Regional Yoga

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

I.

JURNAL KEUNGGULAN KOMPARATIF

JURNAL 1
RICARDIAN-HECKSCHER-OHLIN COMPARATIVE ADVANTAGE: THEORY AND
EVIDENCE
(PETER M.MORROW)
1. Pendahuluan

Dalam jurnal ini, memperkirakan model terpadu dari keunggulan komparatif karena
adanya perbedaan faktor produktivitas di semua industri karena adanya kondisi yang
mengabaikan keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif terjadi karena adanya perbedaan
faktor sumber daya atau perbedaan produktivitas relatif dibandingkan dengan wilayah lain.
Penelitian yang dilakukan menggunakan teori Richardian dan Heckscher-Ohlin (HO) untuk
menjelaskan masalah spesialisasi. Teori HO menjelaskan perbedaan dalam keunggulan
komparatif yang berasal dari perbedaan faktor kelimpahan intensitas suatu barang. HO
memprediksi bahwa suatu negara akan menghasilkan barang dengan faktor yang lebih unggul
atau berlimpah secara relatif dibanding negara lain. Gambaran sederhananya adalah bahwa jika
suatu negara memiliki banyak tenaga kerja, maka negara tersebut akan memproduksi barang
padat karya yang terampil

Dalam penelitian yang dilakukan, terdapat tiga penemuan penting, yaitu:

1. Ricardian model HO memiliki kekuatan penjelas yang kuat dalam menentukan pola
produksi internasional.
2. Perbedaan produktivitas Ricardian tidak bias dari model HO, sedangkan perbedaan
produktivitas dan interaksi faktor kelimpahan dengan intensitas faktor memainkan peran
dalam menentukan pola spesialisasi internasional. Peneliti menemukan bukti bahwa tingkat
produktivitas relatif lebih tinggi atau rendah untuk negara-negara yang memiliki tenaga
kerja melimpah dan terampil.

Peningkatan satu standar deviasi dalam faktor kelimpahan relatif adalah dua kali lebih
kuat dalam mempengaruhi perubahan struktur komoditas ekonomi sebagai perubahan standar
deviasi produktivitas Ricardian.
2. Hubungan dari literature

Jurnal ini berhubungan dengan dua hal yang berbeda dari literature tentang factor penentu
empiris khusus. Pada jurnal ini memberikan kontribusi literature dengan menurunkan kondisi
dimana mengabaikan satu kekuatan. Keterbatasannya adalah model yang berdasar Eaton
danKortum (2002) tidak siap mengakui HO dalam kerangka model kerja mereka. Berdasar pada
model HO yang menyatakan bahwa kekuatan harus dipertimbangkan bersama ketika
merumuskan kebijakan untuk produksi dan perdagangan. Dengan artian jika menghilangkan
salah satudari model HO maka akan menghasilkan sesuatu yang benar atau sebaliknya. Pada
karya teoritis sebelumnya mengintergrasikan HO dan Ricardian.

JURNAL 2

WHEN IS QUALITY OF FINANCIAL SYSTEM A SOURCE OF COMPARATIVE


ADVANTAGE?
(JIANDONG JU, SHANG-JIN WEI)

1. Pendahuluan

Teori dominan perdagangan cenderung mengabaikan peran keuangan sebagai sumber


keunggulan komparatif. Sebaliknya, literatur keuangan menempatkan lembaga keuangan
sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. makalah ini menyatukan kedua sekolah bersaing
pemikiran dalam kerangka ekuilibrium umum. Untuk negara dengan highquality lembaga
(didefinisikan oleh daya saing sektor keuangan, kualitas perusahaan pemerintahan, dan tingkat
perlindungan hak milik), keuangan bersifat pasif. Di sisi lain, untuk ekonomi dengan lembaga-
kualitas rendah, kualitas sistem keuangan merupakan sumber independen komparatif
keuntungan. Menariknya, ukuran konvensional pembangunan keuangan (ukuran pasar keuangan
relatif terhadap PDB) tidak cukup menangkap kualitas yang mendasari lembaga keuangan.
Selain itu, gratis perdagangan dapat mengurangi pendapatan agregat di Selatan. Modal
cenderung mengalir dari Selatan ke Utara.
2. Model

Dalam memperkenalkan parameter kelembagaan tersebut, peneliti menggabungkan


model kontrak keuangan Holmstrom dan Tirole (1997) menjadi kerangka standar Heckscher-
Ohlin (HO).

3. Hasil

Dalam negara yang memiliki kualitas kelembagaan yang tinggi, keuangannya bersifat
pasif, sedangkan negara yang memiliki kualitas kelembagaan yang rendah, kualitas sistem
keuangannya adalah keuntungan dari sumber independen komparatif. Kualitas kelembagaan
disini meliputi daya saing sektor keuangan, kualitas perusahaan pemerintah, dan tingkat
perlindungan hak milik.

JURNAL 3

HETEROGENEITY, COMPARATIVE ADVANTAGE, AND RETURN TO


EDUCATION: THE CASE OF TAIWAN
(YIH-CHYI CHUANG, WEI-WEN LAI)

1. Pendahuluan

Dengan mempertimbangkan heterogenitas dalam kemampuan dan seleksi mandiri dalam


pilihan pendidikan, makalah ini mengadopsi model modal manusia heterogen untuk
memperkirakan tingkat pengembalian ke universitas pendidikan menggunakan data dari tahun
1990 dan 2000 Tenaga Kerja Survei Pemanfaatan Taiwan. Taiwan studi empiris menunjukkan
bahwa kembali heterogen yang signifikan untuk pendidikan tidak ada, dan bahwa pilihan
pendidikan dibuat sesuai dengan prinsip komparatif keuntungan. Harga Perkiraan pengembalian
untuk mencapai universitas adalah 19% dan 15%, jauh lebih tinggi dari rata-rata tingkat
pengembalian 11,55 dan 6,6%, untuk tahun 1990 dan 2000, masing-masing. Kecenderungan
penurunan kembali ke pendidikan universitas mungkin telah disebabkan oleh pesatnya perluasan
jumlah perguruan tinggi dan universitas dan pasokan peningkatan perguruan tinggi lulusan tahun
1990-an.
2. Model

Pada persamaan produktif konvensional dengan asumsi modal manusia homogeny model
koefisien dapat dinyatakan sebagai :

= + +

Jika modal manusia adalah hetrogen seperti model Roy, maka heterogenitas dalam
kemampuan akan memperkuat proses seleksi mandiri dan memperburuk efek dari bias seleksi.
Bjorklund dan Moffitt ( 1987 ) konsep efek pengobatan matginal ( MTE ) Heckman danVytlacil
( 1999, 2000 ) danCarneiro, Heckman, danVytlacil ( 2001 ) mengembangkan model untuk
memperkirakan kembali pendidikan dengan modal manusia heterogen. Yang utama dari model
ini adalah hasil estimasi dapat digunakan untuk menguji hipotesis modal manusiadan
memperkirakan ATE.

3. Hasil

Dengan mempertimbangkan heterogenitas dalam kemampuan individu dan seleksi mandiri


dalam pendidikan universitas di Taiwan, menunjukkan bahwa tanpa pertimbangan heterogenitas
dalam estimasi OLS yang menghasilkan bias.

JURNAL 4

COMPARATIVE ADVANTAGE AND UNEMPLOYMENT


(MARK BILLS, YONGSUNG CHANG, SUN-BIN KIM)
1. Pendahuluan

Peneliti menunjukkan heterogenitas pekerja dan penawaran tenaga kerja dimasukkan


dalam model yang cocok, yaitu model DMP (Diamond-Mortensen-Pissarides. Pekerja yang
memperoleh upah yang tinggi diindentifikasi sebagai orang yang memiliki keunggulan
komparatif yang kuat. Model yang digunakan memperkirakan penurunan besar dalam pekerjaan
bagi pekerja yang memiliki keunggulan komparatif yang rendah. Data menunjukkan bahwa
pekerja yang memiliki keunggulan komparatif tinggi juga menampilkan fluktuasi kerja yang
besar.

2. Model

Model yang digunakan bertujuan untuk memungkinkan perbedaan pekerja kontrak yang
didorong oleh heterogenitas modal sosial. Pekerja dengan modal sosial yang tinggi,
menunjukkan bahwa pekerja tersebut memiliki keunggulan komparatif yang tinggi dari
pekerjaan, yaitu upah yang didapatkan dari bekerja.

3. Hasil

Estimasi parameter menunjukkan bahwa upah tumbuh dengan persyaratan keterampilan


dari suatu pekerjaan dan bahwa orang-orang terdidik dan berpengalaman lebih baik dihargai
dalam keterampilan menuntut pekerjaan kognitif dan interpersonal. Mereka juga menyarankan
bahwa mengabaikan selfselection dalam pekerjaan dan heterogenitas individu dapat
mengakibatkan perkiraan kontra-intuitif dan bias keuntungan untuk kebutuhan keterampilan.

JURNAL 5

CAREER PROGRESSION AND COMPARATIVE ADVANTAGE


(SHINTARO YAMAGUCHI)
1. Pendahuluan

Makalah ini mempelajar imobilitas pekerja. Fitur kunci dari analisis dalam makalah ini
adalah bahwa semua pekerja dipetakan dalam ruang kebutuhan keterampilan menggunakan
langkah-langkah tujuan karakteristik (DOT). Keterampilan kebutuhan pendekatan ruang, jurnal
ini membuat jelas bagaimana perbedaan antara pekerjaan diinterpresentasikan. Dalam model ini
upah ditentukan tidak hanya sesuai dengan atribut individual tetapi juga sesuai dengan
persyaratan keterampilan dari pekerjaan saat ini. Model ini diselesaikan secara numeric dan
diperkirakan dengan maksimum.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk membangun dan memperkirakan
model dinamis struktur pilihan kerja dimana semua pekerjaan ditandai dengan adanya kebutuhan
akan keterampilan. Estimasi menunjukkan bahwa upah tumbuh dengan syarat adanya
keterampilan yang kognitif dan interpersonal dari suatu pekerjaan. Orang-orang yang terdidik
dan terlatih atau berpengalaman lebih dihargai dalam suatu pekerjaan.

2. Model

Bagian ini menjelaskan model ekonomi yang sesuai dengan fitur utama data seperti (1)
individu secara bertahap pindah kepekerjaan dengan keterampilan kognitif dan interpersonal
yang lebih menuntut tugas, (2) substansial perbedaan dalam keterampilan persyaratan yang ada
di seluruh kelompok pendidikan (3) individu berpindah-pindah antara seprofesi dalam hal
kebutuhan keahlian.

3. Hasil

Jurnal ini membuat dua kontribusi utama. Pertama, mendokumentasikan mobilitas


pekerja laki-laki dan memperkirakan sebuah model struktural menggunakan objektif
keterampilan kerja persyaratan mengukur pada titik. Persyaratan keterampilan ruang pendekatan
yang diambil dalam makalah ini telah dalam kemudahan interpretasi dan kesederhanaan
komputasional. Kedua, peneliti menunjukkan bahwa heterogenitas individu dan self-selection
bermain peran penting untuk memperkirakan pengembalian persyaratan untuk keahlian. Gagal
untuk mengatasi dua masalah ini dapat mengakibatkan perkiraan bias. Estimasi hasil dari model
struktural menunjukkan bahwa upah tumbuh dengan keterampilan persyaratan dan bahwa
kognitif dan keterampilan interpersonal pekerjaan intensif menawarkan pengembalian lebih
tinggi untuk berpendidikan dan yang dialami individu. Struktur upah ini secara bertahap macam
pekerja kedalam pekerjaan dengan persyaratan keterampilan yang berbeda.
JURNAL 6

SKILL DEMAND AND THE COMPARATIVE ADVANTAGE OF AGE: JOBS TASKS


AND EARNINGS FROM THE
1980S TO THE 2000S IN GERMANY
(LAURA ROMEU GORDO, VEGARD SKIRBEKK)

1. Pendahuluan

Kita mempelajari dampak perubahan teknologi yang cepat pada usia dan variasi
kelompok dalam jenis pekerjaan dan upah antara pria Jerman untuk periode 1986-2006 .
Menggunakan pendekatan berbasis tugas , kita menganalisis konsekuensi bahwa kemajuan
teknologi telah perubahan dalam distribusi tugas yang dilakukan oleh laki-laki dan relatif upah
yang mereka terima . Perubahan teknologi tersirat tugas pekerjaan sedikit menuntut fisik dan
meningkatnya penggunaan keterampilan kognitif , terutama tugas-tugas di mana kemampuan
kognitif cairan adalah penting. Sejumlah fisiologis sebelumnya dan studi kognitif menunjukkan
bahwa pekerja muda memiliki keunggulan komparatif dalam hal fisik menuntut kerja dan
kemampuan kognitif cairan .

Penelitian yang dilakukan adalah untuk mempelajari dampak perubahan teknologi yang
cepat pada usia dan variasi kelompok dalam jenis pekerjaan dan upah. Permasalahan ini
menggunakan pendekatan berbasis tugas yang menganalisis kemajuan teknologi dalam distribusi
upah relatif yang diterima oleh pekerja.

2. Hasil

Beberapa fisiologis dan studi kognitif menunjukkan bahwa pekerja muda memiliki keunggulan
komparatif dalam hal fisik kerja dan kemampuan kognitif. Temuannya menunjukkan bahwa
penggunaan tugas fisik secara umum menurun untuk sebagian besar kelompok usia. Pendapatan
relatif pekerja di usia 50 tahunan meningkat dibandingkan dengan kelompok usia muda yang
disebabkan oleh pergeseran tugas pekerjaan yang berbasis kognitif. Beberapa fungsi kognitif
cenderung menurun yang menunjukkan bahwa pekerja yang lebih tua kurang mampu beradaptasi
dengan adanya perubahan teknologi
JURNAL 7
BREAKS IN THE CHAIN OF COMPARATIVE ADVANTAGES
(E. KWAN CHOI AND HENRY THOMPSON)
1. Pendahuluan
Rantai proposisi keunggulan komparatif menyatakan bahwa ketika harga faktor berbeda
antara dua negara memproduksi berbagai produk dengan dua faktor, setiap Negara yang
memiliki ekspor modal berlimpah negara akan lebih padat modal daripada impornya. Catatan ini
menunjukkan bahwa perekonomian memiliki opsi untuk memutuskan rantai untuk mencapai full
employment jika faktor yang endowment tidak direntang oleh kerucut produksi produk yang
lebih intensif.
Rantai pola produksi memprediksikan pola dari jumlah produksi dan ekspor berdasarkan
peringkat dari produk intensitas antar dua faktor. Negara yang memiliki banyak modal akan
mengekspor produk padat modal dan tidak akan merusak rantai untuk menghasilkan produk yang
lebih intensif kea rah tenaga kerja. Rasio modal-tenaga kerja diurutkan dalam keunggulan
komparatif. Kurva permintaan hanya menentukan garis pemisah antara ekspor dan impor.
Jurnal ini mengambil beberapa kajian terdahulu seperti :
1. Deardroff (1979) menyetujui proposisi rantai yang dapat berlaku jika harga-harga faktor
tidak menyamakan kedudukan.
2. Bhagwati (1972) menjelaskan bahwa proposisi rantai mungkin tidak bertahan dengan
faktor pemerataan harga ketika berbagai crisscrossing mungkin terjadi
Jika diasumsikan produksi neoklasik serta tidak ada faktor intensitas pembalikan dan
tidak ada tarif atau biaya. Dan juga jika di asumsikan model produksi dengan dua faktor
dan dua negara, Negara A dengan modal yang berlimpah di banding dengan negara B dan
upah di Negara A relatif lebih tinggi..
Production and a Broken Factor Intensity Chain

