Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batubara
Komposisi kimia batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan
tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C. H. O, N, S,
P. hal ini mudah dimengerti, karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang
telah mengalami proses pembatubaraan (coalification).

Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati, dengan komposisi
utama terdiri dari sellulosa. Proses pembentukan batubara dikenal sebagai proses
pembatubaraan atau coalification. Faktor fisika dan kimia yang ada di alam akan
mengubah sellulosa menjadi lignit, subbitumina, bitumina, atau antrasit. Reaksi
pembentukan batubara dapat diperlihatkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Rumus bangun batubara

5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO


Sellulosa lignit gas metan

Batubara merupakan terminologi masyarakat yang dipergunakan untuk


menyebut semua sisa tumbuhan yang telah menjadi fosil, bersifat padat, berwarna

Universitas Sumatera Utara


gelap, dan dapat dibakar.Apabila batubara tersebut mudah dibakar dan menghasilkan
kalori tinggi, disebut batubara, tetapi apabila batubara tersebut tidak mudah dibakar
dan menghasilkan kalori rendah disebut sebagai batubara muda. (Sukandarrumidi,
2006)
Batubara adalah bahan bakar padat yang paling penting. Konsumsi dunia
mencapai sekitar 4x109 t/tahun, 7x108 t/tahun di antaranya dikonsumsi di Amerika
Serikat. Cadangan yang diketahui ada di AS diperkirakan cukup untuk pemakaian 200
tahun dengan laju konsumsi saat ini, tetapi sebagian besar adalah batubara berkadar
belerang tinggi yang dapat menimbulkan pencemaran udara yang serius. (Austin, G.
1996)
Indonesia menjadi salah satu negara penghasil sumber daya alam tebesar di
dunia.Salah satu potensi kekayaan alam yang dihasilkan Indonesia adalah
batubara.Potensi sumber daya batubara Indonesia cukup besar yaitu 61,366 miliar ton
yang tersebar di 19 daerah provinsi termasuk provinsi Sumatera Selatan. Dari potensi
tersebut jumlah yang paling banyak adalah batubara jenis kalori sedang sebesar
37,69467 milyar ton, batubara jenis kalori rendah sebesar 14,94962 milyar ton dan
selebihnya batubara dengan nilai kalori tinggi dan sangat tinggi (Indonesia Energy,
2006). Oleh karena itu Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor batubara
terbesar, memilikipotensi dalam pengembangan batubara (Chrisman, A. 2008).

Sejarah pertambangan batubara di Indonesia dimulai tahun 1849 di daerah


Pengaran, Kalimantan Timur.Di Sumatera kegiatan penambangan batubara secara
besar-besaran dimulai tahun 1880, di daerah Sungai Durian Sumatera Barat.Usaha ini
kurang berhasil, karena mengalami kesulitan dalam pengangkutan hasl
penambangan.Pada tahun 1868, ditemukan keberadaan batubara di daerah Ombilin,
selanjutnya pada tahun 1868-1873 dilakukan penelitian seksama, dan akhirnya pada
tahun 1892 dibuka penambangan batubara di Ombilin, dikenal sebagai Tambang
Batubara Ombilin. Penelitian tentang batubara dilakukan pula di Bukit Asam pada
tahun 1915-1918, dan pada tahun 1919 dibuka Tambang Batubara Bukit Asam.
(Sukandarrumidi, 2006)

Universitas Sumatera Utara


Kegiatan pertambangan batubara di Indonesia saat ini menunjukkan
peningkatan yang sangat pesat. PT Tambang Batubara Bukit Asam sebagai satu-
satunya BUMN di bidang batubara telah tumbuh menjadi perusahaan berskala besar
dengan produksi 7 juta ton pertahun berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun
1968 yang dikenal sebagai Unit II.
Demikian juga Kerja Sama Operasional (KSO) yang sebagian besar dari
produksi Penanaman Modal Asing (PMA) telah menunjukkan keberhasilan
produksinya sampai pada tingkat dua kali lebih besar daripada PT Bukit
Asam.(Sukandarrumidi, 1995).

