Neurogenic Bladder
Disusun oleh :
Azrin Agmalina
11-2015-380
Pembimbing :
dr. Waluyo Eko,Sp.U
1
Latar Belakang
Berkemih (mikturisi) merupakan sebuah proses pengosongan kadung kemih setelah terisi
dengan urin. Fungsi kandung kencing normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara
sistim saraf otonomi dan somatik. Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destrusor
dan sfingter meluas dari lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral, sehingga penyebab
neurogenik dari gangguan kandung kencing dapat diakibatkan oleh lesi pada berbagai derajat.
Gangguan ini menyebabkan seseorang tidak dapat mengontrol waktu yang tepat bagi dirinya
untuk berkemih.1
2
postganglionik mempunyai jaringan difus sepanjang serabutnya yang mengandung vesikel
dimana asetilkolin dilepaskan. Meskipun pada beberapa spesies transmiter nonkolinergik
nonadrenergik juga ditemukan, keberadaannya pada manusia diragukan.2
3
4. Persarafan sensorik traktus urinarius bagian bawah
Sebagian besar saraf aferen adalah tidak bermyelin dan berakhir pada pleksus
suburotelial dimana tidak terdapat ujung sensorik khusus. Karena banyak dari serabut ini
mengandung substansi P, ATP atau calcitonin gene-related peptide dan pelepasannya dapat
mengubah eksitabilitas otot, serabut pleksus ini dapat digolongkan sebagai saraf sensorik
motorik daripada sensorik murni. Ketiga pasang saraf perifer (simpatis torakolumbal,
parasimpatis sacral dan pudendus) mengandung serabut saraf aferen. Serabut aferen yang
berjalan dalam n.pelvikus dan membawa sensasi dari distensi kandung kencing tampaknya
merupakan hal yang terpenting pada fungsi kandung kencing yang normal. Akson aferen terdiri
dari 2 tipe, serabut C yang tidak bermyelin dan serabut A bermyelin kecil. Peran aferen
hipogastrik tidak jelas tetapi serabut ini mungkin menyampaikan beberapa sensasi dari distensi
kandung kencing dan nyeri. Aferen somatik pudendal menyalurkan sensasi dari aliran urine,
nyeri dan suhu dari uretra dan memproyeksikan ke daerah yang serupa dalam medula spinalis
sakral sebagai aferen kandung kencing. Hal ini menggambarkan kemungkinan dari daerah-
daerah penting pada medulla spinalis sakral untuk intergrasi viserosomatik. Nathan dan Smith
(1951) pada penelitian pasien yang telah mengalami kordotomi anterolateral, menyimpulkan
bahwa jaras asending dari kandung kencing dan uretra berjalan di dalam traktus spiotalamikus.
Serabut spinobulber pada kolumna dorsalis mungkin juga berperan pada transmisi dari informasi
aferen.2,3
4
2. Daerah kortikal yang mempengaruhi pusat miksi pons
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lesi pada bagian anteromedial dari lobus frontal
dapat menimbulkan gangguan miksi berupa urgensi, inkontinens, hilangnya sensibilitas kandung
kemih atau retensi urine. Pemeriksaan urodinamis menunjukkan adanya kandung kencing yang
hiperrefleksi.1,3
Gambar 1. Persarafan pada kandung kemih serta struktur anatomis kandung kemih.1
5
Fisiologi pengaturan fungsi sfingter kandung kencing
1. Pengisian urine
Pada pengisian kandung kencing, distensi yang timbul ditandai dengan adanya aktivitas
sensor regang pada dinding kandung kencing. Pada kandung kencing normal, tekanan
intravesikal tidak meningkat selama pengisian sebab terdapat inhibisi dari aktivitas detrusor dan
active compliance dari kandung kencing. Inhibisi dari aktivitas motorik detrusor memerlukan
jaras yang utuh antara pusat miksi pons dengan medulla spinalis bagian sakral. Mekanisme
active compliance kandung kencing kurang diketahui namun proses ini juga memerlukan
inervasi yang utuh mengingat mekanisme ini hilang pada kerusakan radiks s2-S4. Selain
akomodasi kandung kencing, kontinens selama pengisian memerlukan fasilitasi aktifitas otot
lurik dari sfingter uretra, sehingga tekanan uretra lebih tinggi dibandingkan tekanan intravesikal
dan urine tidak mengalir keluar.4
2. Pengaliran urine
Pada orang dewasa yang normal, rangsangan untuk miksi timbul dari distensi kandung
kencing yang sinyalnya diperoleh dari aferen yang bersifat sensitif terhadap regangan.
