Disusun Oleh :
DIAN NURUL HIKMAH
11.2015.367
Pembimbing :
DR. O.P.A SIMATUPANG, SP.OG
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan referat tentang peranan
toksoplasmosis pada kehamilan dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Dan juga penulis berterima kasih pada dr. O.P.A Simatupang, spOG selaku konsulen Ilmu
Penyakit Obstetri dan Gynecology RS. Mardi Waluyo yang telah memberikan tugas ini
kepada penulis.
Penulis sangat berharap referat ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyebab, gejala klinis, patofisiologi,
penatalaksanaan dan peranan Toksoplasmosis pada Kehamilan. Penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam referat ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga referat sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya referat yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang
yang membacanya.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Toxoplasma gondii merupakan parasit intraseluler obligat dari kelompok protozoa
yang dapat menginfeksi manusia dan seluruh hewan berdarah panas yang ditemukan
hampir di seluruh dunia. Pada umumnya infeksi tersebar secara oral melalui konsumsi
produk hewani terinfeksi ookista yang tidak dimasak sempurna, makanan mengandung
parasit dalam bentuk bradizoit, kontak secara langsung dengan kotoran kucing
mengandung ookista ataupun terjadi transmisi vertikal melalui plasenta hematogen.
Toksoplasma dapat terjadi secara akut maupun kronik. Toksoplasma terbagi menjadi 5
kategori yaitu toksoplasmosis pada pasien imunokompeten, toksoplasma pada masa
kehamilan, toksoplasma kongenital, toksoplasma pada pasien imunokompromais dan
toksoplasma okuler.1
Toxoplasmosis tidak selalu menyebabkan keadaan patologis pada hospesnya,
penderita seringkali tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi sebab tidak mengalami
tanda - tanda dan gejala gejala yang jelas, terutama pada penderita yang mempunyai
imunitas tubuh yang baik. Toxoplasmosis akan memberikan kelainan yang jelas pada
penderita yang mengalami penurunan imunitas misalnya pada penderita penyakit
keganasan, HIV-AIDS serta penderita yang mendapatkan obat obat imunosupresan.
Manifestasi yang paling jelas adalah apabila infeksi ini terjadi pada masa kehamilan
sehingga dapat terjadi abortus, lahir mati, lahir hidup dengan kecacatan misalnya
hydrocephalus maupun microcephalus, gangguan motorik, kerusakan retina dan otak serta
tanda tanda kelainan jiwa. 1
3
BAB II
PEMBAHASAN
Etiologi
Toxoplasma gondii adalah parasit obligat intraselular, ada tiga jenis, tachyzoite
(bentuk proliferatif), kista (mengandung bradinozoit) dan ookista (mengandung spozoite).
Bentuk tachyzoit terlihat seperti bulan sabit dengan titik runcing, dan titik lain sekitar
bulat . Panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron, memiliki sel membran dan satu nukleus di
tengahnya.3
4
Kista terbentuk di sel inang jika tachyzoite yang terbelah membentuk dinding.
Sebuah kista memiliki ukuran yang bervariasi, ada yang kecil yang hanya mengandung
beberapa bradyzoite dan ada 200 mikron berisi sekitar 3000 bradyzoite. Kista di tubuh
inang dapat ditemukan seumur hidup terutama di otak, otot jantung dan otot lurik.
Merupakan tahap istirahat dari Toksoplasma gondii.3
Ookista memiliki bentuk ovale, 11-14 9-11 mikron. Ookista memiliki dinding,
mengandung satu sporoblas yang terbagi menjadi dua sporoblas. Pada perkembangan
selanjutnya, kedua sporoblast membentuk dinding dan menjadi sporokista. Setiap
sporokista mengandung empat spozoit yang memiliki ukuran sekitar 8 2 mikron.
