Anda di halaman 1dari 36

Makalah

Laporan Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Low Back Pain

Kelompok 7 :
- Tiara Rachmania P 201366105
- Elizabeth Clara 201366198
- Nia Nur R 201366019
- Ngimron Rosadi 201366104
- Gabriel Febryanus 201366033
- Emily Elizabeth 201366084
- Linda Dwi J 201366081

FAKULTAS FISIOTERAPI

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang berjudul Penatalaksanaan
Fisioterapi pada Kondisi Low Back Pain.
Dalam penyusunan laporan kasus ini kami merasa masih banyak kekurangan, mengingat
akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya.

Laporan ini buat untuk memenuhi salah satu tugas akhir preklinik

Jakarta, 12 April 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Low back pain merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat umum terjadi
pada masyarakat di berbagai negara, diperkirakan setidaknya 70% manusia menderita
sakit punggung, baik kronis maupun sporadis. Di negara Inggris mendapatkan data bahwa
17,3 juta orang Inggris pernah mengalami nyeri punggung pada suatu waktu dan dari
jumlah tersebut 1,1 juta mengalami kelumpuhan akibat nyeri punggung (Bull 2007). Di
Indonesia tidak diketahui pasti berapa prevalensi kejadian LBP, namun diperkirakan
angka prevalensi dari LBP ini sebesar 7,6% sampai 37% (Sintya et al. 2015).
Low back pain merupakan gejala ketidaknyamanan yang dirasakan pada daerah
punggung bawah berupa rasa sakit sehingga sering terjadi pada lansia menyebabkan
keterbatasan aktivitas fisik. Fisioterapi memegang peranan penting dalam gangguan gerak
dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan manusia, termasuk juga dalam penanganan
kasus LBP. Hal tersebut sesuai pada PMK 65 tahun 2015 menjelaskan bahwa fisioterapi
adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/ atau kelompok
untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang
rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak,
peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi.
Penatalaksanaan fisioterapi terhadap low back pain yang dipilih dalam laporan kasus
ini yaitu dengan menggunakan terapi latihan dengan mc. Kenzie exercise, william flexion
exercise, pnf, TENS, ultrasound dan Microwave Diatermy agar terjadi peningkatan
mobilitas pada kondisi low back pain.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

B. Low Back Pain


1. Definisi
Low back pain merupakan rasa nyeri atau perasaan lain yang tidak nyaman pada
punggung bawah, mulai batas kosta sampai lipatan bokong bawah yaitu didaerah lumbal
atau lumbosakral dan sering disertai dengan atau tanpa nyeri menjalar ke kaki (Magee,
2013).
Timbulnya rasa nyeri tersebut pada akhirnya akan menurunkan mobilitas lumbal
sehingga terjadi keterbatasan gerak terutama gerak fleksi (membungkuk) atau ekstensi.
Low Back Pain adalah suatu gejala dan bukan suatu diagnosa, dimana pada beberapa
kasus gejalanya sesuai dengan diagnosis patologinya dengan ketepatan yang tinggi,
namun di sebagian besar kasus, diagnosa tidak pasti dan berlangsung lama. Dengan
demikian maka low back pain yang timbul sementara dan hilang timbul adalah suatu yang
dianggap biasa. Namun bila low back pain terjadi mendadak dan berat maka akan
membutuhkan pengobatan, walaupun pada sebagian besar kasus akan sembuh dengan
sendirinya (Soedomo, 2002).
Low back pain paling sering terjadi karena gangguan pada muskuloskeletal. Penyebab
lain seperti metabolisme, sirkulasi, genekologi, urologi atau masalah-masalah psikologis,
dimana mungkin menunjukkan nyeri pada pungung bawah. Permasalahan yang
ditimbulkan low back pain cukup besar, sebagian besar keluhan dapat hilang sendirinya
tanpa adanya penanganan medis (Kravitz, 2006). Masa penyembuhan low back pain
biasanya berlangsung antar 3-4 bulan.
Low back pain dapat menyebabkan penurunan aktivitas fungsional pada penderita.
Postur tubuh yang tegak tergantung pada lekukan tulang belakang yang normal, dan
lekukan tersebut bukan penyebab nyeri punggung. Beberapa aktivitas, seperti joging dan
berlari di permukaan yang tidak rata, angkat berat, dan duduk lama terutama di mobil,
truk, dan kursi yang tidak nyaman, dapat menyebabkan nyeri punggung. Namun
demikian, faktor psikologis memegang peranan yang cukup kuat dalam menyebabkan
nyeri punggung kronik ( Ehrlich, 2003).
Aktivitas fungsional adalah suatu gambaran kemampuan pasien low back pain dalam
melakukan aktivitas fungsional sehari-hari seperti: perawatan diri, aktivitas mengangkat,
berjalan, duduk, berdiri, tidur dan jongkok. Adapun aktivitas fungsional yang
berhubungan dengan mobilitas lumbal yaitu aktivitas yang menimbulkan terjadinya
gerakan pada daerah lumbal, misal gerakan mengangkat, mambungkuk, memutar, dan
jongkok.
Aktivitas fungsional yang menggunakan otot yang berlebihan dapat terjadi pada saat
tubuh mempertahankan posisi dalam jangka waktu yang lama, dimana pada saat itu otot-
otot daerah punggung bawah akan berkontraksi secara terus menerus untuk
mempertahankan postur yang normal. Keadaan tersebut dapat terjadi pada saat
melakukan gerakan yang menimbulkan beban berlebihan didaerah punggung bawah,
misalnya mengangkat berat dengan posisi yang salah. Penggunaan otot-otot punggung
bawah secara berlebihan dapat menimbulkan nyeri. Setiap gerakan pada otot akan
menimbulkan nyeri sekaligus menyebabkan spasme otot. Adanya nyeri dan spasme otot
akan membuat seseorang takut otot punggungnya untuk melakukan gerakan lumbal,
selanjutnya akan mengakibatkan perubahan fisiologis pada otot-otot tersebut, yaitu
berkurangnya massa otot (atropi) dan menurunnya kekuatan otot, akhirnya individu
tersebut akan mengalami penurunan tingkat aktivitas fungsional. Adanya otot-otot
abdominal dan paravertebra, hal tersebut akan membatasi gerakan dari lumbal terutama
pada saat melakukan gerakan membungkuk (fleksi) dan memutar (rotasi) (Hills, 2006).
Hilangnya keluhan low back pain masih menimbulkan permasalahan yaitu resiko
untuk kambuh kembali, salah satunya disebabkan adanya penurunan fungsi stabilitas otot-
otot tulang belakang bagian dalam. Pasien NPB yang tidak melakukan latihan secara
khusus memiliki resiko 12 kali untuk kambuh kembali dalam jangka waktu 3 tahun
(Knudsen, (2003).
Low Back Pain menurut perjalanan kliniknya dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Acute low back pain
Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang waktunya hanya sebentar,
antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau
sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka traumatik seperti
kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian
tersebut selain dapat merusak jaringan juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon.
Pada kecelakaan lebih serius, raktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih
sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanaan awal nyeri punggung akut terfokus
pada istirahat dan pemakaian analgesik.
2. Chronic low back pain
Rasa nyeri yang menyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri yang berulang-ulang
atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh
pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena osteoarthritis,
rheumathoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis dan tumor. Keluhan
nyeri dapat beragam pada pasien dengan NPB dan nyeri diklasifikasikan sebagai
nyeri yang bersifat lokal, radikular, dan menjalar (referred pain) atau spasmodik,
yaitu:
a. Nyeri yang bersifat lokal
Nyeri lokal berasal dari proses patologik yang merangsang ujung saraf
sensorik, umumnya menetap, namun dapat pula intermitten, nyeri dipengaruhi
perubahan posisi, bersifat nyeri tajam atau tumpul.
b. Nyeri radikular
Nyeri radikular berkaitan erat dengan distribusi radiks saraf spinal (spinal
never root), dan keluhan ini lebih berat dirasakan pada posisi yang mengakibatkan
tarikan seperti membungkuk dan berkurang dengan istirahat.
c. Nyeri menjalar (referred pain)
Nyeri alih atau menjalar dari pelvis visera umum mengenal dermatom tertentu,
bersifat tumpul dan terasa lebih dalam.