2.1.1 Klasifikasi batubara


Batubara diklasifikasikan menurut sifat pembakarannya, menjadi antrasit, bitumen,
subbitumin, dan lignit.Setiap jenis mempunyai subbagian lagi.Antrasit merupakan
bahan bakar rumah tangga yang sangat berguna, karena pembakarannya besar, tetapi
cadangannya sudah mulai habis.Batubara bitumen terutama digunakan dalam
pembakaran yang menghasilkan energi atau karbonisasi untuk pembuatan kokas, ter,
bahan kimia batubara, dan gas pabrik kokas (Austin, 1996).

Penggolongan tersebut menekankan pada kandungan relatif antara unsur C dan


H2O.Kandungan air dalam batubara, dikenal sebagai sifat lengas (moisture).Dalam
usaha untuk mempermudah pengenalan jenis batubara, berikut ditunjukkan sifat-sifat
batubara untuk masing-masing jenis setelah tabel 2.1.sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. Komposisi elemen dari berbagai tipe batubara

Komposisi Elemen dari Beberapa Tipe Batubara

Persentase Massa
Jenis Batubara
%C %H %O % H 2O % Volatile Matter
Lignit 60-70 5-6 20-30 50-70 45-55

Subbituminous 75-80 5-6 15-20 25-30 40-45

Bituminous 80-90 4-5 10-15 5-10 20-40

Antrasit 90-95 2-3 2-3 2-5 5-7

a. Sifat batubara jenis antrasit :


Warna hitam sangat mengkilat, kompak
Nilai kalor sangat tinggi, kandungan karbon sangat tinggi
Kandungan air sangat sedikit
Kandungan abu sangat sedikit
Kandungan sulfur sangat sedikit

Gambar 2.2. Antrasit


b. Sifat batubara jenis bitumen/subbitumin :
Warna hitam mengkilat, kurang kompak
Nilai kalor tinggi, kandungan karbn relatif tinggi
Kandungan air sedikit
Kandungan abu sedikit
Kandungan sulfur sedikit

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3. Bitumen dan Subbitumin

c. Sifat batubara jenis lignit :


Warna hitam, sangat rapuhvx
Nilai kalor rendah kandungan karbon sedikit
Kandungan air tinggi
Kandungan abu dan sulfur banyak

Gambar 2.4. Lignit


(Sukandarrumidi, 1995)

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Pemanfaatan Batubara

Pemakaian batubara di Indonesia terutama ditujukan untuk Pembangkit Listrik


dan Pabrik Semen. Batubara dapat pula dipergunakan tidak sebagai bahan bakar, tetapi
dipergunakan sebagai reduktor pada proses peleburan timah, industri fero-nikel,
industri besi dan baja, sebagai bahan pemurnian pada industri kimia (dalam bentuk
karbon aktif), sebagai bahan pembuatan kalsium karbida (dalam bentuk kokas atau
semikokas). (Sukandarrumidi, 2006).
Batubara merupakan batuan sedimentasi berwarna hitam atau hitam kecoklat-
coklatan yang mudah terbakar dan terbentuk dari batuan endapan organik yang terdiri
dari karbon hidrogen, oksigen, dan unsur-unsur lain. Oleh karena itu batubara
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan karbon aktif.Disamping karena memiliki
unsur karbon yang cukup besar, pembuatan karbon aktif dari bahan dasar batubara
juga dapat meningkatkan nilai ekonomi dari batubara tersebut (Chrisman, 2008).

