Anda di halaman 1dari 18

TUGAS UAS

GLOBALISASI SEBAGAI PENDORONG PROSES


DEMOKRASI DI INDONESIA

Dosen Pengampu : Ahmad Murabak Munir, S.Ip, M.A.

OLEH :

Wisudawan Firdaus Mujahidin E.

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

UNIVERSITAS MATARAM

2017
GLOBALISASI SEBAGAI PENDORONG PROSES DEMOKRASI DI
INDONESIA
A. Pendahuluan

Globalisasi dan ruang lingkupnya telah menjadi salah satu topik pembicaraan yang
menghiasi perdebatan-perdebatan mutakhir dalam jaga raya negara-negara di dunia. Pada era
modern sekarang ini globalisasi merupakan konsep yang dapat dikatakan paling berpengaruh
dalam pergumulan bangsa negara. Hampir semua sisi kehidupan masyarakat terkena dampak dari
konsep tersebut, baik dari perilaku sosial, kesejahteraan, dinamika politik, dll.
Hubungan globalisasi dan demokrasi memunculkan perdebatan bertuju pada dua
permasalahan yang bertolak belakang. Pendapat pertama mengatakan bahwa globalisasi
mengancam demokrasi. Sebaliknya, pendapat kedua menyatakan bahwa globalisasi
mengembangkan demokrasi. Untuk mengukur hal itu tergantung pada seberapa besar pengaruh
yang diberikan globalisasi kepada demokrasi. Globalisasi akan dianggap sebagai pendorong atau
penghambat demokrasi tergantung pada apakah globalisasi mendorong terciptanya otonomi dan
kesetaraan yang lebih luas diantara individu-individu dan masyarakat tatanan kehidupan
bernegara.
Sejak era tahun 1980-an, Konsep globalisasi mulai banyak dibicarakan yang menimbulkan
dampak besar terhadap seluruh dimensi kehidupan manusia. Dalam konteks politik dinegara-
negara berkembang, globalisasi telah mengubah suatu kekuasaan politik negara modern dan
warga negara. Beberapa ilmuan seperti Anthony Giddens, David Held, Francis Fukuyama
menyatakan bahwa globalisasi pasar bebas akan mendorong demokratisasi politik. Sistem
demokrasi dalam sejarahnya mencatat kemenangan historis atas sistem lainnya dalam
menjalankan roda pemerintahan. Globalisasi dan kesejahteraan negara merupakan faktor yang
mernberi warna dalam mendorong demokratisasi dewasa ini.
Tujuan utama dari demokrasi adalah dapat menghadirkan kesejahteraan dan kemandirian
suatu bangsa. Disaat yang sama, globalisasi hadir dengan agenda utama liberalisasi dan
perdagangan bebas. Globalisasi dengan pasar bebasnya akan memberikan ruang kegiatan
ekonomi yang lebih luas dan kompotitif. Silsilah kedua sistem ini lebih memberikan suatu
harapan akan tumbuhnya perekonomian baru suatu negara menjadi lebih baik, serta
meningkatkan hak-hak individu. Olehnya itu, demokrasi akan berkembang lebih baik jika
menganut paham kebebasan dalam bernegara. Sehingga dengan pandangan ini, globalisasi
memberikan harapan bahwa demokrasi akan dapat bersinergi pasitif dengan kapitalisme sebagai
ekses-ekses dari globalisasi dalam lingkup kesejahteraan negara bangsa.
Globalisasi diyakini sebagai pendorong gelombang demokratisasi dunia sekarang ini
khususnya di era multidimensi, meskipun di sisi lain terdapat pandangan bahwa dampak
ekonomi-politik dari globalisasi justru mengancam masa depan demokrasi. Terjadinya
dinamika dalam struktur ekonomi-politik global negara-negara berkembang tidak lepas dari
pengaruh globalisasi. Pengaruh globalisasi ini berdampak pada negara-negara bahwa, negara
tidak lagi menjadi aktor tunggal dalam ekonomi-politik internasional. Perannya telah digantikan
oleh aktor-aktor baru yang bernaung di bawah bendera lembaga-lembaga internasional,
perusahaan-perusahaan multinasional, maupun negara-negara yang menganut paham sistem
keterbukaan.
Perubahan-perubahan besar yang terjadi dengan menguatnya globalisasi dan kapitalisme
membawa pergeseran penting bagi gelombang demokratisasi di seluruh dunia menegaskan
bahwa demokrasi adalah the only game in town. Menjadikan demokrasi sebagai sebuah agenda
baru bagi setiap negara berkembang, hari ini dan di masa depan. Menyikapi perkembangan
nasional dan internasional yang semakin dinamis, Indonesia sebagai negara yang berdaulat tidak
bisa terus berdiam diri tanpa melakukan sesuatu. Pengaruh utama gobalisasi adalah
meningkatnya arus informasi, uang dan barang melalui perusahaan multinasional. perubahan dan
pembaharuan. Tantangan yang dihadapi bangsa dan negara semakin berat, karena perkembangan
dunia yang semakin men-global telah menempatkan negara-negara di dunia menjadi semakin
dekat dan nyaris tanpa batas. Kenyataan demikian, bagi negara-negara dunia ketiga, tidak
terkecuali Indonesia, bukan saja merupakan tantangan tapi juga ancaman dan peluang yang
besar, tidak bisa menghindar atau bahkan berkelit sekalipun. Artinya senang atau tidak senang,
mau tidak mau harus berhadapan dengan masyarakat global.

Dengan melihat globalisasi terhadap perkembangan demokrasi sekarang ini dinegara-


negara berkembang seperti di Indonesia menjadi menarik untuk mendiskusikan bagaimana
hubungan globalisasi dan demokrasi di era sekarang. Sehingga benang merah yang lahir dalam
kerangka konsep tersebut adalah: bagaimana globalisasi berpengaruh terhadap proses demokrasi
di Indonesia ?
B. KERANGKA KONSEPTUAL
Struktur ekonomi politik global sekarang ini telah mengalami banyak perubahan. Dimana
dalam konteks ini yang menjadi aktor tunggal dalam ekonomi politik Internasional tidak lagi
Negara bangsa melainkan lembaga-lembaga internasional dan negara-negara kawasan. saat ini
diperlukan suatu definisi baru mengenai demokrasi, hal ini dikarenakan konsep demokrasi
seperti adanya lembaga-lembaga perwakilan, pemilihan umum yang bebas dan adil, serta
partisipasi warga negara, pada dasarnya ditujukan dalam kerangka negara teritorial yang
berdaulat sehingga ketika struktur ekonomi politik internasional mengalami perubahan, menurut
garis pemikiran kaum globalis, menilai bahwa demokrasi konvensional tidak lagi memadai.
Dengan adanya kebebasan, mendorong lembaga-lembaga internasional yang sangat berpengaruh
seperti WTO, IMF, dan Bank Dunia di luar negara bangsa untuk mempengaruhi negara-negara
dibelahan dunia. Bahkan, dalam kasus tertentu, lembaga-lembaga ini mempunyai kekuatan
pemaksa yang sangat kuat terutama bagi negara-negara yang mengalami krisis ekonomi.
Globalisasi merupakan era dimana proses transformasi informasi antara negara di dunia
yang dimana bertujuan dalam mewujudkan penyatuan negara-negara dunia dalam ruang lingkup
yang tanpa batas. Globalisasi dimaknai sebagai suatu proses di mana antar individu, antar
kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama
lain yang melintasi batas negara. Era globalisasi juga menandai tak terbatasnya suatu negara atau
lembaga internasional untuk melakukan semacam ekspansi ekonomi, sosial budaya, pendidikan,
dan perdagangan terhadap suatu negara. Keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar
manusia di seluruh dunia merupakan bagian dari inti globalisasi.
Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan
berkurangnya peran negara atau batas-batas negara. Globalisasi dapat dipahami sebagai
perubahan-perubahan dalam mencakup semua bidang terutama bidang ekonomi dan sosial yang
berkombinasi dengan pembentukan kesalinghubungan regional dan global yang unik, yang lebih
ekstensif dan intensif dibandingkan dengan periode sebelumnya, yang menantang dan
membentuk kembali komunitas politik, dan secara spesifik, negara modern (David Held, 1995).
Negara-negara bangsa dinilai tidak lagi otonom dalam melakukan pengambilan
keputusan tanpa memperhatikan aktor-aktor lain di luar dirinya, baik dalam konteks nasional,
regional, dan bahkan global. Dalam kaitan ini, globalisasi merupakan suatu proses yang
membawa suatu transformasi ruang organisasi dari hubungan-hubungan dan transaksi sosial yang
dinilai berdasarkan tingkat extensity, intensity, velocity, dan dampaknya yang membawa aliran-
aliran transkontinental atau interregional dan jaringan aktivitas, interaksi, dan penggunaan
kekuasaan (David Held, 1995).
Di tingkatan global, perubahan sistem politik yang menyusul bersamaan dengan
tumbuhnya kesalinghubungan di antara negara dan masyarakat serta semakin meningkatnya
intensitas jaringan internasional memerlukan suatu pengujian kembali atas teori politik dalam
bentuk dan ruang lingkup yang sama fundamentalnya, seperti perubahan yang menghasilkan
inovasi konseptual dan institusional negara modern itu sendiri. Karena itu, penting kiranya
dikemukakan suatu gagasan baru yang dapat digunakan untuk menjelaskan transformasi sosial
politik yang tengah berlangsung, terutama kaitannya dengan kedaulatan negara demokrasi
modern. Meskipun pandangan kaum skeptis mengatakan bahwa globalisasi tidak menghancurkan
sama sekali tetapi hanya menguranginya saja kedaulatan negara nasional sebagaimana diyakini
kaum hiperglobalis, namun yang jadi persoalan adalah globalisasi telah mengartikulasikan
kewajiban dan kekuasaan negara bangsa dalam suatu cara yang kompleks, yang melibatkan
perkembangan ke arah menyebarnya kekuasaan dunia dan diiringi oleh menyebarnya otoritas
dan bentuk-bentuk pengaturan yang kompleks (Budi Winarno, 2012).
Pemahaman tentang demokrasi sebagai sebuah kemestian sebagai sistem untuk mencapai
kesejahteraan dalam cita-cita bangsa negara, maka menjadi penting untuk memahami bagaimana
cara menuju demokrasi tersebut. Beberapa pandangan menilai bahwa demokrasi dikembangkan
melalui modernisasi yang dikembangkan melalui transisi yang memperkenalkan jalan linier dari
non-demokrasi menuju demokrasi. Ada pula yang sepakat bahwa demokrasi dibentuk dengan
adanya perubahan struktur dan kelembagaaan politik. Demokrasi di nilai tidak berjalan atau
dianggap gagal ketika pembangunan berhadapan dengan kegagalan pembangunan kesejahteraan
masyarakat. Pembangunan yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang
menjadi penyeimbang berdirinya negara-negara yang demoktaris dengan jaminan kesejahteraan
yang diberikan, maka rakyat tidak mempermasalahkan apakah negara itu menjadi demokratis
atau tidak.
Semakin sejahtera masyarakat maka demokrasi suatu Negara akan dianggap berhasil.
Globalisasi akan dianggap sebagai pendorong demokrasi tergantung pada apakah globalisasi
yang mengandung kebebasan tersebut mampu menciptakan otonomi dan kesetaraan yang lebih
luas atau sebaliknya, globalisasi menjadi ancaman bagi demokrasi apabila mengakibatkan
kesenjangan, baik sosial maupun ekonomi yang luas diantara individu dan masyarakat.

