PENDAHULUAN
Motor Neuron Disease (MND) yang juga dikenal dengan amyotrophic lateral
sclerosis (ALS) adalah penyakit degenerative pada sistem saraf yang bersifat progresif,
incurable dan hampir selalu fatal (Knib JA, et al, 2016). Pada MND terjadi kehilangan
fungsi pada upper motor neuron (UMN) dan atau lower motor neuron (LMN) yang
mengontrol otot volunter dari ekstremitas dan regio bulbar (woolfsoon, 2008). Hal ini
ditandai dengan adanya kehilangan progresif dari neuron motorik pada korteks cerebri,
horn cell anterior spinal cord dan nukleus motorik pada brain stem. Oleh karena itu terjadi
Insidensi MND adalah 2/100.000 penduduk dan biasanya terjadi pada usia 50-70 tahun
Gejala klinisnya bervariasi dengan gambaran khas berupa disfungsi saraf tipe
UMN maupun LMN. Penyebab pastinya belum diketahui. Berbagai macam obat telah
dicoba dan diteliti, tetapi sampai saat ini tidak ada satupun yang efektif. Karena tidak
adanya terapi kuratif, MND tetap fokus pada pengendalian gejala, dengan
perawatan MND, yang dipimpin oleh neurologis dan konsultan perawat bekerja sama
dengan terapis fisik, terapis okupasi, ahli patologi wicara, respirolog, dokter perawatan
paliatif, gastroenterolog, psikolog dan pekerja sosial untuk memandu manajemen pasien.
Pendekatan seperti inilah yang dapat berdampak pada kualitas dan kelangsungan hidup
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Motor Neuron Disease (MND) adalah suatu penyakit mematikan yang sudah
dikenal sejak abad ke-19. Penyakit ini unik karena ditemukannya tanda-tanda Upper Motor
Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN) secara bersamaan pada seorang
penderita. Karena relatif jarang ditemukan , sering seorang dokter luput mendeteksi gejala-
gejala penyakit ini bahkan banyak yang mendiagnosanya sebagai stroke (Rambe AS,
2004).
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) disebut juga Lou Gehrigs disease, adalah
penyakit degeneratif yang mengenai neuron motorik, berkembang dengan cepat dan
progresif menyerang sel-sel saraf atau neuron yang bertanggung jawab untuk mengontrol
kerja otot-otot. Pada ALS, Upper Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN)
terjadi otot atorfi otot neuronal (amiotrofi) dan hiperrefleksia, masing-masing akibat
hilangnya lower motor neuron di kornu anterior medulla spinalis dan upper motor neuron
2.2 Epidemiologi
Insidensi MND adalah 0.4-2.0 : 100.000 populasi. Ada kecenderungan lebih besar
pada laki-laki, dengan rasio 1.5 : 1, dan kondisi ini lebih sering terjadi pada usia paruh
baya dan usia lanjut, dengan gejala puncak terjadi pada usia sekitar 60 tahun. Pada 10 %
kasus meningkat sebelum umur 40 tahun dan 10 % yang lain sesudah 70 tahun.
2
Sekitar 5-10% pasien mempunyai riwayat keluarga, yang menunjukkan adanya
penurunan dominan autosomal, dengan onset usia yang lebih muda. Pada kasus familiar,
pernah melaporkan bahwa di beberapa desa di Irian lara ditemukan 10-20% penduduknya
mengalami atrofi otot-otot thenar dan hipothenar, yang pada pengamatan lebih lanjut
2.3 Etiologi
MND adalah penyakit mematikan dengan etiologi yang belum diketahui pasti.
penting pada penyakit degeneratif seperti ALS. Glutamat merupakan salah satu
mempunyai kadar Glutamat yang tinggi dalam serum dan cairan spinal.
menyebabkan kemunduran fungsi selsel motorik, dan hal ini dapat dicetuskan
3
5. Infeksi virus : seperti Polio virus yang menyebabkan kerusakan akut kornu
anterior dan bisa juga menyebabkan infeksi polio kronis yang secara teori dapat
like particle pada penyakit motor neuron, tetapi transmisi atau penularan ke
6. Gangguan metabolisme
7. Autoimun : Respon autoimun muncul ketika sistem imun tubuh menyerang sel-
sel tubuh sendiri yang normal, hal tersebut dapat dijadikan kemungkian
yang menyerang kompleks imun pada glomerulus renal dan membran dasar
neuron motor.