3. Kemungkinan Rantai Proposisi


Berdasarkan bebearapa asumsi diatas, produk yang di urutkan berdasarkan intensitas
modal yaitu dari 1 hingga 4. Dari gambar tersebut, negara A menghasilkan produk 1 dan 2 pada
titik endowment EA. Harga kedua produk dan minimisasi biaya menentukan WA dan rA dan
WB/rB> WB/rB menyiratkan intensitas modal yang lebih tinggi untuk setiap produk dalam modal
berlimpah dimana seperti digambarkan dimana kA>kB.
Menurut penjelasan gambar di atas, Deardroff (1979) menggambarkan hasil ini namun
secara tersirat mempertimbangkan produksi dan tenaga kerja, dengan asumsi implisit adanya
diversifikasi intensif produk yang mencakup poin endowment. Dari gambar di atas, Implikasi
dari titik endowment EA adalah negara A yang berlimpah modal tidak dapat menghasilkan hanya
dua produk padat modal dengan kesempatan kerja penuh yang menggambarkan masalah faktor
proporsi. Untuk mencapai full employment, sebuah negara bisa menghasilkan produk 1 dan 3
dengan intensif modal kurang dari rasio dana abadi nya. Rantai intensitas produksi dan ekspor
akan rusak untuk mencapai full employment. Seperti masalah faktor proporsi yang dikenal dalam
teori mengasumsikan rentang faktor wakaf. Untuk fungsi produksi yang diberikan harga, rasio
dana abadi harus di batasi oleh faktor intensitas atau ada faktor yang menganggur bahkan dengan
spesialisasi produk intensif. Dalam gambar di atas akan ada tenaga kerja yang menganggur di
negara A pada EA bahkan jika hanya menghasilkan produk 2 dan tidak ada produk 1 sama sekali.
4. Kesimpulan
Full employment akan membutuhkan breaks chain produksi dan ekspor, dengan
mengasumsikan faktor pendukung terletak dalam kerucut diversifikasi relevan tetapi terdapat
catatan yang menunjukkan bahwa asumsi ini mungkin tidak berlaku. Apakah full employment
akan menimpa produksi sesuai dengan biaya minimum dengan masalah teoritis yang menantang.
Pilihannya adalah antara pasar faktor yang menurun atau pasar produk yang hancur. Hal ini
memberikan Cavusoglo dan Elmslie (2005) temuan bahwa tidak ada dukungan untuk rantai
proposisi di sembilan industri manufaktur AS.
Hasil ini juga dapat berkontribusi untuk menjelaskan perdangangan intra-industri. Breaks
chain mungkin akan terlihat pada perdagangan intra-industri padahal sebenarnya hal tersebut
merupakan karena masalah proporsi faktor. Jika produk ditemukan pada tingkat 5-digit disagresi
namun perdagangan intra-industri dihitung pada lebih tinggi dari agregat 4-digit, kemudian
breaks chain mungkin akan terlihat pada perdagangan intra-industri padahal sebenarnya hal
tersebut merupakan karena masalah proporsi faktor.

JURNAL 8
ECONOMICS ADVANTAGES OF BACKWARDNESS AND FORWARDNESS WITH
SHIFTING COMPARATIVE ADVANTAGE
(TSUTOMO HARADA)

1. Pendahuluan
Makalah ini mengembangkan multi sektor inovasi model endogen yang mampu
menjelaskan untuk dinamika keunggulan komparatif masing-masing sektor dalam
perekonomian. Model dalam makalah ini mengasumsikan bahwa dua jenis efek pembelajaran
ada di R & D, yaitu keuntungan keterbelakangan dan forwardness. Hal ini menunjukkan bahwa
jika perekonomian dibagi menjadi maju dan sektor belakang, di sektor terakhir, keuntungan dari
keterbelakangan mendominasi dan hal ini menyebabkan pengulangan siklus keunggulan
komparatif. Namun, di bekas sektor, keuntungan dari forwardness menjadi lebih signifikan,
sehingga keunggulan komparatif antara sektor ini stabil .
Terdapat keuntungan dari backwardness and forwardness yang dalam makalah ini
diasumsikan jenis efek pembelajaran yang ada di R&D. Hal ini menunjukkan bahwa jika
ekonomi dibagi menjadi sektor maju dan mundur, di bekas sektor, keuntungan forwardness
menjadi lebih signifikan, sehingga keunggulan komparatif di antara sektor-sektor ini menjadi
stabil. Namun, di sektor terakhir, keuntungan dari backwardness adalah yang mendominasi, yang
menyebabkan pengulangan siklus keunggulan komparatif. Dengan demikian, arah pembelajaran
memiliki efek penting pada dinamika keunggulan komparatif. Mengingat hasil ini, R&D
memberlakukan kebijakan untuk sektor marjinal yang efektif dalam memfasilitasi pertumbuhan
ekonomi. Jika keputusan dibuat untuk memfasilitasi investasi R&D dalam sektor maju, R&D
pajak, bukan subsidi, seharusnya digunakan pada sektor marjinal ini. Selain itu, terlihat bahwa
liberalisasi perdagangan tidak mempengaruhi dinamika intrinsik keunggulan komparatif antar
sektor yang masih terdapat dalam perekonomian jika sektor marjinal ini tidak berubah secara
signifikan setelah adanya liberalisasi perdagangan. Tujuannya adalah untuk mempelajari
dinamika keunggulan komparatif dalam ekonomi yang berasal dari inovasi endogen dan untuk
memeriksa efek dari kebijakan perdagangan R&D, seperti kebijakan paten dan subsidi.
Jika hanya dari keuntungan backwardness, semua perusahaan dan negara-negara akhirnya
harus bertemu dengan tingkat teknologi yang sama. Akibatnya, tidak ada keunggulan komparatif
yang berkelanjutan. Namun, dalam kenyataannya, kesenjangan teknologi yang ada di antara
perusahaan-perusahaan dan negara-negara di banyak industri telah membentuk keunggulan
komparatif pengikut yang berkelanjutan. Hal ini dapat di anggap sebagai manifestasi dari
keuntungan forwardness. Di lain hal, keuntungan dari forwardness adalah hasil belajar dengan
melakukan dan memanfaatkan adanya teknologi tacitness dan kepantasan. Jika tacitness dan
kepantasan tidak di asumsikan, pengikut bisa mendapatkan keuntungan dari limpahan sektor dari
perusahaan-perusahaan terkemuka. Namun, jika hambatan ini ada, akan meningkatkan kembali
bekerja hanya untuk sektor dari perusahaan-perusahaan terkemuka. Misalnya, teknologi canggih
yang di kembangkan untuk beberapa konteks tertentu, yang pada gilirannya membuka
kemungkinan aplikasi baru untuk konteks lain.oleh karena itu, perusahaan-perusahaan teknologi
lebih maju dan akibatnya keuntungan forwardness akan muncul. Dalam model ini, kekuatan
relatif diasumsikan tergantung pada jarak teknologi dari sektor marginal dalam perekonomian.
Sektor dengan ambang batas tingkat produktifitas relatif disebut sebagai sektor marjinal, dan
sektor dengan tingkat produktifitas yang lebih rendah atau lebih tinggi di definisikan sebagai
sektor mundur dan maju.
Hal ini menunjukkan bahwa dinamika keunggulan komparatif tergantung pada fokus
sektor marjinal ini sehingga siklus pengulangan dapat di amati antar sektor belakang, sedangkan
keunggulan komparatif yang berkelanjutan muncul antar sektor maju dalam perekonomian.
Sektor yang tumbuh pada awalnya menikmati keuntungan dari backwardness, tetapi keuntungan
ini secara bertahap menurun dan keuntungan dari forwardness pada akhirnya menjadi terkait
dengan sektor ini. Dinamika keunggulan komparatif ini tetap sama bahkan setelah adanya
liberalisasi perdagangan. Perdagangan hanya menentukan sektor akan bertahan dalam
perekonomian, dan tidak menentukan dinamika keunggulan komparatif sebelum atau setelah
perdagangan liberalisasi selama ambang batas tidak berubah secara signifikan setelah liberalisasi
tersebut. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa hanya kebijakan R&D yang secara
signifikan mengubah lokus efektif dan bahwa kebijakan R&D lainnya memiliki efek terbatas
pada pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, kebijakan R&D terkait dengan sektor marjinal
sendiri yang memiliki efek mendalam pada pertumbuhan ekonomi dan dinamika keunggulan
komparatif dalam perekonomian secara keseluruhan. Oleh karena itu, perubahan dalam lokus
memberikan penjelasan untuk tidak hanya dinamika sektoral sebelum dan sesudah perdagangan
melainkan juga perbedaan produktifitas permanen di seluruh negara. dengan demikian, kebijakan
R&D harus dirancang untuk memfasilitasi pergeseran menuju keunggulan komparatif secara
keseluruhan yang di inginkan dalam perekonomian.
Sebagai contoh, jika sebuah negara terbelakang mencoba untuk bergeser ke arah
pertumbuhan produktivitas di sektor-sektor yang lebih canggih, R & D pajak, bukan subsidi,
harus dikenakan pada sektor marjinal. Di sisi lain, subsidi R & D harus diberikan kepada sektor
marjinal ketika negara terbelakang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan komparatif yang
lebih besar untuk sektor-sektor yang kalah bersaing.Temuan ini juga memiliki implikasi
kebijakan mengenai kondisi di mana sektor membuat transisi dari belakanguntuk maju. Salah
satu cara yang paling efisien untuk memastikan bahwa sektor belakang membuat transisi menjadi
sektor canggihadalah untuk mengurangi lokus bawah tingkat teknologi dari sektor yang
ditargetkan. Kebijakan ini, jika layak, bisadilaksanakan tanpa subsidi. Sebaliknya, mengenakan pajak
pada sektor marjinal memungkinkan sektor belakang untuk membuatperjalanan menuju sektor
maju dalam perekonomian.
2. Model
2.1 Sektor Rumah Tangga

Kekayaan awal berada di B1 dimana Ini memasok unit L tenaga kerja dalam setiap periode dan L
diasmusikan sebagai kesatuan. Obligasi akan jatuh tempo pada t=1 dan memiliki saham dari
seluruh perusahaan dalam perekonomian.

2.2 Biaya Inovasi

Perusahaan menginvestasikan pada waktu t dengan menerbitkan obligasi dan

meningkatkan produktifitas saat ini dengan faktor yang tersedia pada waktu hal

ini menandakan kesenjangan teknologi pada tanggal t dan di definisikan sebagai


dimana menunjukkan standar tingkat teknologi. Nilai tergantung pada teknologi tacitness, tingkat
perlindungan paten, dan faktor institusional lainnyaseperti organisasi akademik dan asosiasi
perdagangan. Karena apakah sektor maju atau mundur tergantung padatingkat ekonomi yang
luas saat ini produktivitas, kita tentukan

Namun, jelas bahwa tergantung pada tacitness teknologi, tingkat perlindungan paten, dan
kelembagaan lainnya. Misalnya, perlindungan paten kuat menyiratkan penurunan (lebih
kecilkeuntungan dari keterbelakangan).Dengan demikian, biaya inovasi diasumsikan fungsi dari
kesenjangan teknologi, menunjukkan'' keuntungan dari ekonomi keterbelakangan'' untuk sektor.
Akhirnya, keuntungan dari keterbelakangan menghilang dan keuntungan dari forwardness (atau
kerugian keterbelakangan) muncul sesudahnya. Perhatikan bahwa dalam kasus terakhir, gap
teknologidari sektor perbatasan meningkatkan biaya R & D. Dengan demikian, mempersempit
kesenjangan ini saja meningkatkan keuntungan dari forwardness.

