Anda di halaman 1dari 15

KONSEP DASAR EKG

Peter Kabo

Jantung merupakan sebuah organ unik yang mampu memproduksi muatan listrik,

sedangkan tubuh merupakan sebuah konduktor yang baik. Maka impuls yang dibentuk

oleh jantung akan menjalar ke seluruh tubuh dan dapat diukur dengan sebuah

galvanometer melalui elektroda-elektroda yang diletakkan pada berbagai posisi di

permukaan tubuh.

EKG merekam aktivitas bioelektrik jantung dengan sepasang elektroda, yaitu satu

elektroda positif (anode) dan satu elektroda negatif (katode). Sepasang elektroda perekam

ini bersama galvanometer dikenal sebagai sandapan (lead) EKG.

Dalam mempelajari EKG, ada tiga hukum dasar dari Goldberger yang perlu

diingat yaitu:

a. Arus depolarisasi jantung yang merambat menuju ke elektroda positif (meninggalkan

elektrode negatif) menimbulkan defleksi positif.

b. Arus depolarisasi jantung yang merambat menuju ke elektroda negatif

(meninggalkan elektroda positif) menimbulkan defleksi negatif.

c. Arus depolarisasi jantung yang berjalan tegak lurus terhadap sumbu antara dua

elektroda menimbulkan defleksi bifasik.

Besarnya amplitudo defleksi yang terekam berbanding lurus dengan besarnya arus

depolarisasi. Hal ini dapat dilihat apabila ada bagian jantung yang hipertrofi atau dilatasi,
maka pada elektroda perekam yang bersangkutan akan memperlihatkan amplitudo

defleksi yang lebih besar.

Apabila kita menempatkan mikroelektroda-mikroelektroda positif (A,B, dan C) di

berbagai sisi sebuah sel jantung yang terletak dalam larutan garam fisiologis sedangkan

elektroda-elektroda indiferen (elektroda yang tidak terpengaruh oleh aktivitas bioelektrik

sel) ditempatkan pada suatu jarak tertentu di dalam larutan garam fisiologis tersebut

(Gambar 1), maka dalam keadaan sel istirahat tidak terdapat perbedaan potensial antara

elektroda-elektroda positif dengan indiferen. Pada keadaan ini, jarum galvanometer tidak

bergerak sehingga yang tercatat ialah sebuah garis lurus yang disebut baseline atau garis

potensial nol (garis isopotensial = garis isoelektrik)

Apabila sel jantung tersebut di atas dirangsang (sel di buat depolarisasi), maka

terlihat bahwa aktivitas bioelektrik yang direkam oleh galvanometer dari berbagai

elektroda positif itu berbeda.

Arus depolarisasi yang bergerak menuju ke elektroda (C) menyebabkan jarum

galvanometer mengadakan defleksi positif (ke atas). Arus depolarisasi yang bergerak

meninggalkan elektroda (A) menyebabkan defleksi negatif (ke bawah).

Sedangkan arus depolarisasi yang mula-mula menuju dan kemudian

meninggalkan elektroda (B) akan menyebabkan defleksi positif kemudian negatif

(bifasik). Bentuk defleksi bifasik tergantung pada letak elektroda.

Setelah seluruh sel berdepolarisasi kembali dan tidak ada perbedaan potensial di

antara elektroda positif dan indiferen, maka galvanometer kembali mencatat sebuah garis

lurus.
Sesaat setelah proses depolarisasi selesai, sel jantung akan mengalami proses

repolarisasi. Pada fase ini bagian sel yang pertama mengadakan depolarisasi akan terlebih

dulu mengadakan repolarisasi.

Arus repolarisasi yang bergerak menuju ke elektroda (C) menimbulkan defleksi

negatif. Arus repolarisasi yang bergerak meninggalkan elektroda (A) menyebabkan

defleksi positif. Sedangkan arus repolarisasi yang mula-mula menuju dan kemudian

meninggalkan elektroda (B) menyebabkan defleksi negatif kemudian positif tergantung

pada letak elektroda.