Dalam pandangan Held, menurut (Budi Winarno, 2012) prinsip otonomi dalam konsep
globalisasi merupakan salah satu inti proyek demokrasi. Pandangan mengenai negara legal
demokratis adalah dasar untuk memecahkan ketegangan yang muncul antara gagasan negara
modern dan gagasan demokrasi. Dalam konteks itu, demokrasi merupakan suatu konsepsi
hubungan legal demokratis yang disesuaikan secara tepat dengan dunia bangsa-bangsa yang
terjerat dalam jaringan proses regional dan global. Prinsif otonomi mengandung pengertian
kemampuan manusia untuk melakukan pertimbangan secara sadar diri, melakukan perenungan
diri, dan melakukan penentuan diri. Otonomi mencakup kemampuan untuk berunding,
mempertimbangkan, memilih, dan melakukan tindakan yang berbeda baik dalam kehidupan
pribadi maupun kehidupan publik dengan memahami kebaikan demokrasi atau kebaikan umum
(Held 1995, 146). Terdapat dua gagasan pokok di dalam Prinsip otonom. Pertama, rakyat ideal
dan seharusnya memegang sendiri peranan dalam penentuan diri. Kedua, pemerintahan
demokratis harus menjadi pemerintahan yang terbatas, yaitu pemerintahan yang menjunjung
tinggi kekuasaan yang dibatasi secara resmi.
Saat ini globalisasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap perkembangan proses
demokrasi. Globalisasi akan mereduksi angka kemiskinan, sehingga kesejahteraan akan tercapai.
Dengan tercapainya kesejahteraan, maka demokratisasi akan dengan mudah hadir karena
kemunculan kaum-kaum kelas menengah ke dalam pemerintahan. Karena seperti penjelasan
sebelumnya semakin sejahtera masyarakat maka demokratisasi akan ada dengan sendirinya.
Pernyataan inilah yang menjadikan banyaknya pandangan positif yang muncul antara globalisasi
dan demokrasi itu sendiri. Pertautan globalisasi dalam tatanan politik bangsa yang sementara
berkembang melahirkan sistem demokrasi Liberal.

Asumsi-asumsi dasar liberal adalah pandangan positif tentang sifat manusia, keyakinan
bahwa hubungan internasional lebih dapat bersifat kooperatif daripada konfliktual, dan percaya
terhadap kemajuan (Jackson & Sorensen 1999). Kaum liberal memiliki pandangan berbeda dari
kaum realis yang memandang manusia secara pesimis dan menganggap negara sebagai aktor
utama. Fukuyama dalam karyanya The End of History and the Last Man (1992) memandang
optimis mengenai demokrasi liberal. Demokrasi liberal dianggap fase terakhir dari tahapan
evolusi manusia, terlebih keruntuhan komunisme juga telah memperkuat pandangan akan
kesempurnaan model kapitalisme liberal yang disebut-sebut akan ditiru banyak negara didunia
ini. Fukuyama menemukan indikasi bahwa demokrasi liberal telah menjinakkan insting
kekerasan mereka dan telah melembagakan norma-norma yang dapat memelihara ketenangan
hubungan antara satu dengan yang lain (Burchill & Linklater 1996). Dalam pandangan kaum
liberal, sistem demokrasi liberal ini mampu menciptakan perdamaian karena menurut beberapa
tokoh liberal seperti Scumpeter, peperangan yang kerap terjadi lebih pada akibat adanya
pemerintahan yang bersifat otoriter dan penguasa yang sewenang-wenang.

Pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu ataupun masyarakat
merupakan penekanan dari ajaran Demokrasi Liberal. Oleh karenanya lebih bertujuan menjaga
tingkat represetansi warga negara dan melindunginya dari tindakan kelompok atau negara lain.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme dipahami, dimana labih jauh bicara
mengenai kebebasan, yang baik gagasan tentang negara konstitusional yang dilandaskan pada
kedaulatan hukum dalam demokrasi, perlindungan atas hak milik pribadi dalam praktek
kapitalisme modern, serta perlindungan atas kebebasan individu melalui gagasan besar tentang
civil liberties kesemuanya adalah bagian dari pola kebajikan umum.
Demokrasi menjadi tuntutan dari globalisasi, sebagaimana demokrasi diperlukan untuk
mendukung mekanisme pasar bebas. demokrasi liberal, dianggap yang paling cocok untuk
liberalisasi perdagangan dunia, yang cocok dengan tatanan negara bangsa sekarang ini. Pasar-
pasar yang bebas dan pemilu yang bebas dipandang sebagai proses-proses yang saling
memperkuat liberalisasi ekonomi yang membesarkan kekuatan-kekuatan perkembangan
ekonomi untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi demokrasi atau sebaliknya liberalisasi politik
dan demokrasi menciptakan kondisi bagi pembangunan ekonomi (Sorensen, 2003). Dengan
adanya perdagangan bebas tidak ada lagi hambatan yang dibuat oleh suatu negara dalam
melakukan suatu transaksi perdagangan dengan negara lainnya. Negara-negara di dunia atau
yang terlibat langsung dalam perdagangan bebas mempunyai hak untuk menjual produk baik
barang ataupun jasa terhadap negara lain tanpa harus dibebani oleh batasan-batasan pajak atau
bea masuk. Dengan adanya perdagangan bebas juga diharapkan interaksi antar negara dalam
perdagangan menjadi lebih intensif tanpa harus dibatasi oleh peraturan yang membelenggu di
dalam negeri negara tujuan.
Munculnya pasar global dan telah mempengaruhi struktur dan legitimasi pemerintah dalam
mendorong kebijakan-kebijakan setiap negara. Demikian juga sebab lainnya yang mencakup
semakin meluasnya penyebaran demokratisasi, yang berkaitan erat dengan pengaruh tradisi dan
adat istiadat yang tumpang tindih. Daya tarik demokrasi menurutnya bukanlah sepenuhnya dan
bukan terutama muncul dari kemenangan institusi-institusi demokrasi liberal atas institusi-
institusi lain, tetapi dari kekuatan-kekuatan yang lebih dalam yang membentuk kembali
masyarakat global termasuk tuntutan atas otonomi individual dan muncuknya masyarakat yang
lebih reflektif. Isunya bukanlah peran pemerintah yang lebih besar atau lebih kecil, tetapi
pengakuan bahwa pemerintahan harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru abad global,
dan bahwa otoritas, termasuk legitimasi negara, harus diperbaharui secara aktif.

Bagi demokrasi, globalisasi akan menyumbangkan proses demokratisasi. Perkembangan


sistem keterbukaan dalam mencapai kesejahteraan telah mendorong kemunculan ide dan gerakan
demokrasi. Dalam situasi semacam ini proses demokratisasi akan berlangsung. Dengan efek dari
globalisasi membuat negara-negara otoriter akan menghadapi tantangan berat dan mau tidak mau
mereka harus membuka diri bagi proses demokrasi politik. Usaha yang perlu dilakukan di era
globalisasi sekarang ini adalah bagaimana melakukan demokratisasi atas demokrasi. Ini akan
mengambil bentuk yang berbeda-beda dalam berbagai negara, tergantung pada latar belakang
masing-masing.
Untuk melihat hubungan antara globalisasi dan demokrasi diera sekarang ini, ada tiga
aliran pemikiran yang berkembang (Petras dan Veltmeyer 2002). Kelompok pertama adalah
mereka yang melihat bahwa kapitalisme bertentangan dengan demokrasi. Mereka berpendapat
bahwa muatan demokratis demokrasi kapitalis adalah produk dari gerakan-gerakan rakyat dan
perjuangan kelas, bukannya elemen integral dari ekspansi hubungan-hubungan pasar. Oleh
karena itu, menurut pandangan ini, hasil gabungan antara kapitalisme dan demokrasi tampak
sebagai sebuah perkembangan kontradiktif yang ditopang oleh equilibrium politik di mana
kekuatan-kekuatan demokrasi harus selalu waspada terhadap kecenderungan otoritarianisme
yang inheren dalam kekuasaan kapitalis.
Sementara itu, berbeda dengan pandangan pertama yang melihat demokrasi sebagai hasil
perjuangan kelas dan bukannya elemen integral dari ekspansi pasar sehingga hubungan kapitalis
dan demokrasi lebih bersifat kontradiktif, pandangan kedua berpendapat bahwa pertumbuhan
kapitalisme dan demokrasi saling terkait. Di sini, pasar-pasar yang bebas dan pemilu yang bebas
dipandang sebagai proses-proses yang saling memperkuat, atau yang satu dianggap sebagai
penciptaan prakondisi-prakondisi untuk yang lainnya; liberalisasi ekonomi yang membesarkan
kekuatan-kekuatan perkembangan ekonomi untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi demokrasi
atau sebaliknya liberalisasi politik dan demokrasi menciptakan kondisi bagi pembangunan
ekonomi (Sorensen, 2003).
Globalisasi (pasar bebas) akan memperbanyak pilihan-pilihan dalan tata pengelolahan
negara. Dimana akan menumbuh kembangkan individualisme dan memajukan pluralisme sosial
masyarakat dalam kontestasi menujuh kesejahteraan yang dimana merupakan bagian yang penting
bagi perkembangan demokrasi. Karena itu, sebuah sistem politik yang demokratis dianggap
sebagai sarana yang sangat diperlukan untuk menyelamatkan kondisi-kondisi kapitalisme yang
dipandang sebagai bentuk paling efektif dan efisien dalam pembangunan ekonomi. Menurut
Petras dan Veltmeyer, baik pandangan kubu pertama maupun aliran pemikiran kelompok kedua,
telah mendominasi perdebatan politik dan ekonomi sejak tahun 1960-an (Petras dan Veltmeyer
2002, 194). Dinamika demokrasi sekarang ini dalam konfigurasi ekonomi, politik, sosial, dan
budaya telah mengalami perubahan akibat perkembangan globalisasi. Kekuasaan ekonomi
politik telah bergeser dari yang berpusat pada negara ke berbagai institusi regional, global, dan
masyarakat.

