Anda di halaman 1dari 2

Di muka bumi ini, ada sebuah pulau yang kaya raya, daratan dan samudra.

Dataran rendah dan dataran


rendah yang subur, ditumbuhi berbagai tanaman dan pepohonan. Tanaman pangan, tanaman obat,
tanaman hias. Pepohonan berbuah dan tak berbuah menghiasi seluruh pelosok pulau. Semilir angin
barat dan timur berhembus sepanjang tahun. Gemercik air sungai tak pernah berhenti menyusuri jalan
dari pegunungan menuju pantai berpapasan dengan ombak dengan damai. Di lautan, terumbu karang
dan ikan-ikan melimpah ruah. Hewan di darat, di laut, di sungai, di laut bernyanyi setiap hari dengan
bunyi yang beragam. Itulah simfoni alam yang diciptakan oleh Keagungan Tuhan.

Di pulau itu, hidup sekelompok manusia yang bermacam rupa, fisik dan mentalnya. Berdampingan
dengan simfoni alam, hidup saling menjaga dengan penuh cinta. Memanfaatkan alam yang disediakan
Tuhan, seklaigus melestarikan demi anak cucu mereka. Di dataran tinggi menanam singkong,
didataran rendah menanam padi, di hutan menanam sagu. Mereka juga ada yang menanam cabai,
bawang dan bermacam jenis rempah-rempah dan sayur-mayur. Menanam teh dan kopi. Menanam
tebu, kelapa, membuat minyak dan gula. Ada yang membendung air laut, mengkristalkannya menjadi
garam. Ada juga yang membuat alat-alat rumah tangga dari kayu, logam dan bebatuan. Membuat
membangun rumah dan membuat kursi. Mereka membaca gerak bintang, gerak angin, bahkan gerak
perut bumi yang mereka pijak. Mereka menyatu menyatu dengan gerak alam.

Suatu hari mereka berkumpul di sebuah tanah lapang, menyusun aturan sederhana dan bijaksana.
Masing-masing mereka membawa hasil kerja produksinya, berbagi pengetahuannya. Meletakkan hasil
kerja ditengah kerumunan orang-orang. Mereka saling bertukar, membawa pulang apa yang menjadi
kebutuhannya. Di rumah, setiap orang bisa menikmati beras dan singkong 3x sehari. Ngopi setiap pagi.
Membangun rumah. Semua kebutuhan hidup terpenuhi, sunguh sejahtera. Sementara simfoni alam
tetap terjaga. Semua berpengetahuan, semua bekerja, semua sejahtera. Kerja dan kemanfaatan
layanan alam berpadu dalam keseimbangan dan keberlangsungan kehidupan.

Saling memberi dan berbagi, tolong menolong dan saling menghidupi menjadi pedoman dan laku
sehari-hari. Mereka menyadari menjaga kehidupan tanggung jawab bersama. Setiap tahun mereka
berkumpul untuk berdoa bersama menciptakan dan melestarikan simbol-simbol rasa syukur itu,
sebagai pengingat akan keagungan Sang Maha Hidup, Pencipta Kehidupan.

Namun, kini pulau itu telah berubah. Kini mereka tak sesejahtera nenek moyangnya. Untuk sesuap
nasi pun, harus menunggu secarik kertas berangka ditangannya. Bahkan nasi yang di dapat jauh lebih
sedikit dari keringat yang dikucurkanya saat berebut kertas berangka itu. Ya, kita menyebutnya
uang. Orang Amerika menyebutnya money, orang Arab menyebutnya, Fulus. Dulu mereka saling
bertukar beras dengan gula, gula dengan kopi, kopi dengan kursi. Yang berharga dengan yang
berharga. Di belahan lain, logam mulia dijadikan perantara pertukaran itu. Kenapa logam mulia?
Karena logam mulia terbatas jumlahnya.

Tapi, sekarang semua berubah. Sekarang, segala hal harus diperantarai dengan kertas. Mereka harus
terpaksa bekerja siang dan malam untuk mengumpulkan kertas-kertas berangka itu. Sebut saja kertas
sakti. Karena selembar kertas yang sebenarnya tak berharga, tak mengengenyangkan tatkala lapar,
tak melepas dahaga tatkala haus. Namun, karena kesaktiannya, kertas itu jadi berharga. Semakin
besar nilai angkanya, semakin sakti pula kertas itu, semakin banyak manfaat, banyak benda yang bisa
ditukar. Bahkan ada juga selembar kertas yang ditulis angka dan tanda tangan orang tertentu, bisa
ditukar dengan lahan jutaan hektar, bahkan satu pulau sekalipun. Sungguh tidak seimbang, tidak adil.
Tapi itu sudah diamini oleh mereka. Tapi siapa yang menciptakan kertas sakti itu? Konon tidak
sembarang orang bisa menciptakannya. Itu artinya, dia adalah orang yang super sakti, yang bisa
mendapatkan segala yang dikehendaki. Mau tanah, mau beras, mau rumah, mau gunung, mau
samudra, bahkan seisi bumi beserta penghuninya pun bisa mereka dapatkan. Berapa sih ongkos yang
dihabiskan untuk membuat selembar kertas itu? Dibanding harga sesuap nasi pun, tidak ada apa-
apanya.

Mereka bisa membayar orang-orang bersenjata untuk menakut-nakuti orang-orang yang menghalangi
kehendaknya itu. Mereka bisa membayar dan menekan orang-orang yang berpengaruh, untuk
menundukkan banyak orang. Mereka juga bisa membuat pengeras-suara supaya didengar banyak
orang, meyebarkan berita palsu, berita ilusi, yang membuat solah-olah tak terjadi apa-apa, tak ada
masalah. Bahkan pengeras suara itu bisa membuat masalah baru, mengadu domba satu orang dengan
orang lainnya. Dengan masalah baru itu, justru bisa menyembunyikan masalah yang sesungguhnya,
yaitu kebusukan diri-nya, kerakusan dan kesombongannya.

Anda mungkin juga menyukai