Karena proses repolarisasi terjadi lebih perlahan dan tidak homogen pada

membran sel dibanding dengan proses depolarisasi, maka gambaran gelombang

repolarisasi nampak tidak sekonyong- konyong seperti gelombang depolarisasi, akan

tetapi memperlihatkan masa yang lebih lama dengan amplitudo yang lebih rendah.

Apabita percobaan di atas dilakukan pada sebuah sel otot jantung yang rusak

sebagian, ditinjau dari segi elektrofisiologis, banyak Na+ yang berakumulasi di dalam

bagian sel yang rusak (karena pompa sodium pada bagian sel yang rusak tidak berfungsi

secara sempurna) sehingga bagian sel yang rusak ini tidak mampu mengadakan

repolarisasi sempurna, namun masih dapat mengadakan depolarisasi. Dengan demikian

dalam keadaan istirahat, terjadilah perbedaan potensial di tapal batas antara bagian sel

yang sehat dengan yang rusak, dimana yang rusak menjadi kurang positif (relatif negatif)

dibanding yang sehat.

Jadi elektroda (C) yang menghadap ke bagian sel yang rusak akan merekam

defleksi negatif (garis isopotensial negatif) sebaliknya elektrode (A) yang menghadap ke
bagian yang sehat akan merekam defleksi positif (garis isopotensial positif) terhadap

garis potensial nol (Gambar 2).

Pada waktu dirangsang, terjadilah proses depolarisasi di bagian sel yang sehat

maupun yang rusak. Jarum galvanometer akan mencatat defleksi yang sama seperti

halnya pada sel yang sehat , yaitu defleksi positif pada elektroda (C) yang dituju oleh arus

depolarisasi, sedangkan defleksi negatif pada elektroda (A) yang ditinggalkan arus

depolarisasi. Setelah seluruh sel mengadakan depolarisasi, tidak ada perbedaan potensial

di antara elektroda positif dan indiferen, maka jarum galvanometer masing-masing

elektroda akan mencatat garis isopotensial (garis isoelektrik yang sebenarnya).

Sedangkan perbedaan potensial di antara bagian sel yang rusak dan yang sehat akan

nampak kembali pada stadium repolarisasi.

Dengan demikian, gambaran di elektroda A tercatat suatu depresi segmen setelah

defleksi negatif; sebaliknya di elektroda C tercatat suatu elevasi segmen sesudah defleksi

positif.

Apabila percobaan yang sama dilakukan pada sebuah sel jantung yang sebagian

telah mati, ditinjau dari segi elektrofisiologis, bagian sel yang mati masih mampu

menjalarkan aliran listrik namun tidak memberikan gambaran apa-apa pada pencatatan

galvanometer, sehingga dapat diibaratkan sebagai sebuah daerah kosong. Jadi pada waktu

arus depolarisasi melewati bagian sel yang mati, yang tercatat pada elektroda sebenarnya

adalah arus depolarisasi dari bagian sel sehat yang terletak pada sisi yang berlawanan.

Maka pada elektroda (C) akan tampak sebuah defleksi negatif sebelum defleksi positif

(Gambar 3).
Fenomena bioelektrik dari sel tunggal ini tampak sama apabila diekstrapolasikan

pada sebuah jantung yang sedang berkontraksi.

Pada waktu jantung dalam keadaan tidak aktif, tidak ada perbedaan potensial di

antara elektroda dan tercatat sebuah garis potensial nol atau baseline.

Pada waktu jantung mengadakan depolarisasi, maka elektroda positif (C) yang

dituju oleh arus depolarisasi akan menimbulkan defleksi positif, dan yang ditinggalkan

oleh arus depolarisasi (A) akan menimbulkan defleksi negatif, sedangkan elektroda

positif yang diletakkan tegak lurus terhadap arus depolarisasi (B) akan memberi

gambaran bifasik (Gambar 4A).

Namun pada fase repolarisasi, fenomena bioelektrik dari sel tunggal ini tampak

berbeda dengan jantung yang utuh, dimana bagian yang terakhir mengadakan

depolarisasi yaitu epikard, akan mengalami repolarisasi lebih dulu. Hal ini disebabkan

karena tekanan dapat menghambat proses repolarisasi. Jadi endokard yang mendapat

tekanan lebih besar dari volume darah intraventrikular bila dibandingkan dengan epikard,

akan lebih lambat mengalami proses repolarisasi. Sebagai akibat, arus repolarisasi di

miokard berjalan berlawanan arah dengan arus depolarisasi. Dengan demikian arah

defleksi arus repolarisasi akan sama dengan arus depolarisasi.

Dalam hubungannya dengan EKG, maka defleksi gelombang T selalu searah

dengan defleksi kompleks QRS, walaupun kadang-kadang dapat ditemukan defleksi

gelombang T yang berlawanan arah dengan kompleks QRS pada orang normal.

Bagaimana gambaran EKG pada jantung yang sebagian jaringannya rusak (injury

atau ischemic) ?
Telah dibicarakan di atas bahwa Na+ lebih banyak berakumulasi di bagian

jaringan yang rusak sehingga terjadi perbedaan potensial dimana bagian yang rusak

menjadi relatif lebih negatif (kurang positif) dibandingkan dengan yang sehat. Di

samping itu jaringan yang rusak juga tidak mampu mengadakan repolarisasi sempurna.

Apabila bagian yang rusak ini terletak tepat di bawah elektroda, maka yang terekam ialah

isopotensial negatif. Sebaliknya apabila bagian yang sehat berada tepat di bawah

elektroda, maka yang terekam ialah isopotensial positif.

Pada saat jantung mengadakan depolarisasi, seperti biasanya, jarum galvanometer

memberi gambaran defleksi positif pada elektroda yang dituju arus depolarisasi, dan

negatif pada elektroda yang ditinggalkan arus depolarisasi. Sesudah proses depolarisasi

selesai jarum galvanometer mencatat garis potensial nol. Setelah itu proses repolarisasi

yang abnormal menyebabkan jarum galvanometer kembali mencatat garis positif atau

negatif isopotensial. Dalam kompleks EKG gambaran ini dikenal sebagai elevasi atau

depresi segmen ST .

Dalam hubungannya dengan kejadian klinis, daerah iskemik selalu terletak pada

miokard bagian dalam, dengan kata lain miokard yang sehat letaknya tepat di bawah

elektroda, jadi akan terekam suatu gambaran depresi segmen ST (Gambar 4B).

Sedangkan pada infark, daerah yang rusak (injury) akan mencapai miokard bagian luar,

dengan kata lain jaringan yang rusak terletak tepat di bawah elektroda sehingga terekam

suatu elevasi segmen ST (Gambar 4C).

Apa yang terjadi apabila sebagian dari otot jantung nekrosis (infark lama)?

Di daerah nekrosis tidak ada konduksi aliran bioelektrik (electrically silent). Jadi

arus depolarisasi yang terekam adalah arus yang merambat menjauhi daerah ini.
Akibatnya, elektroda C yang menghadap ke daerah nekrosis akan memberi gambaran

defleksi negatif. Sebaliknya elektroda A yang berada pada posisi berlawanan akan

memberi gambaran defleksi positif.

Di dalam kompleks EKG, gambaran defleksi negatif pada elektroda yang

menghadap ke daerah nekrosis dikenal sebagai gelombang Q, sedangkan defleksi positif

pada elektroda yang terletak di sisi berlawanan dikenal sebagai perubahan resiprokal

(reciprocal changes). Jadi adanya gelombang Q tanpa disertai elevasi ST menandakan

adanya infark yang (Gambar 4D).

SANDAPAN EKG (Lead ECG)

Sandapan EKG dibagi menjadi sandapan ekstremitas bipolar (Bipolar limb lead)

yaitu: Sandapan I, II dan III. Sandapan ekstremitas unipolar (Unipolar limb lead) yaitu :

Sandapan aVR, aVL dan aVF. Sandapan prekordial (Precordial lead) yaitu: sandapan V1,

V2, V3. V4, V5 dan V6.

Sandapan I (lead I): berasal dari elektroda lengan kanan (right arm = RA, negatif)

ke elektroda lengan kiri (left arm = LA, positif) memiliki sumbu horizontal. Sandapan II

(lead II): berasal dari elektroda lengan kanan (RA, negatif) ke elektroda tungkai kiri (left

leg = LL, positif) memiliki sumbu dari kiri bawah ke kanan atas. Sandapan III (lead III)

: berasal dari elektroda lengan kiri (LA, negatif) ke elektroda tungkai kiri (LL,

positif) memiliki sumbuh dari kanan bawah ke kiri atas (gambar 5).

Dengan posisi demikian, maka sandapan II akan mencatat perbedaan potensial

bioelektrik jantung yang paling besar, karena selain pasangan elektroda ini memiliki

sumbu yang sejajar dengan vektor jantung, juga vektor jantung berjalan mengarah ke
elektrodanya yang positif. Sandapan I dan III letaknya tidak sejajar tetapi juga tidak tegak

lurus terhadap vektor jantung, maka sandapan tersebut mencatat perbedaan potensial

yang kurang dari maksimum tetapi lebih dari 0 (Hukum dasar EKG dari Goldberger).

Berdasarkan Hukum Kirchhoff, jumlah aljabar perbedaan potensial dari suatu

lingkaran tertutup sama dengan 0. Apabila hukum ini diterapkan pada persamaan

Einthoven, maka: I + III +(-II) = 0 (karena sandapan II dipasang kebalikan dari I dan III),

sehingga persamaan ini dapat ditulis: I + III = II

Hukum ini memberi petunjuk bahwa amplitudo (tegangan) kompleks EKG di

sandapan II sama dengan jumlah amplitudo kompleks EKG di sandapan I dan sandapan

III.

Pentingnya hukum Einthoven ini ialah untuk mengamati apakah posisi elektroda

yang terpasang sudah tepat atau tidak ? Apabila amplitudo kompleks EKG di sandapan II

tidak sama dengan jumlah amplitudo kompleks EKG di sandapan I dan sandapan III,

maka hal ini mengindikasikan bahwa ada elektroda yang tidak tepat penempatannya.

Untuk dapat mengukur arus bioelektrik jantung secara mutlak, walaupun dengan

muatan yang sangat kecil pada sebuah elektroda positif, maka syaratnya ialah pasangan

elektroda negatifnya harus tidak memiliki kekuatan arus listrik atau berpotensial nol (zero

potential).

Pada tahun 1932, Frank Wilson menciptakan sandapan ekstremitas unipolar

dengan meletakkan tiga elektroda positif mengikuti tiga tempat elektroda sandapan

ekstremitas bipolar dari Einthoven, yaitu ditempatkan di lengan kiri (L), lengan kanan (R)

dan tungkai kiri (F). Kemudian untuk setiap elektroda positif pasangan elektroda

negatifnya dibuat dari sambungan antara kedua elektroda positif yang lain. Setelah itu
elektroda-elektroda negatif ini digabung menjadi satu agar kekuatan mereka masing-

masing saling meniadakan (zero potential).

Elektroda-elektroda negatif gabungan yang terbentuk ini dinamakan terminal

sentral (central terminal). Letak terminal sentral (karena memiliki zero potential) dalam

hubungannya dengan jantung dapat diasumsikan juga terletak pada titik dimana sistem

triaksial Einthoven berpusat. Dengan demikian orientasi sumbu dari ketiga sandapan

ekstremitas unipolar secara hipotetik dapat digambarkan berasal dari pusat segi tiga

Einthoven menuju ke lengan kiri, lengan kanan dan tungkai kiri.

Berhubung sandapan ekstremitas unipolar mengukur voltase (V) arus depolarisasi

jantung, maka yang dari sentral terminal ke lengan kiri (left = L) dinamakan

sandapan VL, yang ke lengan kanan (right = R) dinamakan sandapan VR dan

yang ke tungkai (foot=F) kiri dinamakan sandapan VF. Dengan demikian,

terbentuk lagi sebuah frontal plane baru yang juga terdiri dari tiga sandapan.

Ternyata dalam prakteknya kompleks EKG yang dicatat melalui unipolar limb

menurut sandapan dari Wilson ini sangat kecil. Pada tahun 1942, Goldberger menemukan

bahwa pemutusan hubungan elektroda-elektroda negatif dengan sentral terminal akan

memperbesar 50 % voltase pencatatan dari elektroda positif. Dengan demikian ketiga

sandapan ekstremitas unipolar yang dimodifikasi ini diberi tambahan huruf "a"

(augmented) yang saat ini dikenal sebagai : sandapan aVL, sandapan aVR dan

sandapan aVF (gambar 6)

SANDAPAN PREKORDIAL (PRECORDIAL LEAD)

Ke-enam sandapan ekstremitas yang dibicarakan di atas mempunyai dua kelemahan, yaitu :

a. Hanya dapat mengukur aktivitas bioelektrik jantung dari dua kutub yang jauh dari jantung.

b. Hanya dapat mengukur aktivitas bioelektrik jantung yang merambat melalui bidang frontal.
Agar dapat merekam aktivitas bioelektrik jantung yang terletak lebih dekat dan yang merambat

melalui bidang horizontal dari berbagai sudut, maka pada tahun 1932 telah diperkenalkan sandapan

prekordial unipolar (unipolar precordial lead).

Elektroda-elektroda sandapan prekordial unipolar merupakan elektroda positif ditempatkan secara

horizontal pada dada atau punggung mengelilingi jantung, sedangkan elektroda-elektroda negatifnya

dihubungkan ke terminal sentral. Jadi, seperti sandapan ekstremitas unipolar, sandapan precordial unipolar

juga mengukur voltase (V) arus depolarisasi jantung sehingga diberi tanda V.

Enam tempat yang umum dipakai untuk ke-enam sandapan prekordial (Gambar 7) adalah :

V1 : pada sisi kanan sternum di sela iga keempat.

V2 : pada sisi kiri sternum di sela iga keempat.

V3 : antara V2 dan V4.

V4 : pada garis midklavikular kiri di sela iga kelima.

V5 : pada garis aksilaris anterior kiri setinggi V4.

V6 : pada garis midaksilaris setinggi V4.

Dengan letak yang sedemikian rupa, maka sandapan V1 dan V2 akan merekam aktivitas

bioelektrik ventrikel kanan dan septum interventrikular. Sandapan V3 dan V4 akan merekam aktivitas

bioelektrik dinding anterior jantung, sehingga disebut sandapan anterior, sedangkan sandapan V5 dan V6

akan merekam aktivitas bioelektrik dinding lateral jantung sehingga di sebut sandapan lateral.

Ke-enam sandapan ektremitas ditambah dengan ke-enam sandapan prekordial unipolar disebut

EKG sandapan duabelas (standard ECG) yang diakui secara internasional.

CARA MENILAI DAN MENGHITUNG AKSIS (Arah arus depolarisasi jantung)

Karena tubuh merupakan sebuah volume konduktor yang dapat diibaratkan

sebagai sebuah tong yang berisi air garam, maka dalam keadaan normal, setelah sel

pacemaker dominan (nodus SA) mengadakan depolarisasi, arus depolarisasi yang

ditimbulkan ini akan merambat secara konsentrik ke segala arah. Kejadian ini mirip

seperti halnya apabila sebuah kerikil kecil dijatuhkan ke permukaan air yang tenang,
menimbulkan gelombang melingkar yang mengalun dari tengah (nodus SA) menuju ke

tepi.

Di dalam jantung arus depolarisasi ini sebenarnya juga merambat seperti

gelombang melingkar dari SA node ke sel-sel sebelahnya, sampai seluruh jantung

mengadakan depolarisasi. Namun dengan adanya "sistem konduksi jantung" yang

menyalurkan arus bioelektrik yang jauh lebih cepat dan lebih efisien dibanding sel-sel

jantung yang lain, maka gelombang depolarisasi jantung yang berasal dari nodus SA akan

merambat lebih cepat mengikuti urutan jalur sistem konduksi ini, yaitu dari nodus SA

menuju ke nodus AV, sesudah itu berjalan mengikuti berkas His dan membelok sedikit ke

arah ventrikel kanan sesuai dengan percabangan berkas His, kemudian melalui septum

menuju ke apex melalui anyaman Purkinje dan menyebar ke kedua ventrikel.

Berhubung ventrikel kiri jauh lebih besar dibandingkan dengan ventrikel kanan,

maka aktivitas bioelektrik di ventrikel kiri memiliki intensitas yang lebih besar dan waktu

yang lebih lama, sehingga gelombang depolarisasi jantung nampak semata-mata berjalan

dari bagian tengah jantung menuju apex kemudian membelok dan berakhir di ventrikel

kiri.

Rambatan arus-arus depolarisasi ini secara grafik dapat digambarkan sebagai

vektor-vektor kecil yang setiap saat memiliki arah dan intensitas tersendiri, yang apabila

digabungkan akan membentuk sebuah vektor utama yang dikenal sebagai aksis

bioelektrik jantung atau aksis jantung. Aksis jantung yang normal berjalan dari kanan

atas menuju ke kiri bawah jantung, atau apabila badan dibagi menjadi empat kwadran,

maka aksis berada di kwadran kiri bawah.


Secara teoritis setiap sandapan yang terletak pada bidang frontal dapat dipakai

untuk menghitung aksis. Namun aksis jantung dapat ditentukan dengan mudah dan cepat

dengan menggunakan sandapan I dan sandapan aVF. Hal ini disebabkan karena

sandapan I dan sandapan aVF saling tegak lurus dan membentuk satu kuadran dari 0 0 ke

+90. Bila kedua potensial (jumlah aljabar defleksi positif dan negatif) di sandapan I dan

sandapan aVF positif, maka aksis jantung disebut normal karena terletak di antara 0 dan

+900. Bila potensial di salah satu sandapan (sandapan I atau sandapan aVF) adalah

negatif, maka aksis dievaluasi dengan cara menghubungkan pusat lingkaran dengan titik

potong dari kedua garis tegak lurus, yang ditarik dari titik-titik sandapan I dan sandapan

aVF sesuai dengan nilai potensialnya (Gambar 8).

PRINSIP MEMBACA EKG

Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca

mengikuti urutan petunjuk di bawah ini

1. IRAMA

Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS

didahului oleh sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan

irama sinus.

Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV

derajat dua atau tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain lain.

2. LAJU QRS (QRS RATE)

Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang dari

60 kali disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus.
Laju QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia

supraventrikular (kompleks QRS sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks QRS

lebar).

Pada blok AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan juga laju

gelombang P (atrial rate).

EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi

atrium, atau pada keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun

ventrikel), juga pada sick sinus syndrome.

3. AKSIS.

Aksis normal selalu terdapat antara -30 sampai +110. Lebih dari -30 disebut

deviasi aksis kiri, lebih dari +110 disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180

disebut aksis superior.

Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable,

misalnya pada EKG dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS di semua

sandapan sama besarnya.

4. INTERVAL -PR

Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok

AV derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta menunjukkan

Wolff-Parkinson- White syndrome.

5. MORFOLOGI

5.1. Gelombang P

Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P-

pulmonal atau P-mitral.


5.2. Kompleks QRS

Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan

bagian jantung mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat).

Bagaimana amplitudo gelombang R dan S di sandapan prekordial. Gelombang R

yang tinggi di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau infark

dinding posterior). Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6 dengan gelombang

S yang dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi ventrikel kiri.

Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right bundle

branch block, left bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.

5.3. segmen ST

Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari

jantung yang mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.

5.4. Gelombang T

Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-

inverted) menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang

runcing menandakan hiperkalemia.

Anda mungkin juga menyukai

  • SOP PEMASANGAN TRansfusi Fix
    SOP PEMASANGAN TRansfusi Fix
    Dokumen7 halaman
    SOP PEMASANGAN TRansfusi Fix
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • TERAPI OBAT DEPRESI
    TERAPI OBAT DEPRESI
    Dokumen35 halaman
    TERAPI OBAT DEPRESI
    Lira Riana Akbar
    Belum ada peringkat
  • Diagnosa Kasus
    Diagnosa Kasus
    Dokumen4 halaman
    Diagnosa Kasus
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Leaflet PTM
    Leaflet PTM
    Dokumen2 halaman
    Leaflet PTM
    Sri Sulistyawati Anton
    0% (1)
  • Asuhan Keperawatan Keluarga
    Asuhan Keperawatan Keluarga
    Dokumen13 halaman
    Asuhan Keperawatan Keluarga
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • SOP Balance Cairan
    SOP Balance Cairan
    Dokumen6 halaman
    SOP Balance Cairan
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • SOP Balance Cairan
    SOP Balance Cairan
    Dokumen6 halaman
    SOP Balance Cairan
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Sop Picc
    Sop Picc
    Dokumen7 halaman
    Sop Picc
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Ventilasi
    Ventilasi
    Dokumen5 halaman
    Ventilasi
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Analisis Risiko
    Analisis Risiko
    Dokumen10 halaman
    Analisis Risiko
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Sop Huknah
    Sop Huknah
    Dokumen6 halaman
    Sop Huknah
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Diagnosa Keperawatan Keluarga
    Diagnosa Keperawatan Keluarga
    Dokumen4 halaman
    Diagnosa Keperawatan Keluarga
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • SOP Koreksi Albumin
    SOP Koreksi Albumin
    Dokumen8 halaman
    SOP Koreksi Albumin
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Sop CVP
    Sop CVP
    Dokumen6 halaman
    Sop CVP
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Rute Pemberian Obat
    Rute Pemberian Obat
    Dokumen21 halaman
    Rute Pemberian Obat
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Torch Pada Kehamilan
    Infeksi Torch Pada Kehamilan
    Dokumen15 halaman
    Infeksi Torch Pada Kehamilan
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Sop Huknah
    Sop Huknah
    Dokumen6 halaman
    Sop Huknah
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Askep Sehat Jiwa
    Askep Sehat Jiwa
    Dokumen43 halaman
    Askep Sehat Jiwa
    irma dwi hapsari
    100% (11)
  • SOP Balance Cairan
    SOP Balance Cairan
    Dokumen6 halaman
    SOP Balance Cairan
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Sop CVP
    Sop CVP
    Dokumen6 halaman
    Sop CVP
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Silabus Kep. Keluarga
    Silabus Kep. Keluarga
    Dokumen9 halaman
    Silabus Kep. Keluarga
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Konsep Keperawatan Keluarga
    Konsep Keperawatan Keluarga
    Dokumen30 halaman
    Konsep Keperawatan Keluarga
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • SOP Injeksi Triway
    SOP Injeksi Triway
    Dokumen6 halaman
    SOP Injeksi Triway
    Sri Sulistyawati Anton
    100% (1)
  • Patofis Io Dan Aids
    Patofis Io Dan Aids
    Dokumen1 halaman
    Patofis Io Dan Aids
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Manasik Umroh
    Manasik Umroh
    Dokumen67 halaman
    Manasik Umroh
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • Sop Lab
    Sop Lab
    Dokumen8 halaman
    Sop Lab
    Bestrica Kurnia Sari
    Belum ada peringkat
  • Peraturan Pemerintah Tahun 2004 043 04
    Peraturan Pemerintah Tahun 2004 043 04
    Dokumen27 halaman
    Peraturan Pemerintah Tahun 2004 043 04
    Dre Hasan
    Belum ada peringkat
  • Sop Labk
    Sop Labk
    Dokumen4 halaman
    Sop Labk
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat
  • 04 Kerangka Teori Hipotesis Ok
    04 Kerangka Teori Hipotesis Ok
    Dokumen14 halaman
    04 Kerangka Teori Hipotesis Ok
    sharah fitriani
    Belum ada peringkat
  • Sop Labk
    Sop Labk
    Dokumen4 halaman
    Sop Labk
    Sri Sulistyawati Anton
    Belum ada peringkat