Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit campak yang juga dikenal dengan sebutan morbilli atau measles
merupakan masalah kesehatan pada berbagai negara di dunia terutama negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia. Morbilli merupakan penyakit infeksi virus
akut menular yang ditandai dengan 3 stadium yaitu: stadium prodromal, stadium
erupsi, dan stadium konvalesensi, dimana tanda yang paling khas meliputi demam,
konjungtivitis, dan batuk. Morbilli disebabkan oleh virus yang tergolong Famili
Paramyxovirus, yaitu genus virus morbilli yang terdapat dalam sekret nasofaring
dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak.
Penyebaran virus ini terjadi melalui droplet di udara yang berasal dari penderita.
Sebagian besar kasus morbilli adalah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD
(Selina SP, 2016).
Penyakit morbilli bersifat endemik di seluruh dunia, pada tahun 2013
terjadi 145.700 kematian yang disebabkan oleh morbilli di seluruh dunia (berkisar
400 kematian setiap hari atau 16 kematian setiap jam) pada sebagian besar anak
kurang dari 5 tahun. Berdasarkan laporan DirJen PP&PL DepKes RI tahun 2014,
masih banyak kasus morbilli di Indonesia dengan jumlah kasus yang timbul
kejadian luar biasa (KLB) dilaporkan mencapai 12.222 kasus. Frekuensi KLB
sebanyak 173 kejadian dengan 2.104 kasus. Selama periode 4 tahun, kasus
morbilli lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun (3591 kasus) dan
pada kelompok umur 1-4 tahun (3383 kasus) (Halim, 2016).
Virus morbilli masuk melalui saluran pernapasan dan melekat di sel-sel
epitel saluran napas. Setelah melekat, virus bereplikasi dan diikuti dengan
penyebaran ke kelenjar limfe regional. Setelah penyebaran ini, terjadi viremia
primer yang diikuti dengan multiplikasi virus di sistem retikuloendotelial di limpa,
hati, dan kelenjar limfe. Multiplikasi virus juga terjadi di tempat awal melekatnya
virus yaitu pada epitel saluran napas lalu kemudian virus menyebar ke seluruh
tubuh melalui darah. Muncul viremia sekunder yang ditandai dengan timbulnya
gejala klinis terutama pada kulit berupa makulopapular, saluran napas berupa
batuk daan pilek, pada mata berupa konjungtivitis, dan pada saluran cerna berupa

1
timbulnya bercak koplik berwarna kelabu dikelilingi kulit eritema pada mukosa
bukalis (Ricky, 2016). Infeksi virus morbilli menyebabkan imunosupresi umum
yang ditandai dengan penurunan hipersensitivitas tipe IV, produksi interleukin (IL)
12, dan respon limfoproliferatif antigen-spesifik yang bertahan selama beberapa
minggu atau bulan setelah infeksi akut. Imunosupresi dapat menyebabkan
komplikasi seperti bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian pada
penderita morbilli (Selina SP, 2016).
Gejala morbilli muncul sekitar 7-14 hari (rata-rata 8-12 hari) setelah
paparan virus. Gejala klinis morbilli terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium
prodromal yang berlansung kira-kira 3 hari (kisaran 2-4 hari), ditandai dengan
demam yang dapat mencapai 39,5 0C. Selain demam dapat timbil gejala berupa
malaise, coryza (peradangan akut membran mukosa rongga hidung), konjungtivitis
(mata merah), dan batuk. Secara klinis gambaran penyakit morbilli pada stadium
prodromal menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza (Ricky,
2016; Bagus, 2014). Dapat juga ditemukan eritema pada mukosa buccal yang
disebut koplik spot yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam. Bercak ini
berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, di tengahnya didapatkan
noda putih keabuan (Ricky, 2016). Stadium berikutnya yaitu stadium eksantema
yang ditandi dengan timbulnya ruam makulopapular dengan penyebaran
sentrifugal yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian
menyebar ke wajah, leher, dada, ekstremitas atas, bokong, dan akhirnya
ekstremitas bawah. Ruam ini dapat timbul selama 6-7 hari. Pada stadium ini
demam umumnya memuncak (mencapai 40 0C) (Ricky, 2016 ; Bagus, 2014 ; PPM
RSUP Sanglah, 2010). Stadium yang terakhir yaitu stadium penyembuhan
(konvalensi) yang ditandai dengan berkurangnya erupsi (bercak-bercak) dan
meninggalkan bekas kecoklatan yang disebut hyperpigmentation, tetapi lama-lama
akan hilang sendiri. Panas badan menurun sampai normal bila tidak terjadi
komplikasi (Ricky, 2016 ; Bagus, 2014 ; PPM RSUP Sanglah, 2010).
Diagnosis morbilli ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang (Ricky,2016). Dari anamnesis akan didapatkan
keluhan berupa demam yang mencapai > 380C, disertai keluhan batuk, pilek, mata
merah, dan ruam yang mulai timbul dari belakang telinga sampai ke seluruh tubuh.