Tabel 2.1 Karakteristik Low Back Pain (Lubis, 2003)


Salah satu jenis nyeri punggung bawah yang terjadi adalah low back pain yang terjadi
akibat punggung bawah bekerja secara berlebihan dimana seseorang duduk dan berdiri
melawan gravitasi di sepanjang harinya. Hal ini menyebabkan timbulnya beban yang
berlebihan pada tulang belakang dan otot punggung bawah. Faktanya otot punggung
bawah terus menerus bekerja untuk menjaga postur dalam posisi duduk maupun berdiri
juga bekerja keras untuk menstabilkan tubuh agar mampu menggerakkan lengan maupun
tungkai. Hal ini jelas berbeda dengan kerja otot-otot penggerak lainnya. Oleh karena itu
kerja otot punggung harus diperhatikan. Otot punggung bawah tidak boleh bekerja secara
statis terlalu lama karena dapat menimbulkan titik-titik nyeri yang disebut trigger point.
Nyeri otot menimbulkan titik-titik nyeri yang disebut trigger point, dimana dalam
keadaan ini otot mengalami pemendekan, kelemahan, nyeri dan penurunan kemampuan
fungsional (Meliala dan Pinzon, 2004).
Penurunan kemampuan fungsional yang terjadi merupakan suatu reaksi hilangnya
mobilitas ROM yang menyebabkan timbulnya nyeri sebelum dapat mencapai gerakan
akhir secara penuh, kondisi ini timbul karena gerakan yang dihasilkan tidak cukup untuk
dilakukan saat pemendekan jaringan lunak berlangsung. Adapun bentuk penurunan
kemampuan fungsional yang terjadi dapat berupa gangguan saat duduk ke berdiri, saat
membungkuk, saat duduk maupun berdiri lama serta berjalan. Oleh karena itu dibutuhkan
adanya gerakan yang bertujuan untuk peregangan dan penguatan otot tersebut.
Low back pain berhubungan dengan stress/strain otot punggung, tendon, ligamen
(tendomuskular) yang biasanya ada bila melakukan aktivitas sehari-hari berlebihan. Nyeri
bersifat tumpul, intensitas bervariasi seringkali menjadi kronik, dapat terlokalisir atau
dapat meluas sekitar glutea. Nyeri ini tidak disertai dengan hipertensi, parestesi,
kelemahan atau defisit neorologis. Bila batuk atau bersin tidak menjalar ke tungkai
(Magee, 2003). Hal ini mengakibatkan terjadinya permasalahan kapasitas fisik berupa
nyeri pada punggung bawah, penurunan LGS dan penurunan kekuatan otot fleksor dan
ekstensor punggung bawah.
Low back pain dapat timbul akibat adanya potensi kerusakan pada dermis, pembuluh
darah, fascia, musculus, tendon, kartilago, tulang, ligamen, meniskus, bursa (Paliyama,
2003). Gangguan yang terjadi pada low back pain yaitu nyeri tekan pada regio lumbal,
spasme otot-otot punggung bawah, sehingga dapat menyebabkan ketidakseimbangan
antara otot abdominal dan paravertebra, yang dapat mengakibatkan terjadinya
keterbatasan gerak. Adanya ketidakseimbangan tersebut menyebabkan penurunan
mobilitas lumbal akibat adanya nyeri, spasme, ketidakseimbangan otot tersebut, sehingga
aktivitas fungsional terganggu, terutama aktivitas yang memerlukan gerak membungkuk
dan memutar badan (Meliala dan Panzon, 2004).

2. Anatomi Tulang Punggung Lumbosakral


Secara anatomis dan fungsional, tulang belakang merupakan axial skeleton dari
tubuh manusia yaitu bekerja sebagai struktur penyanggah tubuh dan kepala yang
dilibatkan dengan berbagai sikap tubuh dan berbagai gerakan. Olehsebab itu tulang
belakang sering mengalami gangguan yang menjadi keluhan utama terutama pada pekerja
dan pada umumnya nyeri punggung bawah sering terjadi disebabkan oleh faktor
biomekanik. Struktur utama dari tulang punggungadalah vertebra, discus intervertebralis,
ligament antara spina, spinal cord, saraf, otot punggung, organ-organ dalam sekitar pelvis,
abdomen dan kulit yang menutupi daerah punggung (Puzt dan Pabst, 2008).
Tulang belakang lumbal sebagai unit struktur dalam berbagai sikap tubuh dan gerakan
dapat ditinjau dari sudut mekanika. Beban yang ditanggung oleh tulang belakang lumbal
dapat dipelajari dengan diskus intervertebralis antara L-5 sampai S-1 atau L-4 dan L-5
sebagai titik tumpuan. Bila mengangkat benda berat, tangan, lengan dan badan dapat
dianggap sebagai lengan beban posterior, pendek, yang berjarak dari pusat diskus
intervertebralis sampai prosessus spinosusbelakang. Tulang belakang terdiri atas 33 ruas
yang merupakan satu kesatuan fungsi dan bekerja bersama-sama melakukan tugas-tugas
seperti :
a. Memperhatikan posisi tegak tubuh
b. Menyangga berat badan
c. Fungsi pergerakan tubuh
d. Perlindungan jaringan tubuh
Pada saat berdiri, tulang belakang memiliki fungsi sebagai penyokong pergerakan
tersebut. Struktur dan peranan yang kompleks dari tulang belakang inilah yang seringkali
menyebabkan masalah. Kolumna vertebralis tulang punggung terdiri atas :
1) vertebra cervikalis 7 buah,
2) vertebra thorakalis 12 buah,
3) vertebra lumbalis 3 buah,
4) vertebra sakralis 5 buah,
5) vertebra coccygeus 4-5 buah.
Vertebrae cervikalis, thorakalis dan lumbalis golongan true vertebrrae. Untuk lebih
jelasnya, lihat Gambar 2.1 menunjukkan susunan dari tulang belakang (Puzt dan Pabst,
2008).

Gambar : Vertebra ( Puzt dan Pabst, 2008)

Gambar : lumbar spine (Puzt dan Pabst, 2008)

Gambar diatas merupakan gambar vertebra yang dihubungkan oleh intervertebra disc
satu sama lainnya. Bagian ini yang melingkari dan melindungi lubang luas tulang
belakang, terletak di sebelah belakang dan pada bagian initerdapat tonjolan yaitu:
a. Prosesus spinosus
Terdapat ditengah-tengah lengkung luas, menonjol kebelakang
b. Prosesus tranversum
Terdapat disamping kiri dan kanan lengkung luas
c. Prosesus artikulasi
Membentuk persendian dengan ruas tulang belakang (vertebralis).

Sendi thoracolumbal adalah sendi yang dibentuk oleh vertebrae thoracal12 dan L1.
Secara umum keduanya berfungsi statis, kinetik keseimbangan dan perlindungan. Pada
fungsi statis tulang belakang mempertahankan posisi tegak melawan gravitasi dengan
energi sekecil mungkin sehingga membentuk sikap tubuh tertentu. Fungsi kinetis
merupakan rangkaian alat gerak yangmemungkinkan terjadinya gerakan. Fungsi
keseimbangan turut aktif mempertahankan titik berat tubuh pada posisi tetap pada tulang
sacrum saat berdiri. Fungsi proteksi ialah melindungi organ jaringan penting seperti sum-
sum tulang belakang, akar saraf, pembuluh darah. Pada tulang belakang terdapat segmen
gerak yang disebut segmen junghans terdiri dari diskus intervertebralis, korpora, sendi
faset, ligamenta, forament intervetebralis beserta isinya, kanalis vertebralis dan otot
paravertebralis. Di antara kedua korpus tulang belakang terdapat jaringan fibrocartilago
yang merupakan bantalan sendi, berfungsi sebagai peredam kejut. Penambahan beban
akan menyebabkan kompresi terhadap nukleus pulposus, gerakan fleksi, ekstensi dan
rotasi secara berlebihan juga dapat menganggu nukleus. Selain bantalan sendi juga
terdapat ligament sebagai stabilisator pasif yaitu ligament longitudinal posterior,
ligament longitudinal anterior, ligament flavum, ligament transversalis dan ligament
interspinalis.
Gerakan tulang belakang persegmen tidak pernah terjadi secara aktif, gerak pasif
dalam posisi tertentu, fiksasi tertentu dan komponen gerak tertentu dapat diperoleh
dengan dominasi segmen tertentu. Teknik ini yang digunakan untuk mobilisasi
hipomobilitas segmental dan joint block.
a. Otot Lumbosakral
Stabilisator aktif tulang belakang terdiri dari beberapa otot, yaitu otot trunkus
posterior, lateral dan anterior :
1) Otot-otot trunkus posterior
a) Lapisan dalam terdiri dari : otot transpinalis , otot longissimus dan otot
iliocostalis
b) Lapisan tengah terdiri dari : otot seratus posterior inferior di bagian tengah
posterior otot paravertebra dan anterior latissimus.
c) Lapisan superfisial : dibentuk oleh otot latissimus dorsi yang menutupi semua
otot paravertebra dan berlanjut ke arah inferolateral.
2) Otot-otot trunkus lateralis.
Terdiri dari otot quadratus lumborum dan otot psoas.
3) Otot-otot trunkus anterior
Terdiri dari otot rectus abdominis dan otot obliqus externus abdominis.

Otot-otot tersebut yang menghubungkan bagian punggung ke arah ekstremitas


maupun yang terdapat pada bagian punggung itu sendiri. Otot pada punggung
memiliki fungsi sebagai pelindung dari kolumna spinalis, pelvis dan ekstremitas.
Otot punggung yang mengalami luka mungkin dapat menyebabkan terjadinya
nyeri punggung bawah. Kerja sinergis dari otot-otot di atas akan menghasilkan
dynamic bracing yang diperlukan untuk stabilisasi vertebra lumbal. Otot-otot
stabilisator utama pada lumbal disusun oleh lapisan dalam dari otot paravertebra dan
otot abdominal, yaitu : otot otot transversospinalis (otot multifidus, otot
intertransversarii, dan otot rotatores) dan otot transversus abdominis. Fungsi otot-
otot ini sebagai stabilisator sangat sesuai dengan jenis serabut ototnya yang memiliki
karakteristik serabut otot tipe I atau tipe tonik (Knudsen, 2003).
Selain otot-otot tersebut di atas, dalam mekanisme kontrol postural dan fungsi
lumbo-pelvic complex juga melibatkan otot-otot yang melintasi hip jointyaitu otot
dasar panggul. Otot-otot tersebut berfungsi sebagai fiksator pelvis yang merupakan
perlekatan dari sebagian otot-otot stabilisator lumbal. Suatu gangguan atau kelainan
pada otot-otot ini secara tidak langsung akan mempengaruhi aksi otot-otot stabilisator
lumbal.

3. Patofisiologi Low Back Pain


Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastik yang tersusun atas
banyak unit rigit (vertebra) dan unit fleksibel (diskus intervertebralis) yang diikat satu
sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis.
Konstruksi punggung yang unik tersebut mungkin fleksibilitas sementara disisi lain tetap
dapat memberikan perlindungan yang maksimal terhadap sum-sum tulang belakang.
Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertikal pada saat berlari atau
melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal
dan toraks sangat penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai
akan melemahkan struktur pendukung ini. Mengangkat beban berat pada posisi
membungkuk menyamping menyebabkan otot tidak mampu mempertahankan posisi
tulang belakang thorakal dan lumbal, sehingga pada saat facet joint lepas dan disertai
tarikan dari samping, terjadi gesekan pada kedua permukaan facet sendi menyebabkan
ketegangan otot di daerah tersebur yang akhirnya menimbulkan keterbatasan gesekan
pada tulang belakang. Obesitas, masalah postur, masalah struktur dan peregangan
berlebihan pendukung tulang dapat berakibat nyeri punggung.
Nyeri terjadi jika saraf sensoris perifer, yang disebut nociseptor terpicu oleh rangsang
mekanik, kimiawi maupun termal maka impuls nyeri akan dihantarkan ke serabut-serabut
afferen cabang spinal. Dari medula spnalis impuls diteruskan ke otak melalui traktus
spinotalamikus kolateral. Selanjutnya akan memberikan respon terhadap impuls saraf
tersebut. Respon tersebut berupa upaya untuk menghambat atau mensupresi nyeri dengan
pengeluaran substansi peptida endogen yang mempunyai sifat analgesik yaitu endorpin.
Disamping itu impuls nyeri yang mencapai medula spinalis, akan memicu respon refleks
spinal segmental yang menyebabkan spasme otot dan vasokontriksi (Tan, 2006).
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) menjelaskan bahwa impuls nyeri
diatur oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Keseimbangan
aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses.
Spasme otot yang terjadi merupakan suatu mekanisme proteksi, karena adanya spasme
otot akan membatasi gerakan sehingga dapat mencegah kerusakan lebih berat, namun
adanya spasme otot, juga terjadi vasokontriksi pembuluh darah yang menyebabkan
iskemik dan sekaligus menjadi titik picu terjadinya nyeri (Meliala dan Pinzon, 2004).
Pada low back pain, aktivitas nosiseptor umumnya disebabkan oleh rangsangan
mekanik, yaitu penggunaan otot yang berlebih. Penggunaan otot yang berlebihan dapat
terjadi pada saat tubuh dipertahankan dalam posisi statik atau posisi yang salah dalam
jangka waktu yang cukup lama, dimana otot-otot didaerah punggung akan berkontraksi
untuk mempertahan postur tubuh yang normal (Bernard, 2003).
Penggunaan otot yang berlebihan akan menimbulkan iskemik atau inflamasi sehingga
terjadi peningkatan berbagai mediator inflamasi seperti histamin, bradikinin, serotinin
atau hydroxytriptamine dan prostaglandi (Meliala, 2004). Mediator inflamasi tersebut
akan mensensitisasi nociseptor otot, akibatnya otot lebih sensitif, stimulasi yang
seharusnya tidak menimbulkan nyeri dapat menimbulkan terjadinya nyeri. Setiap gerakan
pada otot dapat menimbulkan nyeri sekaligus menambah spasme otot.
Adanya spasme otot menyebabkan ketidakseimbangan otot abdominal dan
paravertebra, maka akan membatasi mobilitas lumbal terutama untuk gerakan
membungkuk (fleksi) dan memutar (rotasi) (Hills, 2006).
Nyeri dan spasme otot seringkali membuat individu takut menggunakan otot-otot
punggungnya untuk melakukan gerakan lumbal, selanjutnya akan menyebabkan
perubahan fisiologi pada otot yaitu berkurangnya massa otot dan penurunan kekuatan
otot, akhirnya menimbulkan penurunan aktivitas fungsional.

4. Etiologi Low Back Pain


Menurut Borenstein dan Wiessel (2004), faktor-faktor penyebab nyeri punggung
bawah diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu :
1) Faktor Statik
Faktor mekanik statik adalah deviasi sikap atau postur tubuh yang menyebabkan
peningkatan sudut lumbosakral (sudut antara segmen vertebra L5 dan vertebra S1)
yang normalnya 30-34 atau peningkatan lengkung lordotik lumbal dalam waktu
yang cukup lama serta menyebabkan pergeseran titik pusat berat badan center of
gravity, yang normalnya berada di garis tengah sekitar 2,5 cm di depan segmen
vertebra S2. Peningkatan sudut lumbosakral dan pergeseran Centre of Gravity
tersebut akan menyebabkan peregangan pada ligamen dan berkontraksinya otot-otot
yang berusaha untuk mempertahankanpostur tubuh yang normal, akibatnya dapat
terjadi sprain atau strain pada ligamen atau otot-otot sekita punggung bawah yang
menimbulkan nyeri (Pandono, 2008).
Faktor penyebab statik nyeri punggung bawah adalah :
a. Pergeseran titik pusat berat badan bergeser kedepan. Adapun yang dapat
menimbulkan pergeseran antara lain :
1) Kebiasaan tubuh yang tidak benar
2) Obesitas dan kehamilan
3) Pemendekan tendon achiles atau terlalu sering memakai sepatu hak tinggi.
4) Kelemahan otot-otot dinding perut, serta kelainan atau pemendekan otototot
punggung.
b. Pergeseran titik pusat badan bergeser ke samping.
c. Terganggunya ritme lumbal-pelvis

2) Faktor dinamik
Faktor mekanik dinamik atau kinetik terjadinya stres atau badan mekanik
abnormal pada struktur jaringan (ligamen atau otot) di daerah punggung bawah saat
melakukan gerakan. Stres atau beban mekanik tersebut melebihi kapasitas fisiologi
atau toleransi otot maupun ligamen di daerah punggung bawah. Gerakan yang
potensial menimbulkan nyeri punggung bawah muskuloskeletal adalah gerakan
kombinasi terutama fleksi dan rotasi, dan bersifat repetitif, apalagi disertai dengan
beban, misal ketika sedang mengangkat beban yang berat (Pandono, 2008).
Faktor- faktor resiko nyeri punggung bawah dapat dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu faktor eksternal atau pekerjaan dan faktor internal (Bull dan Archard, 2007).
a. Faktor eksternal atau pekerjaan
1) pekerjaan fisik yang berat, terutama memberikan tekanan yang cukup besar
pada punggung bawah
2) pekerjaan yang berhubungan dengan posisi statik yang berkepanjangan,
misalnya berdiri atau duduk yang cukup lama, apalagi disertai dengan vibrasi
alat-alat perindustrian
3) pekerjaan yang dilakukan dengan membungkuk atau memutar tubuh berulang-
ulang
4) pekerjaan yang membosankan, repetitif, atau tidak memberikan kepuasan.
b. Faktor internal
Faktor internal berkaitan dengan individu itu sendiri, antara lain :
1) Usia, dari berbagai studi epidemiologik, kejadian nyeri punggung bawah
meningkat pada usia 35 tahun dan mencapai puncaknya 55 tahun.
2) Antopometrik, berhubungan dengan berat badan, individu dengan obesitas
mempunyai resiko yag lebih besar mengalami nyeri punggung bawah karena
obesitas menyebabkan hiperlordosis lumbal sehingga terjadi pergeseran.

5. Tanda dan Gejala low back pain


Tanda dan gejala low back pain adalah ditemukannya nyeri otot yang dikenal sebagai
miogenik, yaitu nyeri yang tidak wajar yang tidak sesuai dengan distribusi saraf serta
dermatom dengan reaksi yamg sering berlebihan. Nyeri tersebut ditandai dengan adanya
nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan (triger point), kehilangan ruang gerak
kelompok otot yang bersangkutan (loss of range motion), spasme otot punggung bawah.
Adanya spasme otot daerah lumbosacral, ketidakseimbangan otot stabilisator dan fiksator
trunk, mobilisasi lumbosakral terbatas, sehingga mengalami penurunan aktivitas
fungsional. Keluhan akan hilang apabila kelompok otot lumbosakral diregangkan
(Soedomo, 2002).

6. Biomekanik vertebra lumbal


Ditinjau dari dari keleluasaan gerak sendinya, sendi vertebra lumbaltermasuk
amphiartrosis (hyaline joint). Adapun bidang geraknya antara lain bidang gerak sagital,
transversal, dan frontal. Sedangkan gerakan yang terjadi yaitu: fleksi, ekstensi, rotasi dan
latero fleksi. Pada pemeriksaan gerakan dari columna vertebralis ini mengambil titik
pusat pada sendi lumbosacral (Kapandji, 2010).
1. Gerak fleksi lumbal
Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis gerakan frontal. Sudut yang
normal gerakan fleksi lumbal sekitar 60. Gerakan ini dilakukan oleh otot fleksor
yaitu otot rectus abdominis dibantu oleh otot-otot extensor spine(Kapandji,
2010).
2. Gerakan ekstensi lumbal
Gerakan ini menempati bidang sagital dengan aksis frontal. Sudut yang
normal fleksi lumbal sekitar 35. Gerakan ini dilakukan oleh otot spinalis dorsi,
otot longisimus dorsi dan iliocostalis lumborum (Kapandji, 2010).
Gambar : Gerak fleksi dan ekstensi (Kapandji, 2010)
3. Gerakan rotasi
Terjadi dibidang horizontal dengan axis melalui processus spinosus dengan
sudut normal yang dibentuk 45 dengan otot penggerak utama m. iliocostalis
lumborum untuk rotasi ipsi lateral dan kontra lateral, bila otot berkontraksi terjadi
rotasi ke pihak berlawanan oleh m. obliqus externus abdominis. Gerakan ini
dibatasi otot rotasi samping yang berlawanan dan ligamen interspinosus(Kapanjdi,
2010).
4. Gerakan Lateral fleksi
Gerakan pada bidang frontal dan sudut normal yang dibentuk 30dengan otot
penggerak m. Ooblliqus internus abdominis, m. Rectus abdominis (Kapandji,
2013).

Gambar : Gerak lateral fleksi (Kapandji, 2010)


Pada posisi berdiri, bila dilihat dari samping punggung bawah belakang
tampak cekung ke depan yang disebut lordosis. Lordosis ini wajar pada setiap
orang normal. Pada posisi berdiri normal sudut lumbosacral untuk laki-laki 30
dan wanita 34. Sudut lumbosacral adalah sudut yang dibentuk oleh garis datardan
garis melalui tulang sacral. Semakin besar sudut lumbosacral , semakin besar
kurva lordosis, begitu pula sebaliknya (Kapandji, 2010).
Diketahui bahwa L5 sebagai titik tumpu terletak diatas sakrum yang
mempunyai bidang miring karena beban berat diatasnya. Maka sakrum
kadangkadang tidak dapat menahan VL5 dan akhirnya meluncur disertai tekanan
yang bersifat menggunting atau shearing stress. Calliet menyatakan bahwa
sudutlumbosacral 30 tekanan menggunting 50% dari beban yag disangganya,
sudut lumbosacral 40 tekanan meggunting 65% dan sudut lumbosacral 50
tekanan mengguntingnya 75% (Kapandji, 2010).

7. Osteokinematik dan arthrokinematik vertebra lumbal


Osteokinematik adalah gerak sendi yang dilihat dari gerak tulangnya saja. Pada
osteokinematik gerakan yang terjadi berupa gerak rotasi ayun, rotasi putar, dan
rotasi spin. Arthrokinematik adalah gerakan yang terjadi pada permukaan sendi.
Pada arthrokinematik gerakan yang terjadi berupa gerak roll dan slide. Dari kedua gerak
tersebut dapat diuraikan lagi menjadi gerak traksi, kompresi, translasi, dan spin. Dan
gerak fisiologi spin dalam klinis berupa fleksi, ekstensi, lateral fleksi dan rotasi. Pada
lumbal gerak yang dominan adalah gerak fleksi,ekstensi, lateral fleksi dan rotasi.
Hal ini terjadi karena facet pada lumbal berada dalam bidang sagital. Saat gerak fleksi
di bagian anterior akan terjadi kompresi pada korpus vertebra, diskus interbertebralis,
ligamen anterior memendak dan pada otot-otot adominal terjadi kontraksi
pemendekan, sedangkan bagian posterior terjadi penguluran pada ligamen
longitudinal posterior, ligament flavum, interspinosus, suprapinosus dan otot-otot
back ekstensor, facet membuka, foramen intervertebralis menjadi lebar, spinal cord
terenggang. Saat gerakan ekstensi bagian inferior terjadi perenggangan pada otot-otot
abdominal, perenggangan pada ligamentum longitudinal anterior, diskus
intervertebralis terenggang dan corpus vertebra membukasedangkan pada bagian
posterior terjadi kompresi pada diskusinterbertebralis, facet, proscesus spinosus,
foramen intervertebralismenyempit, ligamen longitudinal posterior memendak serta
otot-otot backextensor kontraksi memendek.
Saat lateral fleksi terjadi komperesi facet homolateral gapping facet kontralateral,
penyempitan foramen intervertebralis homolateral, diskus kontalateral kompresi,
ligamen intertranverse kontralateral terulur ipsilateral relaksasi. Saat rotasi facet
bagian surperior menghadap ke posterior dan medial, facet inti tidak datar tapi
cenderung konkafe dan tegak lurus. Saat terjadi rotasi pada bagian atas lumbal dengan
bagian bawah terlihat gerakan yang kecil dikarenakan bentuk dari facet yang tidak datar
melainkan cenderung konkafe.

8. Aktivitas Fungsional yang Berkaitan dengan Low Back Pain


Aktivitas fungsional adalah suatu gambaran kemampuan pasien low back pain dalam
melakukan aktivitas fungsional sehari-hari seperti : perawaatan diri, aktivitas
mengangkat, berjalan, duduk, berdiri, tidur dan jongkok. Adapun aktivitas fungsional
yang berhubungan dengan mobilitas lumbal yaitu aktivitas yang menimbulkan terjadinya
gerakan mengangkat, membungkuk, memutar, jongkok dan lain-lain.
Aktivitas fungsional yang menggunakan otot berlebihan dapat terjadi pada saat tubuh
mempertahankan posisi dalam jangka waktu yang lama, dimana pada saat itu otot-otot di
daerah punggung bawah akan berkontraksi secara terus menerus untuk mempertahankan
postur yang normal. Kedaan ini juga dapat terjadi pada saat melakukan gerakan beban
berlebih di daerah punggung bawah, misal mengangkat beban berat dengan posisi yang
salah. Penggunaan otot-otot punggung bawah secara berlebihan dapat menimbulkan
nyeri. Setiap gerakan pada otot tersebut akan menimbulkan nyeri sekaligus menyebabkan
spasme otot.
Adanya otot abdominal dan paravertebra akan membatasi gerakan dari lmbal teruma
pada saat melakukan gerakan membungkuk (fleksi) dan memutar (rotasi) (Hills, 2006).
Adanya nyeri dan spasme otot akan membuat orang tersebut membatasi menggunakan
otot punggungnya mengakibatkan perubahn fisiologis pada otot tersebut, yaitu
berkurangnya massa otot (atropi) dan menurunnya kekuatan otot dan akhirnya individu
tersebut akan mengalami tingkat aktivitas fungsional (Hills, 2006).
Assesment

Nama : Ibu Hendati


Usia : 53 tahun
Keluhan : Nyeri pinggang sampai paha
Quick test : fleksi-ekstensi
PEMERIKSAAN :

1. PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Fleksi trunk Hasil : (+)
2. Ektensi trunk Hasil : (+)
3. Low Back Manouver II Hasil : (+)
- Bragard
- Brudzinsky
- Straight Leg Rissing Test (Laseigues Test)
4. Low Back Manouver III
- Hip extension knee extension fiksasi pada tuber ischiadicum (Hip Joint)
- Hip extension knee extension fiksasi pada sacrum (+Sacroiliac joint)
- Hip extension knee extension fiksasi pada Lower thoracal (Lumbar spain)
5. Patric Test Hasil : (+)
6. Sacro Iliac Test Hasil : (+)

- Target jangka pendek (problem gerak)


1) Mengurangi nyeri
2) Koreksi postur
- Target jangka panjang (problem fungsi)
1) Dapat beraktivitas kembali dengan normal
2) Penurunan berat badan
- Test khusus :
1) Lassague test
2) Valsava maneuver
3) Sacroilliac test
4) Patrick kontrapatrick test
2. INTERVENSI :
a. Mc. Kenzie
Program latihan McKenzie diperkenalkan oleh Robin McKenzie pada
tahun 1960-an. Dalam program latihan ini, partisipasi pasien memainkan peran
utama dalam penyembuhan (Kurniasih, 2011). Latihan metode McKenzie
adalah serangkaian gerakan tubuh yang ditujukan untuk mengurangi keluhan
nyeri pinggang bawah (McKenzie, 2000). Prinsip latihan McKenzie adalah
memperbaiki postur untuk mengurangi hiper lordosis lumbal. Sedangkan
secara operasional pemberian latihan untuk penguatan otot pinggang bawah
ditujukan untuk memperkuat otot-otot lumbosacral terutama otot dinding
abdomen dan otot gluteus, mengurangi spasme otot, meregangkan otot-otot
yang memendek terutama otot-otot ekstensor punggung bawah, hamstring,
dan otot quadratus lumborum, koreksi postur (McKenzie, 2000).
Pada LBP non-spesifik, efek nyeri pinggang mengakibatkan terjadinya
keterbatasan gerak dan bila keadaan ini dibiarkan dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan ketegangan dan kekakuan pada otot di bawah pinggang sehingga
akan menimbulkan keterbatasan gerak (Sudaryanto, 2004).
1. Indikasi dan Kontra Indikasi
a. Indikasi Latihan McKenzie
1) Spasme otot
2) Kekakuan sendi intervertebralis
3) Hernia nukleus pulposus
b. Konta Indikasi Latihan McKenzie
1) Spondylolistesis
2) Ankylosing spondylitis
3) Terdislokasi dan ruptur ligament
4) Penyakit kelemahan tulang yang berat seperti osteoporosis, osteomalasia
2. Mekanisme Penurunan Nyeri oleh Latihan McKenzie
Latihan McKenzie merupakan terapi latihan yang menggunakan gerakan
badan terutama kearah ekstensi. Dimana dalam kasus LBP non-spesifik terjadi
spasme akibat penekan ligamen longitudinal posterior yang sangat sensitif
karena banyak mengandung saraf afferentt tipe Adan C, sehingga pasien sakit
pada saat membungkuk (Kurniasih, 2011).
Dengan diberikan latihan McKenzie yang menggunakan gerakan badan
kearah ekstensi serta peran aktif pasien akan memulihkan mobilitas dan fungsi
lumbal dengan menghilangkan stress yang akan mengembalikan nukleus
pulposus kembali ke anterior, sehingga inflamasi yang terjadi pada
ligamen longitudinal posterior berkurang dan nyeri pada lumbal akan
berkurang serta dapat memberikan rasa nyaman dan ada perbaikan postur serta
menghilangkan in balance muscle (McKenzie, 2000).
Selain itu, dengan latihan McKenzie dapat menghilangkan limitasi ROM,
dengan adanya perbaikan kekuatan dan kelenturan otot maka akan
didapatkan kestabilan persendian, sehingga limitasi ROM dapat dihindari.
Perbaikan kekuatan otot ini yang tidak ada pada modalitas terapi standar
(Kurniasih, 2011).
3. Penatalaksanaan latihan McKenzie
Program latihan McKenzi terdiri dari 6 latihan yaitu latihan pertama
sampai latihan empat merupakan latihan-latihan ekstensi, 2 latihan terakhir
adalah latihan-latihan fleksi . Sebagai aplikasi awal maka latihan hanya
diberikan sampai latihan keempat.
a) Latihan Pertama
Posisi pasien telungkup dengan posisi kepala menghadap ke salah satu
sisi dan posisi lengan di samping badan. Pasien diminta untuk menarik
napas kemudian hembuskan napas secara teratur sampai pasien merasa
rileks. Pertahankan posisi tersebut selama 2 menit. Latihan ini
berfungsiuntuk menghilangkan ketegangan pada otot-otot vertebra,
meningkatkan sirkulasi sehingga tercapai rileksasi, dan dengan adanya
sirkulasi yang baik dapat menurunkan spasme.