Mekanisme normal dari miksi volunteer tidak diketahui dengan jelas tetapi diperoleh dari
relaksasi oto lurik dari sfingter uretra dan lantai pelvis yang diikuti dengan kontraksi kandung
kencing. Inhibisi tonus simpatis pada leher kandung kencing juga ditemukan sehingga tekanan
intravesikal diatas/melebihi tekanan intra uretral dan urine akan keluar. Pengosongan kandung
kemih yang lengkap tergantung dari refleks yang menghambat aktifitas sfingter dan
mempertahankan kontraksi detrusor selama miksi.4
6
Gambar 3. a Fase pengisian urine. b. Fase pengaliran urine.4
Epidemiologi
Lebih dari 200.000 orang di Amerika Serikat hidup dengan cidera tulang belakang akibat
dari trauma. Setiap tahunnya kira-kira 10.000 kasus baru terjadi dengan rata-rata usia 30.7 tahun.
Lebih dari 50% dari jumlah kasus tersebut, terjadi berbagai macam derajat disfungsi kandung
kemih.Selain disebabkan oleh cidera tulang belakang, neurogenic bladder juga terjadi pada
menjadi gejala dari penyakit seperti multiple sclerosis, Alzheimer, Parkinson, stroke dan
mielodisplasia. Neurogenic bladder ditemukan pada 40-90% pasien multiple sclerosis (MS) di
Amerika Serikat, 37-72% pada pasien parkinsonisme, dan 15% pada pasien stroke. Diperkirakan
bahwa 70-84% pasien dengan cidera tulang belakang memiliki setidaknya beberapa derajat
disfungsi kandung kemih. Selain itu neurogenic bladder juga dapat ditemukan pada pasien
diabetes mellitus dengan neuropati otonom. Pada pasien MS, sebanyak 34-99% mengalami
uninhibited bladder contraction atau detrusor overactivity. Begitu juga dengan pasien dengan
cidera tulang belakang dan kecelakaan yang melibatkan cerebrovascular. Sedangkan sisanya
mengalami detrusor underactivity.5
7
Etiologi
Terdapat banyak kasus neurologis yang dapat menjadi penyebab terjadinya disfungsi
traktus urinarius. Lesi pada saraf perifer atau pusat mikturisi di sakral dapat menyebabkan
detrusor areflexia, yakni menyebabkan tidak timbulnya rasa ingin berkemih sehingga kandung
kemih menjadi meregang dan terjadi inkontinensia uri. Sedangkan lesi pada suprapontin
menyabkan uninhibited bladder contraction akibat tidak adanya inhibisi dari korteks serebri,
sementara sfingter uretra dalam keadaan relaksasi. Hal ini kemudian menjadikan otot detrusor
terlalu aktif (detrusor overactivity) .6
Gambar 4.Etiologi dan lokasi lesi yang dapat menyebabkan neurogenic bladder.7
9
3. Lesi Lower Motor Neuron (LMN)
Kerusakan pada radiks S2-S4 baik dalam kanalis spinalis maupun ekstradural akan
menimbulkan gangguan LMN dari fungsi kandung kencing dan hilangnya sensibilitas kandung
kencing. Proses pendahuluan miksi secara volunteer hilang dan karena mekanisme untuk
menimbulkan kontraksi detrusor hilang, kandung kencing menjadi atonik atau hipotonik bila
kerusakan denervasinya adalah parsial. Compliance kandung kencing juga hilang karena hal ini
merupakan suatu proses aktig yang tergantung pada utuhnya persarafan. Sensibilitas dari
peregangan kandung kencing terganggu namun sensasi nyeri masih didapatkan disebabkan
informasi aferen yang dibawa oleh sistim saraf simpatis melalui n.hipogastrikus ke daerah
torakolumbal. Denervasi otot sfingter mengganggu mekanisme penutupan namu njaringan elastik
dari leher kandung kencing memungkinkan terjadinya kontinens. Mekanisme untuk
mempertahankan kontinens selama kenaikan tekanan intra abdominal yang mendadak hilang,
sehingga stress inkontinens sering timbul pada batuk atau bersin.8
10
bermanifestasi sebagai stress inkontinens dan ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang
mengakibatkan retensi kronik dengan overflow.5
Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan saat berkemih (disuria, infeksi berulang, nokturia, inkontinensia,
urgensi, frekuensi)
Riwayat berkemih
Riwayat operasi dan penyakit dahulu yang berhubungan dengan
genitourinaria
Riwayat pengobatan (obat-obatan sedative, antidepressant, antipsikotik,
antihistamin, antikolinergik, antispasmodik, opiat, calcium channel
blocker) dapat mempengaruhi fungsi perkemihan.