5
Epidemiologi
Infeksi Toxoplasma ada dimana-mana, pada binatang dan merupakan salah satu
infeksi laten manusia yang paling lazim di seluruh dunia. Insidennya sanga bervariasi
pada orang-orang dan binatang pada berbagai daerah geografis. Prevalensi yang lebih
tinggi biasanya terjadi pada daerah beriklim panas dan basah. Penularan pada janin
biasanya terjadi bila infeksi diperoleh pada ibu yang secara imunologis normal selama
masa kehamilannya. Penularan kongenital dari ibu yang secara imunologis normal, yang
terinfeksi sebelum kehamilan adalah sangat jarang. Wanita dengan gangguan imun
dengan infeksi kronis menularkan infeksi pada janinnya. Insiden infeksi yang didapat
yang baru pada populasi wanita hamil tergantung pada resiko menjadi terinfeksi dalam
daerah geografis khusus tersebut dan proporsi populasi yang belum pernah terinfeksi. 2
Manifestasi Klinis
6
trias klasik mungkin timbul, disertai gejala infeksi lainnya meliputi hepatosplenomegali,
ikterus, trombositopenia, limfadenopati, dan kelainan susunan saraf pusat. 4
Lesi pada mata merupakan salah satu manifestasi yang paling sering pada tokso-
plasmosis kongenital. Gambaran lesi toksoplasmosis okular ialah adanya fokus nekrosis
pada retina. Pada fase akut, lesi ini timbul sebagai bercak putih kekuningan di fundus dan
biasanya berhubungan dengan ruam pada vitreus. Gejala yang timbul pada infeksi mata
antara lain penglihatan kabur, fotofobia, nistagmus, strabismus epifora, dan katarak.
Manifestasi neurologik pada anak menunjukkan gejala-gejala neurologik termasuk
kalsifikasi intrakranial, hidrosefalus epilepsi, retardasi mental, dan mikrosefalus. Fungsi
intelektual anak yang terinfeksi juga mengalami penurunan.4
Sekuele yang didapatkan pada bayi baru lahir dapat dikategorikan atas sekuele ringan
dan berat. Pada sekuele ringan, di-temukan sikatriks korioretinal tanpa gang-guan visus atau
adanya kalsifikasi serebral tanpa diikuti kelainan neurologik. Pada se-kuele berat, terjadi
kematian janin intra-uterin atau neonatal, adanya sikatriks korioretinal dengan gangguan visus
berat atau kelainan neurologik.
Patofisiologi
Toksoplasma gondii biasanya didapat oleh anak dan orang dewasa karena
memakan makanan yang mengandung kista atau yang terkontaminasi ookista. Pada
banyak daerah di dunia, sekitar 5-35% daging babi, 9-60% daging kambing, dan 0-9%
daging sapi mengandung T. gondii. Ookista ditelan melalui bahan yang terkontaminasi
oleh tinja kucing yang terinfeksi akut. Ookista juga dapat dipindahkan ke makanan oleh
lalat dan kecoa. Bila organisme tertelan, bradizoit terlepas dari kista atau sporozoit dari
ookista, dan organisme kemudian masuk ke sel saluran pencernaan. Bila kista ini
termakan maka enzim proteolitik gaster akan meluruhkan dinding kista dan menyebabkan
8
lepasnya bradizoit atau tropozoit. Di dalam sel epitel, bradizoit maupun tropozoit
selanjutnya berkembang menjadi takizoit. Takizoit memperbanyak diri, sel pecah, dan
menginfeksi sel yang berdekatan. Takizoit menyebar melalui vasa limfatika dan
menyebar secara hematogen ke seluruh tubuh dan dapat menginfeksi hampir semua sel
tubuh hospes, terutama pada jaringan limfoid, otot skeletal, miokardium, retina, plasenta,
dan susunan saraf pusat. Akibat pengaruh respons imun(humoral dan seluler) yang
efektif, takizoit akan menghilang dari jaringan dan berubah menjadi bradizoit, kista ini
biasa ditemukan di otak, otot, dan hepar
Transmisi infeksi toksoplasma dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, antara
lain (1) hospes memakan daging mentah atau daging yang tidak dimasak dengan
sempurna yang mengandung kista jaringan, (2) hospes memakan makanan atau air yang
terkontaminasi ookista dari feses kucing, (3) transmisi kongenital, terjadi bila wanita
hamil mengalami toksoplasmosis akut, (4) transplantasi organ yang mengandung kista
jaringan kepada resipien yang belum pernah terinfeksi oleh T. Gondii, dan (5)Transfusi
darah lengkap juga dapat menyebabkan infeksi T. gondii
Bila wanita mendapat infeksi selama kehamilan, organisme dapat menyebar secara
hematogen ke plasenta. Bila hal ini terjadi, infeksi dapat ditularkan pada janin secara
parenteral atau selama persalinan pervaginam. Kurang lebih terdapat satu sampai dengan
lima dari 1000 kehamilan mengalami komplikasi toksoplasmosis akut. Toksoplasma
gondii dapat menginfeksi plasenta dan menyebabkan infeksi pada fetus. Hal ini dapat
menyebabkan abortus, still birth, dan cacat kongenital.