C. PEMBAHASAN

Indonesia kini tengah berada pada suatu proses memasuki pasar bebas. Secara ekonomi,
negara Indonesia mempunyai ketergantungan pada perdagangan, produksi dan finansial
internasional. Oleh karena itu Negara Indonesia rentan terhadap tekanan internasional atau
globalisasi. Globalisasi ekonomi telah mendorong integrasi ekonomi global yang didorong
oleh aliran uang dan informasi pada satu sisi, dan perdagangan dan investasi pada sisi yang
lain.

Globalisasi ekonomi juga berdampak pada peningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam


suatu Negara. Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara
mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai
pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang
lebih baik dengan harga yang lebih rendah.

Selain itu globalisasi ekonomi memiliki hubungan erat dengan Multinasionalisasi produksi
dan ancaman perusahaan-perusahaan multinasional yang dapat memindahkan lokasi produksi
mereka dari satu negara ke negara lain dalam rangka mencari keuntungan terbesar. Dampak
multinasionalisasi produksi ini adalah pada bidang biaya produksi dan pemerintahan
intervensionis. Pemerintah Indonesia harus menerapkan kebijakan pasar bebas jika mereka
ingin berkompetisi dalam perebutan investasi dan penyediaan tenaga kerja oleh perusahaan-
perusahaan multinasional.

Seperti telah disinggung di awal globalisasi ekonomi juga berdampak pada integrasi pasar
finansial global., integrasi pasar finansial global ini telah mengurangi sedemikian rupa
otonomi ekonomi nasional mengingat aliran uang ini tidak dapat dikontrol oleh kekuatan
negara manapun, bahkan oleh negara superpower sekalipun. Perdagangan luar negeri yang
lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar
dalam negeri. Semakin terbukanya pasar untuk produk-produk ekspor, dengan catatan produk
ekspor Indonesia mampu bersaing di pasar internasional. Hal ini membuka kesempatan bagi
pengusaha di Indonesia untuk melahirkan produk-produk berkualitas, kreatif, dan dibutuhkan
oleh pasar dunia.

Globalisasi juga berdampak pada tingkat melajunya serangan liberalisasi perdagangan dan
investasi oleh negara maju ke negara berkembang termasuk Indonesia. Penanaman modal
asing dan bantuan luar negeri merupakan peran utama dalam melaksanakan pembangunan
ekonomi dan juga menentukan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui pembangunan
industry-industri oleh penanaman modal, khususnya modal asing, perbaikan sarana prasarana
dengan menggunakan bantuan luar negeri merupakan keterkaitan yang tidak terbantahkan
adanya peran yang dilakukan oleh modal asing dan bantuan luar negeri demi mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang memuaskan sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan pada
setiap masyarakat.

Munculnya globalisasi neoliberal telah mengakibatkan ketidaksetaraan antar masyarakat


disuatu negara semakin melebar. Ketidaksetaraan tersebut bersumber dari kapitalisme pasar yang
dikuasi oleh orang-orang tertentu atau elit-elit tertentu, sehingga mengakibatkan ada sebagian
orang yang memiliki kekayaan lebih. Orang-orang yang mempunyai kekayaan lebih memiliki
peluang besar dalam mempengaruhi proses politik. Ketidaksetaraan ekonomi pada akhirnya
menciptakan ketidaksetaraan politik yang membelok dari prinsip dasar demokrasi yang
menjunjung tinggi hak-hak rakyat.

Sebuah contoh kasus di Indonesia, dapat diindikasikan melalui banyaknya praktek


korupsi yang dilakukan oleh para pejabat-pejabat negara atau elit-elit politik. Korupsi dalam hal
ini sebagai indikator bahwa pemilik modal atau orang-orang yang mempunyai kekayaan lebih,
mempunyai kekuasaan untuk menyetir kepentingan mereka di pemerintahan. Korupsi menjadi
salah satu cara bagi pemilik modal ataupun penguasa untuk melancarkan aksinya seperti
melakukan penyuapan. Salah satunya, penyuapan yang dilakukan untuk mendapatkan kursi di
pemerintahan. Seperti kasus Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang tersandung kasus
korupsi mengenai sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Lebak yang
melibatkan mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar (BBC, 2013). Kasus suap
yang dilakukan Ratu Atut untuk memenangkan sengketa salah satu calon Kepala Daerah di
Kabupaten Lebak dilakukan karena dilatar belakang Ratu Atut sendiri merupakan anak dari
pengusaha di Banten dengan bisnis usahanya menyebar di daerah-daerah yang berada di Banten,
tentu mempermudah akses Ratu Atut dalam melakukan transaksi penyuapan karena memiliki
modal yang besar. Sehingga pada kasus tersebut yang sebenarnya penyelesaian kasus dilakukan
secara domokratis sesuai hukum dan ketentuan yang berlaku, menjadi dimenangkan oleh salah
satu pihak yang mempunyai akses materil. Kejadian itu menggambarkan bahwa sebenarnya
orang-orang yang mempunyai kekayaan lebih atau yang mengusai pasar memberi peluang besar
kepada mereka untuk dapat duduk di kursi pemerintahan melalui jalan yang tidak demokratis.