2.1.3 Arang Aktif Batubara


Arang aktif merupakan senyawa karbon amorf, yang dapat dihasilkan dari
bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara
khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan arang aktif
berkisar antara 300-3500 m2/gram dan ini berhubugan dengan struktur pori internal
yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat
mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif,
tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan.Daya serap arang
aktif sangat besar, yaitu 25-100% terhadap berat arang aktif.
Bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah ataupun
mineral yang mengandung karbon dapat dibuat menjadi arang aktif, antara lain tulang,
kayu lunak, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, ampas pembuatan kertas,
serbuk gergaji, kayu keras, dan batubara ( Tryana, 2003).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa pembuatan arang aktif dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembentukan arang aktif bersifat amort porous
pada suhu rendah. Tahap kedua adalah proses pengaktifan arang untuk menghilangkan

Universitas Sumatera Utara


hidrokarbon yang melapisi permukaan arang. Penelitian selanjutnya, pada kedua
proses tersebut terjadi tahap-tahap sebagai berikut :

1. Dehidrasi yaitu proses menghilangkan air


2. Karbonisasi yaitu proses penguraian selulosa organic menjadi unsur karbon,
serta mengeluarkan senyawa-senyawa non karbon
3. Aktifasi yaitu proses pembentukan dan peyusunan karbon sehingga pori-pori
menjadi lebih besar.

Pada prinsipnya arang aktif dapat dibuat dengan dua cara, yaitu cara kimia dan
cara fisika. Pada pembuatan arang aktif, mutu yang dihasilkan sangat tergantung dari
bahan baku yang digunakan, bahan pengaktif, suhu dan cara pengaktifannya.

1. Pembuatan Arang Aktif secara Kimia


Prinsipnya yaitu penyerapan arang dengan senyawa kimia sebelum dipanaskan.
Pada proses pengaktifan secara kimia, arang direndam dalam larutan pengaktifasi
selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600-900C selama 1-2 jam.
Pada suhu tinggi ini bahan pengaktif akan masuk diantara sela-sela lapisan heksagonal
dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup. Dari hasil penelitian yang
membuat arang aktif dari batubara, lalu mengekstrak arang aktif tersebut dengan HCl
0,5 M menghasilkan arang aktif struktur mikroporinya lebih besar.

2. Pembuatan Arang Aktif secara Fisika

Prinsipnya adalah pemberian uap air atau gas CO2 kepada arang yang telah
dipanaskan.Arang aktif yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam tungku aktivasi
lalu dipanaskan pada suhu 800-1000C.

Penelitian arang aktif telah membuktikan kemampuan sebagai adsorben


terhadap logam Hg, Pb, Cd, Ni, Cu dalam limbah cair industri radiator, pelapisan
nikel, dan pelapisan tembaga.kemampuan arang aktif sebagai penghilang logam
tersebut dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi karbon. Kenaikan kadar karbon
menaikkan persen adsorpsi ion logam.

Universitas Sumatera Utara


Dalam proses penjernihan air, arang aktif selain mengadsorpsi logam-logam
seperti besi, tembaga, nikel, juga dapat menghilangkan bau warna, dan rasa yang
terdapat dalam larutan atau buangan air. Karena arang aktif lebih bersifat nonpolar,
maka komponen non polar dengan berat molekul tinggi ( 4 sampai 20 atom karbon)
yang terdapat dalam buangan air pabrik dan diadsorpsi oleh arang aktif.
Penggunaan karbon aktif terutama adalah untuk pemurnian larutan, ,misalnya
pembersihan larutan gula tebu, gula bit dan gula jagung, dan untuk menghilangkan
rasa dan bau air minuman, minyak nabati dan gemuk hewani, minuman alkohol, bahan
kimia, dan bahan obat-obatan (Austin, 1996).

2.2. Industri Benang Karet


Pabrik benang karetmerupakan industri yang mengelola bahan baku karet (lateks)
menjadi produk jadi. Pabrik ini mempunyai 3 (tiga) pabrik pengolahan, yaitu :

Rubber Article Factory (RAF)


Dipping Process Factory (DPF)
Rubber Thread Factory (RTF)

Pabrik pabrik ini mempunyai sistem pengolahan yang berbeda. Bahan baku yang
digunakan DPF dan RTF adalah bahan baku lateks, sedangkan RAF menggunakan
bahan baku padat (karet yang telah dikeringkan).
Produk produk yang dihasilkan ketiga pabrik tersebut adalah :
1. RAF menghasilkan artikel karet, pita karet, rubber cownmats, dock fender dan
conveyer belt.
2. DPF menghasilkan sarung tangan karet
3. RTF menghasilkan benang karet

