Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN KEJANG DEMAM

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang
tinggi. Suhu badan ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial
(Lumbantobing, 1995).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena
proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-
4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan
Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Menurut Marvin A. Fishman (2007), kejang demam terjadi pada 2-
4% anak usia di bawah 6tahun. Kriteria diagnostik mencakup: kejang
pertama yang dialami oleh anak berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi
dari pada 38C; anak berusia kurang dari 6tahun; tidak ada tanda infeksi
atau peradangan susunan saraf pusat; anak tidak menderita gangguan
metabolik sistemik akut. Kejang demam bersifat dependen-usia, biasanya
terjadi pada anak berusia antara 9 dan 20 bulan; kejang jarang dimulai
sebelum usia 6 bulan.
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang
terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu
gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan
menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah
usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan
frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008).
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena
kenaikan suhu tubuh suhu rektal di atas 38C. (Riyadi dan Sujono, 2009).
Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderung muncul
pada saat awal-awal demam. Penyebab yang paling sering adalah ispa.
Kejang ini akan kejang umum dengan pergerakkan klonik selama kurang
dari 10menit. Sistem syaraf pusat normal dan tidak ada tanda-tanda defisit
neurologis pada saat serangan telah menghilang. Sekitar 1/3 anak akan
mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam, tetapi sangat jarang
yang mengalami kejang demam setelah usia 6 tahun.

2. Etiologi
Menurut Randle John (1999) kejang demam dapat disebabkan oleh:
a. Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis,
faringitis, otitis media, gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia,
morbili, varisela,demam berdarah, dan lain-lain.
b. Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman) terhadap otak.
c. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
d. Perubahan cairan dan elektrolit.
e. Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:
1) Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60%
kasus. Diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak
lengkap.
2) Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan
perinatal tinggi.
3) Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga
tinggi, tapi kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar
anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh,
menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Biasanya suhu demam
lebih dari 38C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat
setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. (Dona L.Wong, 2008).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak
kogenital, faktor genetik, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis),
penyakit demam, gangguan metabolisme, trauma, neuplasma toksin,
sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan syaraf. Kejang disebut
ideopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.(Cecily L. Betz dan
A.sowden, 2002).
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut,
bronkitis. (Riyadi dan sujono, 2009).
3. Patopisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+)dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida(Cl). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya.Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi
kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.

4. Klasifikasi kejang demam


Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan
dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu; kejang parsial
sederhana dan kejang parsial kompleks.
a. Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal sebagai
berikut;
1) Tanda-tanda motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah satu
sisi tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
2) Tanda atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
3) Gejala sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar musik,
merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
4) Gejala psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.

b. Kejang parsial kompleks


Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan
otomatik; mengecap0ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel
yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat
tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda
A.Sowden, 2002).

5. Manifestasi Klinik
a. Kejang parsial (fokal, lokal)
1) Kejang parsial sederhana :Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
a) Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu
sisi tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka
merah, dilatasi pupil.
c) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar
musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
d) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2) Kejang parsial kompleks
a) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya
sebagai kejang parsial simpleks
b) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik :
mengecapngecapkan bibir, mngunyah, gerakan menongkel
yang berulangulang pada tangan dan gerakan tangan
lainnya.
c) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
b. Kejang umum (konvulsi atau non konvulsi)
1) Kejang absens
a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
b) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung
kurang dari 15 detik
c) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan
konsentrasi penuh
2) Kejang mioklonik
a) Kedutankedutan involunter pada otot atau sekelompok otot
yang terjadi secara mendadak.
b) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila
patologik berupa kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher,
lengan atas dan kaki.
c) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok
d) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
3) Kejang tonik klonik
a) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku
umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang
berlangsung kurang dari 1 menit
b) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
c) Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
d) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
e) Kejang atonik
f) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat
menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk, atau jatuh
ke tanah
g) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

6. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan
kejang demam adalah meliputi:
a. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari.
Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang
demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada
bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga
harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6
bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
c. Darah
1) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N
< 200 mq/dl)
2) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
3) Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 144 meq/dl )
d. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
e. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
f. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus
untuk transiluminasi kepala.
7. Penatalaksanaan medis
a. Pengobatan
1) Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah
diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
a) Dosis awal : 0,3 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
b) Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang
sama setelah 20 menit.
2) Turunkan panas
a) Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
b) Kompres air PAM / Os
3) Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam
yang pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan
pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis,
misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam
berlangsung lama.
4) Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat
demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap
hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral
dengan dosis 0,3 0,5 mg/hgBB/hari.
5) Penanganan sportif
a) Bebaskan jalan napas
b) Beri zat asam
c) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
d) Pertahankan tekanan darah
b. Pencegahan
1) Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana.
Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang
disertai d emam.
2) Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
- Fero barbital ; 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
- Fenitorri ; 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
- Klonazepam ; (indikasi khusus)

8. KOMPLIKASI
a. Aspirasi
b. Asfiksia
c. Retardasi mental
Patway
ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM

A. PENGKAJIAN
1. Data Subjektif
a. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua
perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
alamat.
b. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
c. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
d. Riwayat Penyakit Dahulu
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
f. Riwayat Imunisasi
g. Riwayat Perkembangan
h. Riwayat kesehatan keluarga.
i. Riwayat sosial
j. Pola bio-psiko-sosial dan spiritual
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi
bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial,
yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun
besar menutup atau belum ?.
2) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
3) Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik
ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan nervus cranial ?

4) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
5) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
6) Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat
jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya ?
7) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang
tumbuh? Apakah ada caries gigi
8) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda
infeksi faring, cairan eksudat ?
9) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ?
Adakah pembesaran vena jugulans ?
10) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
11) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ?
Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
12) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
13) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan
turgor kulit ?
14) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
15) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi ?
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menumpuknya sekret pada
jalan nafas.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem
termoregulasi).
3. Perfusi jaringan tdk efektive b.d kejang
4. Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang
5. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive,
penyakitnya
6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan
keterbatasan kognitif keluarga
7. Cemas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakit.
C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien
D. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta
: EGC
Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta:EGC

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi


2012-2014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati Dan Nike
Budhi Subekti. Jakarta: EGC
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.

Lumbantobing SM, .1995. P enatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada


Anak. Jakarta: Gaya Baru
Lynda Juall C, 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
Penerjemah Monica Ester. Jakarta: EGC
Marilyn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerjemah Kariasa I
Made. Jakarta: EGC
Matondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2. Jakarta: PT.
Sagung Seto
Rendle John. 1999. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi ke 6. Jakarta: Binapura Aksara
Riyadi dan Sujono, 2009. Buku Saku Pediatri. Jakarta: EGC
Santosa NI. 1989. Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Jakarta: Depkes RI
Santosa NI, 1993. Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga. Jakarta: Depkes
RI
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
Suharso Darto. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Universitas
Airlangga
Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim
Terjadi Pada Anak. Surabaya: PERKANI
Wahidiyat Iskandar. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: PERKANI
Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta. Buku
Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai