Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan
dan kerusakan termasuk yang paling sering harus dialami bersama datangnya
bencana itu. Harta benda dan manusia terpaksa harus direlakan, dan itu semua
bukan masalah yang mudah. Dalam arti mudah difahami dan diterima oleh
mereka yang mengalami. Bayangkan saja harta yang dikumpulkan sedikit
demi sedikit, dipelihara bertahun-tahun lenyap seketika.

Berbagai bencana telah menimbulkan korban dalam jumlah yang


besar. Banyak korban yang selamat menderita sakit dan cacat. Rumah, tempat
kerja, ternak, dan peralatan menjadi rusak atau hancur. Korban juga
mengalami dampak psikologis akibat bencana, misalnya - ketakutan,
kecemasan akut, perasaan mati rasa secara emosional, dan kesedihan yang
mendalam. Bagi sebagian orang, dampak ini memudar dengan berjalannya
waktu. Tapi untuk banyak orang lain, bencana memberikan dampak
psikologis jangka panjang, baik yang terlihat jelas misalnya depresi ,
psikosomatis (keluhan fisik yang diakibatkan oleh masalah psikis) ataupun
yang tidak langsung : konflik, hingga perceraian.
Dalam banyak kasus, jika tidak ada intervensi yang dirancang
dengan baik, banyak korban bencana akan mengalami depresi parah,
gangguan kecemasan, gangguan stress pasca-trauma, dan gangguan emosi
lainnya. Bahkan lebih dari dampak fisik dari bencana, dampak psikologis
dapat menyebabkan penderitaan lebih panjang, mereka akan kehilangan
semangat hidup, kemampuan social dan merusak nilai-nilai luhur yang
mereka miliki.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian bencana?
2. Apakah macam-macam bencana?
3. Bagaimanakah dampak bencana terhadap kelompok anak?
4. Bagaimanakah intervensi pada anak pasca bencana?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengerttian bencana.
2. Untuk mengetahui macam-macam bencana.
3. Untuk mengetahui dampak bencana terhadap kelompok anak.
4. Untuk mengetahui intervensi pada anak pasca bencana.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BENCANA
Bencana adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau karena
ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang
menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan
(WALHI,2008). Berdasarkan waktu terjadinya, bencana dikelompokkan
menjadi dua :

Bencana yang terjadi secara tiba-tiba


Bencana yang terjadi secara perlahan, biasanya disertai munculnya tanda-
tanda hingga bisa dilakukan tindakan-tindakan untuk mencegah korban.
Sedangkan sumber ancaman yang akan menjadi bencana dalam beberapa
jenis, yaitu :
1. Sumber Ancaman Klimatologis
Adalah sumber ancaman yang ditimbulkan oleh pengaruh iklim,
dapat berupa rendah dan tingginya curah hujan, tinggi dan
derasnya ombak di pantai, arah angin, serta beberapa kejadian
yang erat hubungannya dengan iklim dan cuaca, Contoh : banjir,
kekeringan, taifun, petir, abrasi pantai, badai.

2. Sumber Ancaman Geologis


Adalah sumber ancaman yang terjadi oleh adanya dinamika bumi,
baik berupa pergeseran lempeng bumi, bentuk dan rupa bumi, jenis
dan materi penyusun bumi, adalah beberapa contoh kondisi dan
dinamika bumi. Contoh : letusan gunung api, gempa bumi,
tsunami, tanah longsor.

3
3. Faktor Manusia
Juga merupakan salah satu ancaman. Perilaku atau ulah manusia
dalam pengelolaan lingkungan seringkali menjadi faktor datangnya
bencana itu sendiri. Contoh : banjir, efek rumah kaca, konflik
sosial.

4. Kerawanan Wilayah
Beberapa alasan kerawanan wilayah Indonesia dari bencana alam
adalah sebagai berikut:
Berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia
(lempeng Eurasia, India Australia, dan Samudra Pasifik)
Berada pada pertemuan tiga sistem pegunungan (Alpine
Sunda, Circum Pacific dan Circum Australia), dengan lebih
dari 500 gunung api, 128 gunung di antaranya masih aktif
Merupakan negara kepulauan dengan 2/3 wilayahnya
merupakan perairan
Memiliki sekitar 500 sungai besar dan kecil, di mana 30%
di antaranya melintasi wilayah padat penduduk
Tata ruang wilayah belum tertib
Banyak terjadinya penyimpangan pemanfaatan kekayaan
alam.

B. RAGAM BENCANA
Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di
permukaan bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan
kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa bumi juga digunakan
untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi
tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa
bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu
sudah terlalu besar untuk dapat ditahan

4
Tsunami
Tsunami (bahasa Jepang: ; tsu = pelabuhan, nami =
gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan")
adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan
permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan
permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang
berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut,
longsor bawah laut. Anonymous, Wikipedia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/tsunami)

Banjir
Bencana ini muncul setiap tahun tatkala Musim Hujan tiba
dengan curah hujan yang tinggi. Bencana ini melanda dataran
rendah di sekitar aliran sungai atau di dataran banjir atau di
pemukiman yang buruk sistem drainasenya. Di daerah pesisir,
genangan banjir ini dapat saling memperkuat dengan banjir
karena pasang surut. Daerah yang terkena bencana banjir ini
dapat meluas dan banjir dapat makin hebat seiring dengan
kerusakan di daerah aliran sungai atau kerusakan lingkungan.
Anonymous, Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/banjir)

Kebakaran
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar
pada tempat, situasi dan waktu yang tidak kita hendaki, merugikan
dan pada umumnya sukar dikendalikan. Jadi api yang menyala di
tempat-tempat yang dikehendaki seperti kompor, furnace di
industri dan tempat atau peralatan lain tidak termasuk dalam
kategori kebakaran.

5
Gunung Api
Merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di
dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang
bertekanan tinggi. Magma adalah cairan pijar yang terdapat di
dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni
diperkirakan lebih dari 1.000 C. Cairan magma yang keluar dari
dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa
mencapai 700-1.200 C. Letusan gunung berapi yang membawa
batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau
lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90
km.
Anonymous,Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/gunung_api)

Tanah Longsor
Bencana tanah longsor atau gerakan tanah terjadi setiap
tahun bertepatan dengan Musim Hujan. Daerah-daerah yang
terancam oleh bencana ini adalah daerah pegunungan atau
perbukitan yang berlereng terjal. Bencana ini dapat makin hebat
seiring dengan meningkatnya kerusakan lingkungan di sekitarnya.
Anonymous, Wikipedia
(http://id.wikipedia.org/wiki/tanah_longsor)

Perubahan iklim
Perubahan Iklim ialah perubahan suhu, tekanan udara,
angin, curah hujan, dan kelembaban sebagai akibat dari Pemanasan
Global. Pemanasan Global ialah mningkatnya temperatur rata-rata
bumi sebagai akibat dari akumulasi panas di atmosfer yang
disebabkan oleh Efek Rumah Kaca. Hubungan Perubahan Iklim,
Efek Rumah Kaca, dan Pemanasan Global adalah Efek Rumah
Kaca menyebabkan terjadinya Pemanasan Global yang dapat

6
menyebabkan Perubahan Iklim. Hubungan di antara ketiganya
adalah hubungan sebab-akibat. Anonymous, WWF (wwf.or.id)

C. DAMPAK BENCANA TERHADAP KELOMPOK ANAK


Untuk anak- anak bencana bisa sangat menakutkan, fisik mereka yang
tidak sekuat orang dewasa membuat mereka lebih rentan tehadap ancaman
bencana. Rasa aman utama anak-anak adalah orang dewasa disekitar mereka
(orang tua dan guru) serta keteraturan jadwal. Oleh karena itu anak-anak juga
sangat terpengaruh oleh reaksi orang tua mereka dan orang dewasa lainya .
Jika orangtua dan guru mereka bereaksi dengan panik, anak akan semakin
ketakutan. Saat mereka tinggal di pengungsian dan kehilangan keteraturan
hidupnya. Tidak ada jadwal yang teratur untuk kegiatan belajar, dan bermain,
membuat anak kehilangan kendali atas hidupnya.
1. Anak di tempat tinggal Darurat
Para pengungsi menempati tenda-tenda darurat yang mereka buat
menggunakan bahan-bahan sisa reruntuhan bangunan seperti kayu, seng,
bilik bambu atau plastik. Anak dan perempuan tidur dalam tenda yang
sama; sedang laki-laki dewasa menempati tenda yang berbeda. Tempat
pengungsian ini berada di pinggir jalan, di ujung-ujung kampung, atau di
lapangan terbuka. Walau sudah menggunakan tikar atau terpal sebagai alas
lantai, akan tetapi kalau hujan pasti menggenang. Tiga malam pertama
pasca gempa turun hujan lebat, sehingga para pengungsi berdiri sampai
hujan reda dan tanah kering; sedangkan anak-anak digendong oleh orang
tua mereka.
Bantuan tenda sudah mulai berdatangan, akan tetapi kebutuhan
untuk melindungi bayi dan balita masih sangat kurang sekali.

2. Dampak bencana pada Anak Deteksi Dini dan Faktor Resiko


Dalam menjelaskan dampak bencana, perlu dipertimbangkan
interseksi antara indikator sosial dan indikator lingkungan seperti
kemungkinan resiko bencana, kualitas tempat tinggal lingkungan yang

7
terbangun, status sosial ekonomi, genderm etnik, umur status kesehatan,
pekerjaan, pendidikan, jaringan sosial, kemampuan akses, dll (Cutter,
Boruff, and Shirley 2003). Dalam hal ini yang termasuk kategori rentan
adalah orang miskin, perempuan, etnis minoritas, lansia, dan terlebih anak.
Kelompok ini dikategorikasn sebagai kelompok yang rentan pada
kerusakan, kehilangan, penderitaan, dan kematian dalam bencana (Wisner
et al. 2004).
Anak mengalami kecemasan dan ketegangan yang dirasakan oleh
orang dewasa di sekitarnya. Dan seprti orang dewasa, anak mengalami
perasaan yang tidak berdaya dan tidak dapat mengonrol stres yang
ditimbulkan oleh bencana. Tapi tidak seperti orang dewasa, anak
mempunyai pengalaman yang sedikit untuk membantu mereka meletakkan
situasi mereka saat ini ke dalam suatu perspetif. Children sense the anxiety
and tension in adults around them.
Setiap anak mempunyai respon yang berbeda terhadap bencana,
tergantung pada pemehaman dan pengertian mereka, tetapi sangatlah
mudah melihat bahwa peristiwa seperti ini dapat menciptakan kecemasan
yang luar biasa pada semua anak karena mereka berpikir bahwa bencana
adalah sesuatu yan mengancam dirinya dan orang yang mereka sayangi.
a. Deteksi Dini : Kerentanan Psikologis
Terpisah dari keluarga pada saat terjadi dan sesudah bencana,
kehilangan orangtua ataupun orang yang disayangi, tinggal dalam
lingkungan asing, menimbulkan gangguan psikis yang tanda-tandanya
dapat dikenali dari uraian di bawah ini.
1) Kerentanan Psikologis Pada Anak Pra sekolah
Tanda-tanda anak pra sekolah (1-4 tahun) mengalami
gangguan psikis adalalah adanya perilaku ngompol, gigit jempol,
mimpi buruk, kelekatan, mudah marah, temper tantrum, perilaku
agresive hiperaktif, baby talk muncul kembali ataupun semakin
meningkat intensitasnya (Norris et al. 2002).

8
2) Kerentanan psikologis Anak Usia Sekolah (5-12)
Anak usia ini menunjukkan adanya reaksi ketakutan dan
kecemasan, keluhan somatis, gangguan tidur, masalah dengan
prestasi sekolah, menarik diri dari pertemanan, apatis, enggan
bermain, PTSD, dan sering bertengkar dengan saudara
(Mandalakas, Torjesen, and Olness 1999).

3) Kerentanan Psikologis Anak Usia 13 18 tahun


Pada remaja, kejadian traumatis akan menyebabkan
berkurangnya ketertarikan dalam aktifitas sosial dan sekolah,
anak menjadi pemberontak, gangguan makan, gangguan tidur,
kurang konsentrasi, dan mengalami PTSD dan dalam resiko yang
besar terkena penyalahgunaan alkohol ataupun prostitusi.

b. Deteksi Dini: Kerentanan Fisik


Anak tidak saja secara emosi rentan pada efek bencana, mereka
juga secara fisik sangat lemah terhadap dampak yang ditimbulkan
oleh bencana. Lebih dari 18,000 anak meninggal pada gempa di
pakistan(International Federation of Red Cross and Red Crescent
Societies 2007), dan tsunami 2004 di samudra Hindia menyebabkan
60.000 anak meninggal(Oxfam International 2005). Jenis bencana
juga mempengaruhi kerentanan fisik anak. Misalnya bayi di amerika
pada bencana badai Katrina banyak yang meninggal karena suhu yang
terlalu panas, sedangkan di beberapa tempat di Rusia, banyak remaja
yang meninggal karena kedinginan Anak yang tinggal dalam lokasi
yang rawan bencana berpotensi tinggi untuk meninggal ataupun
menjadi cacat, misalnya akibat terkena tsunami, atau terperangkap
dalam reruntuhan tembok sekolah.
Selain kematian dan cacat yang diakibatkan oleh bencana, anak
yang tinggal dalam lokasi pengungsia ataupun darurat, sangat rentan
terhadap berbagai penyakti epidemic seperti diare, malnutrisi,

9
penyakit pernapasan, dan penyakit kulit. Akses air bersih dansanitasi
yang kurang membuat bayi sangat mudah terkena diare. Deteksi dini
bisa dilakukan dengan mengadakan pengamatan terhadap perubahan
kondisi kesehatan anak.
Kesehatan reproduksi anak perempuan juga suatu hal yang
perlu dicermati. Usia yang secara biologis mulai matang
membutuhkan piranti tersendiri utnuk bisa hidup secara sehat.
Faktor sosial juga menimbulkan kerentanan fisik pada anak.
Dalam keadaan stress orang tua ataupun lingkungan lebih mudah
mengekspresikan emosinya pada individu yang lebih lemah, dalam hal
ini anak. Banyak ditemui di kamp pengungsian bahwa anak
dieprlakukan sebagai subyek kekerasan yang dilakukan oleh
orangtuanya. Luka-luka di bagian tubuh maupun perilaku menarik diri
menjadi tanda penting adanya kemungkinan kekerasan fisik pada
anak.

c. Deteksi Dini: Kerentanan Pendidikan


Banyak akses pendidikan yang hilang akibat bencana. Selain
infrastruktur pendidikan yang hancur, banyak guru ataupun tenaga
pendidik yang mengungsi, akibatnya pendidikan tidak bisa berjalan.
Anak terpaksa tidak sekolah dalam jangka waktu tertentu ataupun
malah berhenti. Meskipun diadakan sekolah darurat, dan juga
kampanye untuk kembali bersekolah, banyak orangtua yang masih
enggan mendaftarkan anaknya untuk bersekolah di sekolah relokasi
karena mereka belum tahu kepastian tempat tinggal mereka. Pada
masyarakat dengan kultur budaya patriarki yang kuat dimana anak
perempuan lebih diarahkan untuk mengerjakan pekerjaan domestic,
angka putus sekolah untuk anak perempuan lebih tinggi. Angka putus
sekolah yang tinggi menjadi tanda rentannya intervensi pendidikan
anak paska bencana.

10
Table 1. Jenis Kerentanan yang dialami anak dalam bencana

Kerentanan Kerentanan Kerentanan


Psikologis Fisik Pendidikan
a. Depresi a. Kematian a. sekolah berhenti
b. Kecemasan b. cacat, luka, b. prestasi rendah
c. Gangguan emosional penyakit c. perkembangan
d. gangguan tidur c. kurang gizi tertunda
e. Keluhan somatic d. Stress karena
f. Masalah perilaku suaca
e. pelecehan fisik
dan seksual

d. Faktor Resiko Anak Paska Bencana


Selain dampak psikologis dan fisik, ada beberapa factor lain
yang mempengaruhi wellbeing anak paska bencana, Faktor resiko
lainya yang mempengaruhi anak adalah:
1) Kematian orangtua atau orang yang dicintai anak
Dalam kasus bencana tsunami Aceh, dimana banyak
orangtua dan keluarga yang meninggal, anak perempuan sangat
rentan terhadap praktek prostitusi, kawin muda, dan menjadi
subyek pelecehan seksual. Perdagangan anak juga menjadi isue
santer paska bencana ini, dimana anak yang tidak punya orangtua
disalahgunakan oleh pihak yang bertanggungjawab untuk
kepentingan lembaga tersebut.

2) Nonintegrated family separated children


Pada saat terjadinya bencana banyak anak yang terpisah
dari orangtuanya. Banyak dari mereka tidak mengetahui
keberadaan orangtua, anak batita dan balita adalah anak dalam
kategori berisiko tinggi dalam hal ini karena mereka belum bisa

11
menjelaskan jatidiri mereka, seperti nama orangtua, asal-usul,
dsb. Anak-anak ini kebanyakan dipelihara oleh orang yang
menemukan mereka atau tinggal dalam lingkungan pengungsian
tanpa perlindungan.

3) Kehilangan sense of normality secara mendadak


Kehilangan rumah, masyarakat, dan juga teman tempat
anak tumbuh dalam lingkaran kehidupan sehari-hari menjadikan
anak hidup dalam situasi yang tidak normal. Kondisi
pengungsian yang sama sekali berbeda dari lingkungan normal
anak menjadi factor resiko bagi anak yang harus beradaptasi
secara mendadak. Perubahan situasi yang baru merupakan
stressor bagi anak yang biasanya tumbuh dalam lingkungan yang
memberinya rasa nyaman.

Berikut adalah ringkasan faktor resiko yang mempengaruhi


kerentanan anak dalam bencana

Table 2. faktor yang mempengaruhi kerentanan anak dalam bencana

Kerentanan Kerentanan Kerentanan


Psikologis Fisik Pendidikan
a. Ancaman a. Hidup a. Rusaknya bangunan
b. keluarga terpisah dalamkomunitas sekolah
c. kematian orangtua miskin b. Guru dan siswa yang
d. kehilangan materi b. hidup di daerah rawan mengungsi
e. kerusakan rumah atau bencana c. kehilangan catatan
sekolah c. Bersekolah di sekolah penting
f. Ekspose langsung dibawah standar d. tertundanya masuk
oleh media keslamatan bangunan sekolah
i. Karakteristik anak d. kehilangan orangtua e. perubahan sekolah
(umur, gender, ras, e. keluarga terpisah f. lingkungan sekolah

12
dll) f. Karakteristik anak yangtidak ramah
g. Minimnya persiapan (umur, gender, ras, dll) g. prestasi rendah
tanggap bencana g. Size, strength, stage of h. kehilangan orangtua
h. Stress orangtua h. development i. permintaan
i. rendahnya dukungan i. stress orangtua pekerrjaan yang
sosial j. lingkungan shelter meningkat
j. adanya stressor yang tidak sehat
tambahan
k. ketrampilan coping
randah.

D. INTERVENSI ANAK PASCA BENCANA : PROTECTIVE FACTORS


AND EARLY DETECTION
Faktor utama dalam mengusahakan wellbeing anak dan keluarga adalah
dengan mengadakan identifikasi dini, mengidentifikasi kebutuhan dan juga
merencanakan pendampingan psikologis bagi orangtua, wali anak dan anak
sendiri.
Faktor-faktor protektif yang mengurangi efek negatif diantaranya:
1. Adanya dukungan sosial
2. Adanya informasi yang memadai
3. Ketersediaan layanan pemulihan
4. Adanya master plan dari bencana yang lalu (yang pernah terjadi
sebelumnya)
5. Keluarga yang terintegrasi
6. Hubungan yang dekat dengan wali anak
7. Pembangunan kembali kebiasaan sehari-hari return to sense of
normalcy anak.

13
Tindakan intervensi pertama yang dilakukan untuk meminimalisasi
dampak factor resiko dan factor kerentanan adalah dengan memenuhi
kebutuhan dasar anak, yaitu dengan:
1. Intervensi kerentanan fisik
Kebutuhan fisik anak berbeda dengan kebutuhan fisik anak,
dimana factor gizi sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang fisik
anak. Susu formula untuk bayi tidak dianjurkan diberikan sebagai
intervensi karena yang paling aman adalah ASI. Kebutuhan kesehatan
reproduksi anak perempuan yang menjelang akhil balik perlu
diperhatikan. Imunisasi untuk bayi juga menjadi standar pemberian
intervensi pasca bencana untuk mencegah bayi terkena penyakit komplek
yang sangat rawan terdaat di lingkungan tempat tinggal darurat.

2. Intervensi kerentanan psikologi


PTSD perlu mendapatkan penanganan dan pendampingan khusus.
Kegiatan psikososial di tempat tinggal darurat membantu anak
menghadapi kerentanan psikologis yang dialami anak. Salah satu
kebutuhan dasar anak adalah bermain, maka dari itu perlu dibuat suatu
area yang aman untuk anak di setiap tempat tinggal darurat (safe play
area child friendly area). Di area ini anak bebas bermain tanpa rasa
takut karena memang dibuat khusus untuk anak.

3. Intervensi kerentanan Pendidikan


Sekolah darurat ataupun sekolah rujukan perlu diadakan untuk
menjaga kesinambungan pendidikan yang sudah dijalani anak
sebelumnya sehingga pendidikan anak tidak terhenti di jalan.

4. Intervensi Perlindungan Anak


Salah satu praktek perlindungan anak yang dilakukan dalam rangka
tanggap bencana tsunami Aceh 2004 adalah adanya program
pengembalian anak ke keluarga dan usaha untuk menyatukan keluarga,

14
memfasilitasi kembalinya anak ke sekolah dan rumah dan menangani
keamanan dan keslamatan anak yang terkait di dalamnya. Termasuk di
dalamnya adalah perlindungan anak dari perdagangan anak, obyek
pelecehan seksual, dan kekerasan fisik yang dialami anak dalam situasi
keluarga yang penuh dengan ketegangan.

Untuk memperkuat factor perlindungan karena bencana, disarankan adanya


kolaborasi dan kerjasama antara lembaga yang berbeda yang dibentuk oleh
kewenangan local dan pemuka masyarakat. Usaha ini akan menciptakan kekuatan
yang unik dalam masyrakat yang dapat mereduksi rasa tidak berdaya dan
meningkatkan kesadaran masyrakat. Pemimpin masyarakat yang potensial seperti
pekerja kesehatan, pemerintah daerah, guru, diberi pelatihan mengenai persiapan
tanggap bencana. Masyarakat membuat struktur dan sistem untuk tanggap
bencana.

Bencana dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai informasi


yang cukup dan didorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap
bencana, yang pada akhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan
penyebaran pengetahuan dan informasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan,
dan kapasitas. Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain:

a. Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan tentang pengurangan resiko


bencana sebagai bagian yang relevan dalam kurikulum pendidikan di
semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk
menjangkau anak-anak muda dan anak-anak dengan informasi;
menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu
elemen instrinsik dalam dekade 20052015 untuk Pendidikan bagi
Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for
Sustainable Development).

15
b. Menggalakkan pelaksanaan penjajagan resiko tingkat lokal dan program
kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-
lembaga pendidikan lanjutan.
c. Menggalakkan pelaksanaan program dan aktivitas di sekolah-sekolah
untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir efek bahaya.
d. Mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang
pengurangan resiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu,
misalnya: para perancang pembangunan, manajer tanggap darurat,
pejabat pemerintah tingkat lokal, dan sebagainya.
e. Menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat dengan
mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana mestinya
untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan
menghadapi bencana
f. Memastikan kesetaran akses kesempatan memperoleh pelatihan dan
pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan.
g. Menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai
bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang
pengurangan resiko bencana.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Bencana berdampak pada perkembangan anak, tidak saja merusak
kegiatan dan kebiasaan sehari-hari anak, bencana mengakibatkan
tertundanya sekolah dan akhirnya perkembangan pendidikan anak,
kesempatan sosial anak, dan meningkatnya tekanan pada stress hidup
sepeerti penyakit, kekerasan keluarga, dan alcohol. (Silverman and La
Greca 2002). Bencana juga mengakibatkan anak terpisah dari
orangtuanya, dari anggota keluarga, dan juga temannya. Mengakibatkan
kematian orang-orang yangdicintai dan akhirnya memaksa anak untuk
tinggal dengan lingkungan yang tidak familiar bahkan tidak bisa
menerima mereka. Efek negative ini jelas mempunyai pengaruh yang
buruk dagi kesehatan fisik dan emosioal anak sebagai well being.
Meskipun anak mempunyai kerentanan tinggi terhadap bencana,
mereka bukan korban yang pasif. Anak dan pemuda dapat secara aktif
terlibat dalam kegiatan tanggap bencana di sekolah, dirumah an di
masyarakat untuk meminimalkan resiko yang mungkin akan mereka
hadapi dalam bencana. Memasukkan disaster risk reduaction di sekolah
adalah cara yang bagus untuk menjangkauketerlibatan anak. Anak-anak
ini akan saling berkomunikasi mengenai informasi resiko dengan teman
sebaya dan anggota keluarga. I Untuk mendidik anak mengenai bencana
dan melibatkan mereka dalam kegiatan persiapan, materi harus disiapkan
sesuai dengan umur. Materi ini dikembangkan dan diseminasi melalui
media elektronik. Anak juga mungkin mempunyai ide praktis dan kreatif
dalam membantu keluarga dan masyarakat sekitar untuk pulih dari
bencana. Bencana menghancurkan ruang fisik anak dalam tumbuh belajar
dan bermain rumah mereka, lingkungan sekitar, sekolah, taman dan
tempat bermain. Namun demikian orang dewasa jarang bertanya pada
anak mengenai bagaimana mereka menginginkan ruang fisik mereka

17
dibangun.Sistem dapat dibangun untuk melibatkan suara anak dalam
pengambilan keputusan ini. Ada perbedaan antara mendengarkan anak
berbicara dan menyimak apa yang mereka katakan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Adeney, Farsijana. (2007). Perempuan dan Bencana. Yogyakara : Selendang Ungu Press

Kharismawan, Kuriake. Panduan Program Psikososial Paska Bencana. Diakses tanggal 30


April 2012 dari http://www.sintak.unika.ac.id/

Lubis, Misran. (2010). Perlindungan Anak Dalam Situasi Bencana. Diakses tanggal 30
April 2012 dari http://www.ccde.or.id

Martam, Irma S. (2010). Pemulihan Psikososial Berbasis Komunitas. Diakses tanggal 30


April 2012 dari http://www.pulih.or.id

19

Anda mungkin juga menyukai