Bahan baku untuk pembuatan benang karet adalah lateks DRC 60% (lateks
pekat hasil pemusingan) yang berasal dari pusat Pengolahan Karet (PPK).
Pada umumnya lateks yang dihasilkan dari kebun adalah high amoniak yang
kadarnya sekitar 0,55 0,75%, karena pada saat akan diangkut ke pabrik terlebih
dahulu ditambahkan amoniak dengan kadar tertentu. Sedangkan lateks yang dipakai di

Universitas Sumatera Utara


Rubber Thread Factory (RTF) adalah medium amoniak yang kadarnya 0,40 0,54%,
sebagai bahan pemantap ditambah larutan ammonium laurat 20% dosis 4 5 mL/L.
Lateks pekat inilah yang dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan benang karet.
Proses pembuatan karet menjadi benang karet dengan cara lateks pekat yang
masuk diperiksa di laboratorium kimia dan diuji kemudian lateksnya di simpan
ditempat penyimpanan lateks yang tersedia. Disamping itu bahan-bahan kimia yang
akan digunakan diperiksa dan diuji di laboratorium kimia, lalu disimpan di tempat
tersedia lalu ditimbang. Bahan kimia tersebut diproses menjadi pengemulsi kemudian
dimasukkan ke dalam tangki storage masing-masing, setelah itu ditimbang sesuai
dengan formulasi yang ditentukan. Kedua bahan tersebut dicampur ditangki inactive
membentuk compound, lalu ditambahkan zat activator yaitu ZDBC dan ZnO untuk
membentuk active compound. Active compound tersebut dimaturasi untuk proses
pematangan lalu dihomogenkan dengan mixer. Setelah homogen, compound diperiksa
dan didinginkan ke dalam cooling storage tank pada temperatur 13oC. Setelah
pendinginan active compound diperiksa kemudian dilewatkan ke dalam feeding sistem
yang berfungsi sebagai penyimpanan sementara agar buih dan kotoran yang ada dapat
hilang. Compound active tersebut dialirkan ke dalam header dan diteruskan melalui
capillary dalam acid bath yang berfungsi untuk menggumpalkan agar berbentuk
benang. Kemudian dibilas dengan menggunakan air panas pada suhu 60 70oC pada
water bath kemudian dikeringkan dalam drying oven pada suhu 105 110oC, lalu
dilewatkan melalui talcum box agar tidak lengket. Air bilasan benang karet tersebut
dikeluarkan melalui pipa langsung dibuang ke kolam pengolahan limbah. Benang karet
tersebut dilewatkan melalui ribboning agar berbentuk pita-pita benang, lalu diperiksa
di laboratorium Fisika. Kemudian pita tersebut dikeringkan dengan proses vulkanisasi
dan didinginkan. Dan hasil akhirnya terbentuk pita benang karet yang akan di ekspor.

2.2.1. Proses Pembuatan Benang Karet

Sarung tangan karet dibuat dengan cara pembuatan dispersi pemvulkanisasi


dari lateks pekat dengan perlakuan komposisi jumlah bahan pengisi Titanium Oksida
dan tanin.Karakteristik sarung tangan karet harus sesuai dengan persyaratan mutu SNI

Universitas Sumatera Utara


16 2623 1992, meliputi tegangan putus 270,1 N/ mm2, perpanjangan putus 801 %,
modulus 1,2 N/ mm2, dan ketahanan sobek 680 N/ mm2 .
Adapun yang menjadi bahan bahan dalam pengolahan lateks pekat menjadi
sarung tangan karet adalah lateks pekat dengan kadar karet kering 60% , dan sebagai
bahan anti koagulan adalah NH4OH, Belerang, Texapon 10%, KOH 10%, dan sebagai
zat akseerator adalah ZnO, ZDEC, dan bahan pengisi adalah Titan Oksida, Silikon,
dan Tanin.

2.2.2. Tahap Tahap Pengolahan Lateks Pekat menjadi Sarung Tangan Karet

A. Pembuatan dispersi

1. Bahan bahan akselerator tersebut dimasukkan dalam sebuah drum yang


didalamnya dilengkapi peluru peluru, kemudian drum ditutup rapat dan
diletakkan dalam wadah yang berputar ( gilingan dispersi ) , Dan dibiarkan berputar
selama 24 jam.
2. Hasil dispersi dicampurkan kedalam lateks pekat, diaduk sampai merata dan
campuran disimpan selama 3 5 hari untuk diperam ( maturing ). Pemeraman
bertujuan agar campuran lebih homogen dan terjadi pemvulkanisasian.
3. Untuk mengetahui tahap vulkanisasi periksa campuran dengan memipet 10 ml
campuran dan tambahkan Chlorofom sambil diaduk 5 menit, dan gumpalan
diperiksa.

B. Persiapan Cetakan

1. Pencelupan dengan asam, untuk membersihkan cetakan ( acid washing dip )


2. Pembilasan cetakan ( Formers drying)
3. Pencelupan cetakan kedalam larutan koagulan ( Coagulan dip)
4. Pengeringan Cetakan ( Formers drying after coagulant dip)

Universitas Sumatera Utara


2.2.3. Sifat Kimia Air Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga
perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Kandungan Bahan kimia yang ada dalam limbah cair dapat merugikan
lingkungan melalui berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen
dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada penyediaan
air bersih. Hal yang lebih berbahaya adalah jika bahan organik yang terlarut bersifat
toksik.
Bahan kimia yang ada dalam limbah cair umumnya dapat diklasifikasikan
sebagai bahan organik (protein, karbohidrat, lemak, minyak, detergen atau surfaktan,
fenol) dan bahan anorganik (sulfur, logam berat, nitrogen, gas). Kandungan logam Zn
dalam air limbah terbawa dari penambahan ZnO dalam proses akselerator lateks pekat
dengan bahan anti koagulan dan bahan pengisi tanin, silikon,dan titan oksida,
sedangkan kandungan Fedalam air limbah dapat terkandung dalam air bekas pencucian
selama proses pengolahan lateks pekat menjadi sarung tangan karet. Air limbah sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia karena air limbah tersebut dapat menjadi sumber
penyakit disentri, kolera, antraks, dan lain lain. Air limbah juga dapat mengganggu
kenyamanan baik dari estetika dan bau yang ditimbulkan.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2. Volume Penggunaan Air oleh Industri Sarung Tangan Karet

No Volume Air Debit Air (m3 / Hari)


1 Volume air baku produksi 300
2 Volume limbah awal/inlet 16,5
3 Volume limbah akhir/outlet 8,5

Tabel 2.3. Kandungan unsur Kimia yang terdapat pada limbah benang karet
No Nama Unsur/ Senyawa Lambang Unsur/Senyawa
1 Amoniak NH3
2 Fosfor P
3 Zinkum Zn
4 Titanium Ti
5 Silikat Si
6 Sulfur S
7 Besi Fe
8 Asetat CH3COO

2.2.4. Limbah Industri Karet

Pada proses pengolahan karet, dihasilkan air limbah yang mengandung


berbagai jenis bahan organik dan anorganik serta mikroba sehingga diperkirakan dapat
mengganggu ekosistem perairan. Kualitas dan kuantitas air limbah dari industri karet
ini sangat bergantung pada jenis aktivitas dan besar kecilnya industri. Pada umumnya
air limbah industri ini berasal dari :

1. Air hasil proses produksi


2. Air hasil pencucian alat-alat, mesin, wadah, dan lain lain
3. Air hasil proses pemanasan dan pendinginan
4. Air hasil laboratorium pengendalian mutu

Universitas Sumatera Utara


Limbah industri yang dibuang tanpa diolah terlebih dahulu akan menimbulkan
pencemaran dan gangguan terhadap kesehatan manusia, keseimbangan lingkungan /
ekologi dan keindahan lingkungan.(Sugiharto,1987)

2.3. Zinkum (Zn)

2.3.1. Sifat- sifat logam zinkum

Zinkum dengan nomor atom 30 dan massa atom 65,38 dalam sistem periodik
unsur terletak pada periode 4 dan golongan IIB. Zinkum adalah logam yang putih
kebiruan, logam yang mudah ditempa dan liat pada suhu antara 110 150 oC. Zinkum
melebur pada suhu 410 oC dan mendidih pada 906 oC. Logamnya yang murni, melarut
lambat sekali dalam asam dan dalam alkali.( Vogel, 1979). Zinkum masuk ketatanan
lingkungan perairan melalui limbah industri, pengelasaan logam dan patri. Zinkum
merupakan unsur penting dalam banyak metaloenzim, obat luka. (Manahan, 1994).

2.3.2. Logam zinkum dalam kehidupan manusia

Tubuh yang normal membutuhkan 12 15 miligram zinkum setiap hari.


Kebanyakan orang mendapatkan zat tersebut secara alami melalui makanan atau
minuman yang dikonsumsi. Namun jika zat zinkum yang masuk ke dalam tubuh
berlebihan, maka dapat mengakibatkan keracunan Zinkum. Usus tertekan, muntah,
keram perut, diare dan mual berkepanjangan. Gejala tersebut jika tidak segera
ditangani dapat menyebabkan sakit kuning, kejang, demam dan tekanan darah rendah,
bahkan kematian.

Sedangkan (Eamens dkk, 1984 dan Darmono, 1995) menyatakan keracunan


zinkum dengan gejala gejala : osteomalasea, kalkulirenalis, dan proteinuria.
Keracunan zinkum sering dijumpai bersamaan dengan keracunan kadmium secara
kronis.

2.4.Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)


Teknik Analisis spektrofotometri termasuk salah satu teknik analisis
instrumental disamping teknik kromatografi dan elektrolisis kimia.Teknik tersebut

Universitas Sumatera Utara


memanfaatkan fenomena interaksi materi dengan gelombang elektromagnetik seperti
sinar-X, ultraviolet, cahaya tanpak dan inframerah. Fenomena interaksi bersifat
spesifik baik absorbsi maupun emisi. Interaksi tersebut menghasilkan signal-signal
yang disadap sebagai analisa kualitatif dan kuantitatif.
SSA adalah metoda analisis yang berdasarkan pada pengukuran radiasi cahaya
yang diserap atom bebas. Analisis menggunakan alat SSAini memiliki keuntungan dari
hasil analisisnya yang sangat peka, teliti dan cepat, pengerjaannya relatip sederhana
serta tidak perlu dilakukan pemisahan unsur logam dalam pelaksanaannya. (Walsh, A,
1995)
Analisis SSA yang didasarkan pada penyerapan energi radiasi dari sumber
nyala atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar. Komponen-komponen utama
yang menyusun SSA adalah sumber cahaya, atomizer, monokromator, detector, dan
penampilan data (Anderson,1987). Penggunaan SSA dalam menganalisa kandungan
logam-logam, dikarenakan dengan metode SSA unsur-unsur dengan energi eksitasi
rendah.

2.4.1 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

A B C D E F
Gambar 2.5. Sistematis Ringkas dari Alat Spektrofotometri Serapan Atom (Day, R.A.
Underwood, A.L., 1988)
Keterangan :
A. Sumber sinar lampu katoda berongga
Lampukatodaberonggamerupakansumber sinar yang memancarkan spektrum dari
unsur logam yang akandianalisa (setiap logammemiliki lampu khususuntuklogam
tersebut)

Universitas Sumatera Utara


B. Chopper
Mengatur sinar yang dipancarkan
C. Tungku
Tempat pembakaran(untuk memecahkan larutan sampel pada tetesan halus dan
meleburkannya kedalam nyala untuk diatomkan).
D. Monokromator
Mendispersi sinar yang ditransmisikan oleh atom.
E. Detektor
Mengukur sinar yang ditranmisikan dan memberikan signal sebagai respon
terhadap sinar yang diterima.
F. Pencatat bacaan nilai absorbansi
Gunanya untuk membaca nilai absorbansi(Haris,1978).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai