaat jangka panjang. Masyarakat cendrung menilai manfaat jangka
pendek lebih penting ketimbang manfaat jangka panjang. Hal ini cendrung merugikan
kepentingan dari generasi yang akan datang apabila dibiarkan masyarakat cendrung
menkonsumsi secara berlebihan seluruh potensi alam termasuk mekonsumsi energi
yang tidak terbaru. Hal ini akan merugikan gengerasi yang akan datang karena
kemampuan alam untuk menompang kehidupan mereka jadi menurun.

Perlunya dilestarikan kawasan yang mengandung spesies tanaman dan hewan


langka serta situs bersejarah yang dijadikan kawasan lindung. Kawasan lindung perlu
dilestarikan karena apabila diganggu banyak factor eksternalitas yang merugikan.

Pemerintah perlu mencegah masyarakat dari penggunaan lahan yang


merugikan dirinya sendiri. Banyak contoh bisa dikemukakan misalnya perlunya
masyarakat mencegah penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Walaupun dia sendiri tidak secara langsung merugikan orang lain.misalnya
masyarakat yang membangun tempat tinggal didaerah yang terkena banjir tahunan.

Manusia dalam hidupnya mengiginkan atau membutuhkan keindahan,


kenyamanaan, keamanaan, ketentraman, keteraturan, dan kepastian hokum.
Pengeturan penggunaan lahan haruslah dikaitkan dengan tercapainya keinginan atau
kebutuhan manusia. Maslah keindahan kenyamanaan, keteraturan sangat perlu
diperhatikan terutama diwilayah perkotaan.

Meskipun pemerintah memiliki hak untuk mengatur penggunaan seluruh


lahan sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, akan tetapi tidak akan efisien apabila
seluruh lahan diatur penggunaannya oleh pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan
pemerintah di satu sisi menjamin terciptanya penggunaan lahan yang serasi
sedangkan di sisi lain memanfaatkan efisiensi yang terkandung didalam mekanisme
pasar.

17
Beberapa bentuk campur tangan pemerintah dapat dikategorikan atas
kebijakan yang bersifat:

a. Kebijakan yang bersifat menetapkan atau mengatur

Kebijakan yang bersifat menetapkan/mengatur artinya pemerintah


menetapkan penggunaan lahan pada suatu subwilayah (zona) atau lokasi hanya
boleh untuk kegiatan/penggunaan tertentu (kegiatan itu bias hanya satu atau
lebih), yang dinyatakan secara spesifik atau disertai dengan criteria dari kegiatan
tersebut (volume, ukuran, bentuk atau ketinggian). Kebijakan ini diterapkan untuk
mencapai sasaran sebagai berikut:

Mempertahankan kelestarian lingkungan hidup,


Menyediakan lahan untuk kepentingan umum (public goods),
Malindungi masyarakat dari kemungkinan menderita kerugian yang besar,
yaitu untuk kegiatan yang memiliki factor eksternalitas negative yang besar,
Menciptakan/ menjaga keasrian, keindahan, kenyamanan suatu lingkungan,
Agar terdapat efisiensi dalam penyediaan prasarana,
Melindungi kepentingan masyarakat kecil,
Menghindari penggunaan lahan yang pincang sehingga tidak efisien, dan
Menghindari penggunaan lahan yang tidak memberikan sumbangsih yang
optimal.

b. Kebijakan yang bersifat mengarahkan

Kebijakan yang bersifat mengarahkan adalah apabila pemerintah tidak


menetapkan ketentuan yang ketat tetapi mengeluarkan kebijakan yang bersifat
mengiringi/mendorong masyarakat ke arah penggunaan lahan yang di inginkan
pemerintah. Misalnya; program penanaman kembali hutan gundul atau reboisasi.

c. Kebijakan yang bersifat membebaskan

18
Kebijakan yang bersifat membebaskan artinya penggunaan lahan pada lokasi
tersebut tidak diatur atau diarahkan. Pada dasarnya tidak ada penggunaan lahan yang
betul-betul bebas di Indonesia, semuanya harus tunduk pada undang-undang atau
peraturan yang berlaku. Pengertian kebijakan yang membebaskan ini relative, artinya
tidak diatur secara khusus selain oleh undang-undang dan peraturan yang berlaku
umum. Misalnya; lahan-lahan di luar kota yang umumnya digunakan sebagai lahan
pertanian karena kpadatan penduduk masih rendah, dikarenakan lahan datar sehingga
kecil kemungkinan terjadi erosi. Maka pemerintah tidak perlu menetapkan
penggunaan khusus bagi lahan tersebut. Seperti lahan persawahan, irigasi teknis atau
kawasan peternakan.

19
BAB III

Kesimpulan

3.1 Kesimpulan

Perencanaan pembagunaan/ pemanfaatan ruang wilayah, yang intinya adalah


perencanaan pembangunan lahan (land use planning) dan perencanaan pergerakan
pada ruang tersebut. Dalam pelaksanaannya, perencanaan ruang wilayah ini
disinonimkan dengan hasil akhir yang hendak dicapai, yaitu tata ruang. Perencanaan
ruang wilayah mencakup keseluruhaan wilayah perkotaan dan non perkotaan
(wilayah belakang) dan perencanaan yang khusus untuk wilayah perkotaan.

Dasar hukum perencanaan ruang wilayah yaitu Undang-Undang Dasar 1945 pasal
25A dan pasal 33 ayat (3). Kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.

Perencanaan ruang wilayah merupakan suatu proses yang melibatkan banyak pihak.
Tujuan utamanya agar penggunaan ruang itu memberikan kemakmuran yang sebesar-
besarnya kepada masyarakat dan terjaminya kehidupan yang berkesinambungan.

3.2. Saran

Dalam perencanaan tata ruang wilayah perlu dibuat skema pedoman secara
rinci dengan menggunakan analisis mendalam. Kita perlu mengetahui karakter
masyarakat yang terlibat di dalamnya. Sosialisasi secara aktif perlu dilakukan karena
yang biasa terjadi adalah kurangnya sosialisasi sehingga perencanaan yang dibuat
tidak banyak diketahui oleh masyarakat.

Selain itu perlu mempertimbangkan akibat-akibat jangka pendek, jangka


menengah, dan jangka panjang yang diperkirakan akan terjadi. Di sini peran
pemerintah sangat dibutuhkan. Perencanaan yang dilakukan hendaknya dapat saling
memberikan keuntungan baik bagi pemerintah, swasta, dan masyarakat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Tarigan Robinson, 2010, Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta : PT Bumi


Aksara.
Adisasmita, R, 2006, Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta: PT.
Graha Ilmu
----------------, 2012, Analisis Tata Ruang Pembangunan. Yogyakarta: PT. Graha
Ilmu

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang

http://www.penataanruang.com

21

Anda mungkin juga menyukai