Gambar : Latihan McKenzie exercise (McKenzie, 2000)


b) Latihan Kedua
Posisi pasien telungkup dengan posisi tangan seperti push up, lalu
lakukan gerakan menekan matras/lantai dengan pinggang badan
terangkat ke atas dan siku tertekuk 90, usahakan pelvic dan ke dua
tungkai tetap menempel pada lantai, pertahankan selama 5 detik dan
dilakukan sebanyak 10 kali. Latihan ini berfungsi untuk menambah
ROM, memulihkan mobilitas dan fungsi lumbal dengan mengembalikan
posisi nukleus pulposus kembali ke anterior sehingga annulus fibrosus
akan menekan ligamentum longitudinal posterior yang sangat sensitif
karena banyak mengandung saraf aferent tipe A dan C, dengan
demikian inflamasi berkurang dan nyeri akan berkurang.

Gambar : Latihan kedua (2) McKenzie exercise (McKenzie, 2000)

c) Latihan Ketiga
Posisi pasien telungkup, ke dua tangan pada posisi seperti push up, lalu
gerakan tangan menekan matras/lantai hingga siku dalam posisi lurus
dan badan terangkat ke atas sampai pinggang terasa sakit, usahakan pelv ic
serta kedua tungkai tetap menempel pada matras/lantai. Pertahankan
selama 5 detik dan dilakukan sebanyak 10 kali. Latihan ini berfungsi
untuk meningkatkan sirkulasi darah sehingga tercapai rileksasi otot-otot
ekstensor.
Gambar : Latihan ketiga (3) McKenzie exercise (McKenzie, 2000)

Gambar : Latihan ketiga (4) McKenzie exercise (McKenzie, 2000)

d) Latihan Keempat
Posisi pasien berdiri tegak, kaki agak terbuka dan ke dua tangan ditaruh
dipinggang, lalu bungkukkan badan ke belakang sejauh pasien bisa.
Pertahankan posisi selama 5 detik dan dilakukan sebanyak 10 kali. Latihanini
berfungsi untuk menambah ROM, memulihkan mobilitas dan fungsi
lumbal dengan mengembalikan posisi nukleus pulposus kembali ke anterior
sehingga anulus fibrosus akan menekan ligamentum longitudinal posterior
yang sangat sensitif karena banyak mengandung saraf aferent tipe Adan C,
dengan demikian inflamasi berkurang dan nyeri akan berkurang.

Gambar : Latihan keempat (1) McKenzie exercise (McKenzie, 2000)


Gambar : Latihan keempat (2) McKenzie exercise (McKenzie, 2000)

Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari terapi latihan McKenzie ada
beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :
1. Penyusunan latihan ini dimulai dari gerakan-gerakan yang termudah
bagi pasien, kemudian ditingkatkan sesuai kemampuan pasien.
2. Saat melakukan latihan sedapat mungkin gerakan lurus bengkok
dilakukan pasien dengan pelan, berirama dan terkontrol.
3. Setiap jenis gerakan dikerjakan paling sedikit 5 (lima) kali dan
gerakan terbaik dilakukan sebanyak 15 kali.
4. Latihan dengan posisi tiduran sebaiknya dilakukan di lantai dengan
menggunakan matras yang agak keras.
5. Latihan dilakukan semampu pasien, tidak boleh terlalu lelah
6. Harus memberitahukan kepada yang bersangkutan apabila latihan
yang dilakukan menambah rasa sakit, bahkan jika perlu latihan yang
harus dihentikan.

b. Williams Flexion Exercise


Williams Flexion Exercise adalah latihan yang terdiri atas 6 macam gerak
yang menonjolkan pada penurunan lordosis lumbal (terjadi fleksi lumbal).
Williams Flexion Exercise telah menjadi dasar dalam manajemen nyeri punggung
bawah selama beberapa tahun untuk mengobati beragam problem nyeri punggung
bawah berdasarkan temuan diagnosis. Dalam beberapa kasus, program latihan ini
digunakan ketika penyebab gangguan berasal dari facet joint (kapsul-ligament),
otot, serta degenerasi corpus dan diskus. Posisi posterior pelvic tiltingadalah
penting untuk memperoleh hasil terbaik.
1. Tujuan Williams Flexion Exercise
Tujuan dari Williams Flexion Exercise adalah untuk mengurangi nyeri,
memberikan stabilitas lower trunk melalui perkembangan secara aktif pada otot
abdominal, gluteus maximus, dan hamstring, untuk meningkatkan fleksibilitas
pada grup otot fleksor hip dan lower back (sacrospinalis), serta untuk
mengembalikan keseimbangan kerja antara group otot postural fleksor dan
ekstensor. Disamping itu Williams Flexion Exercise dapat meningkatkan tekanan
intra abdominal yang mendorong kolumna vertebralis ke arah belakang, akan
membantu mengurangi hiperlordosis lumbal dan mengurangi tekanan pada diskus
intervertebralis. Williams Flexion Exercisedapat membantu mengurangi nyeri
dengan cara mengurangi gaya kompresi pada sendi facet, dan meregangkan flexor
hip dan extensor lumbal (Giasy, 2006).
2. Indikasi dan kontra indikasi Williams Flexion Exercise
Indikasi dari Williams Flexion Exercise adalah spondylosis,spondyloarthrosis,
dan disfungsi sendi facet yang menyebabkan nyeri punggungbawah. Kontra
indikasi dari William Flexion Exercise adalah gangguan pada diskus seperti
discus bulging, herniasi diskus, atau protrusi diskus.
3. Pelaksanaan Williams Flexion Exercise
Adapun prosedur pelaksanaan William Flexion Exercise adalah sebagai berikut :
a) Latihan I (pelvic tilting)

Gambar : Pelvic tilting, 2015


Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua lutut fleksi dan kaki datar diatas
bed/lantai. Datarkan punggung bawah melawan bed tanpa kedua tungkai
mendorong ke bawah. Kemudian pertahankan 5 10 detik.
b) Latihan II (single knee to chest)

Gambar : Single knee to chest (Alfin,2010)

Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua lutut fleksi dan kaki datar di atas
bed/lantai. Secara perlahan tarik lutut kanan kearah bahu dan pertahankan 5
10 detik. Kemudian diulangi untuk kiri dan pertahankan 5 - 10 detik.
c) Latihan III (double knee to chest)

Gambar : Double knee to chest (Alfin, 2010)


Mulai dengan latihan sebelumnya (latihan II) dengan posisi pasien yang sama.
Tarik lutut kanan ke dada kemudian lutut kiri ke dada dan pertahankan kedua
knee selama 5 10 detik. Dapat diikuti dengan fleksi kepala/leher (relatif)
kemudian turunkan secara perlahan-lahan salah satu tungkai kemudian diikuti
dengan tungkai lainnya.

c. Bridging
Bridging exercise merupakan latihan yang meningkatkan kekuatan otot
ekstensor hip dan mempromosikan stabilitas bagasi. Hal ini sering diberikan untuk
pasien dengan nyeri punggung, dan meningkatkan aktivitas otot stabilisasi seperti
internal oblique, external oblique, and erector spinae muscles.
Seseorang dengan back and hip pathologies sering diberikan untuk melakukan
latihan dalam posisi elevasi, mengangkat panggul dari lantai. Latihan ini sangat
berguna untuk memfasilitasi gerakan panggul dan memperkuat punggung dan
pinggul ekstensor, dan meningkatkan kontrol motor dari area lumbo-pelvic.
1. Teknik
Pasien terletak pada penyihir punggungnya kaki datar di tanah dan 60
derajat fleksi pada lutut. Kemudian pasien mengaangkat pinggul dari lantai
sampai punggung dan ekstremitas atas kaki berada diposisi yang sama.

2. Analisis gerakan
Pergerakan bridging panggul mengungkapkan gerakan terdiri dari :
Hip Ekstensi
ekstensi lumbar
Posterior tilt panggul.
3. Variasi
Latihan bridging panggul dapat bervariasi sebagai :
1. With pelvic tilt
2. With straight leg raising (slr)

3. With SLR and Glutei contraction

d. PNF
Metode PNF menyusun latihan-latihan dalam patron-patron gerakan yang
selalu melibatkan lebih dari satu sendi dan mempunyai tiga komponen gerakan.
Latihan gerakan akan lebih cepat berhasil apabila pasien secara penuh mampu
melakukan suatu gerakan dari pada dia hanya mampu melakukan sebagian saja.
Hindarkan sara sakit. pengulangan-pengulangan yang banyak dan variasi-variasi
patron serta sikap posisi awal akan memberikan hasil yang lebih baik. Aktifitas
yang lama adalah penting untuk meningkatkan kekuatan, kondisi koordinasi dari
system neuromuskuler.
Lewat rangsangan-rangsangan tadi kita berusaha untuk mengkaktifkan
kembali mekanisme latent dan cadangan-cadangannya dengan tujuan utama untuk
meningkatkan kemampuan ADL.
1. Prinsip dasar metode PNF adalah ;
a. Prinsip Neurofisiologis
Overflow principle motoris impuls dapat diperkuat oleh motoris impuls
yang lain dari group otot yang lebih kuat yang dalam waktu bersamaan
berkontraksi, dimana otot-tot tersebut mempunyai fungsi yang sama (otot
sinergis). Overflow principle ini menimbulkan apa yang disebut iradiasi.
Rangsang saraf motoris mempunyai nilai ambang rangsang tertentu (semuanya
atau tidak sama sekali). Innervatie reciprocal, aktifitas refleks kontraksi otot
agonis akan membuat relaks antagonisnya. Inductie successive (Sherington) ;
agonis akan terfasillitasi ketika antagonisnya berkontraksi atau agonisnya
berkontraksi atau agonis akan lebih mudah berkontraksi apabila sebelumnya
dilakukan kontraksi pada antagonisnya. Semakin kuat kontraksi antagonis
semakin kuat efek fasilitasinya.
b. Prinsip Gerakan
Latihan isometris ditujukan untuk memperbaiki sikap sedangkan latihan
isotonis ditujukan untuk memperbaiki gerakan. Gerakan tunggal murni
terisolasi tidak ada dalam kehidupan ini. Otak kita tidak mengenal aktifitas
otot secara individual, tetapi gerakan-gerakan secara kelompok dan setiap
gerakan terjadi dalam arah tiga dimensi, seperti otot juga yang berbentuk
spiral dan juga arah pendekatannya. Dengan dasar-dasar tersebut, metode PNF
menyusun latihan-latihan dalam patron-patron gerakan yang selalu melibatkan
lebih dari satu sendi dan mempunyai tiga komponen gerakan. Latihan gerakan
akan lebih cepat berhasil apabila pasien secara penuh mampu melakukan suatu
gerakan dari pada dia hanya mampu melakukan sebagian saja. Hindarkan rasa
sakit. Pengulangan-pengulangan yang banyak dan variasi-variasi patron serta
sikap posisi awal akan memberikan hasil yang lebih baik. Aktifitas yang lama
adalah penting untuk meningkatkan kekuatan, kondisi koordinasi dari system
neuromuskuler.

Dalam teknik ini, digunakan sumber-sumber fasilitasi seperti :


a. Gerakan dengan pola memutar dan diagonal (spiral & diagonal movement)
Karena semua gerakan sehari-hari memiliki pola gerak memutar dan
diagonal, maka dengan menggunakan pola gerak ini akan mempermudah
terjadinya gerakan yang diinginkan.
b. Tahanan maksimal (maximal resistente)
Dengan tahanan maksimal akan memperkuat suatu otot yang menyebarkan
rangsangan otot yang lain (timing for emphasis). Pegangan tangan,
tekanan pada otot dan rangsangan pada otot dan kulit (grasping technique).
Peregangan dan penekanan dalam sendi (traction & compression)
Peregangan sendi akan mempermudak terjadinya gerak fleksi sedangan
penekanan akan mempermudah gerak ekstensi.
Gerakan dimulai dari distal ke proksimal. Gerakan yang saling pemperkuat
dalam suatu pola gerak. Disini gerakan yang kuat dari sendi akan
memperkuat gerak sendi yangn lain. Gerak kepala dan badan untuk
merangsang gerakan badan dan anggota badan karena terangsang refleks-
refleks tonic labyrin reflex dan equilibrium. Reaksi gabungan dan iradiasi.
Otot yang lemah dibawa dalam kerja, dibawah kemauan dan kesadaran
yang penuh terhadap fungsi dan sisa otot dengan melawan tahanan untuk
mematahkan spastisitas.
Rangsangan maksimal pada antagonis untuk menurunkan rangsangan
agonis. Apabila antagonis kontraksi maksimal maka akan diperoleh
penurunan spastisitas dari agonis. Penempatan pada refleks inhibitory
position. Bila suatu otot diposisikan dalam posisi terulur penuh
menurunkan ketegangan dari otot tersebut. Aba-aba yang jelas dan tegas
akan merangsang kemauan untuk melakukan gerakan sadar.
Teknik-teknik PNF, mempunyai maksud ;
- Mengajarkan gerakan
- Menambah kekuatan otot
- Relaksasi
- Memperbaiki koordinasi
- Mengurangi sakit
- Menambah lgs
- Menambah stabilitasi
- Mengajarkan kembali gerakan
- Memperbaiki sikap.

e. Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation(TENS)


TENS adalah energi listrik guna merangsang systemsaraf melalui permukaan
kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri. Karena mampu
menstimulasi saraf berdiameter besar maupun berdiameter kecil yang akan
menyampaikan berbagai Penggunaan TENS dibatasi dengan penggunaan
arus dengan intensitas rendah untuk mengontrol nyeri, penggunaan TENS
terdapat berbagai jenis arus. Beberapa bentuk monophasic, seperti shortpulse,
tetapi yang paling utama beberbentuk simetris atau biphase asimetris.

Gambar : Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

Durasi arus TENS sekitar 10 ms sampai 40 ms. Sedangkan frekuensi


berkisar antara 2-200 Hz, dengan voltase yang juga beragam, hanya saja dibatasi
pada amplitude yang rendah, dengan nilai maksimum 50 mA-100 mA. Hasil
stimulasi dari TENS merupakan kontraksi otot secarapasif, ini terjadi dengan
meningkatkan jumlah pulse pendek padafrekuensi 30-100Hz, untuk
menghasilkan kontraksi otot sesuai dengan tujuan terapi. Modalitas TENS
dapat dimodifikasi baik arus maupun frekuensinya.
1. Efek Kerja
a. Stimulasi antidonrik pada system saraf afferent, stimulasi ini akan
menghambat penghantaran nyeri dari nociseptor sampai medulla
spinalis. System ini juga merangsang pelepasan subtansi p dari
neuron sensorik disekitar arteri sehingga terjadi vasodilatasipembuluh
darah.
b. Meningkatkan aliran darah pada jaringan yang rusak, dimana efek
dari peningkatan aliran darah pada jaringan akan meningkatkan
substansi yang memproduksi nyeri seperti histamine bradikinine.
c. Mengaktifkan system saraf simpatis, ini dapat meningkatkan aliran
darah secara tidak langsung kejaringan otot yang mengalami
gangguan sehingga dapat juga menghilangkan stimulus nyeri secara
kimia.
d. Merangsang melepasakan endorpin-dependent system dan serotinin
dependent oleh tubuh. Pelepasan system dirangsang oleh TENS
dengan frekuensi rendah dengan merangsang reseptor sensoris.
e. Mengaktifkan system saraf berdiameter besar yaitu A dan A yang
memiliki ambang rangsang yang lebih kecil dibandingkan saraf yang
diameter lebih kecil, A dan tipe C, aktifnya saaraf berdiameter besar
tersebut akan mempermudah interneuron pada substasia gelatinosa
untuk menghalangi input saraf yang berdiameter kecil kesel-sel
tranmisi melalui inhibisi pre-sinaps, sehingga nyeri dihambat oleh
stumulasi elektrik dengan menutup gerbang input nyeri.
f. Kontraksi yang dihasilkan TENS akan menimbulkan efek pumping
action dimana terjadi peningkatan sirkulasi pembuluh darah yang akan
mereabsorbsi inflamasi dan sisa metabolism sehingga menurunkan
iritan pada tingkat nosisensoris sehingga nyeri berkurang. Dan adanya
stimulus pada A dan A akan membantumenghambat inpuls nyeri
pada kornu posterior pada medulla spinalis sedangkan stimulasi monofase
atau asymetris akan berpengaruh pada nosisensoris yang dibawa
kethalamus traktus spino thalamikus akan memicu diproduksinya
endorphin oleh tubuh sehingga nyeri akan berkurang.
2. Type-type pulsa
Pada umumnya pulsa-pulsa pada TENS digolongkan menjadi :
a. Monophasik :
1) gelombang rectangular ( segi empat )
2) gelombang triangular ( segi tiga )
3) gelombang separuh arus arah
b. Biphasik :
1) pulsa rectangular biphasic symetris
2) pulsa rectangular biphasic asymetris
c. Poliphasik :
1) rangkaian gelombang sinus
2) bentuk interferensi
Dalam aplikasi pulsa monophasik dan atau biphasic lebihsering
digunakan dimana kedua bentuk pulsa ini mampu mendepolarisasi saraf tepi
baik sensoris maupun motoris. Pulsa biphasic dapt simetris atau asimetris, bila
simetris maka sifat arus pulsa selalu Zero bila dijumlahkan antara amplitudo
(+) dan (-), sehingga disebut zero nett charge ZNC yang berarti tidak akan
menimbulkan reaksi elktro kimia karena saling menetralkan. Pada pulsa
monaphasik selalu terjadi pengumpulan muatanlistrik pulsa dalam
jaringan akan terjadi elektro kimia dalam jaringan yang ditandai dengan
rasa panas dan nyeri apabila penggunaan intensitas dan durasi terlalu tinggi.
3. Frekuensi
Frekuensi pulsa sering dikacaukan dengan pengertian aruslistrik. Frekuensi
pulsa merupakan kecepatan/pulse rate yang terjadi pada setiap deti sepanjang
durasi arus listrik yang mengalir, frekuensi pulsa dapat berkisar 1-200
pulsa/detik. Frekuensi pulsa juga menyebabkan tipe respon terhadapmotoris
maupun sensoris. Frekuensi pulsa berkisar 1-5 pulsa/detikmenimbulkan
kontraksi diikuti perasaan sensibilitas ketukan ringan. Pada frekuensi pulsa tinggi
lebih dari 100 pulsa/detik menimbulkan respon kontraksi tehnik dan sesibilitas
getaran sehingga otot cepat lelah. Arus listrik frekuensi rendah cenderung
bersifat iriatif terhadap jaringan kulit sehingga dirasakan nyeri apabila intensitas
tinggi. Arus listrik frekuensi menengah bersifat lebih konduktif untuk stimulasi
elektris karena tidak menimbulkan tahanan kulit atau tidak bersifat dan
mempunyai penetrasi yang lebih dalam.
4. Dosis
Pada treatment kondisi disc bulging lumbal menggunakanTENS konvensional
dengan pulsa pendek sekitar 50s pada :
a) Frekuensi 30100 HZ dengan frekuensi tinggi dan intensitas rendah
b) Intensitas dinaikkan sampai ada kontraksi otot ataupergerakan otot
tanpa rasa nyeri .
c) Waktu : 15 menit
d) Pengulangan 3 kali /minggu
5. Indikasi
a. Kondisi nyeri baik yang bersifat akut atau kronik .
6. Kontra Indikasi
a. Penderita penyakit yang menggunakan pacemaker
b. Pemakaian pada daerah karotis sinus, otot laring atau pharing, area
sensitive pada mata, dan membran mokusa.
c. Pada kondisi kehamilan atau saat akan melahirkan.
d. Hypersensitif kulit, karena penggunaan TENS dalam waktu lama
dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan resiko elektrikal damage.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A., & Budiman, F. (2014). Hubungan Posisi Duduk Dengan Nyeri Punggung Bawah
Pada Penjahit Vermak Levis Di Pasar Tanah Pasir Kelurahan Penjaringan Jakarta
Utara

Bull, E., 2007. Simple Guide: Nyeri Punggung, Jakarta: ERLANGGA.

Cho, T.A., 2015. Spinal Cord Functional Anatomy. Continuum (Minneap Minn)

Min Yong Eom, MPH, PT,Sin Ho Chung, PhD, PT,Tae Sung Ko, PhD, PT, 2013. Effects of
Bridging Exercise on Different Support Surfaces on the Transverse Abdominis: J. Phys

Pearce, C.E., 2009. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan edisi ke-33, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

Khalid, M.U., Rafiq, M. & Zehra, N., 2013. Effectiveness of William TM s flexion exercises
in management of low back pain. Pakistan Journal of Medicine and Dentistry

Pramita, I., 2014. Core Stability Exercise Lebih Baik Meningkatkan Aktivitas Fungsional
Dari Pada Williams Flexion Excercise Pada Pasien Nyeri Punggung Bawah Miogenik.
Udayana.

Saadah, H.D., 2013. Pengaruh Latihan Fleksi William ( Stretching ) terhadap Tingkat Nyeri
Punggung Bawah pada Lansia di Posyandu Lansia RW 2 Desa Kedungkandang
Malang. Jurnal Sains Medication

Sintya, N.L.M., Wibawa, A. & Purnawati, S., 2015. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan
Nyeri Punggung Bawah terhadap Pemilihan Fisioterapi sebagai Cara Mengatasinya
pada Pengrajin Ukir Kayu di Desa Ketewel. Jurnal Universitas Udayana

Tulder, Maurits van, 2000. Exercise Therapy for Low Back Pain, A Systematic Review
Within the Framework of the Cochrane Collaboration Back Review Group
Algoritme Pemeriksaan Fisioterapi Pada Low Back Pain

Klien dengan keluhan nyeri pinggang


menjalar hingga punggung kaki.

Buat hipotesis awal LBP


ya

History taking: Nyeri duduk. Membungkuk, Pemeriksaan red flag:


(Ha: LBP) berkuranhg bila jalan Acute herniated, myelitis dll
tdk
ya
ya
Observasi: Lumbar deviation.
Konsul dokter spesialis
ya yang kompeten
Pemeriksaan Tes orientasi Lumbal: fleksi trunki nyeri & Algoritme
fungsi gerak: terbatas, tetapi ekstensi tidak nyeri
tdk pemeriksaan lain

ya
Springing test positif, Spurlings test positif,
Tes khusus: disc traction posisi ekstensi nyeri menurun, valsava
maneouvre positif

ya

Sensoric test dermatome ya


positif, Lasegue positif,
Tes khusus: radiks HIPOTESIS LAIN
Lower Limb Tension Test positif. Kenn muscle bisa
positif tdk

ya
Pemeriksaan Penunjang MRI untuk melihat tingkatya
LBP dan Nyeri tekan
Dan Pengukuran dgn algometer/VAS; Kenn muscle dengan MMT MRI

Diagnosis Nyeri Pinggang menjalar ke kaki akibat LBP lumbale

Identifikaasi Body structure Impairment: Discus and Nerve root


Body Function Impairment:
problem dlm ICF
Disabilitas:

Anda mungkin juga menyukai