Kebiasaan berkemih (pola berkemih, intake cairan, volume urin saat
berkemih
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologis (status mental, refleks, kekuatan, dan sensasi pada
dermatom sakral) pemeriksaan ini berfungsi untuk mengevaluasi
kemungkinan kondisi neurologis berhubungan dengan gangguan berkemih
Kemungkinan ketidaknormalan mekanis seperti pembesaran prostat atau
prolaps kandung kemih harus dinilai dan dieksklusi
Pada pasien dengan cidera tulang belakang, periksa derajat dari lesi pada
spinal (komplit atau inkomplit), tonus ekstremitas, sensasi dan tonus pada
rectal, tonus volunter dari rektal, dan refleks bulbokavernosus
11
c. Pemeriksaan lanjutan
Urinalisis
Kultur urin
Serum kreatinin, BUN (Blood Urea Nitrogen)
Creatinine clearance
Evaluasi urodinamik:
1. Volume urin residual setelah berkemih (volume residu abnormal
yakni lebih dari 100cc)
2. Uroflowmetry merupakan pemeriksaan non-invasif terhadap
laju kemih (volume urin per unit waktu) beserta penilaian terhadap
tekanan kandung kemih dan rektal. Uroflow yang rendah
menunjukan adanya obstruksi uretra, kelemahan otot detrusor, atau
gabungan dari keduanya. Sedangkan uroflow yang tinggi
menunjukan adanya detrusor overactivity.1,5
12
b. Penilaian pengosongan kandung kencing
Penilaian sisa urine dapat dilakukan dengan katerisasi pada saat pertama pemeriksaan
meupun dengan menggunakan USG. Residu urine lebih dari 100 ml dikatakan bermakna
d. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis harus meliputi pemeriksaan sensibilitas perianal untuk
mengetahui ada tidaknya sacral sparing. Adanya tonus anal, reflex anal dan refleks
bulbokavernosus hanya menandakan utuhnya konus dan lengkung refleks lokal. Didapatkannya
kontraksi volunter sfingter anal menunjukkan uthunya kontrol volunter dan pada kasus
kuadriplegia, ini menandakan lesi medula spinalis yang inkomplit. Pada lesi medulla spinalis,
dalam hari pertama sampai 3 atau 4 minggu berikutnya seluruh refleks dalam pada tingkat di
bawah lesi akan hilang. Hal ini biasanya dihubungkan dengan fase syok spinal. Dalam periode
ini, kandung kencing bersifat arefleksi danmemerlukan drainase periodik atau kontinu yang
cermat dan tes provokatif dengan menggunakan 40Cair dingin steril suhu 4oC tidak akan
menimbulkan aktifitas refleks kandung kencing. Tes air es dikatakan positif bila pengisian
dengan air dingin segera diikuti dengan pengeluaran air kateter dari kandung kencing. Drainase
kandung kencing yang adekuat selama fase syok spinal akan dapat mencegah timbulnya distensi
yang berlebih dan atoni dari kandung kencing yang arefleksi.9
13
2. Penatalaksanaan
Dasar dari penatalaksanaan dari disfungsi kandung kemih adalah untuk mempertahankan
fungsi gunjal dan mengurangi gejala:10
c. Penatalaksanaa operatif
Tindakan operatif berguna pada penderita usia muda dengan kelainan neurologis
kongenital atau cedera medula spinalis.
14
b. Sindroma Medula Spinalis Sentral
Neurogenic bladder akibat lesi inkomplit seperti lesi medula spinalis sentral dapat
diperbaiki pada lebih dari 50% pasien. Disamping disfungsi neurologis yang berat dalam
minggu-minggu pertama, pemulihan fungsi kandung kencing dapat terjadi terutama karena
serabut kandung kencing terletak perifer pada medula spinalis. Penatalaksanaan biasanya dengan
kateterisasi intermiten danobat-obatan. Keadaan inkontinens dapat ditimbulkan dengan reseksi
sfingter transuretral dini. DDS yang menetap, spastisitas yang berat dan hidronefrosis merupakan
indikasi untuk tindakan sfingtertomi transuretral setalh mencoba penggunaan penghambat alfa,
antikolinergik dan pelemas otot skelet seperti baclofen.11
Penatalaksanaan neurogenic bladder pada pasien wanita dengan lesi medula spinalis
(UMN) adalah sulit, namun penatalaksanaan lesi konus dankauda (LMN) adalah mudah dengan
menggunakan maneuver Crede/Valsava. Kateterisasi intermiten dimulai setiap 4 sampai 6 jam
dan dengan restriksi cairan sampai 1,5 liter perhari pada umunya memerlukan kateterisasi 3 kali
perhari . Pada lesi suprakonus dengan kandung kencing hiperrefleks, untuk mengurangi
inkontinens antara kateterisasi, dapat diberikan antikolinergik seperti oxybutinin 1-2 kali 5 mg
perhari. Iritabilitas kandung kencing meningkat dengan adanya infeksi sehingga pengobatan
infeksi adalah penting.12
Profilaksis jangka panjang untuk infeksi saluran kencing sangat direkomendasikan.
