Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

Motor Neuron Disease (MND) yang juga dikenal dengan amyotrophic lateral

sclerosis (ALS) adalah penyakit degenerative pada sistem saraf yang bersifat progresif,

incurable dan hampir selalu fatal (Knib JA, et al, 2016). Pada MND terjadi kehilangan

fungsi pada upper motor neuron (UMN) dan atau lower motor neuron (LMN) yang

mengontrol otot volunter dari ekstremitas dan regio bulbar (woolfsoon, 2008). Hal ini

ditandai dengan adanya kehilangan progresif dari neuron motorik pada korteks cerebri,

horn cell anterior spinal cord dan nukleus motorik pada brain stem. Oleh karena itu terjadi

kelemahan pada ekstremitas, bulbar, dan otot pernapasan (Imam;Ogunniyi, 2004).

Insidensi MND adalah 2/100.000 penduduk dan biasanya terjadi pada usia 50-70 tahun

(Knib JA, et al, 2016).

Gejala klinisnya bervariasi dengan gambaran khas berupa disfungsi saraf tipe

UMN maupun LMN. Penyebab pastinya belum diketahui. Berbagai macam obat telah

dicoba dan diteliti, tetapi sampai saat ini tidak ada satupun yang efektif. Karena tidak

adanya terapi kuratif, MND tetap fokus pada pengendalian gejala, dengan

mempertahankan kualitas hidup. Evidence based menyarankan adanya multidisiplin pada

perawatan MND, yang dipimpin oleh neurologis dan konsultan perawat bekerja sama

dengan terapis fisik, terapis okupasi, ahli patologi wicara, respirolog, dokter perawatan

paliatif, gastroenterolog, psikolog dan pekerja sosial untuk memandu manajemen pasien.

Pendekatan seperti inilah yang dapat berdampak pada kualitas dan kelangsungan hidup

pasien (Simon, 2015).

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Motor Neuron Disease (MND) adalah suatu penyakit mematikan yang sudah

dikenal sejak abad ke-19. Penyakit ini unik karena ditemukannya tanda-tanda Upper Motor

Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN) secara bersamaan pada seorang

penderita. Karena relatif jarang ditemukan , sering seorang dokter luput mendeteksi gejala-

gejala penyakit ini bahkan banyak yang mendiagnosanya sebagai stroke (Rambe AS,

2004).

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) disebut juga Lou Gehrigs disease, adalah

penyakit degeneratif yang mengenai neuron motorik, berkembang dengan cepat dan

progresif menyerang sel-sel saraf atau neuron yang bertanggung jawab untuk mengontrol

kerja otot-otot. Pada ALS, Upper Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN)

mengalami degenerasi, sehingga berhenti untuk mengirim impuls ke otot-otot. Akibatnya,

terjadi otot atorfi otot neuronal (amiotrofi) dan hiperrefleksia, masing-masing akibat

hilangnya lower motor neuron di kornu anterior medulla spinalis dan upper motor neuron

yang berproyeksi di traktus kortikospinal.

2.2 Epidemiologi

Insidensi MND adalah 0.4-2.0 : 100.000 populasi. Ada kecenderungan lebih besar

pada laki-laki, dengan rasio 1.5 : 1, dan kondisi ini lebih sering terjadi pada usia paruh

baya dan usia lanjut, dengan gejala puncak terjadi pada usia sekitar 60 tahun. Pada 10 %

kasus meningkat sebelum umur 40 tahun dan 10 % yang lain sesudah 70 tahun.

2
Sekitar 5-10% pasien mempunyai riwayat keluarga, yang menunjukkan adanya

penurunan dominan autosomal, dengan onset usia yang lebih muda. Pada kasus familiar,

telah diidentifikasi adanya mutasi gen enzim superoksid dismutase.

Di Indonesia penelitian mengenai MND hanya sedikit dilakukan. Gajdusek (1962)

pernah melaporkan bahwa di beberapa desa di Irian lara ditemukan 10-20% penduduknya

mengalami atrofi otot-otot thenar dan hipothenar, yang pada pengamatan lebih lanjut

temyata sebagian besar menderita MND (Woolfsoon, 2008).

2.3 Etiologi

MND adalah penyakit mematikan dengan etiologi yang belum diketahui pasti.

Berapa faktor yang merupakan penyebab penyakit ini, yaitu :

1. Genetik : terkait dengan kelainan kromososm 21 yang menjadi lokus untuk

enzim superoxide dismutase (SOD)

2. Excitotoxins, excitatory amino acids seperti glutamat, mempunyai peran

penting pada penyakit degeneratif seperti ALS. Glutamat merupakan salah satu

messenger kimiawi atau neurotransmitter pada otak, penderita ALS

mempunyai kadar Glutamat yang tinggi dalam serum dan cairan spinal.

Metabolisme neurofilamen abnormal, disfungsi transporter glutamate,

disfungsi mitokondria, dan perubahan respon terhadap growth factor dapat

memainkan peranan penting pada gangguan ini.

3. Proses penuaan dini (premature aging): Proses penuaan dini yang

menyebabkan kemunduran fungsi selsel motorik, dan hal ini dapat dicetuskan

karena memang sebelumnya ada kelainan genetik.

4. Defisiensi faktor trofik

3
5. Infeksi virus : seperti Polio virus yang menyebabkan kerusakan akut kornu

anterior dan bisa juga menyebabkan infeksi polio kronis yang secara teori dapat

menimbulkan penyakit motor neuron. Secara mikroskopis ditemukan virus-

like particle pada penyakit motor neuron, tetapi transmisi atau penularan ke

hewan primata selain manusia tidak pernah berhasil.

6. Gangguan metabolisme

7. Autoimun : Respon autoimun muncul ketika sistem imun tubuh menyerang sel-

sel tubuh sendiri yang normal, hal tersebut dapat dijadikan kemungkian

penyebab terjadinya degenerasi motor neuron pada ALS. Gangguan autoimun

yang menyerang kompleks imun pada glomerulus renal dan membran dasar

(basemant), Interferensi metabolik pada produksi asam nukleat oleh serat

syaraf, defisiensi nutrisional yang berkaitan dengan gangguan pada

metabolisme enzim dan virus yang menyebabkan gangguan metabolik pada

neuron motor.

2.4 Klasifikasi

Motor Neuron Disease (MND) digolongkan atas beberapa macam diantaranya

amyotrophic Lateral Sclerosis sekitar 80% dari seluruh jenis penyakit MND ini. Kemudian

diikuti oleh progressive bulbar palsy sekitar 10% lalu progressive muscular atrophy sekitar

8%, dan primary lateral sclerosis sekitar 2%. Sementara jenis lainnya ada juga yang

menggolongkan dengan jenis juvenile MND, monomelic MND dan familial MND.

2.5 Patofisiologi

Fungsi motoris tergantung dari transmis signal dari otak ke batang otak atau spinal

cord oleh upper motor neuron dan dari tempat tersebut ke otot skeletal (Mandal, 2014).

4
Impuls motorik untuk gerakan volunteer terutama dicetuskan di girus presentralis lobus

frontalis (korteks motorik primer, area 4 Brodman) dan area kortikal di sekitarnya (neuron

motorik pertama). Impuls tersebut berjalan di dalam jaras serabut yang panjang (terutama

traktus kortikuonuklearis dan traktus kortikospinalis/jaras pyramidal), melewati batang

otak dan turun ke medulla spinalis ke kornu anterius, tempat mereka membentuk kontak

sinaptik dengan neuron motorik kedua-biasanya melewati satu atau beberapa interneuron

perantara (baehr, 2010).

Serabut saraf yang muncul dari area 4 dan area kortikal yang berdekatan bersama-

sama membentuk traktus piramidalis, yang merupakan hubungan yang paling langsung

dan tercepat antara area motorik primer dan neuron motorik di kornu anterius. Selain itu,

area kortikal lain (terutama korteks premotorik, area 6) dan nuklei subkortikalis

berpartisipasi dalam kontrol neuron gerakan. Area-area tersebut membentuk lengkung

umpan balik yang kompleks datu dengan lainnya dan dengan korteks motorik primer dan

serebelum, struktur ini memengaruhi sel-sel di kornu anterius medulla spinalis melalui

beberapa jaras yang berbeda di medulla spinalis. Fungsinya terutama untuk memodulasi

gerakan dan untk mengatur tonus otot (Baehr,2010).

Impuls yang terbentuk di neuron motorik kedua pada nuklei nervi kranialis dan

kornu anterius medulla spinalis berjalan melewati radiks anterior, pleksus saraf (di regio

servikal dan lumbosakral ), serta saraf perifer dalam perjalannya ke otot-otot rangka.

Impuls dihantarkan ke sel-sel otot melalui motor end plate taut neuromuscular (Baehr,

2010).

5
Lesi pada neuron motorik pertama di otak atau medulla spinalis biasanya

menimbulkan paresis spaktik, sedangkan lesi neuron motorik orde kedua di kornu anterius,

radiks anterior, saraf perifer, atau motor end plate biasanya menyebabkan paresis flasid.

Defisit motorik akibat lesi pada sistem saraf jarang terlihat sendiri-sendiri, biasanya

disertai oleh berbagai defisit sensorik, otonomik, kognitif, dan atau deficit neuropsikologis

dalam berbagai bentuk, tergantung pada lokasi dan sifat lesi penyebabnya (Baehr,2010).

Beberapa multifaktor yang diduga menyebabkan MND membuat perubahan

patologis di sel-sel kornu anterior Medulla Spinalis dan bagian bawah batang otak, serta

neuron-neuron motorik dari korteks cerebri untuk membentuk traktus kortikospinalis.

Neuron yang telah rusak karena proses patologis tersebut, menyebabkan hilangnya kontrol

motorik halus dan atrofi otot. Degenerasi neuron-neuron motorik atas (UMN)

menyebabkan hilangnya serabut mielin di traktus kortikospinal, kadang terdapat atrofi

girus presentralis. Kerusakan neuron-neuron ini juga akhirnya menyebabkan atrofi

neurogenik otot-otot yang dipersyarafinya.

Hilangnya jembatan motor neuron ini menjadi latar belakang patofisiologi dan

gambaran klinik penyakit ini. Bila diteliti lebih detail, akibat yang ditimbulkannya

memberikan gambaran khas yang terlihat pada potongan melintang medula spinalis.
6
Pada tingkat otot, hilangnya lower motor neuron tertentu mengakibatkan hilangnya

inervasi tertentu mata unit-unit motorik. Pada awal penyakit ini, serat saraf yang masih

utuh mempertahankan hubungan dan inervasi kembali unit-unit motorik yang

konektifitasnya telah hilang dengan akson yang telah mati, sebagai akibatnya,sejumlah

besar motor unit dibentuk.

Gambar 1. Gambaran sel saraf pada ALS

2.6 Gejala Klinis

Gambaran khas dari MND adalah adanya disfungsi saraf tipe UMN dan LMN

dengan kelemahan otot yang progresif, biasanya disertai dengan refleks patologis,

melibatkan ekstremitas dan otot bulbus. Variasi klinis dari penyakit bisa hanya menyerang

7
LMN (atrofi otot yang progresif), UMN (primary lateral sklerosis), atau hanya otot bulbar

(bulbar palsy) (Rambe S, 2004).

Gejala awal yang sering antara lain fatigue, kram otot, tungkai menyeret atau

kesulitan melakukan pekerjaan dengan satu tangan. Gejala-gejala ini biasanya asimetris

dan sering hanya mengenai satu anggota gerak walaupun pada saat diperiksa umumnya

sudah ditemukan defisit neurologis yang lebih luas. Gejala lain termasuk atrofi otot, nyeri

dan kram otot, fasikulasi dan langkah yang kaku (Rambe S, 2004).

Lidah biasanya dikenai secara simetris, gerakannya melambat, dijumpai fasikulasi

dan atrofi. Bila spastisitas dan parese berlanjut bisa terjadi disfagia. Kelemahan pada otot

pernapasan, yang dapan menyebabkan dispnu dan orthopnu Gangguan sensoris biasanya

tidak dijumpai pada MND , tetapi kadang-kadang bisa dijumpai parestesia, perasaan

dingin dan perasaan tebal (numbness) (Rambe S, 2004).

Jarang dijumpai adanya gangguan miksi dan defekasi, kecuali terjadi paralise yang

berat dari otot-otot skelet yang melibatkan otot-otot gluteus dan daerah sakral. Hal ini

karena nukleus Onuf yang terdapat di anterior horn safar spinal S2 dan S3 relatifr asisten

terhadap denervasi yang terjadi pada MND. Fungsi otonom umurnnya normal. Penderita

MND tidak mengalami dekubitus sekalipun pada tahap lanjut karena fungsi sensorik dan

regulasi otonom dari aliran darah kulit berjalan baik. Demensia bisa ditemukan pada 3-5%

penderita MND tetapi tipenya berbeda dengan dernensia tipe Alzheimer dan biasanya

menunjukan demensia lobus frontalis (Rambe S, 2004).

2.7 Diagnosis

Hal yang terpenting untuk menegakkan diagnosis MND adalah diagnose klinis.

Karena belum ada pemeriksaan khusus untuk MND, maka diagnosa pasti baru dapat

diketahui pada otopsi post-mortem dengan memeriksa otak ,medulla spinalis dan otot

8
penderita. Gejala utama yang menyokong diagnosa adalah adanya tanda-tanda gangguan

UMN dan LMN pada daerah distribusi saraf spinal tanpa gangguan sensoris dan biasanya

dijumpai fasikulasi spontan. Gambaran khasnya berupa kombinasi tanda-tanda UMN dan

LMN pada ekstremitas dengan adanya fasikulasi lidah.

Implikasi dari penegakan diagnosa MND adalah bahwa kita menegakkan adanya

suatu penyakit yang akan berkembang terus menuju kematian. Jadi penting sekali untuk

menegakkan diagnosa secara teliti dengan menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan

yang lain dengan melakukan pemeriksaan yang lengkap dan sesuai. Pemeriksaan

elektrofisiologis, radiologis, biokimiawi, imunologi dan histopatologi mungkin diperlukan

untuk menyingkirkan penyakit lainnya.

Elektromiografi (EMG) adalah pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk

menegakkan diagnosa MND. Rekaman EMG menunjukkan adanya fibrilasi dan fasikulasi

yang khas pada atrofi akibat denervasi.

Pemeriksaan biokimiawi darah penderita MND kebanyakan berada dalam batas

normal. Punksi lumbal dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa MND.

Protein cairan serebrospinal sering dijumpai normal atau sedikit meninggi . Kadar plasma

kreatinin kinase (CK) meninggi sampai 2-3 kali nilai normalnya pada sebagian penderita,

tetapi penulis lain menyatakan kadarnya normal atau hanya sedikit meninggi. Enzim otot

carbonic anhydrase III (CA III) merupakan petunjuk yang lebih sensitive.

Pemeriksaaan radiologis berguna untuk menyingkirkan kemungkinan diagnose

lainnya. MRI mungkin dapat menunjukkan distribusi gangguan penyakit ini. MRI

mungkin dapat menunjukkan sedikit atrofi dari korteks motoric dan degenersi Wallerian

dari traktus motorik dibatang otak dan medulla spinalis.

Block et al mendemonstrasikan kemampuan proton magnetic resonance

spectroscopy untuk mendeteksi perubahan metabolik pada korteks motoric primer dari
9
penderita MND yang sesuai dengan adanya kerusakan sel neuron regional dan berbeda

secara bermakna dengan orang sehat atau penderita neuropati motorik.

Biopsi otot mungkin perlu dilakukan untuk membedakan MND yang menimbulkan

slowly progressive proximal weakness dari miopati. Bila dilakukan biopsy otot terlihat

serabut otot yang mengecil dan hilangnya pola mosaic yang nomlal dari serabut-serabut

otot. Handisurya dan Yan Utama mengajukan kriteria diagnostik MND berdasarkan :

1. Anamnesa: adanya kelemahan yang progresif.

2. Pada pemeriksaan neurologis dijumpai :

a. adanya gangguan motorik.

b. tidak ada gangguan sensorik.

c. tidak ada gangguan fungsi otonom.

d. didapat salah satu atau keduanya dari tanda-tanda LMN (atrofi, fasikulasi) dan

tanda-tanda UMN (peninggian refleks tendon pada ekstremitas yang atrofi, refleks

patologis yang positif).

3. Pemeriksaan penunjang :

a. laboratorium: kadar protein dalam CSS normal atau sedikit meninggi.

b. Enzim CPK meningkat (pada 70% kasus).

c. EMG: terdapat adanya potensial denervasi dan otot-otot yang dipersarafi oleh

dua atau lebih akar safar pada setiap tiga daerah atau lebih (ekstremitas, badan,

kranium). Biasanya terdapat potensial sinkron, kadang-kadang terdapat giant

potential.

d. KHS: normal

e. Biopsi otot : terdapat gambaran histologis yang sesuai dengan atrofi neurogen.

f. Biopsi saraf: tidak terdapat kelainan pada safar

10
2.8 Diagnosis Banding

Penyakit Motor Neuron Lainnya:

a. Primary lateral sclerosis

Hanya tanda upper motor neuron (UMN) yang terlihat.

b. Progressive muscular atrophy (LMN saja)

c. Progressive bulbar palsy

d. Progressive lateral sclerosis (PLS)

e. Progressive muscular atrophy (PMA)

Multifocal motor neuropathy

Didominasi oleh tanda LMN dan dikarakeristik oleh berbagai blockade konduksi

motorik pada tes listrik. Antibody melawan GM ganglioside ditemukan pada 22-

84 % pasien dengan multifocal motor neuropathy ini. Walaupun multifocal motor

neuropathy adalah neuropathy perifer, beberapa pasien memiliki refleks tendon

aktif pada tungkai dengan otot yang mengalami atrofi dan fasikulasi, suatu pola

yang tidak sesuai dengan diagnosis ALS.

Spinal muscular atrophy (adult form)

Hanya tanda LMN yang terlihat. Pada syndrome LMN, refleks-refleks tendon

dapat menghilang, bila tanda-tanda ini menetap menunjukkan keterlibatan UMN.

Guillians Bare Syndrom

Sindrom Guillian Bare (SGB) atau acute inflammatory demyelinating

polyradiculoneuropathy (AIDP) adalah sindrom klinik yang ditandai oleh

kelemahan motorik yang progresif dan arefleksia.

Parkinson Disesase

11
Kelainan degenerative dari system saraf pusat yang menyebabkan gangguan pada

system motorik dan biasanya penderita mengalami tremor, kaku dan sulit berjalan,

gangguan keseimbangan dan gerak-gerik menjadi lambat (bradykinesia). Gejala

primer tersebut diakibatkan karena berkurangnya rangsangan pada korteks motorik

dari ganglia basalis, biasanya karena kekuragan Dopamin, yang diproduksi oleh

neuron Dopminergik di tak, sedangkan gejala sekunder biasanya berupa gangguan

pada fungsi luhur dan gangguan bicara.

Abnormalitas anatomi/ sindrom kompresi:

- Tumor medulla spinalis

Tumor medula spinalis dapat manifestas kelemahan ekstremitas, mati rasa, dan

tanda-tanda lesi UMN.

- Syringomyelia

Sirinomyelia adalah gangguan perkembangan yang dikarakteristikkan dengan

adanya kavitas abnormal karena dilatasi dari kanal central pada korda spinalis.

Kavitas ini berasal dari regio midservikal tetapi dapat memanjang ke atas ke

medulla (memproduksi siringobulbia) atau turun ke regio torakal dan lumbal.

Kavitas membesar perlahan selama beberapa tahun. Sindrom klinik yang

dikarakteristikkan bercampur antara gangguan sensorik dan motorik. Kerusakan

bagian ventral dari central gray mengarah pada tanda LMN ,kelemahan, atrofi,

fasikulasi dari otot tangan intrinsic, hilangnya reflkes lengan selalu terjadi. Tanda

UMN pada ekstremitas bawah terjadi dengan memanjangnya kavitas ke traktus

kortikospinal. Siringobulbia dapat menyebabkan paralisis pita suara, diastria,

nistagmus, kelemahan lidah dan sindrom horner.

- Cervical spondylosis

12
Bisa dijumpai kombinasi lesi UMN dan LMN pada otot- otot ekstremitas

superior. Biasanya disertai gangguan sensoris. Meskipun myelopathy serviks

spondilosis yang berat kadang-kadang dapat menyebabkan kebingungan dengan

MND, terutama jika ada spastisitas dan hyperrefexia di tungkai bawah dalam

hubungannya dengan atrofi otot dan fasikulasi pada tungkai atas, tidak mungkin

menyebabkan fasikulasi luas, dan kelemahan. Kelemahan anggota gerak yang

progresif, asimetris, gabungan tanda-tanda UMN dan LMN pada lengan ,

paraparesis spastik, kadang-kadang fasikulasi di lengan.

Infeksi

- Lyme disease

Manifestasi neurologis penyakit Lyme meliputi meningitis dan

polyradiculoneuropathy. Tahap kedua dan ketiga penyakit Lyme yang terkait

dengan perubahan neurologis yang dapat menyebabkan neuropati, motor aksonal

rendah. Penyakit Lyme disebabkan oleh bakteri spirochete (Borrelia

burgdorfere). Abnormalitas pada akar saraf terjadi pada stadium awal maupun

akhir dari penyakit. Gejalanya berupa kelemahan, gangguan sensorik dan

hiporefleks pada bagain yang dipengaruhi akar saraf tersebut.

- Myelopati HIV

Mielopati yang berhubungan dengan infeksi HIV biasanya terlihat pada

stadium kemudian dari penyakit. Hal ini dikaakteristikkan dengan ganggua

berjalan (gait) denga gangguan sensorik, ganggua sfingter dan reflex yang cepat.

Pada mielopati HIV juga terdapat tanda UMN dan LMN. Neuropati perifer

(kerusakan akson) merupakan tanda klinik dari HIV.

NM Junction

- Myasthenia gravis
13
Merupakan suatu penyakit autoimun yang didapat dan mengganggu transmisi

neuromuscular pada neuromuscular junction akibat kekurangan /kerusakan

reseptor Ach. Keluhan yang khas kelemahan otot setelah/sesaat digunakan dan

membaik setelah istirahat. Gejala inisisasi (fokal, otot bulbar, otot ekstremitas,

otot mata : diplopia, ptosis. Miastenia gravis juga dapat menyebabkan kelemahan

pada otot pernapasan. Tidak terdapat fasikulasi dan tanda kelemahan UMN.

Endokrin:

- Hipertiroid

Manfetasi neurologi dari hipertiroidisme bervaariasi termasuk perubahan status

mental, kejang, abnormalitas gerak seperti tremor dan korea, gangguan mata,

lemah, atrofi, fasikulasi.disamping itu, pasien dengan hipertiroidisme pada

umumnya memiliki reflex tendon dalam yang cepat , da beberapa pasien memilik

kerusakan dari traktus kortikospinal dan tanda babinski. Pasien dengan

hipertiroidisme dapat berkembang berkombinasi dengan klemahan dan tanda

UMN yang menyerupai ALS.

Tentu saja kebanyakan pasien dengan hipertiroidisme memiliki bukti

toksik goiter, ansietas, dan insomnia yang bias dibedakan dengan ALS.

Hal ini penting untuk dinyatakan, bagaimanapun juga pada pasien tua

dengan hipertiroidismedapat bermanifestasi dengan apatis dan depresi

yang disebut apatis hipertiroidisme.

- Hiperparatiroidisme

Manifestasi neurologi pasien dengan hiperparatiroid pada umumnya

terkait dengan hiperkalsemia, hipofosfatemia, dan peningkatan kadar

hormone paratiroid da terdiri dari perubahan status mental seperti lethargi,

bingung, dan akhirnya koma.ketika hiperkalemia tidak berat atau akut namun
14
kelemahan dan kelelahan mungkin muncul sebagai gejala pada hiperparatiroid

primer. Jarang gejala pasien berkembang dari miopati. Jarang hiperparatiroid dan

ALS terjadi bersamaan pada pasien,

kemungkinan itu meningkat jika peningkatan kadar hormon paratiroid

berkontribusi pada perkembangan motor neuron sindrom. Hiperkalsemia

dan peningkatan level paratiroid hormone namun dapat membantu membedakan

antara penyakit endokrin ini dengan ALS.

2.9 Penatalaksanaan

Motor Neuron Disease adalah penyakit yang terus berlanjut sedangkan terapinya

belum ada yang efektif disertai adanya beberapa gejala klinis yang progresif. Belum

ada terapi yang spesifik untuk penyakit MND (Rambe, 2004). Neuroprotektif dan

terapi simptomatis adalah landasan terapi untuk pasien MND, biasanya dilakukan

dengan multidisiplin. Pengelolaan beban psikologis dari penyakit dan pelayan

kesehatan merupakan pertimbangan yang penting (Simon, 2015).

Riluzole adalah neuroprotektor yang merupakan turunan benzothiazole dengan

efek yang kompleks pada neurotransmisi glutamate yaitu dengan inhibisi pengeluaran

glumatat presinaps. Pada percobaan randomized-kontrol yang besar, riluzole

memberikan angka ketahanan hidup pasien sekitar 3-6 bulan. Hal ini terlihat lebih

baik pada pasien dengan ALS. Mekanisme lain pada riluzole belum sepenuhnya

dipahami, meskipun terdapat bukti adanya peningkatan modulasi dari kanal Na, yang

berkotribusi dalam meurunkan fasikulasi. Riluzole memiliki efek samping seperti

nausea, fatigue, dan kenaikan enzim transaminase yang reversibel. Riluzole diberikan

dengan dosis 50 mg bd (Allum, 2010).

15
Tabel Terapi simtomatis pada MND.

Status nutrisi dan kehilangan berat badan adalah prediktor untuk survive. Pada

hampir semua kasus, malnutrisi disebabkan karena adanya penurunan intake,

gangguan respirasi bisa menyebabkab adanya hipermetabolik. Prevalensi malnutrisi

pada MND tidak diketahui dengan pasti, tetapi bervarisi sesuai dengan manifestasi

klinik pada penyakit. Disfagia adalah fenomena yang kompleks dan harus

dimonitoring dengan baik. Hal ini karena adanya disfungsi labial dan lingual,

imkompetensi palatum, dan sulitnya memicu refleks menelan, kelemahan faringm dan

hipertonus krikofaringeal. Keamaan dan efisiensi menelan harus dievaluasi secara

teratur ada saat anamnesis (Leight et al, 2003)

Untuk mengatasi disfagia, penderita dilatih mencari makanan dengan ujung lidah,

meregang lidah, menggigit dengan kuat dan menutup mulut. Makanan yang lunak

tetapi padat lebih baik daripada makanan cair. Karena penderita sulit menelan cairan,

makanan yang dikonsumsinya harus banyak mengandung air. Mengulum potongan es


16
kadang-kadang dapat membantu penderita agar dapat menelan dengan lebih baik.

Neostigmin atau piridostigmin dapat diberikan bila perlu .Pemasangan NGT

dilakukan bila : (1). Dehidrasi berat ; (2). Sering tersedak ; (3). Pneumonia aspirasi ;

(4). Sangat sulit menelan dan (5) Berat badan menurun terus. Agar tidak sering

tersedak dianjurkan agar makan perlahan-lahan, setelah mengunyah tunggu sebentar

sebelum menelan makanan, tetap dalam posisi duduk 30 menit setelah makan dan

frekuensi makan ditambah tetapi dengan porsi kecil (Allum, 2010).

Selain menggunakan pengobatan adapun yang harus diperhatikan dalam


penatalaksanaan dari ALS ini yaitu :
a. Breathing care :

Dari waktu ke waktu, otot-otot pernapasan akan menjadi lemah pada penderita ALS ini.

Sebagai dokter akan mengkaji pernapasan secara teratur dan menyediakan perangkat

atau alat bantu napas. Dalam beberapa kasus, mungkin dibutuhkan bantuan untuk

bernapas melalui ventilasi mekanis. Di Amerika utara, penggunaan bimodal passive

airway pressure (BIPAP), yang secara aktif menyokong fase inspirasi dari respirasi,

dengan cepat menjadi standar penanganan untuk pasien ALS. Kebanyakan pasien

mengalami perbaikan dengan penggunaan alat ini diantara periode jangka pendek.

b. Physical theraphy

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, seorang terapis fisik / fisiotherapis dapat

mengatasi rasa sakit, berjalan, mobilitas bracing dan peralatan kebutuhan anda yang

membantu mempertahankan kemudahan dalam melakukan aktivitas. Beberapa langkah

termasuk low-impact latihan untuk menjaga kebugaran, jantung anda kekuatan otot dan

berbagai gerak selama mungkin. Seorang fisioterapis juga dapat membantu pasien

pasien ALS menjadi terbiasa untuk berjalan menggunakan penjepit, walker atau roda

yang membuatnya lebih mudah bagi anda untuk mendapatkan sekitar. Latihan reguler

17
anda juga dapat membantu meningkatkan rasa kesejahteraan. Sesuai peregangan dapat

membantu mencegah sakit dan membantu otot-otot yang masih berfungsi dengan baik

c. Occupational theraphy

Peralatan adaptif dapat membantu pasien ALS untuk terus melakukan kegiatan sehari-

hari seperti berpakaian, perawatan, makan dan mandi. Sebuah terapi kerja juga bisa

membantu anda mengerti bagaimana untuk memodifikasi rumah pasien ALS untuk

memungkinkan aksesibilitas jika anda menjadi kurang mampu untuk berjalan dengan

aman.

d. Speech therapist

Karena ALS mempengaruhi otot-otot untuk berbicara, komunikasi menjadi masalah

sebagai penyakit berkembang. Speech therapist dapat mengajar anda adaptif teknik

untuk membuat berbicara menjadi lebih jelas. Speech therapist juga dapat membantu

pasien menjelajahi metode lain komunikasi lain seperti menggunakan alphabet, papan

atau pena dan kertas.

e. Dukungan Nutrisi

Seorang dokter baiknya bekerja sama dengan anggota keluarga pasien untuk menjamin

bahwa makan makanan yang dikonsumsi lebih mudah untuk ditelan dan memenuhi

kebutuhan gizi.

f. Dukungan psikologi dan sosial

Dukungan psikologis sangatlah dibutuhkan dalam membantu pengelolaan baik dari segi

psikis dan lingkungan sosial agar mengerti kondisi pasien ALS.

18
2.10 Komplikasi

Komplikasi dari ALS adalah :

Masalah Pernafasan

ALS melumpuhkan otot yang dipergunakan untuk bernafas. Terdapat beberapa alat

yang dapat membantu klien bernafas dan hanya dipakai pada malam hari, seperti

yang digunakan penderita sleep apnea. Pada taraf lanjut, beberapa penderita

memilih untuk memakai respirator (alat bantu nafas) sepanjang waktu. Penyebab

kematian utama penderita ALS adalah gagal nafas, biasanya 3 sampai 5 tahun dari

mulainya gejala awal.

19
Masalah Nutrisi

Saat otot yang mengatur untuk mengunyah terpengaruh, penderita ALS dapat

menderita kekurangan gizi (malnutrisi) dan kekurangan cairan (dehidrasi). Pasien

juga mempunyai resiko tinggi terjadinya aspirasi makanan, atau masuknya

makanan ke dalam paru-paru, sehingga menyebabkan radang paru-paru. Untuk

meminimalkan resiko ini, dapat dipasang selang makanan dari mulut sampai ke

lambung.

Ulkus dekubitus atau infeksi kulit

Penderita ALS memiliki resiko lebih tinggi terjadinya demensia dan Alzheimer

2.11 Prognosis

Pada tahap awal, penyakit ini sulit untuk diramalkan prognosanya ; walaupun

secara umum prognosa MND jelek. Adanya pseudobulbar palsy yang cepat berkembang

biasanya menunjukkan prognosa yang jelek .Tanda-tanda LMN dari ekstremitas mungkin

mengarah ke prognosa yang lebih baik (Woolfson, 2008). Kematian pada penderita MND

biasanya akibat infeksi saluran nafas, pneumonia aspirasi atau asfIksia (Imam,2004).

Faktor lain yang mempengaruhi prognosa adalah kesehatan fisik dan mental penderita

sebelumnya, adanya penyakit lain yang bersamaan dan usia penderita. Faktor non medis

yang berpengaruh adalah latar belakang pendidikan , sosial ekonomi, kondisi rumah dan

kondisi kesehatan pasangannya (Rambe, 2004).

15 sampai 20 % penderita dapat bertahan hidup sampai 5 tahun atau lebih sejak

penyakit timbul. Rata-rata penderita dapat bertahan hidup lebih kurang 3-4 tahun setelah

diagnosa MND ditegakkan. Menurut Adams dkk. 50% penderita ALS akan meninggal

dalam 3 tahun dan setelah 6 tahun 90% meninggal. Penderita PBP umurnnya meninggal

20
dalam waktu 2-3 tahun sejak mulainya penyakit ini. 72% penderita PMA masih bertahan

setelah 5 tahun bila penyakitnya timbul sebelum umur 50 tahun dan bila timbul setelahnya

hanya 40% yang bertahan 1. Christensen dkk (1990) dan Chancellor dkk (1993)

melaporkan bahwa penderita MND dengan bulbar onset rata-rata dapat bertahan hidup

selama 20 bulan sejak gejala pertama timbul dan hanya 5% yang tetap hidup setelah 5

tahun. Sedangkan untuk MND dengan spinal onset dapat bertahan hidup selama 29 bulan

sejak gejala pertama dan 15% dapat hidup sampai 5 tahun 11 (Rambe, 2007).

21
BAB 3
KESIMPULAN

Motor Neuron Disease (MND) yang juga dikenal dengan amyotrophic lateral

sclerosis (ALS) adalah penyakit degenerative pada sistem saraf yang bersifat

progresif, incurable dan hampir selalu fatal. Pada MND terjadi kehilangan fungsi

pada upper motor neuron (UMN) dan atau lower motor neuron (LMN) yang

mengontrol otot volunter dari ekstremitas dan regio bulbar.

MND adalah penyakit mematikan dengan etiologi yang belum diketahui pasti

Gambaran khas dari MND adalah adanya disfungsi saraf tipe UMN dan LMN

dengan kelemahan otot yang progresif, biasanya disertai dengan refleks patologis,

melibatkan ekstremitas dan otot bulbus.

Hal yang terpenting untuk menegakkan diagnosis MND adalah diagnose klinis.

Karena belum ada pemeriksaan khusus untuk MND, maka diagnosa pasti baru

dapat diketahui pada otopsi post-mortem dengan memeriksa otak ,medulla spinalis

dan otot penderita.

Motor Neuron Disease adalah penyakit yang terus berlanjut sedangkan terapinya

belum ada yang efektif disertai adanya beberapa gejala klinis yang progresif.

Belum ada terapi yang spesifik untuk penyakit MND

Komplikasi ALS adalah masalah pernafasan, masalah nutrisi , ulkus decubitus dan

infeksi kulit serta berisiko untuk terkena alzeimer dan demnsia.

22
DAFTAR PUSTAKA

Allum CW, Shaw PJ, 2010, Motor neuron disease: a practical update on diagnosis and
management. Clinical management 2010. Vol 10, N0 3: 252-8.

Baehr, M., Frotscher, 2010, M. Diagnosis topic neurologi DUUS. EGC. Jakarta.

Imam I, Ogunniyi A. What is happening to motor neuron disease in Nigeria. Annals of


African Medicine Vol. 3, No. 1; 2004: 1 3.

Jonathan A Knibb, Noa Keren, Anna Kulka, P Nighel Leight, 2016, A Clinical tool for
predicting survival in ALS, Journal Neurol Neurosurg Psyhciatry 0:1-
7.doi:101136/jnnp.

Leigh PN, Abraham S, Chalabi A, Ampong MA, Goldstein LH, 2003, The management
of motor neurone disease. J Neurol Neurosurg Psychiatry;74(Suppl
IV):iv32iv47.

Mandal A, 2014, Motor neurone disease pathophysiology. News medical.

Rambe AS, 2004, Motor neuron disease. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran
USU/RSUP. H.Adam Malik Medan.

Simon NG, Huynh W, Vucic S, Talbot K, Kiernan MC, 2015, Motor neuron disease:
current management and future prospects. Internal Medicine Journal.

Woolfson T, 2008, Synopsis of caution motor neuron disease. Medical text Edinburgh.

23

Anda mungkin juga menyukai