2
Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan beberapa tanda antara lain suhu badan
yang tinggi (>380C), mata merah, dan ruam makulopapular. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis morbili adalah darah
lengkap (DL) yang meunjukkan hasil leukopenia. Pemeriksaan immunoglobulin M
(IgM) campak juga dapat membantu diagnosis yang dapat terdeteksi sejak hari
pertama dan ke-2 setelah timbulnya ruam. IgM campak ini dapat tetap terdeteksi
setidaknya sampai 1 bulan setelah infeksi (Ricky, 2016 ; PPM RSUP Sanglah,
2010).
Pada umumnya anak dengan morbili tidak perlu dilakukan rawat inap,
kecuali ada indikasi rawat berupa hiperpireksia (>39oC), dehidrasi, asupan oral
sulit, kejang, dan morbili yang disertai komplikasi. Tatalaksana morbilli pada
dasarnya perawatan suportif dan simtomatis yang berupa tirah baring, pemberian
antipiretik (paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali dapat diberikan setiap 6 jam), hidrasi
yang baik, suplemen nutrisi dan vitamin A (Ricky, 2016).Suplemen vitamin A telah
dikaitkan dengan penurunan sekitar 50% morbiditas, mortalitas, dan membantu
mencegah kerusakan mata. Kekurangan vitamin A dapat berhubungan dengan
komplikasi pada penyakit morbilli , maka World Health Organization (WHO),
2015 merekomendasikan untuk semua anak yang didiagnosis dengan morbilli
harus menerima suplementasi vitamin A berdasarkan usia. Untuk anak usia < 6
bulan diberikan vitamin A 50.000 IU/ hari per oral selama 2 hari, untuk anak usia
6-11 bulan diberikan vitamin A 100.000 IU/ hari per oral selama 2 hari, dan anak
usia > 1 tahun vitamin A diberikan dngan dosis 200.000 IU/ hari per oral selama 2
hari. Anak dengan tanda-tanda klinis dari kekurangan vitamin A, vitamin A
diberikan 3 kali yaitu pada hari 1 dan hari ke-2 , lalu dilanjutkan 2-4 minggu
setelah dosis ke-2 dengan pemberian vitamin A yang disesuaikan menurut usia.
Pasien morbili dapat dipulangkan jika setelah 2 hari bebas demam tanpa antipiretik
dan asupan nutrisi oral anak sudah membaik (Ricky, 2016 ; Bagus, 2014).
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MMR
(Measles, Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun
2014, vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat
dapat diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15
bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR ulangan

3
diberikan pada usia 5-6 tahun. Dosis vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5 mL
subkutan (Ricky, 2016).
Prognosis untuk morbilli umumnya baik. Central of Desease Control
(CDC) melaporkan angka kematian anak dari infeksi morbilli di Amerika Serikat
0,1-0,2 %. Di negara berkembang, kematian mencapai 1-3%, dapat meningkat
sampai 5-15% saat terjadi KLB morbilli. Morbilli merupakan self limited disease,
namun sangat infeksius. Mortalitas dan morbiditas meningkat pada penderita
dengan faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya komplikasi antara lain, usia
muda terutama di bawah 1 tahun, malnutrisi (marasmus atau kwashiorkor),
pemukiman padat penduduk yang lingkungannya kotor, anak dengan gangguan
imunitas contohnya pada anak terinfeksi HIV, malnutrisi, dan keganasan, anak
dengan defisiensi vitamin A. Komplikasi morbilli antara lain koplikasi pada
saluran pernapasan meliputi bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis (croup),
saluran pencernaan meliputi diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi, telinga
melipti otitis media, susunan saraf pusat meliputi ensefalitis akut, infeksi pada
mata seperti keratitis, dan komplikasi sistemik yang meliputi septikemia karena
infeksi bakteri sekunder (Selina, 2016).

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : IKAG
Umur : 4 tahun
TTL : Gianyar, 13 Maret 2013
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Br. Pinda, Desa Saba, Gianyar
Tanggal MRS : 10 April 2017
Ruang : Abimanyu
No. RM : 502298

2.2 Anamnesis (Heteroanamnesis)


Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama: Panas
Riwayat keluhan:
Pasien datang ke IGD RSUD Sanjiwani pada pukul 19.40 (10/4/2017) dengan
keluhan panas yang muncul sejak 3 hari SMRS (7/4/2017). Panas dikatakan
muncul mendadak tinggi dan membaik seteleh minum obat penurun panas. Namun
sekitar 5 jam setelah minum obat penurun panas, pasien kembali demam. Pasien
juga dikeluhkan timbul bintik-bintik merah di seluruh tubuh disertai rasa gatal
yang muncul sejak 2 hari SMRS pada malam harinya. Awalnya bintik-bintik
muncul di daerah kepala di sekitar belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah,
leher dan dada. Keesokan harinya (1 hari SMRS), bintik merah sudah muncul pada
seluruh tubuh pasien mulai dari badan bagian depan, punggung, serta tangan dan
kaki. Pasien juga dikeluhkan mata merah sejak demam hari pertama. Batuk (+),
pilek (+), makan dan minum pasien dikatakan menurun sejak mulai demam.

Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan ketiga saudaranya. Dalam satu
pekarangan hanya terdapat 1 KK yaitu kaluarga pasien saja. Orang tua dan saudara
kandung tidak ada yang mengalami batuk pilek atau keluhan demam dan timbul
bintik-bintik merah di badan seperti yang dikeluhkan pasien saat ini. Tidak

5
diketahui adanya riwayat penyakit yang serupa dengan pasien di lingkungan
sekolah pasien.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Lahir normal, UK cukup bulan, spontan pervaginam, BBL 2600 gram, PB 48 cm,
LK/lila lupa, segera menangis setelah lahir.

Riwayat Imunisasi
Pasien dikatakan sudah mendapat imunisasi dasar namun tidak lengkap dimana
imunisasi campak baru didapat sekali saat berusia 9 bulan.

Riwayat Nutrisi
ASI : 0 hari 6 bulan
Susu Formula : 6 bulan sekarang
Bubur susu : 8 bulan 1 tahun
Nasi tim :-
Makanan Dewasa : 1 tahun sekarang

Riwayat Perkembangan
Menegakkan kepala : 2 bulan
Membalik badan : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 7 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 15 bulan
Berbahasa : 12 bulan (memanggil bapak dan ibu

2.3 Pemeriksaan fisik


Status present
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 98 x/menit, isi cukup, reguler
Respirasi : 24 x/menit, reguler
Temp. Axilla : 38,3oC

6
Status general
Kepala : normosefali
Mata : konjungtiva hiperemis +/+, refleks pupil +/+ isokor
THT : - Telinga : sekret (-), membran timpani intak
- Hidung : sekret (+)
- Tenggorokan : Tonsil T1/T1, mukosa hiperemis (+)
Mulut : koplik spot (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-)
Thoraks :
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V MCL Sinistra,
Perkusi : Batas atas : ICS 2 sternal line sinistra
Batas kanan : ICS 4 parasternal line dekstra
Batas kiri : ICS 5 mid klavikular line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru:
Inspeksi : simetris (+) saat statis dan dinamis,
Perkusi : sonor (+/+)
Palpasi : gerakan dada simetris
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
- Inspeksi : Distensi (-), Asites (-),
- Auskultasi : BU (+) normal
- Palpasi : hepar-lien tidak teraba, turgor kembali cepat
- Perkusi : Timpani
Ekstremitas : akral hangat (+/+/+/+), edema (-/-/-/-)
Kulit : tampak ruam makulopapular di seluruh tubuh

Pemeriksaan Antopometri:
Berat Badan : 15 kg

7
Tinggi Badan : 102 cm
Berat Badan Ideal : 16 Kg
BMI : 14,4 kg/m2
Status Gizi berdasarkan WHO :
o BB/U : Z-score (-2) (0) sesuai
o TB/U : Z-score (-2) (0) sesuai
o BB/TB : Z-score (-1) (0) sesuai
Status Gizi menurut Water Low : 93,75% (gizi baik)

2.4 Pemeriksaan penunjang laboratorium darah tepi lengkap


Dari hasil pemeriksaan darah tepi lengkap yang dilakukan pada pasien didapatkan
hasil hemoglobin 9,6 g/dl, trombosit 225 x 103/L, leukosit 4,7 x 103/L, denagn
hitung jenis -/-/-/66,1/28,4/5,5.

2.5 Diagnosis
Morbili tanpa komplikasi + intake kurang

2.6 Penatalaksanaan
- MRS
- IVFD D5 NS 1250 ml/hari ~ 20 tetes makro/menit
- Paracetamol flash 10mg/kgBB/kali ~ 150mg/kali ~ 15ml bila tax 38oC,
dapat diulang tiap 4 jam
- Rencana pemberian vitamin A 200.000 IU selama 2 hari

2.7 Follow Up Pasien Selama Dilakukan Perawatan

Tanggal S O A P
Pemerik
saan
11 April Demam (+) St Present : Morbili + - Kebutuhan
2017 Bintik merah Tax : 38,80C intake cairan 1250
Hari ke (+) Nadi:88 x/menit kurang ml/hari ~ IVFD
II Batuk (+) RR : 26 x/menit (belum ada D5 NS 20
Pilek (+) St. General: perbaikan) tetes makro per

8
Makan/minum - Mata: menit
(-/+), konjungtiva - Paracetamol 15
BAB/BAK hiperemis (+/+) ml tiap 4 jam
(-/+) - THT: secret pada jam IV
hidung (+), - Vectrin syr 2 x
mukosa cth I
- Vitamin A
hiperemis (+)
200.000 IU tiap
- Kulit:
24 jam
Makulopapulo
eritema,
multiple, ukuran
lenticular, batas
tegas, bentuk
bulat, susunan
diskret,
generalisata
12 April Demam (+) St Present : Morbili + - Kebutuhan
2017 Bintik merah Tax : 38,00C intake cairan 1250
Hari ke (+) Nadi:90 x/menit kurang + ml/hari ~ IVFD
III Batuk (+) RR : 28 x/menit tonsilofarin D5 NS 20
Pilek (+) St. General: gitis tetes makro per
berkurang - Mata: menit
Makan/minum konjungtiva - Paracetamol 15
(-/+), hiperemis (+/+) ml tiap 4 jam
BAB/BAK - THT: secret pada jam IV
(-/+) hidung (+), - Vectrin syr 2 x
tonsil T2/T2 cth I
- Vitamin A
mukosa
200.000 IU tiap
hiperemis (+)
24 jam
- Kulit:
- Cefotaxime 50
Makulopapulo
mg/Kg/kali ~
eritema,
750 mg tiap 8
multiple, ukuran
jam IV
lenticular, batas
tegas, bentuk
bulat, susunan
diskret,
generalisata

9
13 April Demam (-) St Present : Morbili + - Kebutuhan
2017 Bintik merah Tax : 37,30C intake cairan 1250
Hari ke (+) Nadi:93 x/menit kurang + ml/hari ~ IVFD
IV Batuk (+) RR : 28 x/menit tonsilofarin D5 NS 20
Pilek (-) St. General: gitis tetes makro per
Makan/minum - Mata: (membaik) menit
(+/+) konjungtiva - Vectrin syr 2 x
BAB/BAK hiperemis (-/-) cth I
(+/+) - THT: secret - Cefotaxime 50
pada hidung (-), mg/Kg/kali ~
tonsil T2/T2 750 mg tiap 8
mukosa jam IV
- Diet nasi 3 x 1
hiperemis (+)
porsi
- Kulit:
- Rencana pulang
Makulopapulo
jika besok bebas
eritema,
demam
multiple, ukuran
lenticular, batas
tegas, bentuk
bulat, susunan
diskret,
generalisata
(berkurang)

10
BAB III
PEMBAHASAN

Morbili adalah suatu penyakit infeksi virus akut yang ditandai dengan 3 stadium
yaitu: stadium prodromal, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi, dimana tanda
yang paling khas meliputi demam, konjungtivitis, batuk, dan timbul ruam/bintik-
bintik merah pada kulit (Selina SP, 2016). Pasien pada kasus didiagnosis dengan
morbili karena datang dengan keluhan demam, mata merah, batuk, dan bintk-
bintik merah pada seluruh tubuh. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian antara
knsep morbili pada teori dan yang didapat pada kasus.
Morbili sering mengenai anak anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD
(Selina SP, 2016). Pada kasus, pasien berusia 4 tahun yaitu termasuk dalam usia
pra sekolah. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian menurut epidemiologi pada
teori dan kasus. Penularan penyakit morbili adalah melalui droplet (Selina SP,
2016). Namun setelah digali diriwayat keluarga pada pasien ini, tidak ada anggota
keluarga pasien yang sedang menderita batuk pilek atau keluhan serupa degan
pasien. Jadi kemungkinan sumber penularan pasien ada pada lingkungan lain
selain di rumah, misalnya di sekolah pasien, namun orang tua pasien tidak
mengetahui apakah ada teman pasien yang menderita keluhan serupa dengan
pasien.
Gejala morbili terdiri dari 3 stadium yaitu stadium prodromal, stadium
eksantema, dan stadium penyembuhan (konvalensi). Gejala berawal dari
timbulnya demam yang berlangsung selama 2-4 hari, lalu diikuti dengan gejala
batuk dan mata merah. Pada hari ke-2 atau ke-3 dapat juga disertai dengan koplik
spot namun bisa juga tidak terdapat koplik spot. Sehari atau 2 hari setelah timbul
demam ditandai dengan munculnya ruam makulopapular dengan penyebaran
sentrifugal yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian
menyebar ke wajah, leher, dada, ekstremitas atas, bokong, dan akhirnya
ekstremitas bawah. Saat timbul ruam, demam bisa jadi memuncak (mencapai 40
0
C), yang disebut dengan stadium eksantema (Ricky, 2016; Bagus, 2014; PPM
RSUP Sanglah, 2010). Pada hari 5-7 merupakan stadium penyembuhan
(konvalensi) yang ditandai dengan berkurangnya erupsi (bercak-bercak) dan

11
meninggalkan bekas kecoklatan yang disebut hyperpigmentation, tetapi lama-lama
akan hilang sendiri. Panas badan menurun sampai normal bila tidak terjadi
komplikasi (Ricky, 2016 ; Bagus, 2014 ; PPM RSUP Sanglah, 2010) . Pada pasien di
kasus ini didapatkan gejala demam yang sudah berlangsung selama 3 hari, disertai
dengan batuk pilek, dan konjungtivitis. Keesokan harinya setelah demam, timbul
bintik-bintik merah yang didahului di daerah kepala di sekitar belakang telinga,
kemudian menyebar ke wajah, leher dan dada, lalu bintik merah menyebar ke
seluruh tubuh mulai dari badan bagian depan, punggung, serta tangan dan kaki.
Gejala yang ada pada pasien sesuai dengan gejala morbili yang telah dijelaskan
pada teori. Berdasarkan teori yang sudah dibahas, gejala yang ada pada pasien saat
datang ke rumah sakit menunjukkan stadium eksantema.
Diagnosis morbili dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik oleh karena gambaran penyakit morbilli sangat khas. Pemeriksaan penunjung
dilakukan untuk lebih memastikan adanya infeksi bakteri atau virus. Pada
anamnesis akan didapatkan gejala yang ada pada pasien seperti demam,
konjungtivitis, batuk pilek, serta bintik-bintik merah diseluruh tubuh (Ricky, 2016;
PPM RSUP Sanglah, 2010). Pasien pada kasus ini mengeluhkan hal yang sama
dengan gejala yang ada pada teori. Dari pemeriksaan fisik akan didapatkan adanya
peningkatan suhu, koplik spot bisa ditemukan atau tidak, tanda-tanda faringitis,
konjungtivitis, dan ruam makulopapular pada seluruh tubuh (Ricky, 2016; PPM
RSUP Sanglah, 2010). Semua tanda yang disebutkan berdasarkan teori ditemukan
pada pasien di kasus ini kecuali koplik spot. Pemeriksaan penunjang dilakukan
untuk memastikan adanya infeksi virus yaitu dengan pemeriksaan darah tepi
lengkap yang menunjukkan hasil leukopenia dan pemeriksaan immunoglobulin M
(IgM) campak yang dapat terdeteksi sejak hari pertama dan ke-2 setelah timbulnya
ruam (Ricky, 2016; PPM RSUP Sanglah, 2010). Pada pasien ini, hasil dari
pemeriksaan darah tepi lengkap dalam batas normal, dan tidak dilakukan
pemeriksaan immunoglobulin M (IgM) campak, sehingga dapat disimpulkan dari
hasil pemeriksaan darah tepi lengkap pada pasien tidak mendukung adanya infeksi
virus. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik saja dari anamnesis dan pemeriksaan fisik saja sudah memenuhi

12
kriteria untuk menegakkan morbilli. Pasien ini didiagnosis dengan morbilli +
intake kurang + tonsilofaringitis.
Pasien dirawat di rumah sakit atas indikasi asupan oral yang sulit.
Tatalaksana morbilli pada dasarnya perawatan suportif, berupa tirah baring,
antipiretik (paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali dapat diberikan setiap 6 jam), hidrasi
yang baik, suplemen nutrisi dan vitamin A 200.000 IU selama 2 hari untuk anak
usia >1 tahun (Ricky, 2016 ; Bagus, 2014). Pada kasus pasien dirawat di rumah
sakit dengan tatalaksana IVFD D5 NS 20 tpm, paracetamol intravena 15ml @ 4
jam bila suhu 38oC, Vit A 200.000 IU yang diberikan selama 2 hari, serta
pemberian antibiotic berupa cefotaxime 50 mg/Kg/kali ~ 750 mg tiap 8 jam IV
sebagai tatalaksana tonsilofaringitis pada pasien. Penatalaksanaan pada kasus
sudah sesuai dengan teori.
Pencegahan morbilli dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi
MMR (Measles, Mumps, Rubella) pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat
dapat diberikan pada usia 2 tahun (Ricky, 2016). Pada kasus ibu pasien
mengatakan bahwa anaknya sudah mendapatkan vaksin campak 1x pada usia 9
bulan. Pemberian vaksin ulangan pada usia 2 tahun disangkal oleh ibu pasien,
sehingga kemungkinan untuk menderita campak masih ada.
Prognosis untuk morbilli umumnya baik. Komplikasi umumnya terjadi
pada anak risiko tinggi, yaitu usia muda terutama di bawah 1 tahun, malnutrisi
(marasmus atau kwashiorkor), pemukiman padat penduduk yang lingkungannya
kotor, anak dengan gangguan imunitas contohnya pada anak terinfeksi HIV,
malnutrisi, dan keganasan, anak dengan defisiensi vitamin A (Selina, 2016). Pada
kasus, anak berusia 4 tahun, dengan status gizi baik, tidak terdapat riwayat
penyakit gangguan imunitas, dan tidak ditemukan gejala defisiensi vitamin A.
Dapat disimpulkan prognosis pada pasien mengarah ke arah baik.

DAFTAR PUSTAKA

13
Halim RG, 2016
Campak Pada Anak. CDK-238.Vol.43 no.3. p 186-189

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016


Menkes Canangkan Crash Program Campak Diintegrasikan Bulan
Pemberian Kapsul Vitamin A dan Obat Cacing. p 1-6

Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE, 2014


Nelson Essentials of Pediatric (6th edition). Singapore : Elsevier

Mariz DR, 2015


Diagnosis dan Tatalaksana Morbilli. J Medula Unila. Vol 4. p 1-7

Nugraha BASD, 2014


Morbilli Pada Anak Dalam Pengobatan Anti Retro Viral (ARV). Intisari
Sains Medis. Vol 4 no 1. P 1-5

PPM RSUP Sanglah, 2010


Campak (Morbilli). p 215-218

Salina SP, 2016


Measles. Medscape. p 1-15

WHO, 2015
Diakses dari http://www.who.int/mediacenter/factsheets/fs286/en/

14

Anda mungkin juga menyukai