II. JURNAL KEUNGGULAN KOMPETITIF

JURNAL 1

DYNAMIC CAPABILLITIES, ENVIROMENTAL DYNAMISM, AND COMPETITIVE


ADVANTAGES: EVIDENCE FROM CHINA
(DA-YUAN LI AND JUAN LIU)

1. Pendahuluan
Pada jurnal ini beberapa ahli menjelaskan pilar keunggulan kompetitif dari pandangan
berbasis sumber daya, tetapi akhir-akhir ini, lingkungan yang semakin bergejolak menantang
proposisi asli dari RBV sebagai statis dan mengabaikan dinamisme pasar. Beberapa peneliti
meneruskan sejumlah konsep yang dinamis seperti daya serap, kapasitas integratif, membangun
kapasitas yang lebih tinggi untuk mengeksplorasi kesuksesan. Banyak peneliti menyatakan
bahwa dinamika lingkungan memainkan peran moderat antara kemampuan dinamis dan
keunggulan kompetitif (Romme, Zollo, & Brends, 2010), sementara yang lain percaya bahwa
dinamisme lingkungan merupakan pendorong penting dari kemampuan dinamis (Teece, 2007).
Untuk mengatasi kesenjangan penelitian ini, penelitian ini mengeksplorasi definisidan
efek dari kemampuan dinamis dan, peran lingkungandinamisme ekonomi yang muncul dari
China. Dengan demikian, penelitian ini memberikan kontribusi untuk literatur yang ada dengan
yang melibatkan konteks penelitian baru:China, dan perdebatan tentang pengaruh kemampuan
dinamis danperan dinamika lingkungan.
2.1 Konsep Kemampuan Dinamis
Menurut Zollo dan Winter (2002), kemampuan dinamis sebagai pola dari kegiatan
kolektif yang diarahkan untuk pengembangan dan adaptasi dari rutinitas operasi.
Menggambarkan perspektif kewirausahaan.
Eisenhardt dan Martin (2000) mendefinisikan bahwa kemampuan dinamis merupakan
seperangkat spesifik dan identifikasi proses seperti pengembangan produk, pengambilan
keputusan strategis dan aliansi.

2.2 Efek dari Kemampuan Dinamis


Wang dan Ahmed (2007) mengusulkan bahwa pemeriksaan efek dari kemampuan
dinamis seharusnya bekerja dalam kinerja jangka yang panjang untuk keuntungan yang saling
terkait. Tetapi, pada lingkungan yang terus mengalami perubahan seperti saat ini, perolehan dan
pemeliharaan keunggulan kompetitif akan sulit didapat. Maka dari itu, daripada keuntungan yang
berkelanjutan yang sulit didapat, beberapa ilmuwan mengusulkan untuk mendapatkan
serangkaian keuntungan jangka pendek. Studi ini menyatakan bahwa keunggulan kompetitif
adalah sebuah negara bagi organisasi untuk mengatasi dinamika lingkungan dan terus
menyediakan produk atau layanan yang memuaskan bagi pelanggan dan lebih baik dari para
pesaingnya. Melalui jalur spesifikasi pembangunan, perusahaan dapat memperoleh keunggulan
kompetitif dalam waktu tertentu. Namun, dalam dinamika lingkungan yang meningkat dan
perubahan yang cepat dalam permintaan akan teknologi, maka di butuhkan strategi keputusan
yang tepat dan implementasi dinamis untuk membentuk kembali keuntungan tersebut.

3. Hasil Kajian
3.1 Hubungan antara kemampuan dinamis dan keuntungan kompetitif
Dengan menggunakan beberapa variabel yaitu :
1. Ukuran usia perusahaan;
2. Kemampuan Dinamis
3. Dinamika Lingkungan;
4. Dinamisme Lingkungan
Dalam penelitian ini memperlihatkan analisis regresi ordinary least square dari efek kemampuan
dinamis terhadap keunggulan kompetitif. Model pertama memperlihatkan hubungan antara
variabel kontrol dan keunggulan kompetitif. Model 2 memperlihatkan hubungan antara
kemampuan dinamis dan keunggulan kompetitif dalam mengontrol usia perusahaan besar
perusahaan. Hasilnya, kemampuan signifikan berpengaruh secara positif terhadap keunggulan
kompetitif, dengan adjust R2 0.533.
3.2 Peran Dinamisme Lingkungan
H2 berkaitan dengan peran moderat dari dinamika lingkungan. Prosedur efek pengujian
untuk variabel independen X, variabel dependen Y, Z sebagai moderator, jika Z berinteraksi
secara signifikan dengan X dan Z adalah moderator antara X dan Y. Penelitian ini menggunakan
metode regresi hirarki untuk menguji efek moderat dinamisme lingkungan. Seperti terlihat
pada Tabel 4, Model1 meliputi variabel kontrol ukuran perusahaan dan usia perusahaan saja,
model 2menambahkan variabel kemampuan dinamis independen, model 3
menambahkanmoderator dinamika lingkungan, dan model 4 menambahkan istilah interaksi
yang kemampuan dinamis dan dinamika lingkungan. Interaksi kemampuan dinamis dan
dinamisme lingkungankeunggulan kompetitif tidak signifikan( = 0,015, t = 0,313),
sehingga H2 adalahditolak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahkan dalam lingkungan yang
sangat tidak pasti,dampak dari kemampuan dinamis tidak memiliki signi fi perbaikan tidak
bisa,sementara di lingkungan yang relatif stabil; kemampuan dinamis jugaberguna sampai batas
tertentu. Ini fi nding juga menunjukkan bahwa apa pun keadaanlingkungan, kemampuan dinamis
merupakan sumber yang stabil penting dari keunggulan kompetitif, yang selanjutnya
menerima H1.H3 berpendapat bahwa dinamisme lingkungan merupakan
antesedenkemampuan dinamis. Tabel 5 menunjukkan dinamisme lingkungan signifikan positif
terhadap kemampuan dinamis ( = 0,349, p b 0,001),dan adjusted R2 adalah 0.152,
sehingga ditemukan mendukung H3, menunjukkan bahwa dinamika lingkungan
mendorong perusahaan untuk menumbuhkankemampuan dinamis.

JURNAL 2

FIRM PERFORMANCE AND INTERNATIONAL DIVERSIFICATION : THE


INTERNAL AND EXTERNAL COMPETITIVE ADVANTAGE
(ALFREDO M BOBILLO, FERNANDO TEJERINA, FELIX LOPEZ)

1. Pendahuluan
Pada paper ini membahas mengenai ( a) hubungan antara kerangka kelembagaan rumah
perusahaan negara dan pengembangan perusahaan keunggulan kompetitif internal dan eksternal ,
dan ( b ) apakah jika demikian , bagaimana preferensi - perusahaan untuk , atau ketergantungan
pada , baik internal atau kemampuan eksternal mempengaruhi hubungan antara diversifikasi
internasional dan perusahaan kinerja . Berdasarkan sampel lebih dari 1.500 perusahaan
manufaktur di Jerman , Perancis, Inggris , Spanyol , dan Denmark , hasil menunjukkan bahwa
negara-negara ' faktor-faktor kelembagaan ( yaitu , pasar modal , perantara keuangan , dan
tenaga kerja terampil ) berdampak signifikan kedua keunggulan kompetitif internal dan eksternal
perusahaan. Makalah ini juga menyoroti bagaimana campuran keunggulan kompetitif internal
dan eksternal mempengaruhi hubungan antara diversifikasi internasional dan kinerja perusahaan.
Dengan demikian hasil mendukung hubungan S - berbentuk terstruktur dalam tiga berbeda fase ,
terlepas dari orientasi perusahaan ' terhadap kemampuan internal atau eksternal.

Makalah ini memiliki dua tujuan. Pertama, kita meneliti hubungan antara
pembangunan kelembagaan negara dan eksploitasi kemampuan kompetitif internal dan
eksternal. Secara khusus, kami mengeksplorasi relasi (a) antara 'variabel yang relevan
keuangan dan perusahaan mereka' negara keunggulan kompetitif eksternal dan (b) hubungan
antara tenaga kerja terampil dan keunggulan kompetitif intern perusahaan. Kedua, kita menguji
apakah preferensi perusahaan 'untuk, atau ketergantungan pada, baik kemampuan internal atau
eksternal mempengaruhi hubungan antara diversifikasi internasional dan kinerja perusahaan.
Penelitian ini menggunakan teori modal sosial dan pandangan berbasis sumber
daya (Agndal, Chetty, & Wilson, 2008; Fahy, 2002; Presutti, Boari, & Fratocchi, 2007; Yli-
Renko, Autio, & Tontti, 2002). Secara khusus, termasuk dalam teori modal sosial adalah
penekanan pada pentingnya kapasitas perusahaan untuk menggunakan kemampuan eksternal
untuk membangun bisnis, informasi, penelitian dan jaringan sosial termasuk pelanggan,
pemasok dana, peralatan, material, dan mitra lainnya dalam kelompok perusahaan (Landry,
Amara , & LAMARI, 2002; Pennings, Lee, & Witteloostuijn, 1998; Rasiah, 2003;. Wignaraja,
2007) Sebaliknya, pandangan berbasis sumber daya menekankan keberadaan sumber daya
yang unik dalam perusahaan, yang memungkinkan mereka untuk
mengatur kemampuan internal yang keuntungan internal yang mendorong kompetitif seperti
investasi dalam aset tak berwujud.

2. Latar belakang teoritis dan hipotesis


Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa lingkungan kelembagaan dimana
faktor utama yaitu factor keuangan memiliki implikasi penting untuk pertumbuhan
perusahaan (Cull & Xu, 2005; Hadjikhani, Lee, & Ghauri, 2008). Ilmuwan lain juga
mengatakan hal yang sama, beberapa studi menunjukkan bahwa lembaga juga merupakan
faktor penentu penting kinerja perusahaan (Peng & Luo, 2000) dan diversifikasi
internasional (Estrin, Meyer, Wright, & Foliano, 2008; Huang & Sternquist, 2007; Wan,
2005). Selain itu, dimensi individual modal manusia (misalnya, orientasi internasional,
manajemen know-how, persepsi risiko, keterampilan bisnis internasional) dapat mendukung
internasionaldiversifikasi (Hadjikhani & Ghauri, 2001; Tuppura, Saarenketo, Puumalainen,
Jantunen, & Kylaheiko, 2008). Sebuah pasokan faktor produksi di setiap negara (yaitu,
akumulasi barang modal dan sumber daya
keuangan)memudahkan eksploitasi perusahaan memiliki peluang bisnis (North,
1990). Misalnya, Grosse dan Trevino (2005) menemukan hubungan antara ekonomi
kelembagaan dan organisasi pengambilan keputusan investasi asing langsung. Akibatnya,
strategi yang berbeda dan struktur perusahaan yang dikejar dalam konteks kelembagaan yang
berbeda (Bansai & Sama, 2000; Bebchuk & Roe, 1999; Jackson & Deeg, 2008; Meyer, Estrin,
Bhaumik, & Peng, 2009), dan Meyer (2001)berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan
multinasional harus menyesuaikan strategi mereka ke lembaga-lembaga lokal.
Selain itu, faktor manusia, seperti kualitas tenaga kerja, juga merupakan kunci untuk
membangun adegan kerja sosial dari suatu negara dan mempromosikan pengembangan ide-ide
inovatif (Barro, 1991).Dari perspektif ini, gelar perusahaan internasionalisasi (DOI)
tergantung pada penerapan strategi bisnis berdasarkan kapasitas internal atau eksternal -
strategi yang dimaksudkan untuk mencapai keunggulan kompetitif yang bergantung pada
faktor-faktor kelembagaan, yaitu sistem keuangan dalam negeri dan tingkat spesialisasi modal
manusia (Carlin & Mayer, 2003). Oleh karena itu, korespondensi kemungkinan antara
ketergantungan pasar modal / bank dan perusahaan eksternal. Litz (1996) menunjukkan
bahwa potensi kemampuan etis dapat meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan
multinasional. keunggulan kompetitif, dan korelasi serupa diharapkan antara ketergantungan
perusahaan terhadap tenaga kerja terampil dan keunggulan kompetitif dalam negeri. Faktor
kelembagaan suatu negara - dalam hal ini, sistem keuangan negara dan pasar tenaga kerja
terampil - bertindak pada kemampuan eksternal dan internal perusahaan negara asal, masing-
masing.Globalisasi dan tren deregulasi keuangan telah memungkinkan perusahaan untuk
mengumpulkan dana di pasar modal internasional selama proses diversifikasi internasional
mereka. Namun demikian, internasionalisasi adalah proses bertahap yang berarti: (a)
kemampuan untuk mencapai keunggulan kompetitif; (B) perusahaan mampu menjaga sewa
dari kemampuan ini; (C) kemampuan untuk dapat dengan mudah ditransfer; dan (d)
keunggulan kompetitif yang terus-menerus. Semua ini berarti penciptaan kemampuan baru
untuk menjaga keunggulan kompetitif secara internasional.Hanya ketika proses
internasionalisasi tidak bertahap atau pengetahuan mencari berorientasi, siklus kemampuan -
kemampuan kepantasan-Transfer-keberlanjutan keunggulan kompetitif tidak begitu eksplisit.

JURNAL 3

HOW FOREIGN FIRMS ACHIEVE COMPETITIVE ADVANTAGE IN THE CHINESE


EMERGING ECONOMY
(JULIE JUAN LIE, KEVIN ZHENG ZOU)

1. Pendahuluan

Penelitian ini menyelidiki bagaimana hubungan antara manajerial dan orientasi pasar
mempengaruhi keunggulan kompetitif serta akibatnya terhadap kinerja perusahaan di Cina.
Dalam penelitian yang dilakukan, menemukan bahwa hubungan manajerial dan orientasi pasar
dapat menyebabkan perusahaan menjadi sukses. Orientasi pasar meningkatkan kinerja
perusahaan dengan menyediakan diferensiasi dan keuntungan biaya. Sedangkan, hubungan
manajerial mengingkatkan kinerja melalui keunggulan institusional, yaitu keunggulan
mengamankan sumber daya langka dan dukungan kelembagaan.

Penelitian ini memiliki dua jenis pilihan startegis yang muncul, yaitu:

1. Hubungan manajerial yang berfokus pada networkbased strategy yang menggunakan ikatan
sosial yang luas berdasarkan kepercayaan pribadi dan hubungan dalam mencapai kesuksesan
bisnis.
2. Strategi berbasis pasar seperti orientasi pasar yang menunjukkan pentingnya memberikan
nilai pelanggan melalui produk-produk berkualitas untuk mencapai keunggulan kompetitif.
2. Hasil

Beberapa masyarakat percaya bahwa hubungan manajerial lebih tepat karena lembaga
pendukung pasar formal sulit diterapkan di negara berkembang, terutama sistem hukum yang
mendukung kontrak. Sebaliknya, peneliti mengemukakan bahwa sebagai pembangunan lembaga
pasar formal, peran hubungan manajerial menurun, dan orientasi pasar mengarah pada kinerja
yang lebih baik.

JURNAL 4

IMPLICATIONS OF PERCEIVED COMPETITIVE ADVANTAGES, ADAPTATION OF


MARKETING TACTICS
AND EXPORT COMMITMENT ON EXPORT PERFORMANCE

(Antonio Navarro, Fernando Losada, Emilio Ruzo, Jose A Diez)

1. Pendahuluan

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengisi kesenjangan dalam pemasaran


internasional oleh pengaruh perusahaan di pasar luar negeri dalam keunggulan kompetitif dan
kinerja ekspor. Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih
berkomitmen untuk pasar luar negeri, serta mengadaptasi taktik pemasaran tidak memiliki efek
langsung pada kinerja ekspor.

2. Hasil

Ekspor merupakan strategi dasar untuk kelangsungan hidup dan memastikan


pertumbuhan perusahaan, baik ukuran dan pertumbuhan yang pesat dari ekspor dalam sumber
daya yang efektif serta desain strategi pemasaran internasional yang sukses. Dengan cara ini,
keunggulan kompetitif di pasar luar negeri dapat dicapai dengan adanya pengaruh positif
terhadap kinerja ekspor saat ini dan di masa depan.
TUGAS SEMINAR EKONOMI REGIONAL
REVIEW JURNAL DAYA SAING EKONOMI

OLEH :

Yoga Aditya (115020100111064)

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Anda mungkin juga menyukai