Jika infeksi didapat oleh wanita pada trimester pertama dan tidak diobati, sekitar
17% janin terinfeksi, dan penyakit pada bayi biasanya berat. Jika infeksi didapat oleh
wanita pada trimester ketiga dan tidak diobati, sekitar 65% janin terinfeksi dan
keterlibatannya ringan atau tidak tampak pada saat lahir. Total transmisi maternal-fetal
adalah 30%, namun bervariasi dari 6% pada minggu ke-13 menjadi 72% pada minggu ke-
36. Hal ini menunjukkan risiko infeksi pada fetus meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Namun, gejala klinis berat pada bayi lebih sering
ditemukan pada wanita yang terinfeksi di awal kehamilan. Perbedaan frekuensi penularan
ini paling mungkin akibat aliran darah plasenta, virulensi dan jumlah T gondii yang
didapat, dan kemampuan imunologis wanita membatasi parasitemia. Hampir semua
individu dengan infeksi kongenital mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi,
seperti khorioretinitis pada remaja jika mereka tidak diobati pada masa neonates.
9
Infeksi toksoplasmosis pada individu dengan sistem imun yang baik umumnya
adalah asimtomatik. Infeksi ini tidak disadari pada 80-90% pasien toksoplasmosis. Hal
inilah yang menyebabkan infeksi akut sulit terdiagnosis, terutama pada wanita hamil.
Diagnosis toksoplasmosis sangat bergantung pada pemeriksaan penunjang. Bila
simptomatis, maka gejala dapat berupa satu atau beberapa limfadenopati servikal yang
tidak nyeri, keras, dan berbatas tegas. Limfadenopati juga dapat ditemukan pada daerah
suboksipital, supraklavikula, inguinal, dan mediastinal. Kurang lebih 20-40% pasien
dengan limfadenopati juga mengeluhkan adanya sakit kepala, lemah, dan demam.
Sebagian kecil penderita juga mengeluhkan adanya mialgia, nyeri tenggorok, nyeri
abdomen, ruam makulopapular, menigoensefalitis, dan konfusi. Gejala akan hilang dalam
beberapa minggu. Fetus yang mengalami infeksi kongenital dapat memperlihatkan gejala
berupa komplikasi neurologis (hidrosefalus, mikrosefali, retardasi mental, dan
korioretinitis), kerusakan multi organ, dan kematian. Sebagian bayi dengan infeksi
kongenital dapat asimtomatik saat lahir, namun seiring dengan pertumbuhannya, tiga per
empat bayi tersebut akan menunjukkan gejala mental retardasi berat dan/atau gangguan
pendengaran dan sebanyak 90% akan menderita masalah mata.
Pada individu dengan imunodefisiensi dan beberapa penderita yang tampak secara
imunologis normal, infeksi akut dapat berkembang dan dapat menyebabkan keterlibatan
yang mungkin mematikan seperti pneumonitis, miokarditis, atau ensefalitis nekrotikan.
Bentuk kista terjadi secepatnya 7 hari sesudah infeksi dan menetap sepanjang hidup
hospes. Kista sedikit atau tidak menimbulkan respons radang tetapi menyebabkan
penyakit berulang pada penderita dengan gangguan imun atau menyebabkan dapat
korioretinitis pada anak yang lebih tua yang telah mendapatkan infeksi secara kongenital.
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis penyakit toksoplasma umumnya ditegakkan karena adanya
kecenderungan yang mengarah pada penyakit tersebut, antara lain adanya riwayat:
1. Infertilitas, abortus, lahir mati, kelainan bawaan.
2. Memelihara binatang piaraan berbulu, misalnya kucing
Pemeriksaan yang digunakan saat ini untuk mendiagnosis toxoplasma adalah
pemeriksaan serologis, dengan memeriksa zat anti (antibodi) IgG dan IgM Toxsoplasma
gondii. Antibodi IgM dibentuk pada masa infeksi akut (5 hari setelah infeksi), titernya
meningkat dengan cepat (80 sampai 1000 atau lebih) dan akan mereda dalam waktu
relatif singkat (beberapa minggu atau bulan). Pada infeksi akut, limfadenopati sering
10
dijumpai pada kelenjar getah bening daerah leher bagian belakang. Gejala tersebut di atas
dapat disertai demam, mialgia dan malaise. Bentuk kelainan pada kulit akibat
toksoplasmosis berupa ruam makulopapuler yang mirip kelainan kulit pada demam titus,
sedangkan pada jaringan paru dapat terjadi pneumonia interstisial. Antibodi IgG dibentuk
lebih kemudian (1-2 minggu setelah infeksi), yang akan meningkat titernya dalam 6-8
minggu, kemudian menurun dan dapat bertahan dalam waktu cukup lama, berbulan-bulan
bahkan lebih dari setahun.
Oleh karena itu, temuan antibodi IgG dianggap sebagai infeksi yang sudah lama,
sedangkan adanya antibodi IgM berarti infeksi yang baru atau pengaktifan kembali
infeksi lama (reaktivasi), dan berisiko bayi terkena toksoplasmosis bawaan. Berapa
tingginya kadar antibodi tersebut untuk menyatakan seseorang sudah terinfeksi
toxoplasma sangatlah beragam, bergantung pada cara peneraan yang dipakai dan kendali
mutu dan batasan baku masing-masing laboratorium
Tidak semua ibu hamil yang terinfeksi toxsoplasma akan menularkan toxoplasma
bawaan pada bayinya. Bilamana dalam pemeriksaan ibu sebelum hamil menunjukkan IgG
positif terhadap toksoplasma, berarti ibu tersebut terinfeksi sudah lama, tetapi bukan
berarti bahwa 100% bayinya akan bebas dari toxoplasma bawaan. Apabila pemeriksaan
serologis baru dilakukan pada saat hamil, maka:
a. Bila IgG (+) dan IgM (-); dianggap sebagai infeksi lama dan risiko janinnya
terinfeksi cukup rendah sehingga ada sebagian pakar yang berpendapat tidak perlu
diobati, kecuali jika pasien itu mengidap gangguan kekebalan.
b. Bila IgG (+) dan IgM (+); uji perlu diulang lagi 3 minggu kemudian.
Bila titer IgG tidak meningkat maka dianggap infeksi terjadi sebelum kehamilan
dan risiko untuk janinnya cukup rendah, sedangkan jika titer IgG meningkat 4 kali lipat
dan IgM tetap positif maka ini berarti bahwa telah terjadi infeksi baru dan janin sangat
berisiko mengalami toxoplasma bawaan atau terjadi keguguran. Hasil pemeriksaan
dengan IgM dan IgG positif harus dikirim ke laboratorium rujukan untuk konfirmasi hasil
pemeriksaan. Hasil IgM positif dapat terjadi karena adanya infeksi akut, adanya infeksi
lama, dan hasil positif palsu. Hal ini disebabkan karena IgM dapat terdeteksi lama setelah
infeksi akut. Pemeriksaan aviditas IgG direkomendasikan sebagai pemeriksaan
konfirmasi pada wanita dengan IgM dan IgG positif. Bila didapatkan hasil aviditas IgG
tinggi, maka infeksi akut dapat disingkirkan. Bila didapatkan hasil aviditas IgG rendah
kemungkinan terjadi infeksi akut selama kehamilan belum dapat disingkirkan. Pada
keaadaan ini janin berisiko mengalami toksoplasmosis kongenital, wanita hamil
11
dianjurkan untuk memulai pengobatan dan pemeriksaan dilanjutkan untuk mengetahui
risiko pada janin dengan pemeriksaan PCR cairan amnion dan ultrasound
c. Bila IgG (-) dan IgM (-); bukan berarti terbebas dari toksoplasmosis bawaan,
justru pada ibu ini pemeriksaan harus diulang setiap 2-3 bulan untuk menasah
serokonversi (perubahan negatif menjadi positif).
d. Bila pada ibu hamil ditemukan IgM (+) maka pengobatan sudah pasti harus
diberikan dan pemeriksaan ultrasonografi dilakukan berulang kali untuk menentukan
adanya kelainan janin.
e. Ultrasonografi serial setiap 3 minggu dilakukan untuk menentukan adanya
kelainan, misalnya: asites, pembesaran rongga otak (ventrikulomegali) (V/H),
pembesaran hati (hepatomegali), perkapuran (kalsifikasi) otak. Bila pada janin terdapat
kelainan maka perlu dipertimbangkan untuk pengakhiran (terminasi) kehamilan.
f. Bila mungkin, dilakukan pengambilan darah janin pada kehamilan 20-32
minggu untuk pembiakan parasit (inokulasi) pada mencit. Bila inokulasi memberikan
hasil positif maka perlu dipertimbangkan untuk pengakhiran kehamilan.
g. Setelah bayi lahir perlu dilakukan pemeriksaan lengkap terhadap bayi, antara
lain: pengambilan darah talipusat ketika bayi baru saja lahir untuk pemeriksaan serologis
antibodi janin atau isolasi T. gondiii, pemeriksaan titik-cahaya mata (funduskopi), dan
USG atau foto rontgen tengkorak.Diagnosis toxoplasma bawaan pada bayi lebih sukar
ditetapkan karena gejala klinis dari infeksi toksoplasma bawaan sangat beraneka ragam
dan seringkali subklinis (tidak terlihat) pada neonatus. Oleh karena itu perlu dilakukan
juga pemeriksaan serologis pada neonatus, terutama bilamana diketahui ibunya terinfeksi
selama kehamilan. Antibodi IgG dapat menembus plasenta, sedangkan antibodi IgM tidak
dapat menembus plasenta.
Dengan demikian, apabila pada darah bayi ditemukan antibodi IgG mungkin
hanya merupakan pindahan (transfer) IgG ibu, dan lambat-laun akan habis. Pada usia 2-3
bulan, bayi sudah dapat membentuk antibodi IgG sendiri, bilamana bayi terinfeksi
toksoplasma bawaan maka konsentrasi IgGnya akan mulai meningkat lagi setelah IgG
yang diperoleh dari ibunya habis. Tetapi jika ditemukan antibodi IgM, maka ini
menunjukkan infeksi nyata pada bayi (toxoplasma bawaan).
12
Pemeriksaan Aviditas IgG
Pemeriksaan aviditas IgG bertujuan untuk membantu membedakan infeksi baru
dari infeksi lampau dengan menggunakan satu bahan pemeriksaan. Pada infeksi baru,
dimana 19 hospes baru terpapar antigen, antibodi yang dibentuk memiliki afinitas yang
rendah. Seiring dengan perjalanan respon imun, terjadi pematangan afinitas antibodi yang
meningkat secara progresif dalam beberapa minggu atau bulan.
Pemeriksaan aviditas IgG menggunakan metode ELISA ataupun ELFA
(enzymelinked fluorescent assay). Prinsip pemeriksaan metode ELFA adalah antibodi
IgG yang terdapat dalam serum akan berikatan dengan antigen toksoplasma yang telah
terikat pada fase padat. Kemudian kedalam reaksi tersebut dimasukkan antibodi anti-IgG
manusia yang telah dilabel dengan enzim. Substrat yang digunakan pada metode ini akan
bereksi dengan enzim dan menghasilkan produk fluorescent. Intensitas fluorescent
sebanding dengan konsentrasi antibodi yang terdapat dalam serum. Prinsip pemeriksaan
aviditas adalah membandingkan absorbansi dari bahan pemeriksaan yang diberi urea
dengan yang tidak diberi urea. Urea merupakan agen denaturasi yang akan menyebabkan
disosiasi kompleks antigen-antibodi yang memiliki aviditas rendah, sedangkan kompleks
antigen-antibodi dengan aviditas tinggi dapat mempertahankan ikatannya. Hasil aviditas
yang tinggi dapat menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi empat sampai lima bulan
yang lalu. Kekurangan pemeriksaan ini adalah konversi aviditas pada tiap individu
bervariasi. Hasil aviditas yang rendah dapat ditemukan sampai dengan satu tahun setelah
infeksi primer. Selain itu pemberian terapi anti-toksoplasma juga dapat mempengaruhi
pematangan aviditas.
13
Penatalaksanaan
14
Pirimetamin dapat menyebabkan depresi sum-sum tulang belakang sehingga perlu dila-
kukan perhitungan jumlah sel darah lengkap untuk mencegah toksisitas hematologi. Tingkat
kejadian toksoplasmosis kongenital pada bayi ibu hamil yang terinfeksi sebelum kehamilan
hampir tidak pernah ditemukan. Di beberapa negara, pengobat-an tetap diberikan pada ibu
hamil sehat dengan diagnosis infeksi T. gondii laten. Hal tersebut didasarkan fakta bahwa
kondisi imun setiap individu berbeda, fluktuatif, dan tidak dapat terkontrol sebelum-nya.
Reaktivasi mungkin saja terjadi ketika imunitas seseorang menurun, terutama pada ibu hamil
yang memiliki kondisi untuk berbagi nutrisi dengan janinnya. Selain itu, aviditas IgG setiap
individu juga belum tentu tinggi dan matang meskipun infeksi terjadi setelah bertahun-tahun
yang lalu. Jika pemberian terapi ditunda hingga hasil pemeriksaan aviditas IgG pada trimester
pertama hasil IgG dan IgM (-), maka infeksi terjadi akibat reaktivasi. Untuk lebih
memastikan bahwa infeksi tidak terjadi, maka pemberian terapi menggunakan spiramisin
tetap dilakukan. Disamping itu risiko minimal spiramisin tidak menghalangi penggunaannya
sebagai terapi pada trimester pertama.4
Pirimetamin merupakan anti parasit yang secara kimiawi dan farmakologi menyerupai
trimetroprim. Didalamnya terdapat zat aktif diaminopirimidin yang bekerja sebagai inhibitor
poten dari dihidrofolat reduktase dan bekerja secara sinergis dengan sulfonamid. Dosis
pirimetamin 25-50 mg per oral sekali sehari dan dikombinasikan dengan sulfonamid selama
1-3 minggu; kemudian dosis obat dikurangi setengah dari dosis sebelumnya, dan terapi
dilanjutkan 4-5 minggu. Kekurangan asam folat akan memicu agranulositosis, sehingga
pemberian pirimetamin harus bersama dengan asam folat.
Sulfadiazin merupakan golongan sulfonamida dengan masa kerja sedang. Mekanisme
kerjanya bersifat bakteriostatik dengan menghambat sintesis asam folat, serta menghambat
enzim yang membentuk asam folat dan para amino benzoic acid (PABA). Sebagian bahan ini
menginaktivasi enzim seperti dehidrogenase atau kar-boksilase yang berperan pada respirasi
bakteri. Dosis pemberian 2-4 gram per oral sehari sekali selama 1-3 minggu, kemudian dosis
dikurangi setengah dari dosis sebelumnya dan terapi dilanjutkan hingga 4-5 minggu.5
15
Tabel 1. Dosis Pemakaian Obat untuk Toksoplasmosis.
Pencegahan
Peranan kucing sebagai hospes definitif merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi timbulnya toksoplasmosis, karena kucing mengeluarkan berjuta juta ookista
dalam tinjanya, yang dapat bertahan sampai satu tahun di dalam tanah yang teduh dan
16
lembab. Untuk mencegah hal ini, maka dapat di jaga terjadinya infeksi pada kucing, yaitu
dengan memberi makanan yang matang sehingga kucing tidak berburu tikus atau burung.
Lalat dan lipas dapat menjadi vektor mekanik yang dapat memindahkan ookista
dari tanah atau lantai ke makanan. Untuk mencegah terjadinya infeksi dengan ookista
yang berada di dalam tanah, dapat diusahakan mematikan ookista dengan bahan kimia
seperti formalin, amonia dan iodin dalam bentuk larutan serta air panas 70oC yang
disiramkan pada tinja kucing Anak balita yang bermain di tanah atau ibu-ibu yang gemar
berkebun, juga petani sebaiknya mencuci tangan yang bersih dengan sabun sebelum makan.
Di Indonesia, tanah yang mengandung ookista T. gondii belum diselidiki (Chahaya, 2003).
Sayur-mayur yang dimakan sebagai lalapan harus dicuci bersih, karena ada kemungkinan
ookista melekat pada sayuran, makanan yang matang harus di tutup rapat supaya tidak
dihinggapi lalat atau kecoa yang dapat memindahkan ookista dari tinja kucing ke makanan
tersebut.
Kista jaringan dalam hospes perantara (kambing, sapi, babi dan ayam) sebagai sumber infeksi
dapat dimusnahkan dengan memasaknya sampai 66 0C. Daging dapat menjadi hangat pada semua
bagian dengan suhu 650C selama empat sampai lima menit atau lebih, maka secara keseluruhan
daging tidak mengandung kista aktif, demikian juga hasil daging siap konsumsi yang diolah
dengan garam dan nitrat (Chahaya, 2003). Setelah memegang daging mentah (tukang potong,
penjual daging, tukang masak) sebaiknya cuci tangan dengan sabun sampai bersih.
Yang paling penting dicegah adalah terjadinya toksoplasmosis kongenital, yaitu anak yang lahir
cacat dengan retardasi mental dan gangguan motorik, merupakan beban masyarakat. Pencegahan
dengan tindakan abortus artefisial yang dilakukan selambatnya sampai kehamilan 21-24 minggu,
mengurangi kejadian toksoplasmosis kongenital kurang dari 50 %, karena lebih dari 50 %
toksoplasmosis kongenital diakibatkan infeksi primer pada trimester terakhir kehamilan
(Chahaya, 2003).
Pencegahan dengan obat-obatan, terutama pada ibu hamil yang diduga menderita infeksi primer
dengan Toxoplasma gondii, dapat dilakukan dengan spiramisin. Vaksin untuk mencegah infeksi
toksoplasmosis pada manusia belum tersedia sampai saat ini.
Prognosis
Hasil penelitian melaporkan, dari 288 ibu hamil yang diperiksa, angka kejadian
ibu hamil yang di dalam darahnya positif terinfeksi toxoplasma adalah 14,25%. Dari ibu-
ibu yang terinveksi itu didapatkan, 4 persalinan prematur dan 1 kasus dengan kelainan
saat lahir. Hasil survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan Hartono pada 1995
menemukan angka prevalensi zat anti terhadap toxoplasma pada wanita-wanita hamil
sebesar 60,01%
17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penyakit Toksoplasmosis adalah penyakit dengan gejala klinis relatif ringan sehingga
sering kali luput dari pengamatan tenaga kesehatan. Padahal akibat yang ditimbulkannya
memberikan beban berat bagi masyarakat terutama ibu hamil, seperti abortus, lahir mati
maupun cacat kongenital. Infeksi toksoplasmosis bisa dicegah dengan menghindari semua
faktor yang bisa menularkan sporozoa Toksoplasma gondii seperti menghindari makanan
yang tidak dimasak terutama daging yang belum sempurna matangnya, menghindari kontak
dengan hewan yang terinfeksi Toksoplasma gondii.
Toxoplasmosis berbahaya bagi janin bila ibu terinfeksi pada saat hamil, khususnya
pada Trimester I. Gejalanya tidak spesifik perlu pemeriksaan laboratorium pada awal
kehamilan. Bila IgG & IgM negatif, hindarilah sumber infeksi yang dapat menyebabkan ibu
tertular dan selanjutnya perlu dilakukan pemantauan sepanjang kehamilan. Bila IgG dan IgM
positif belum tentu terinfeksi, tes lanjutan IgG avidity dapat memperkirakan kapan infeksi
terjadi (sebelum atau pada saat hamil).
18
Infeksi toksoplasmosis dapat terjadi pada janin melalui sirkulasi uteroplasenta.
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan ialah IgG dan IgM anti-tokso-plasma serta
aviditas anti-toksoplasma IgG. Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada ibu yang diduga
terinfeksi T. gondii dan juga pada janin, umumnya dilakukan pada usia kehamilan 14-27 minggu.
Untuk ibu hamil yang memiliki kemungkinan infeksi tinggi atau infeksi janin telah terjadi,
pengobatan dengan spiramisin harus ditambahkan pirimetamin, sulfadiazin, dan asam folat
setelah usia kehamilan 18 minggu.
Daftar Pustaka :
1. Rahmawati, Ika. Wibowo, Arif. Hubungan Kejadian Abortus dengan
Toksoplasmosis di Puskesmas Mentaras Kabupaten Gresik. Jurnal Biometrika
dan Kependudukan, Vol. 2, No. 2 Desember 2013: 173181.
2. Sri Wahyuni. Toxoplasmosis dalam Kehamilan. Balaba Vol. 9, No. 01, Juni
2013 p: 27-32.
3. Irma Yuliawati,1 Nasronudin. Pathogenesis, Diagnostic And Management Of
Toxoplasmosis. Indonesian journal of tropical and infectious disease. Vol. 5. No.
4 JanuaryApril 2015.
4. Erna Suparman. Toksoplasmosis dalam Kehamilan. Jurnal Biomedik, Volume 4,
Nomor 1, Maret 2012, hal. 13-1.
5. Montoya J.G., Boothroyd J. C., & Kovacs J. A. Toxoplasma Gondii. In: Mandell
G. L., John E. Bennett & Raphael D. seventh ed., Principles and Practice of
Infectious Diseases, Philadelphia. 2010.
6. Soedarto. Toksoplasmosis : mencegah dan mengatasi penyakit ibu dan anak.
Sagung Seto. 2011.
7. Ernawati,.Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya, Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya. 2008.
19
8. Schwartzman JD. Toxoplasmosis. Dalam: Gillespie SH, Pearson RD, editor.
Principles and practice of clinical parasitology. Chichester: John Wiley and Sons
Ltd.; 2001. h. 113-38.
20