Pasien dilatih untuk mengosongkan kandung kencing dengan menggunakan suprapubic tapping
dan manuver Valsava secara periodik. Kegagalan dalam kateterisasi berkala biasanya
memerlukan tindakan indwelling cathether jangka panjang. Tindakan bedah saraf seperti blok
radis sakral dapat diindikasikan untuk mengubah keadaan reflex (contractile) bladder menjadi
keadaan areflexic bladder yang penatalaksanaannya lebih mudah dengan tindakan
Crede/Valsava. Implant radix sakral untuk merangsang miksi baru dicoba pada pasien paraplegi
dengan contactile bladder.11,12
15
Bladder training
Adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami
gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik (UMN atau LMN), dapat
dilakukan dengan pemeriksaan refleks-refleks:9
1. Refleks otomatik
Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dansimpatis T12-L1,2, yang bergabung menjadi
n.pelvikus. Tes untuk mengetahui refleks ini adalah tes air es (ice water test). Test positif
menunjukkan tipe UMN sedangkan bila negatif (arefleksia) berarti tipe LMN.
2. Refleks somatis
Refleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes sfingter ani eksternus dan tes
refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut positif berarti tipe UMN, sedangkan bila negatif
berarti LMN atau tipe UMN fase syok spinal.
Langkah-langkah Bladder Training:
1. Tentukan dahulu tipe kandung kencing neurogeniknya apakah UMN atau LMN
2. Rangsangan setiap waktu miksi
3. Kateterisasi:
a. Pemasangan indwelling cathether (IDC)=dauer cathether
IDC dapat dipasang dengan sistem kontinu ataupun penutupan berkala (clamping).
Dengan pemakaian kateter menetap ini, banyak terjadi infeksi atau sepsis. Karena itu
kateterisasi untuk bladder training adalah kateterisasi berkala. Bila dipilh IDC, maka
yang dipilih adalah penutupan berkala oleh karena IDC yang kontinu tidal fisiologis
dimana kandung kencing yang selalu kosong akan mengakibatkan kehilangan potensi
sensasi miksi serta terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot.
b. Kateterisasi berkala
Keuntungan kateterisasi berkala antara lain:
-Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang mengakibatkan
aliran darah ke mukosa kandung kencing dipertahankan seoptimal mungkin
- Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-akan berfungsi
normal
16
-Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis, maka penderita dapat
melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga fedback ke medula spinalis tetap
terpelihara
-Teknik yang mudah dan penderita tidak terganggu kegiatan sehari harinya.10
Prognosis
Neurogenic bladder merupakan keadaan yang dapat ditangani, yakni dengan tujuan untuk
mendapatkan kembali kemampuan berkemihnya secara normal. Apabila neurogenic bladder
tidak ditangani secara optimal, maka dapat terjadi peningkatan resiko terhadap sepsis dan gagal
ginjal yang disebabkan oleh tingginya tekanan otot detrusor.
Kesimpulan
Neurogenic bladder adalah suatu disfungsi kandung kemih akibat kerusakan sistem saraf
pusat atau saraf tepi yang terlibat dalam pengendalian berkemih. Keadaan ini bisa berupa
kandung kemih tidak mampu berkontraksi dengan baik untuk miksi (underactive bladder)
maupun kandung kemih terlalu aktif dan melakukan pengosongan kandung kemih berdasar
refleks yang tak terkendali (overactive bladder). Gejala-gejala disfungsi Neurogenik bladder
terdiri dari urgensi, frekuensi, retensi dan inkontinens. Hiperrefleksi detrusor merupakan keadaan
yang mendasari timbulnya frekuensi, urgensi dan inkontinens sehingga kurang dapat menilai
lokasi kerusakan (localising value) karena hiperrefleksia detrusor dapat timbul baik akibat
kerusakan jaras dari suprapons maupun suprasakral. Retensi urine dapat timbul sebagai akibat
berbagai keadaan patologis. Retensi dapat juga timbul akibat gangguan kontraksi detrusor seperti
pada lesi LMN. Retensi juga dapat timbul akibat kegagalan untuk memulai refleks niksi seperti
pada lesi susunan saraf pusat. Inkontenensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor
pada lesi suprapons dan suprasakral. Bladder Training atau latihan bladder adalah salah satu
upaya mengembalikan fungsi bladder yang mengalami gangguan, ke keadaan normal atau ke
fungsi optimalnya sesuai dengan kondisi.
17
Daftar Pustaka
18