Indonesia sendiri, globalisasi neoliberal telah menyebabkan adanya korporasi-korporasi


asing melalui perusahaan-perusahaan transnasional (TNCs) maupun perusahaan multinasional
(MNC). Proses tersebut dilakukan melalui ekspansi produksi global yang dikembangkan dengan
penciptaan dan pengalokasian Zona Proses Ekspor (EPZ). EPZ merupakan pengkhususan
wilayah suatu negara yang dijadikan sebagai ekspor industri dengan syarat dan ketentuan sesuai
dengan aturan global, minimal yang menyangkut aturan perburuhan dan pajak domestik sehingga
menjadi daya tarik TNCs maupun MNC untuk beroperasi di suatu negara (Fakih, 2002 : 213).
Sasaran yang banyak dibidik oleh TNCs maupun MNC merupakan negara-negara berkembang
karena secara ekonomi memerlukan modal investasi asing untuk menaikan perekonomian negara
tersebut. Selain itu, di negara berkembang menyediakan banyak buruh dengan upah yang rendah,
serta pasar yang menjanjikan bagi TNCs maupun MNC. Komersialisasi melalui TNCs maupun
MNC dicontohkan seperti munculnya global brand diantaranya, McDonald, Nike, Unilever,
Carrefour, Citibank, Calex atau Freeport dan Coca-Cola. Perusahaan-perusahaan asing tersebut
lebih mendominasi di pasar lokal Indonesia sendiri dibandingkan dengan perusahaan lokal.
Strategi yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut ialah menjalankan strategi lokal
yang disesuaikan oleh tingkat kemampuan pasar di daerah lokal yang tetap mengutamakan
kualitas produk. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan lokal akan sulit bersaing dengan
perusahaan-perusahaan asing yang mangakibatkan ketimpangan ekonomi tidak dapat dihindari.
Kapitalisme yang sesungguhnya dimainkan oleh korporasi-korporasi asing telah memberikan
ancaman tersendiri pada negara-negara yang ditumpanginya.

Globalisasi (pasar bebas) dan demokrasi merupakan sebuah simbiosis mutualisme. Pasar
bebas yang merupakan ajaran kapitalisme akan dapat memberikan keuntungan jika didalamnya
tumbuh adanya demokrasi. Isu demokrasi telah menumbuhkan kesadaran-kesadaran dan desakan
untuk membangun pemerintahan yang baik (good governance) berupa : pelaksannan demokrasi
dan penghormatan hak asasi manusia, perlindungan lingkungan hidup, dan pemberantasan
korupsi untuk mewujudkan pemerintahan yang baik. Dengan demikian Indonesia dapat
mengambil sisi manfaat globalisasi bahwa globalisasi mempercepat proses demokratisasi.

Prospek pertumbuhan ekonomi pada era globalisasi dinilai sangat baik. Globalisasi
membuka jalur perdagangan dunia dan menjadikan praktek niaga menjadi lebih mudah. Selain
itu juga mengingat adanya praktek neoliberalisme yang membuka kesempatan bagi negara-
negara berkembang untuk membuka pintu ekonominya secara lebar-lebar. David Harvey
(2007) dalam Neoliberalism on Trial mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk dunia
semakin meningkat disertai dengan meningkatnya kemajuan ekonomi. Meski Globalisasi telah
membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi, pada kenyataannya globalisasi tidak
benar-benar dapat mengentas kemiskinan dan ketidaksetaraan yang ada di dunia.
David Harvey (2007) mengungkapkan konsep Accumulation by dispossession melalui
empat poin yakni Privatization and commodification, financialization, the management and
manipulation of crises dan state redistribution. Konsep tersebut menjelaskan bagaimana
praktek neoliberalisme dalam globalisasi yang dinilai tidak dapat mengentas kemiskinan.
Pertama ialah privatisasi dan komodifikasi yang memiliki tujuan utama untuk membuka
ladang baru bagi akumulasi modal. Privatisasi dan komodasi yang dimaksud adalah sebuah
proses pengalihan aset publik seperti fasilitas umum dari pemerintah ke pihak swasta.
Selanjutnya ialah finansialisasi yakni ketika fokus utama dalam pereknomian adalah finansial,
adanya deregulasi dalam sistem keuangan memungkinkan aktivitas redistribusi melalui
spekulasi bahkan berbagai modus lainnya. Ketiga yakni adanya penciptaan krisis, manajemen,
dan manipulasi pada perekonomian dunia telah berkembang menjadi seni redistribusi
deliberatif kekayaan dari negara-negara miskin untuk negara maju. Bantuan IMF bagi negara
berkembang dinilai hanya upaya pemerasan bukannya membantu memulihkan
perekonomian. Terakhir yakni state redistribution yakni adanya pengalihan uang publik untuk
keuntungan perusahaan yakni melalui adanya pajak, privatisasi, dan pengalihan aset. Keempat
poin tersebut menunjukan bahwa praktek neolberalisme hanya menguntungkan pihak elit.

Beberapa fakta mengenai ketidakmampuan neoliberalisme dan globalisasi dalam


memajukan perekonomian dikemukakan oleh David Harvey (2007). Pendapatan pertumbuhan
agregrat global pada tahun 1960 berada pada posisi 3.5% dan bahkan hanya turun menjadi
2,4% pada tahun 1970. Namun tingkat pertumbuhan selanjutnya dari 1,4% dan 1,1% untuk
tahun 1980 dan 1990 (dan tingkat yang nyaris menyentuh 1% sejak tahun 2000) menunjukkan
bahwa neoliberalisasi secara luas telah gagal untuk merangsang pertumbuhan di seluruh
dunia. Selain itu,selama tahun 1990an, pendapatan perkapita Rusia menurun sebesar 3,5
persen per tahun, kondisi yang sama juga dialami oleh Ukraina yang membuat penduduk
jatuh ke dalam kemiskinan. Di negara-negara Amerika Latin neoliberalisasi mengalami
stagnansi dan diperburuk dengan keruntuhan ekonomi yang dialami oleh Argentina (Hervey,
2007). Contoh-contoh tersebut merupakan sebuah gambaran nyata bahwa neoliberalisasi
dalam globalisasi tidak dapat mengentas kemiskinan.

Adanya komodifikasi yang muncul akibat neoliberal dalam globalisasi, semakin


memperburuk keadaan. Commodification presumes the existence of property rights over
processes, things, and social relations, that a price can be put on them, and that they can be
traded subject to legal contract (Harvey, 2007). Segala sesuatu dapat menjadi sebuah
komoditas dari budaya sampai dengan seksualitas. Komodifikasi telah merugikan banyak
pihak kususnya bagi kaum pekerja, seperti buruh wanita di Cina yang dianggap sebagai
sebuah komoditi dan diperlakukan semena-mena dalam bekerja demi meningkatkan
keuntungan perusahaan. Komodifikasi membuat peran pekerja semakin tidak dihargai
(Hervey, 2007), bahkan masih banyak pekerja khususnya di negara berkembang yang belum
mendapatkan fasilitas dan hak-hak yang layak bagi seorang pekerja. Adanya komodifikasi
juga menunjukan bahwa globalisasi menyebabkan adanya ketimpangan ekonomi dalam
masyarakat.

Globalisasi memang berperan dalam memajukan ekonomi terutama karena peran


teknologi dan media yang memudahkan kegiatan ekonomi, Namun, tidak untuk mengentas
kemiskinan dan mengatasi ketimpangan ekonomi. Adanya globalisasi yang dapat membuka
jalur perdagangan bebas serta privatisasi, financialisasi, lembaga IMF, World Bank dan
berbagai konsep lainnya yang diusung neoliberalis nytanya hanya berlaku bagi negara maju,
dan belum dapat mengentas masalah-masalah ekonomi yang ada di negara Berkembang.
Sebagai contoh yakni perekonomian meksiko. Walaupun Meksiko bergabung pada
perdagangan bebas North American Free Trade Area (NAFTA), pembukaan ekonomi
Meksiko melalui NAFTA malah berdampak negatif (Stiglitz, 2006). Dampak negative
tersebut salah satunya dalam lapangan pekerjaan yang dapat menurunkan kemampuan
perekonomian. Meksiko kehilangan separuh dari lapangan pekerjaan dari tahun 1988 sampai
1994 sebagai imbas dari kebijakan privatisasi. Sampai dengan tahun 2000 jumlah perusahaan
negara mengalami penurunan luar biasa menjadi hanya 200 perusahaan dari 1.100 perusahaan
di tahun 1982 (Stiglitz, 2006). Bahkan, NAFTA membuat Meksiko lebih bergantung pada
Amerika Serikat, yang berarti bahwa ketika ekonomi AS buruk, begitu pula Meksiko (Stiglitz,
2006). Hal demikian menunjukan bahwa Peran NAFTA hanya akan memperburuk masalah
ekonomi Meksiko, kebijakan yang dilaksanakan tidak dapat menyentuh hal-hal detail dalam
sebuah perekonomian negara berkembang.

Dari sini bisa diambil beberapa pandangan bahwa globalisasi neoliberal ternyata dianggap
gagal menciptakan kemakmuran. Bahkan sebaliknya, globalisasi telah membuat kesenjangan dan
krisis dalam hal pendapatan dan kesejahteraan semakin merosot. Bagi demokrasi, kemiskinan
dan kesenjangan dalam pendapatan akan mengurangi derajat kesetaraan politik dan otonomi
warga negara. Dengan demikian, globalisasi neoliberal lebih cenderung menciptakan krisis bagi
demokrasi dibandingkan dengan mendorong ke arah penciptaan demokrasi yang luas dan stabil.

Globalisasi juga telah membuka peluang bagi munculnya kekuasaan transnasional dalam
bentuk perusahaan-perusahaan transnasional seperti MNC yang beroperasi lintas batas negara.
Kekuasaan korporasi ini melebihi kekuatan yang dimiliki beberapa negara nasional. Mereka
mampu memengaruhi keputusan-keputusan politik negara sehingga demokrasi tidak lagi
diorientasikan untuk kepentingan warga negara, tetapi demi kepentingan korporasi.

Meluasnya kemiskinan dan ketimpangan dalam distribusi pendapatan baik di dalam maupun
antarwarga negara sebagai akibat globalisasi neoliberal telah membuat demokrasi dalam krisis.
Meskipun demikian, ini tidak berarti bahwa globalisasi tidak mempunyai sumbangan apapun
bagi demokrasi. Setidaknya, globalisasi informasi telah mendorong menyebarnya ide-ide tentang
demokrasi ke seluruh dunia. Sementara itu, daya tahan rezim-rezim otoriter yang menindas juga
akan diuji oleh banyak tekanan internasional sebagai akibat globalisasi informasi. Demikian juga
dengan kekuatan-kekuatan nonpemerintah yang kini mulai terlibat aktif dalam mendorong
demokrasi politik. Mereka mempunyai jaringan di seluruh dunia guna saling menguatkan satu
dengan lainnya. Konferensi dan seminar antargerakan demokrasi di seluruh dunia telah banyak
dilakukan dan menjadi inspirasi bagi gerakan demokrasi di negara-negara otoriter. Sementara
bagi negara-negara demokrasi, yang diperlukan adalah pendalaman demokratisasi itu sendiri.
(Budi Winarno, 2012).

