Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MODEL PENGEMBANGAN
LPMD
LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT DESA
I. PENDAHULUAN
Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan konsumsi penduduk secara fisik
maupun ekonomi, diperlukan pengelolaan cadangan pangan di seluruh komponen
masyarakat. Salah satu caranya ialah dengan menumbuh-kembangkan sekaligus
memelihara tradisi masyarakat secara perorangan maupun kelompok untuk
menyisihkan sebagian hasil panen sebagai cadangan pangan dengan membangun
lumbung pangan.
Memantapkan ketahanan pangan masyarakat merupakan prioritas utama
dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi
sumber daya manusia suatu bangsa. Pada kenyataannya cadangan pangan bagi
masyarakat di suatu daerah dikuasai oleh pemerintah, pedagang / suasta dan
rumah tangga yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda. Cadangan
pangan yang dikuasai oleh pemerintah berfungsi a.l. untuk : (1). melakukan
operasi pasar murni (OPM) dalam rangka stabilisasi harga; (2). memenuhi
kebutuhan pangan akibat bencana alam atau kerusuhan sosial; (3). memenuhi
jatah beras golongan berpendapatan tetap dalam hal ini PNS, TNI/Polri; dan (4).
memenuhi penyaluran pangan secara khusus seperti program Raskin.
Cadangan pangan yang dikuasai suasta/pedagang, umumnyai berfungsi
untuk : (1). mengantisipasi terjadinya lonjakan permintaan; dan (2).
mengantisipasi terjadinya keterlambatan pasokan pangan. Sementara itu,
cadangan pangan yang dikuasai oleh rumah tangga, baik individu maupun secara
kolektif, berfungsi untuk : (1). mengantisipasi terjadinya kekurangan bahan
pangan pada musim paceklik; dan (2). mengantisipasi ancaman gagal panen akibat
bencana alam seperti serangan hama dan penyakit, anomali iklim dan banjir.
Dalam era otonomi daerah, masyarakat perlu dilibatkan agar dapat
menumbuhkembangkan dan sekaligus memelihara tradisi, baik secara individu
maupun secara kelompok, untuk mencadangkan pangannya. Upaya tersebut antara
lain dilakukan dengan jalan sosialisasi yang bersifat memberikan suatu
pemahaman agar terbentuk suatu persepsi tertentu, misalnya, pemahaman bahwa
mengandalkan sepenuhnya pemenuhan pangan pokok lewat pasar bebas adalah
riskan, karena masalah pangan bisa muncul kapan saja. Dapat pula dengan upaya
melakukan program aksi pemberdayaan yang bersifat sebagai stimulan seperti
program revitalisasi lumbung pangan masyarakat.
Di samping itu secara kelembagaan, dalam rangka pengembangan cadangan
pangan pemerintah diusulkan pembagian peran dimana pemerintah pusat tetap
mengelola cadangan pangan beras, sedangkan pemerintah daerah mengelola
cadangan pangan non beras sesuai dengan makanan pokok masyarakat setempat.
Selain itu perlu mempertahankan sistem sentralistik dalam pengelolaan cadangan
pangan beras oleh pemerintah pusat. Disamping itu, ada baiknya pula diperjelas
2
pembagian peran, dimana pemerintah pusat mengelola stok operasi, stok
penyangga dan pipe line stock, sedangkan pemerintah daerah mengelola reserve
stock yang diperuntukkan untuk keperluan darurat seperti bencana alam, dan
konflik sosial yang tidak bersifat nasional. Dalam hal tertentu diperlukan adanya
pendekatan terdesentralisasi (bukan terpusat) dalam mekanisme penyaluran stok
beras untuk keadaan darurat. Ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
melalui pengurangan koordinasi, pemotongan jalur birokrasi, pendistribusian tugas
dan wewenang, dan sekaligus pendistribusian beban biaya dan riosiko di antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Kerawanan pangan dan kemiskinan hingga kini masih menjadi masalah
utama di Indonesia. Kerawanan pangan mempunyai korelasi positif dan erat
kaitannya dengan kemiskinan. Meskipun jumlah penduduk miskin telah menurun
dibanding sebelum krisis ekonomi tahun 1998, berdasarkan data BPS Tahun 2007,
jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 37,17 juta (16,58%), Sedangkan
jumlah penduduk miskin diakibatkan oleh kerentanan rawan pangan tahun 2007
sebesar 31,81 juta jiwa (14,19%).
