Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendirian PT. International Nickel Indonesia (INCO). Tbk di Desa Karebbe,
Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan diawali dengan ditemukannnya bijih
nikel di Sulawesi. Sulawesi telah diketahui sejak masa penjajahan Belanda yang terus-
menerus melakukan pencarian kekayaan alam yang berpotensi untuk dieksplorasi.
Namun saat itu jumlah tahap eksplorasi hanya diarsipkan sebagai dokumen berharga
pemerintah kolonial Belanda. Pada masa kemerdekaan Indonesia, dokumen-dokumen
yang memuat keterangan tentang kekayaan alam ini, dikuasai oleh pemerintah negara
Republik Indonesia.
PT. INCO Indonesia, Tbk, merupakan salah satu produsen utama nikel di dunia.
Nikel adalah logam serba guna yang penting bagi taraf hidup yang semakin membaik dan
bagi pertumbuhan ekonomi. Di satu sisi kegiatan pertambangan ini menguntungkan
pemerintah dan pengusaha namun disatu sisi kegiatan pertambangan ini pun
mengorbankan lingkungan hidup serta dalam banyak kasus masyarakat di sekitar
pertambangan. Oleh sebab itu dari kasus yang telah meluas disebabkan oleh PT. INCO
tersebut perlu adanya pembahasan mengenai peraturan atau hukum yang mengatur
mengenai kasus tersebut. Dengan demikian akan dibahas mengenai ketidaksesuaian
pendirian PT. INCO ini dilihat dari segi hukum.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui keterkaitan antara
hukum dan kebijakan lingkungan dengan kasus perusakan hutan lindung oleh PT. INCO
ini.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup makalah ini mengenai pembahasan materi hokum dan kebijakan
lingkungan yang diterapkan pada kasus PT. INCO di Provinsi Sulawesi Selatan yang
memiliki beberapa dampak lingkungan yang merugikan baik bagi masyarakat sekitar
maupun lingkungan itu sendiri.
BAB II

PERATURAN PERUNDANGAN

BERDIRINYA PT INCO
2.1 TINJAUAN HUKUM

Peraturan yang terkait dengan pendiriran PT INCO yang memberikan dampak


negatif, antara lain :
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Deklarasi Universal HAM PBB 1948.
3. UU no 41/1999 tentang Kehutanan.
4. UU no 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
5. Protocol Kyoto.
Berikut adalah beberapa penjelasan dari peraturan-peraturan diatas :
1. Undang-Undang Dasar 1945
Kewajiban hukum bagi semua pihak untuk memelihara dan menjaga kelestarian
kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang sebagai konsekuensi penguasaan
lingkungan yang dimiliki terhadap lingkungan, sebagaimana tersirat dalam Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang berbunyi :
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan,
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Pemerintah dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Pemerintah,
(3)Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Pemerintah dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
masyarakat.
Penguasaan pertambangan oleh individu atau pihak asing telah melanggar Pasal
33 ayat 3 bagi kemakmuran rakyat dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat adil
dan makmur sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 sebagai berikut :

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia


yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Deklarasi Universal HAM PBB 1948


Deklarasi HAM Universal menjamin hak ekosob setiap warga negara yaitu
ditunjukan dalam Pasal 22 yang menyebutkan bahwa setiap orang sebagai anggota
masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak akan terlaksananya hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan
bebas pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional, dan
sesuai dengan pengaturan serta sumber daya setiap negara.
Pasal 17 Deklarasi HAM Universal menyatakan bahwa (1) setiap orang berhak
memiliki harta baik sendiri maupun bersama-sama, (2) tidak seorangpun boleh
dirampas harta miliknya dengan semena-mena. Bagi masyarakat adat, tanah adalah
harta yang paling berharga, serta masyarakat adat terbiasa untuk hidup bersama-sama
dalam suatu wilayah. Pemisahan masyarakat adat merupakan pemusnahan budaya
suatu adat.