Karena itu, penting kiranya dikemukakan suatu gagasan baru yang dapat digunakan untuk
menjelaskan transformasi sosial politik yang tengah berlangsung, terutama kaitannya dengan
kedaulatan negara demokrasi modern. Meskipun pandangan kaum skeptis mengatakan bahwa
globalisasi tidak menghancurkan sama sekali-tetapi hanya menguranginya saja- kedaulatan
negara nasional sebagaimana diyakini kaum hiperglobalis, namun yang jadi persoalan adalah
globalisasi telah mengartikulasikan kewajiban dan kekuasaan negara bangsa dalam suatu cara
yang kompleks, yang melibatkan perkembangan ke arah menyebarnya kekuasaan dunia dan
diiringi oleh menyebarnya otoritas dan bentuk-bentuk pengaturan yang kompleks. Dalam kaitan
ini, Held menyebutkan terjadinya the reconfiguration of political power (Held 2001).
D. SIMPULAN

Bagi demokrasi, globalisasi akan menyumbangkan dua sisi sekaligus, yakni mendorong
proses demokratisasi dan sekaligus menciptakan krisis. Ketimpangan dan menguatnya kekuatan
korporasi telah menciptakan ketidaksetaraan politik, dan karenanya menciptakan krisis
demokrasi. Sementara itu, perkembangan teknologi komunikasi telah mendorong kemunculan
ide dan gerakan demokrasi transnasional, dan dalam situasi semacam ini proses demokratisasi
akan berlangsung. Negara-negara otoriter akan menghadapi tantangan berat dari globalisasi
informasi, dan mau tidak mau mereka harus membuka diri bagi proses demokrasi politik.

Indonesia kini tengah berada pada suatu proses memasuki pasar bebas. Perdagangan luar
negeri yang lebih bebas memungkinkan Indonesia memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari
pasar dalam negeri. Semakin terbukanya pasar untuk produk-produk ekspor, dengan catatan
produk ekspor Indonesia mampu bersaing di pasar internasional. Hal ini membuka kesempatan
bagi pengusaha di Indonesia untuk melahirkan produk-produk berkualitas, kreatif, dan
dibutuhkan oleh pasar dunia. Namun juga berdampak negative bagi perusahaan-perusahaan lokal
yang akan sulit bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang mangakibatkan ketimpangan
ekonomi tidak dapat dihindari. Kapitalisme yang sesungguhnya dimainkan oleh korporasi-
korporasi asing telah memberikan ancaman tersendiri pada negara-negara yang ditumpanginya.

Disini terdapat dua kemungkinan, bahwa demokrasi akan menjadi nyata dalam negara jika
negara mempunyai filter yang kuat sehingga demokrasi yang masuk akan semakin memperkuat
tatanan demokrasi internal negara. Akan tetapi di sisi lain, demokrasi yang masif dapat
mengaburkan otoritas negara ketika negara menyerahkan dominasi pengaruh kebijakannya
kepada institusi transnasional ataupun supranasional sehingga peran negara dalam membuat
kebijakan dan mengatur regulasi akan tersamarkan dengan keberadaan kedua institusi tersebut.

Usaha yang barangkali perlu dilakukan di era globalisasi sekarang ini adalah bagaimana
melakukan demokratisasi atas demokrasi. Ini akan mengambil bentuk yang berbeda-beda dalam
berbagai negara, tergantung pada latar belakang masing-masing. Demokratisasi demokrasi
seringkali mengimplikasikan reformasi konstitusional, dan pengembangan transparansi dalam
urusan politik. Selain itu, perlu adanya eksperimen dengan prosedur demokrasi alternatif,
khususnya jika prosedur semacam ini dapat membuat keputusan politik dekat dengan
kepentingan warga sehari-hari. Gagasan demokrasi kosmopolitan mungkin bisa menjadi proyek
bersama meskipun tampaknya akan menghadapi kendala yang tidak sedikit. Demokrasi akan
berjalan lebih baik dalam lingkup kecil dan semakin akan berkurang jika berada dalam lingkup
yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA

David Held : 1995. Demokrasi dan Tatanan Global : Standford: Standfor UP (DH)

Winarno, Budi, 2012, Jurnal, Globalisasi dan Masa Depan Demokrasi, Yogyakarta

Sorensen, Georg. 2003, Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam Dunia yang
Berubah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan CCSS.

Fakih, Mansour. 2002, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakart : Pustaka
Pelajar.

Harvey, David. 2007. Neoliberalism on Trial dalam A Brief History of Neoliberalism p.152-183.
Oxford: Oxford University Press

Stiglitz, Joseph E. 2006. Chapter 3: making Trade Fair dalam Making Globalization Work. New
York : W. W. Norton & Company

Petras, James dan Henry Veltmeyer, 2002. Imperialisme Abad 21. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Burchill, S & Andrew Linklater. 1996. Teori-Teori Hubungan Internasional. Bandung:
Nusamedia
Jackson, R & Sorensen, G. (1999). Introduction to International Relations, Oxford University
Press
Held, David, 2001. Globalization, Cosmopolitanism, and Democracy: An Interview, IDEES of
the Centre d'Estudis de Temes Contemporanis, Generalitat de Catalunya, dalam
http://www.polity.co.uk/global/ held.htms
BBC, 17 Desember, 2013, Ratut Dinyatakan Tersangka Korupsi, diakses dalam
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2013/12/131216_ratuatuttsk

Anda mungkin juga menyukai