Berdasarkan data tersebut maka fokus pembangunan pada saat ini masih
diarahkan pada penanganan masalah kerawanan pangan dan kemiskinan yang
berada di pedesaan/perkotaan dengan jalan meningkatkan ketahanan pangan.
Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan keluarga, upaya yang dilakukan
antara lain melalui penguatan cadangan pangan masyarakat dalam bentuk
kelembagaan lumbung pangan. Lumbung pangan adalah salah satu kelembagaan
yang ada di masyarakat yang telah lama berperan dalam pengadaan pangan
terutama dalam musim paceklik. Peranan lumbung di masa lalu lebih bersifat
sosial dan sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen yang dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat di musim paceklik. Peranan lumbung ini pernah diupayakan untuk
digantikan oleh kelembagaan alternative dengan mengintegrasikan seluruh
lembaga sosial pedesaan dalam suatu organisasi modern. Namun kelembagaan
alternative tersebut ternyata mengalami kegagalan dan menyebabkan petani
selalu berada dalam posisi lemah. Berdasarkan hasil penelitian PSP-LP IPB tahun
2001, menunjukkan bahwa lumbung pangan pedesaan di beberapa daerah terbukti
memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi dari jenis-jenis lembaga alternatif yang
diintervensi dari luar. Lumbung pangan tersebut tidak hanya efektif dalam
melayani kebutuhan pangan anggotanya pada saat krisis tetapi juga melayani
kebutuhan finansial anggotanya dari hasil pengelolaan lumbung.
Dalam rangka mendukung ketahanan pangan komunitas anggota lumbung,
kelembagaan lumbung pangan harus mampu berperan ganda tidak hanya dalam
menjalankan fungsi social tetapi juga fungsi ekonomi bagi anggotanya. Badan
Ketahanan Pangan Deptan pada Tahun 2009 melaksanakan kegiatan
pemberdayaan lumbung pangan sebagai bagian integral dari Program Aksi Desa
Mandiri Pangan dan diharapkan mampu mempercepat peningkatan ketahanan
pangan masyarakat di pedesaan/perkotaan.
1.2. Tujuan
Meningkatkan peran kelembagaan lumbung pangan selain berperan sebagai
fungsi sosial dalam penyediaan cadangan pangan masyarakat diharapkan juga
berperan sebagai fungsi ekonomi bagi kesejahteraan anggota dan masyarakat di
sekitar desa sasaran.
1.3. Sasaran
3
Sasaran kelompok berada di Desa Mandiri Pangan yang mendapat bantuan
pemerintah. Penerima manfaat adalah rumah tangga miskin .
Sumber: cetak.kompas.com/read/xml/2009/1...ni.Kecil
Lumbung pangan akan memberikan pinjaman pangan tanpa ada kewajiban untuk
mengembalikan. Ini sifatnya bantuan dan besarannya tergantung tingkat kerusakan
dan kesepakatan warga. Begitu pula bila musim kemarau datang lebih lama, warga
tak perlu panik kekurangan makanan. Lumbung pangan mereka siap kapan saja
membantu warga yang dilanda paceklik.
Warga yang kekurangan benih untuk musim tanam berikutnya, misalnya karena
benih cadangan ikut terjual untuk kebutuhan anak sekolah, juga tidak usah
gelisah. Mereka bisa meminjam benih dari lumbung pangan itu.
Lumbung ini tidak hanya menyimpan gabah kering giling, umbi-umbian, atau
kacangkacangan, tetapi juga keperluan petani lainnya seperti benih.
1.5. Pengertian
4
1. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah, mutunya, aman, merata dan terjangkau. (UU No.7/1996).
2. Rawan Pangan adalah kondisi suatu daerah, masyarakat atau rumah
tangga yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup
untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan
kesehatan sebagian besar masyarakatnya.
3. Cadangan Pangan Masyarakat adalah cadangan pangan yang dikelola
masyarakat atau rumahtangga termasuk petani, koperasi, pedagang dan
industri rumahtangga.
4. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat,
khususnya mereka yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya
pembangunan didorong untuk semakin mandiri dalam mengembangkan
perikehidupan mereka.
Dalam proses ini masyarakat dibantu untuk mengkaji kebutuhan,
masalah dan peluang dalam pembangunan yang dimilikinya sesuai
dengan lingkungan sosial ekonomi perikehidupan mereka sendiri.
5. Desa Mandiri Pangan adalah desa yang masyarakatnya mempunyai
kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui
pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi dan
subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat
secara berkelanjutan.
6. Lumbung Pangan Masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat desa/kota yang bertujuan untuk pengembangan penyediaan
cadangan pangan dengan system tunda jual, penyimpanan,
pendistribusian, pengolahan dan perdagangan bahan pangan yang
dikelola secara berkelompok.
7. Bantuan Sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada
masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
(Pedum Bansos Untuk Pertanian Tahun 2009).
Sumber: 219.83.122.194/web/index.php%3Fo...id%3D109
6
II. KERANGKA KONSEP LPMD
Pembentukan Asosiasi
Asosiasi (Gapoktan) sendiri merupakan puncak dari kuatnya organisasi
petani. Mulai dari bawah adalah petani secara individu. Beberapa petani,
antara 8 hingga 20 orang, bergabung dalam kelompok tani. Di satu desa bisa
terdapat beberapa kelompok tani yang kemudian bergabung dalam
Gapoktan. Di satu desa terdapat satu atau lebih kelompok tani. Mereka ini
kemudian membentuk asosiasi yang mewadahi sebagian besar petani di
kawasan ini. Masing-masing tingkat organisasi ini punya fokus isu tersendiri.
Kelompok tani misalnya fokus pada aspek produksi. Kerja sama sesama
petani adalah untuk mendukung produksi pertanian.
Sumber: akln.setjen.depdagri.go.id/new/c...g-
pangan
8
Sumber: akln.setjen.depdagri.go.id/new/c...g-pangan
Seringkali pihak ke tiga, seperti VECO Indonesia dan mitranya YMTM TTU,
dapat memfasilitasi terbentuknya asosiasi petani melalui berbagai program
seperti peningkatan kapasitas petani maupun pemberian modal usaha.
Peningkatan kapasitas tersebut dilakukan melalui pelatihan untuk petani
atau dengan melakukan survei pasar.
Pembentukan asosiasi berdampak positif pada taraf hidup petani setempat.
Hal ini akibat meningkatnya harga hasil tanaman, seperti kedelai, kacang
tanah ; misdalnya harga kacangtanah dari semula Rp 3000 hingga bisa
9
mencapai Rp 10.000 per kg. Di sisi lain, jumlah produksi tanaman juga dapat
meningkat. Dari yang semula 20-30 karung per hektar per petani, bisa
mencapai 100 karung per hektar. Peningkatan produksi ini karena adanya
kerja sama antar petani dan penguasaan teknologi budidaya yang semakin
baik.
Sumber : triwisaksana.blogspot.com/2009_0...ive.html
Pertama, dari yang semula jadi korban, petani bisa beralih mengendalikan.
Petani kini menjadi pengendali pemasaran hasil tanaman. Pemasaran hasil di
kawasan sekitar semula dikendalikan tengkulak, namun saat ini dikendalikan
oleh petani. Petani dapat ikut mengendalikan penentuan harga,
penimbangan, hingga informasi pasar.
Sumber: www.jombangkab.go.id/e-gov/layan...o%3D2569
Kegiatan pengendalian hama tikus sudah menjadi pekerjaan rutin bagi Kelompok
Tani Desa Jombatan, Kec. Kesamben. Hal ini terbukti pengendalian dengan cara
Gropyokan dan Pengemposan sangat efektif mengurangi populasi hama tikus dan
biayanya murah. Pengendalian dengan cara ini hanya dibutuhkan kekompakan saja
di kelompoktani dan antar kelompoktani dalam upaya mengamankan produksi
Tanaman pangan dan tanaman perkebunan ( Tebu ) dari serangan hama tikus.
Ke lima, petani dapat mengubah sistem ijon yang selama ini terlanjur
dianggap sebagai sistem terbaik dalam pemasaran hasil pertanian. Dulunya
sistem ijon terjadi akibat petani harus berhutan pada tengkulak atau
pengusaha. Namun kini petani menjual pada asosiasi yang membeli dengan
harga tinggi sehingga tidak perlu berhutang lagi.
Petani dapat menjual padinya pada saat belum panen (tanaman masih
hijau) untuk memenuhi ekebutuhan mendesak
Sumber: anisavitri.wordpress.com/2009/12/17/
Urgensi lumbung
Fenomena lumbung desa telah lama dikenal sebagai institusi cadangan
pangan di pedesaan dan sebagai penolong petani di masa paceklik. Dengan fungsi
konvensionalnya, lumbung desa telah membantu meningkatkan ketahanan pangan
masyarakat dalam skala kecil. Sayangnya, sepanjang periode orde baru, akibat
kebijakan pangan (beras) murah, terjangkau semua orang dan tersedia setiap saat,
institusi yang sebetulnya hidup dan dipelihara turun-temurun itu lenyap ditelan
waktu.
Masyarakat merasa tidak perlu lagi menyisihkan dan menyimpan sebagian
panenya di lumbung desa. Cuma, gagasan untuk menghidupkan kembali institusi
lumbung desa saat ini bukan pekerjaan mudah. Identifikasi kondisi lumbung
pangan masyarakat desa (LPMD) di Jabar (Kabupaten Tasikmalaya, Cirebon dan
Cianjur) dan Jateng (Banyumas, Purworejo dan Boyolali) oleh Departemen
Pertanian (2001) menunjukkan jika LPMD belum bisa diandalkan sebagai lembaga
yang mampu menyerap marketable plus di saat panen raya. Apalagi diharapkan
sebagai stabilitas cadangan pangan masyarakat dan membantu mengamankan
harga gabah dari kejatuhan. Di Jabar, marketable plus gabah mencapai 4.074 ribu
ton, sementara kapasitas LPMD cuma 13.771 ton (0,59 persen). Sedangkan di
Jateng, kapasitas seluruh LPMD hanya menyerap 0,92 persen marketable plus.
Modal awal LPMD hanya dihimpun sekali dalam bentuk natura (gabah).
Berikutnya tidak pernah ada aktivitas penyimpanan (setor), yang ada adalah jasa
peminjaman dalam bentuk natura dan dikembalikan dalam bentuk natura.
Penggunaan jasa pinjaman selain untuk akumulasi modal, susut, dan jasa pengurus
serta anggota, juga dipakai untuk kegiatan sosial seperti mengatasi musibah.
Dengan kata lain, dalam pengelolaannya LPMD masih menggunakan sistem natura,
dan bukan uang. Ciri lain yang melekat, hampir semua LPMD masih berorientasi
sosial.
17
Seiring makin menurunnya peran Bulog dalam pembentukkan cadangan
pangan nasional, maka langkah merevitalisasi LPMD menjadi institusi penyangga
cadangan pangan menjadi amat strategis. Revitalisasi LPMD menjadi lembaga
perekonomian desa harus dilakukan secara bertahap. Mula-mula LPMD yang sudah
ada dan bersifat sosial dapat ditingkatkan menjadi LPMD sederhana yang kokoh.
Selanjutnya, LPMD itu harus difasilitasi menjadi lumbung pangan yang modern
seperti yang ada di negara-negara maju.
Cikal-bakal lumbung pangan demikian sudah ada di Sumatera Selatan.
Dengan prinsip saling percaya. Pengusaha penggilingan padi memberikan fasilitas
gudang gratis kepada petani. Lewat cara ini, pengusaha bisa menjaga pasokan
beras sesuai kebutuhan pasar, sehingga harga gabah/beras terkendali. Ujung-
ujungnya, bukan saja pengusaha yang untung, petani juga tidak merugi akibat
kejatuhan harga di saat panen raya. Dengan bukti kepemilikan gabah di gudang,
petani juga bisa mendapatkan kredit dari pengusaha dan pihak lain. Di Lampung
jauh lebih maju. Dengan mengantongi sertifikat kepemilikan kopi di gudang dari
surveyor, petani kopi di sana dengan mudah bisa mendapatkan fasilitas kredit off-
shore berbunga ringan dari institusi perbankan.
Untuk mengembangkan lumbung pangan modern, yang penting bukan cuma
institusi fisik, tapi juga soal manajemennya. Intinya, pengelolaan lumbung pangan
modern menyangkut tiga hal penting, yaitu pengelolaan risiko, bursa komoditas,
dan prinsip saling kepercayaan. Lumbung pangan itu bukan hanya untuk mengelola
komoditas yang punya daya simpan panjang seperti beras dan kopi atau biji-bijian,
tapi juga komoditas yang mudah dan cepat busuk seperti sayur-sayuran dan buah-
buahan.
Dengan penerapan warehouse receipt system dan pergudangan yang
canggih, petani dapat lebih terjamin pendapatannya. Petani tidak khawatir harga
jual komoditasnya anjlok karena rusak. Dengan lumbung pangan yang modern
diharapkan cadangan pangan masyarakat menjadi lebih terjamin.
Sumber: www.inilah.com/berita_print.php%...%3D40695
Jika bencana kekeringan terus meluas, pasti bakal ikut memicu lonjakan
harga pangan nasional. Harga beras sebagai bahan pangan pokok orang
Indonesia bisa merambat naik. Problem lain di luar kekeringan adalah lahan
pertanian tanaman pangan dari hari ke hari semakin berkurang sebagai
akibat darui berbagaui bentuk konversi lahan pertanian. Sebagian petani
akan mengubah pola pengelolaan lahannya mengarah kepada tanaman non-
pangan, misalnya aneka tanaman perkebunan yang lebih tahan kekeringan.
Bagian dari antisipasi kenaikan harga dan kelangkaan beras serta rawan
pangan, Propinsi Jawa Barat akan kembali menumbuhkan kebiasaan
masyarakat yang saat ini sudah ditinggalkan, yaitu lumbung padi atau
beras. Menurut Gubernur Jawa Barat, selain melaksanakan program
raskin, untuk menjaga ketahanan pangan mulai tahun ini akan
laksanakan lumbung padi atau beras di berbagai tempat di Jabar. Hal
ini sangat berguna disaat-saat terjadi krisis pangan.
A. Penumbuhan Kelompok
Tahap penumbuhan kelompok meliputi :
1) Identifikasi desa dan kelompok
2) Sosialisasi
3) Seleksi
4) Penetapan
5) Penyusunan RUK
6) Penyaluran Dana Bansos
7) Pemanfaatan Dana Bansos (pembangunan fisik lumbung).
B. Pengembangan Kelompok
1) Penguatan kelembagaan
2) Pengembangan usaha kelompok
3) Penguatan cadangan pangan
4) Penguatan modal usaha
5) Pelatihan dan pendampingan
C. Kemandirian
1) Pemantapan kelembagaan
2) Pengembangan jaringan usaha dan kemitraan
3) Pemantapan cadangan pangan
4) Pelatihan dan pendampingan
21
PENGORGANISASIAN LPMD
1. Tingkat Pusat
Kegiatan pemberdayaan lumbung pangan perlu dilakukan dengan
pengorganisasian baik di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten di bawah
koordinasi Dewan Ketahanan Pangan. Fungsi dan peran Badan Ketahanan Pangan,
Departemen Pertanian adalah:
a. Menyusun Pedoman Teknis Pemberdayaan Lumbung Pangan
b. Melakukan koordinasi, sosialisasi, verifikasi, advokasi, terhadap
penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan lumbung pangan
c. Melakukan Monitoring dan Evaluasi
d. Pembinaan
2. Tingkat Propinsi
Pada tingkat propinsi, Dewan Ketahanan Pangan di tingkat propinsi
bertindak sebagai koordinator pelaksana kegiatan. Dalam pelaksanaan kegiatan
pemberdayaan lumbung pangan melibatkan Pokja Desa Mandiri Pangan yang sudah
ada. Badan/Dinas/Instansi yang menangani Ketahanan Pangan di Propinsi
mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. Menyusun petunjuk pelaksanaan pemberdayaan lumbung pangan.
b. Melakukan koordinasi, identifikasi dan seleksi calon penerima dan calon
lokasi, sosialisasi, verifikasi, dan pembinaan terhadap penyelenggaraan
kegiatan pemberdayaan lumbung pangan.
c. Menetapkan kelompok sasaran dengan SK Kepala Badan/Instansi yang
menangani ketahanan pangan propinsi dan melaporkannya ke pusat.
d. Melakukan Monitoring dan Evaluasi secara berkala.
22
e. Melaporkan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan lumbung pangan ke
pusat.
3. Tingkat Kabupaten
Dewan Ketahanan Pangan kabupaten sebagai koordinator pelaksana di
kabupaten. Dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan LPMD melibatkan Desa
Mandiri Pangan yang sudah ada.
a. Bersama propinsi melakukan identifikasi, sosialisasi, dan seleksi calon
penerima dan calon lokasi, verifikasi, dan pembinaan terhadap
penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan lumbung pangan.
b. Bersama propinsi melakukan Monitoring dan Evaluasi.
c. Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan
lumbung pangan ke propinsi secara berkala.
d. Melakukan pendampingan dengan memanfaatkan tenaga pendamping
yang sudah ada di Desa Mandiri Pangan.
4.9. Monitoring
27
Propinsi melakukan monitoring untuk mengetahui kesesuai antara RUK
dengan realisasi pembangunan fisik lumbung pangan. Hasil monitoring tersebut
harus dilaporkan kepada pusat.
PENGANGGARAN
Sumber-sumber pendanaan untuk membiayai kegiatan lumbung pangan
dapat berasal dari APBN, APBD I, APBD II, swadaya masyarakat, dan bantuan lain
yang tidak mengikat. Pembiayaan dari APBN untuk kegiatan pemberdayaan
lumbung pangan direncanakan selama tiga tahun dengan alokasi sebesar Rp. 100
juta (disesuaikan dengan kondisi keuangan negara).
Sebagai tahap awal/penumbuhan, pada tahun 2009 ini dialokasikan dana
bansos sebesar Rp 30 juta untuk masing-masing kelompok (alokasi jumlah
kelompok di setiap propinsi terlampir) yang dipergunakan untuk pembangunan
fisik lumbung pangan. Pada Tahap Pengembangan dan Kemandirian, sisa alokasi
anggaran digunakan untuk membiayai pemenuhan cadangan pangan, dan
pengembangan usaha produktif di bidang on farm, dan off farm.
6.1. Monitoring
Monitoring dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan
kegiatan termasuk pemanfaatan dana. Monitoring dilakukan sedini mungkin untuk
mengetahui berbagai permasalahan yang muncul di lapangan supaya kegiatan
berjalan secara efektif. Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala dan
berjenjang sesuai dengan tahapan kegiatan pemberdayaan lumbung pangan.
6.2. Evaluasi
Evaluasi kegiatan dilakukan secara berjenjang (propinsi dan pusat) setiap
semester yang bertujuan untuk menilai tingkat keberhasilan kegiatan
pemberdayaan lumbung pangan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.
6.3. Pelaporan
Pelaporan pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap semester dan tepat waktu
oleh propinsi ke pusat. Laporan pelaksanaan kegiatan tersebut mencakup:
1. Kemajuan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan indikator yang
ditetapkan
2. Permasalahan yang dihadapi dan penyelesaiannya
3. Perkembangan kelompok sasaran dalam mengelola usahanya berikut
realisasi fisik dan keuangan.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1998 sampai saat ini
telah berdampak pada menurunnya kualitas ketahanan pangan masyarakat,
khususnya pada tingkat rumah tangga. Kondisi ini telah mengingatkan kita kepada
peranan lumbung pangan masyarakat sebagai salah satu sarana penopang maupun
coping mechanism bagi perwujudan ketahanan pangan masyarakat. Pada saat
krisis yang baru lalu tersebut, lumbung pangan masyarakat yang tersebar di
seluruh pedesaan telah berperan penting dalam mengatasi sebagian kesulitan yang
dialami masyarakat setempat, terutama para anggotanya.
Kelembagaan lumbung pangan masyarakat saat ini, yang masih pada
tingkatan sederhana dan berorientasi sosial, mempunyai potensi untuk
dikembangkan dan direvitalisasi melalui proses pemberdayaan secara sistematis,
utuh, terpadu dan berkesinambungan dengan melibatkan seluruh unsur terkait.
Upaya ini diharapkan akan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
perwujudan ketahanan pangan, dan lembaga sosial ekonomi masyarakat ini
mampu menjadi lembaga penggerak ekonomi perdesaan.
Paling-tidak ada dua alasan pokok mengapa upaya pemberdayaan
kelembagaan lumbung pangan masyarakat perlu dilakukan pada pasca krisis
ekonomi:
1. Pertama, kelembagaan alternatif yang pernah diupayakan untuk
menggantikan peran lumbung pangan dengan mengintegrasikan seluruh
lembaga ekonomi sosial pedesaan dalam satu organisasi modern tidak
memberikan hasil yang diharapkan dan menyebabkan petani selalu
dihadapkan dalam posisi yang lemah.
2. Ke dua, lumbung pangan terbukti memiliki potensi dan daya adaptasi
yang lebih tinggi dari jenis-jenis kelembagaan masyarakat lainnya.
Pengalaman pada saat krisis ekonomi yang baru lalu telah memberikan
pelajaran bagi kita bahwa lumbung pangan cukup efektif melayani
kebutuhan pangan anggotanya.
Revitalisasi
Mengingat peran dan potensi kelembagaan lumbung pangan saat ini,
pemerintah melakukan berbagai upaya terkait dengan pemberdayaan
kelembagaan lumbung pangan masyarakat. Pada tahun 2002, upaya
tersebut diimplementasikan melalui Program Aksi Pemantapan Ketahanan
Pangan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2002 kegiatan ini dilaksanakan di 13
provinsi yang meliputi 57 kabupaten dan melibatkan 121 kelompok
lumbung. Sedangkan untuk tahun 2003, upaya pemberdayaan lumbung
pangan makin diperluas sasarannya yang mencakup 20 provinsi dan 96
kabupaten serta 330 kelompok lumbung.
Pendampingan
Untuk dapat lebih meningkatkan keefektifan proses pemberdayaan,
dilakukan kegiatan pendampingan untuk memfasilitasi proses pengambilan
keputusan berbagai kegiatan yang terkait dengan kebutuhan anggota, membangun
kemampuan dalam meningkatkan pendapatan, melaksanakan usaha yang berskala
bisnis, serta mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang
partisipatif.
Pembinaan kepada kelompok tani secara umum dilakukan secara
berkesinambungan dan terarah oleh instansi terkait terutama dalam hal
perencanaan usaha kelompok, prosedur permohonan bantuan, prosedur
pengadministrasian/pembukuan pengelolaan dana, cara-cara menghitung bunga,
pembayaran angsuran dan pelunasan pinjaman.
Program ini akan berhasil apabila dari sisi manajemen yaitu dana
penguatan modal tersalurkan langsung kepada kelompok tani sesuai kriteria,
sehingga terjadi akumulasi modal usaha kelompok (tabungan kelompok). Dari sisi
teknis, terjadinya peningkatan produksi dan produktivitas usaha tani dan
pendapatan anggota kelompok tani penerima bantuan. Dan dari sisi perubahan
perilaku, yaitu perubahan perilaku anggota kelompok/para petani dari kebiasaan
bekerja sendiri-sendiri menjadi bekerja berkelompok atau secara bersama untuk
menumbuhkan kelompok tani yang maju dan mandiri.
Dalam jangka pendek diharapkan kelembagaan lumbung pangan
masyarakat yang telah diberdayakan tersebut dapat meningkatkan manajemen
pengelolaannya sehingga dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan
31
dalam jangka panjang diharapkan mampu menjadi lembaga penggerak ekonomi
masyarakat perdesaan.
SKPG :
SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah sistem informasi yang dapat
digunakan sebagai alat bagi pemerintah daerah untuk mengetahui situasi pangan
dan gizi masyarakat.
3. Bagi masyarakat
a. Kemungkinan kejadian krisis pangan di masyarakat dapat dicegah.
b. Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga meningkat.
c. Melindungi golongan rawan dari keadaan yang dapat memperburuk status
gizi.