3. UU no 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.


Masalah limbah menjadi perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah,
terutama menjelang diterapkannya pasar bebas dan berlakunya ISO 14000.
Keanekaragaman jenis limbah akan tergantung pada aktivitas industri dan penghasil
limbahnya. Salah satu limbah yang dihasilkan yaitu B3.
Pada BAB VII pasal 58 ayat 1 mengenai pengelolaan B3 yang berbunyi :
Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan,
membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan peraturan yang ada.
Dalam hal ini juga dibutuhkan system informasi yang dikoordinasikan secara
terpadu dalam pengelolaan lingkungan hidup dan dipublikasikan kepada masyarakat
terutama dalam pembabatan hutan yang illegal. Hal ini tercantum pada BAB VII pasal
62 ayat 1 yang berbunyi :
Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan
hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.

4. Protocol Kyoto.
Berdasarkan Artikel 2 ayat 3 Protokol Kyoto berbunyi :
The parties included in annex I shall strive to implement policies an measures under
this article in such a way to minimize adverse effects, including the adverse effects of
climate change, effects on international trade, and social, environmental and
economics impacts on other parties, especially developing country parties and in
particular those identified in Article 4
Setiap negara-negara yang telah meratifikasi Protokol Kyoto berkewajiban untuk
mengurangi pemanasan global diantaranya juga yang berkaitan dengan akibat kepada
lingkungan, sosial, dan ekonomi.

BAB III

PEMBAHASAN
Kegiatan pertambangan yang dilakukan PT INCO ini mengancam lingkungan
hidup disekitar kawasan pertambangan. Misalnya saja perusakan hutan di kawasan
proyek pembangunan PLTA milik PT INCO di aliran Sungai Larona, Desa Karebbe,
Luwu Timur, yang juga merupakan kawasan hutan lindung. Akibat aktivitas PT INCO
tersebut, kelestarian flora dan fauna di kawasan itu menjadi terancam. Hutan yang gundul
tentu akan berdampak pada terjadinya bencana. Jika hujan turun dengan deras, kawasan
tersebut terancam banjir dan longsor, yang akan menjadi ancaman serius bagi penduduk
yang berada di dataran rendah.

Gambar PT INCO

3.1 Dampak Pertambangan PT INCO terhadap Masyarakat Sekitarnya

PT INCO ternyata telah membabat sekitar 75 ha kawasan hutan lindung di


Pomalaa Timur, Sulawesi Tenggara, padahal INCO belum memiliki izin pelepasan
kawasan dari Menteri Kehutanan. Sebagaimana diatur dalam Kepmenhut No 55/Kpts-
IU/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, setiap perusahaan
pertambangan yang akan membuka kawasan lindung untuk kegiatan pertambangan harus
mendapatkan ijin dari Menteri Kehutanan. Akibat operasi PT INCO, bencana lingkungan
dan kemanusiaan di sekitar kawasan tambang terus meningkat. Komitmen PT INCO
terhadap lingkungan hidup sangat buruk dimana perusakan hutan di kawasan proyek
pembangunan PLTA milik PT INCO di aliran Sungai Larona, Desa Karebbe, Luwu Timur
yang juga merupakan kawasan hutan lindung. Akibat aktifitas PT INCO tersebut,
kelestarian flora dan fauna di kawasan itu menjadi terancam. Hutan yang gundul tentu
akan berdampak pada terjadinya bencana. Jika hujan turun dengan deras, kawasan
tersebut terancam banjir dan longsor, yang akan menjadi ancaman serius bagi penduduk
yang berada di dataran rendah. Dirut INCO tersebut akan dijerat pasal 178 ayat (14) UU
Kehutanan No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Pertambangan tahun 1967.
Selain itu, model penambangan terbuka (strip mining) di kawasan dengan curah
hujan relatif tinggi akan menyebabkan tanah dari bukit-bukit dengan mudah mengalir ke
danau ketika hujan turun, yang mengakibatkan perubahan warna air danau, serta
mengakibatkan pula pendangkalan danau akibat endapan lumpur. Selain itu, kadar bakteri
e-coli di danau Matano terus meningkat dan telah mencapai lebih dari 2.400 ppm, dari
kadar toleransi yang hanya 200 ppm. Belum lagi adanya dugaan pencemaran limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) dari PT INCO, setelah ditemukannya beberapa lokasi
pembuangan limbah yang dilakukan secara terbuka. Dampak pencemaran limbah B3
tersebut akan berakibat buruk pada kesehatan manusia. Limbah B3 yang dihasilkan PT
INCO sampai saat ini tidak ada kejelasan kemana buangan limbah B3 itu disalurkan dan
bagaimana proses pengolahannya. PT INCO pun tidak transparan dalam mengungkapkan
masalah ini kepada publik. Bahkan INCO tidak memperkenankan masyarakat
menyaksikan secara dekat pengolahan limbah B3 yang mereka hasilkan. Hal inilah yang
membuat masyarakat semakin curiga. Kalau memang limbah B3 INCO tidak berbahaya,