2.4 Klasifikasi
amyotrophic Lateral Sclerosis sekitar 80% dari seluruh jenis penyakit MND ini. Kemudian
diikuti oleh progressive bulbar palsy sekitar 10% lalu progressive muscular atrophy sekitar
8%, dan primary lateral sclerosis sekitar 2%. Sementara jenis lainnya ada juga yang
menggolongkan dengan jenis juvenile MND, monomelic MND dan familial MND.
2.5 Patofisiologi
Fungsi motoris tergantung dari transmis signal dari otak ke batang otak atau spinal
cord oleh upper motor neuron dan dari tempat tersebut ke otot skeletal (Mandal, 2014).
4
Impuls motorik untuk gerakan volunteer terutama dicetuskan di girus presentralis lobus
frontalis (korteks motorik primer, area 4 Brodman) dan area kortikal di sekitarnya (neuron
motorik pertama). Impuls tersebut berjalan di dalam jaras serabut yang panjang (terutama
otak dan turun ke medulla spinalis ke kornu anterius, tempat mereka membentuk kontak
sinaptik dengan neuron motorik kedua-biasanya melewati satu atau beberapa interneuron
Serabut saraf yang muncul dari area 4 dan area kortikal yang berdekatan bersama-
sama membentuk traktus piramidalis, yang merupakan hubungan yang paling langsung
dan tercepat antara area motorik primer dan neuron motorik di kornu anterius. Selain itu,
area kortikal lain (terutama korteks premotorik, area 6) dan nuklei subkortikalis
umpan balik yang kompleks datu dengan lainnya dan dengan korteks motorik primer dan
serebelum, struktur ini memengaruhi sel-sel di kornu anterius medulla spinalis melalui
beberapa jaras yang berbeda di medulla spinalis. Fungsinya terutama untuk memodulasi
Impuls yang terbentuk di neuron motorik kedua pada nuklei nervi kranialis dan
kornu anterius medulla spinalis berjalan melewati radiks anterior, pleksus saraf (di regio
servikal dan lumbosakral ), serta saraf perifer dalam perjalannya ke otot-otot rangka.
Impuls dihantarkan ke sel-sel otot melalui motor end plate taut neuromuscular (Baehr,
2010).
5
Lesi pada neuron motorik pertama di otak atau medulla spinalis biasanya
menimbulkan paresis spaktik, sedangkan lesi neuron motorik orde kedua di kornu anterius,
radiks anterior, saraf perifer, atau motor end plate biasanya menyebabkan paresis flasid.
Defisit motorik akibat lesi pada sistem saraf jarang terlihat sendiri-sendiri, biasanya
disertai oleh berbagai defisit sensorik, otonomik, kognitif, dan atau deficit neuropsikologis
dalam berbagai bentuk, tergantung pada lokasi dan sifat lesi penyebabnya (Baehr,2010).
patologis di sel-sel kornu anterior Medulla Spinalis dan bagian bawah batang otak, serta
Neuron yang telah rusak karena proses patologis tersebut, menyebabkan hilangnya kontrol
motorik halus dan atrofi otot. Degenerasi neuron-neuron motorik atas (UMN)
Hilangnya jembatan motor neuron ini menjadi latar belakang patofisiologi dan
gambaran klinik penyakit ini. Bila diteliti lebih detail, akibat yang ditimbulkannya
memberikan gambaran khas yang terlihat pada potongan melintang medula spinalis.
6
Pada tingkat otot, hilangnya lower motor neuron tertentu mengakibatkan hilangnya
inervasi tertentu mata unit-unit motorik. Pada awal penyakit ini, serat saraf yang masih
konektifitasnya telah hilang dengan akson yang telah mati, sebagai akibatnya,sejumlah
Gambaran khas dari MND adalah adanya disfungsi saraf tipe UMN dan LMN
dengan kelemahan otot yang progresif, biasanya disertai dengan refleks patologis,
melibatkan ekstremitas dan otot bulbus. Variasi klinis dari penyakit bisa hanya menyerang
7
LMN (atrofi otot yang progresif), UMN (primary lateral sklerosis), atau hanya otot bulbar
Gejala awal yang sering antara lain fatigue, kram otot, tungkai menyeret atau
kesulitan melakukan pekerjaan dengan satu tangan. Gejala-gejala ini biasanya asimetris
dan sering hanya mengenai satu anggota gerak walaupun pada saat diperiksa umumnya
sudah ditemukan defisit neurologis yang lebih luas. Gejala lain termasuk atrofi otot, nyeri
dan kram otot, fasikulasi dan langkah yang kaku (Rambe S, 2004).
dan atrofi. Bila spastisitas dan parese berlanjut bisa terjadi disfagia. Kelemahan pada otot
pernapasan, yang dapan menyebabkan dispnu dan orthopnu Gangguan sensoris biasanya
tidak dijumpai pada MND , tetapi kadang-kadang bisa dijumpai parestesia, perasaan
Jarang dijumpai adanya gangguan miksi dan defekasi, kecuali terjadi paralise yang
berat dari otot-otot skelet yang melibatkan otot-otot gluteus dan daerah sakral. Hal ini
karena nukleus Onuf yang terdapat di anterior horn safar spinal S2 dan S3 relatifr asisten
terhadap denervasi yang terjadi pada MND. Fungsi otonom umurnnya normal. Penderita
MND tidak mengalami dekubitus sekalipun pada tahap lanjut karena fungsi sensorik dan
regulasi otonom dari aliran darah kulit berjalan baik. Demensia bisa ditemukan pada 3-5%
penderita MND tetapi tipenya berbeda dengan dernensia tipe Alzheimer dan biasanya
2.7 Diagnosis
Hal yang terpenting untuk menegakkan diagnosis MND adalah diagnose klinis.
Karena belum ada pemeriksaan khusus untuk MND, maka diagnosa pasti baru dapat
diketahui pada otopsi post-mortem dengan memeriksa otak ,medulla spinalis dan otot
8
penderita. Gejala utama yang menyokong diagnosa adalah adanya tanda-tanda gangguan
UMN dan LMN pada daerah distribusi saraf spinal tanpa gangguan sensoris dan biasanya
dijumpai fasikulasi spontan. Gambaran khasnya berupa kombinasi tanda-tanda UMN dan
Implikasi dari penegakan diagnosa MND adalah bahwa kita menegakkan adanya
suatu penyakit yang akan berkembang terus menuju kematian. Jadi penting sekali untuk
yang lain dengan melakukan pemeriksaan yang lengkap dan sesuai. Pemeriksaan
menegakkan diagnosa MND. Rekaman EMG menunjukkan adanya fibrilasi dan fasikulasi
normal. Punksi lumbal dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa MND.
Protein cairan serebrospinal sering dijumpai normal atau sedikit meninggi . Kadar plasma
kreatinin kinase (CK) meninggi sampai 2-3 kali nilai normalnya pada sebagian penderita,
tetapi penulis lain menyatakan kadarnya normal atau hanya sedikit meninggi. Enzim otot
carbonic anhydrase III (CA III) merupakan petunjuk yang lebih sensitive.
lainnya. MRI mungkin dapat menunjukkan distribusi gangguan penyakit ini. MRI
mungkin dapat menunjukkan sedikit atrofi dari korteks motoric dan degenersi Wallerian
spectroscopy untuk mendeteksi perubahan metabolik pada korteks motoric primer dari
9
penderita MND yang sesuai dengan adanya kerusakan sel neuron regional dan berbeda
Biopsi otot mungkin perlu dilakukan untuk membedakan MND yang menimbulkan
slowly progressive proximal weakness dari miopati. Bila dilakukan biopsy otot terlihat
serabut otot yang mengecil dan hilangnya pola mosaic yang nomlal dari serabut-serabut
otot. Handisurya dan Yan Utama mengajukan kriteria diagnostik MND berdasarkan :
d. didapat salah satu atau keduanya dari tanda-tanda LMN (atrofi, fasikulasi) dan
tanda-tanda UMN (peninggian refleks tendon pada ekstremitas yang atrofi, refleks
3. Pemeriksaan penunjang :
c. EMG: terdapat adanya potensial denervasi dan otot-otot yang dipersarafi oleh
dua atau lebih akar safar pada setiap tiga daerah atau lebih (ekstremitas, badan,
potential.
d. KHS: normal
e. Biopsi otot : terdapat gambaran histologis yang sesuai dengan atrofi neurogen.
10
2.8 Diagnosis Banding
Didominasi oleh tanda LMN dan dikarakeristik oleh berbagai blockade konduksi
motorik pada tes listrik. Antibody melawan GM ganglioside ditemukan pada 22-
aktif pada tungkai dengan otot yang mengalami atrofi dan fasikulasi, suatu pola
Hanya tanda LMN yang terlihat. Pada syndrome LMN, refleks-refleks tendon
Parkinson Disesase
11
Kelainan degenerative dari system saraf pusat yang menyebabkan gangguan pada
system motorik dan biasanya penderita mengalami tremor, kaku dan sulit berjalan,
dari ganglia basalis, biasanya karena kekuragan Dopamin, yang diproduksi oleh
Tumor medula spinalis dapat manifestas kelemahan ekstremitas, mati rasa, dan
- Syringomyelia
adanya kavitas abnormal karena dilatasi dari kanal central pada korda spinalis.
Kavitas ini berasal dari regio midservikal tetapi dapat memanjang ke atas ke
bagian ventral dari central gray mengarah pada tanda LMN ,kelemahan, atrofi,
fasikulasi dari otot tangan intrinsic, hilangnya reflkes lengan selalu terjadi. Tanda
- Cervical spondylosis
12
Bisa dijumpai kombinasi lesi UMN dan LMN pada otot- otot ekstremitas
MND, terutama jika ada spastisitas dan hyperrefexia di tungkai bawah dalam
hubungannya dengan atrofi otot dan fasikulasi pada tungkai atas, tidak mungkin
Infeksi
- Lyme disease
burgdorfere). Abnormalitas pada akar saraf terjadi pada stadium awal maupun
- Myelopati HIV
berjalan (gait) denga gangguan sensorik, ganggua sfingter dan reflex yang cepat.
Pada mielopati HIV juga terdapat tanda UMN dan LMN. Neuropati perifer
NM Junction
- Myasthenia gravis
13
Merupakan suatu penyakit autoimun yang didapat dan mengganggu transmisi
reseptor Ach. Keluhan yang khas kelemahan otot setelah/sesaat digunakan dan
membaik setelah istirahat. Gejala inisisasi (fokal, otot bulbar, otot ekstremitas,
otot mata : diplopia, ptosis. Miastenia gravis juga dapat menyebabkan kelemahan
pada otot pernapasan. Tidak terdapat fasikulasi dan tanda kelemahan UMN.
Endokrin:
- Hipertiroid
mental, kejang, abnormalitas gerak seperti tremor dan korea, gangguan mata,
umumnya memiliki reflex tendon dalam yang cepat , da beberapa pasien memilik
toksik goiter, ansietas, dan insomnia yang bias dibedakan dengan ALS.
Hal ini penting untuk dinyatakan, bagaimanapun juga pada pasien tua
- Hiperparatiroidisme
bingung, dan akhirnya koma.ketika hiperkalemia tidak berat atau akut namun
14
kelemahan dan kelelahan mungkin muncul sebagai gejala pada hiperparatiroid
primer. Jarang gejala pasien berkembang dari miopati. Jarang hiperparatiroid dan
2.9 Penatalaksanaan
Motor Neuron Disease adalah penyakit yang terus berlanjut sedangkan terapinya
belum ada yang efektif disertai adanya beberapa gejala klinis yang progresif. Belum
ada terapi yang spesifik untuk penyakit MND (Rambe, 2004). Neuroprotektif dan
terapi simptomatis adalah landasan terapi untuk pasien MND, biasanya dilakukan
efek yang kompleks pada neurotransmisi glutamate yaitu dengan inhibisi pengeluaran
memberikan angka ketahanan hidup pasien sekitar 3-6 bulan. Hal ini terlihat lebih
baik pada pasien dengan ALS. Mekanisme lain pada riluzole belum sepenuhnya
dipahami, meskipun terdapat bukti adanya peningkatan modulasi dari kanal Na, yang
nausea, fatigue, dan kenaikan enzim transaminase yang reversibel. Riluzole diberikan
15
Tabel Terapi simtomatis pada MND.
Status nutrisi dan kehilangan berat badan adalah prediktor untuk survive. Pada
pada MND tidak diketahui dengan pasti, tetapi bervarisi sesuai dengan manifestasi
klinik pada penyakit. Disfagia adalah fenomena yang kompleks dan harus
dimonitoring dengan baik. Hal ini karena adanya disfungsi labial dan lingual,
imkompetensi palatum, dan sulitnya memicu refleks menelan, kelemahan faringm dan
Untuk mengatasi disfagia, penderita dilatih mencari makanan dengan ujung lidah,
meregang lidah, menggigit dengan kuat dan menutup mulut. Makanan yang lunak
tetapi padat lebih baik daripada makanan cair. Karena penderita sulit menelan cairan,
dilakukan bila : (1). Dehidrasi berat ; (2). Sering tersedak ; (3). Pneumonia aspirasi ;
(4). Sangat sulit menelan dan (5) Berat badan menurun terus. Agar tidak sering
sebelum menelan makanan, tetap dalam posisi duduk 30 menit setelah makan dan
Dari waktu ke waktu, otot-otot pernapasan akan menjadi lemah pada penderita ALS ini.
Sebagai dokter akan mengkaji pernapasan secara teratur dan menyediakan perangkat
atau alat bantu napas. Dalam beberapa kasus, mungkin dibutuhkan bantuan untuk
airway pressure (BIPAP), yang secara aktif menyokong fase inspirasi dari respirasi,
dengan cepat menjadi standar penanganan untuk pasien ALS. Kebanyakan pasien
mengalami perbaikan dengan penggunaan alat ini diantara periode jangka pendek.
b. Physical theraphy
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, seorang terapis fisik / fisiotherapis dapat
mengatasi rasa sakit, berjalan, mobilitas bracing dan peralatan kebutuhan anda yang
termasuk low-impact latihan untuk menjaga kebugaran, jantung anda kekuatan otot dan
berbagai gerak selama mungkin. Seorang fisioterapis juga dapat membantu pasien
pasien ALS menjadi terbiasa untuk berjalan menggunakan penjepit, walker atau roda
yang membuatnya lebih mudah bagi anda untuk mendapatkan sekitar. Latihan reguler
17
anda juga dapat membantu meningkatkan rasa kesejahteraan. Sesuai peregangan dapat
membantu mencegah sakit dan membantu otot-otot yang masih berfungsi dengan baik
c. Occupational theraphy
Peralatan adaptif dapat membantu pasien ALS untuk terus melakukan kegiatan sehari-
hari seperti berpakaian, perawatan, makan dan mandi. Sebuah terapi kerja juga bisa
membantu anda mengerti bagaimana untuk memodifikasi rumah pasien ALS untuk
memungkinkan aksesibilitas jika anda menjadi kurang mampu untuk berjalan dengan
aman.
d. Speech therapist
sebagai penyakit berkembang. Speech therapist dapat mengajar anda adaptif teknik
untuk membuat berbicara menjadi lebih jelas. Speech therapist juga dapat membantu
pasien menjelajahi metode lain komunikasi lain seperti menggunakan alphabet, papan
e. Dukungan Nutrisi
Seorang dokter baiknya bekerja sama dengan anggota keluarga pasien untuk menjamin
bahwa makan makanan yang dikonsumsi lebih mudah untuk ditelan dan memenuhi
kebutuhan gizi.
Dukungan psikologis sangatlah dibutuhkan dalam membantu pengelolaan baik dari segi
18
2.10 Komplikasi
Masalah Pernafasan
ALS melumpuhkan otot yang dipergunakan untuk bernafas. Terdapat beberapa alat
yang dapat membantu klien bernafas dan hanya dipakai pada malam hari, seperti
yang digunakan penderita sleep apnea. Pada taraf lanjut, beberapa penderita
memilih untuk memakai respirator (alat bantu nafas) sepanjang waktu. Penyebab
kematian utama penderita ALS adalah gagal nafas, biasanya 3 sampai 5 tahun dari
19
Masalah Nutrisi
Saat otot yang mengatur untuk mengunyah terpengaruh, penderita ALS dapat
meminimalkan resiko ini, dapat dipasang selang makanan dari mulut sampai ke
lambung.
Penderita ALS memiliki resiko lebih tinggi terjadinya demensia dan Alzheimer
2.11 Prognosis
Pada tahap awal, penyakit ini sulit untuk diramalkan prognosanya ; walaupun
secara umum prognosa MND jelek. Adanya pseudobulbar palsy yang cepat berkembang
biasanya menunjukkan prognosa yang jelek .Tanda-tanda LMN dari ekstremitas mungkin
mengarah ke prognosa yang lebih baik (Woolfson, 2008). Kematian pada penderita MND
biasanya akibat infeksi saluran nafas, pneumonia aspirasi atau asfIksia (Imam,2004).
Faktor lain yang mempengaruhi prognosa adalah kesehatan fisik dan mental penderita
sebelumnya, adanya penyakit lain yang bersamaan dan usia penderita. Faktor non medis
yang berpengaruh adalah latar belakang pendidikan , sosial ekonomi, kondisi rumah dan
15 sampai 20 % penderita dapat bertahan hidup sampai 5 tahun atau lebih sejak
penyakit timbul. Rata-rata penderita dapat bertahan hidup lebih kurang 3-4 tahun setelah
diagnosa MND ditegakkan. Menurut Adams dkk. 50% penderita ALS akan meninggal
dalam 3 tahun dan setelah 6 tahun 90% meninggal. Penderita PBP umurnnya meninggal
20
dalam waktu 2-3 tahun sejak mulainya penyakit ini. 72% penderita PMA masih bertahan
setelah 5 tahun bila penyakitnya timbul sebelum umur 50 tahun dan bila timbul setelahnya
hanya 40% yang bertahan 1. Christensen dkk (1990) dan Chancellor dkk (1993)
melaporkan bahwa penderita MND dengan bulbar onset rata-rata dapat bertahan hidup
selama 20 bulan sejak gejala pertama timbul dan hanya 5% yang tetap hidup setelah 5
tahun. Sedangkan untuk MND dengan spinal onset dapat bertahan hidup selama 29 bulan
sejak gejala pertama dan 15% dapat hidup sampai 5 tahun 11 (Rambe, 2007).
21
BAB 3
KESIMPULAN
Motor Neuron Disease (MND) yang juga dikenal dengan amyotrophic lateral
sclerosis (ALS) adalah penyakit degenerative pada sistem saraf yang bersifat
progresif, incurable dan hampir selalu fatal. Pada MND terjadi kehilangan fungsi
pada upper motor neuron (UMN) dan atau lower motor neuron (LMN) yang
MND adalah penyakit mematikan dengan etiologi yang belum diketahui pasti
Gambaran khas dari MND adalah adanya disfungsi saraf tipe UMN dan LMN
dengan kelemahan otot yang progresif, biasanya disertai dengan refleks patologis,
Hal yang terpenting untuk menegakkan diagnosis MND adalah diagnose klinis.
Karena belum ada pemeriksaan khusus untuk MND, maka diagnosa pasti baru
dapat diketahui pada otopsi post-mortem dengan memeriksa otak ,medulla spinalis
Motor Neuron Disease adalah penyakit yang terus berlanjut sedangkan terapinya
belum ada yang efektif disertai adanya beberapa gejala klinis yang progresif.
Komplikasi ALS adalah masalah pernafasan, masalah nutrisi , ulkus decubitus dan
22
DAFTAR PUSTAKA
Allum CW, Shaw PJ, 2010, Motor neuron disease: a practical update on diagnosis and
management. Clinical management 2010. Vol 10, N0 3: 252-8.
Baehr, M., Frotscher, 2010, M. Diagnosis topic neurologi DUUS. EGC. Jakarta.
Jonathan A Knibb, Noa Keren, Anna Kulka, P Nighel Leight, 2016, A Clinical tool for
predicting survival in ALS, Journal Neurol Neurosurg Psyhciatry 0:1-
7.doi:101136/jnnp.
Leigh PN, Abraham S, Chalabi A, Ampong MA, Goldstein LH, 2003, The management
of motor neurone disease. J Neurol Neurosurg Psychiatry;74(Suppl
IV):iv32iv47.
Rambe AS, 2004, Motor neuron disease. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran
USU/RSUP. H.Adam Malik Medan.
Simon NG, Huynh W, Vucic S, Talbot K, Kiernan MC, 2015, Motor neuron disease:
current management and future prospects. Internal Medicine Journal.
Woolfson T, 2008, Synopsis of caution motor neuron disease. Medical text Edinburgh.
23