3.2 Analisis Kegiatan Pertambangan PT INCO Dari Sisi Instrumen HAM Nasional
Pasal 33 UUD 1945 ini menjamin hak ekonomi dan sosial warga pemerintah
Indonesia, berdasarkan pasal ini maka kegiatan pertambangan harus dikuasai oleh
pemerintah, walaupun dalam kondisi saat ini pertambangan di bumi Indonesia sebagian
besar dikuasai oleh asing. Dengan dikuasainya sektor pertambangan oleh pihak asing
Indonesia menjadi sangat dirugikan, keuntungan yang didapat sangat kecil dibandingkan
dengan kerusakan alam serta pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial, budaya
masyarakat.
Berdasarkan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan
alam lainnya dikuasai oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya demi
kemakmuran masyarakat. Masuknya investasi asing dibidang tambang menyebabkan
kekuatan Indonesia dalam mengolah kekayaan alamnya melemah. Undang-undang
penanaman modal asing dan UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Pertambangan, yang
semakin mengukuhkan jalan bagi investasi asing di bidang mineral. Akibat dari lahirnya
dua kebijakan tersebut adalah dimulainya sistem kontrak dalam eksploitasi mineral, yang
mengakibatkan pemerintah dan perusahaan berada dalam kedudukan yang sama sebagai
para pihak pembuat kontrak. Dengan kedudukan seperti ini sesungguhnya pemerintah
telah kehilangan kekuasaan untuk mengawasi operasi perusahaan tambang di Indonesia.

Gambar Pembabatan Hutan Lindung Karebe

BAB IV

REKOMENDASI
Hambatan utama pemajuan dan realisasi hak ekosob setidaknya datang dari dua aspek,
pertama, pressure untuk menciptakan suatu lingkungan yang kondusif bagi pasar dan investasi (
market friendly policy), kedua, pada saat yang sama, pemerintah meskipun memiliki sumberdaya
alam yang memadai untuk mencapai pemenuhan minimum hak ekosob, tidak didukung oleh
infrastruktur yang memadai, termasuk, birokrasi dan lembaga pemerintah yang efisien.

Diawali dari re-regulasi bidang investasi dengan mengurangi daftar negatif investasi di
tahun 2000 (Keppres 96/2000 tentang bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka
dengan syarat tertentu bagi penanaman modal), diikuti dengan pengaturan sumberdaya seperti
air, listrik, migas, kehutanan, dan perkebunan, sampai sektor-sektor financial seperti investasi,
dan ketenagakerjaan. (INFID; 2007) Dalam program Millenium Development Goals, minimum
core content yang merujuk kepada komponen hak yang harus segera dipenuhi oleh pemerintah
setelah menjadi pemerintah pihak dari kovenan. Dalam klasifikasi ini misalnya kewajiban untuk
menghapuskan praktek diskriminasi, pemenuhan fasilitas kesehatan dasar, dan pendidikan dasar.

Terpeliharanya struktur dan fungsi dasar ekosistem, terlestarikannya kemampuan sumber


daya alam dan lingkungan hidup adalah syarat bagi kesinambungan pembangunan yang
berwawasan lingkungan. Terlaksananya pembangunan yang berwawasan lingkungan dan
terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana sebagaimana yang diamanatkan
oleh Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) merupakan tujuan utama kebijaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup.

Sumber :

http://alkisahku.blogspot.com

http://jaringanskripsi.wordpress.com

http://kalifhunpad.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai