Anda di halaman 1dari 3

Intelegensi, Kemampuan Berpikir, dan Emosi

Keberhasilan dari suatu proses belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tingkat
kecerdasan atau yang biasa disebut sebagai intelegensi, tingkat kogitif (kemampuan
berpikir), dan tingkat penguasaan emosi. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama
lain. Intelegensi atau kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk
hidup yang hanya dimiliki oleh manusia. Intelegensi ini diperoleh manusia sejak lahir, dan
sejak itu pula potensi intelegensi ini mulai berfungsi mempengaruhi tempo dan kualitas
perkembangan individu, dan manakala sudah berkembang, maka fungsinya semakin berarti
lagi bagi manusia yaitu akan mempengaruhi kualitas penyesuaian dirinya dengan
lingkungannya. Intelegensi juga dapat mempengaruhi aktifitas berpikir. Berpikir merupakan
kegiatan atau tingkah laku yang menggunakan ide dalam mengambil suatu keputusan atau
dalam memecahkan suatu masalah. Intelegensi dan kemampuan berpikir tidak bekerja
sendiri dalam mementukan keberhasilan proses belajar, ada satu sisi lagi yang harus
diperhatikan, yaitu emosi. Pada umumnya perbuatan kita sehari-hari disertai oleh perasaan-
perasaan tertentu yaitu perasaan senang dan tidak senang. Perasaan senang dan tidak
senang yang selalu menyertai perbuatan kita sehari-hari disebut warna efektif. Warna efektif
ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah , atau samar-samar saja. Dalam hal warna
efektif yang kuat akan perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih
terarah. Perasaan- perasaan seperti ini disebut emosi. Ketiga hal tersebut saling berkaitan
dalam menentukan keberhasilan proses belajar. Dalam makalah ini, kami menguraikan
beberapa definisi antara Intelegensi, kemampuan berpikir, emosi dan beberapa faktor yang
mempengaruhinya, serta hubungan-hubungan antara intelegensi, kemampuan berpikir, dan
emosi dengan proses dan hasil belajar.

1. Pengertian Intelegensi Intelegensi merupakan kemampuan atau kecakapan intelektual


yang berdaya guna dan berhasil guna untuk menghadapi atau bertindak / berbuat dalam
suatu situasi atau dalam menyelesaikan suatu masalah atau tugas. Berikut ini akan
dijelaskan apa yang dimaksud dengan intellegensi: o Intelligence is a general capacity of
behave in an adaptable and acceptable manner. (David C Edward, General Psychology,
1968). o Intelligence-term used to describe a persons general abilities in a number of
different areas, including both verbal and motor skills (Robert E. Silverman, Psychology,
1971). o Intelligence is a global capacity of the individual to act purposefully, to think
rationally and to deal effectively with the environment (Dennis coon, Introduction to
Psychology-Exploration and Application, 1977). Atau dapat disimpulkan bahwa: o
Intelegensi merupakan kemampuan umum mental individu yang tampak dalam caranya
bertindak / berbuat atau dalam memecahkan masalah atau dalam melaksanakan suatu
tugas. o Intelegensi merupakan suatu kemampuan umum individu yang menunjukkan
kualitas kecepatan, ketepatan dan keberhasilannya dalam bertindak / berbuat atau
memecahkan masalah atau tugas yang dihadapi. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Intelegensi o Pembawaan, ialah kemampuan / potensi yang dibawa sejak lahir. o
Kematangan, ialah kesiapan suatu fungsi atau potensi untuk dikembangkan. o
Pembentukan, ialah segala faktor luar yang akan mempengaruhi perkembangan intelegensi.
o Minat, ialah sikap senang terhadap sesuatu hal. o Kebebasan, ialah kondisi psikologi yang
dapat mempengaruhi sikap, performance / aktivitas seseorang dalam berbuat / mencapai
tujuan dalam mewujudkan dirinya.

IQ adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan IQ (Intelligence Quotient)
yang hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak
menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Atau dengan kata lain, IQ
menunjukkan ukuran atau taraf kemampuan intelegensi / kecerdasan seseorang yang
ditentukan berdasarkan hasil tes intelegensi. Sedangkan intelegensi merupakan suatu
konsep umum tentang kemampuan individu. Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan
membandingkan umur mental (Mental Age atau MA) dengan umur kronolog (Chronological
Age atau CA), skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar penghitungan IQ.
MA = Adalah kemampuan lebih yang dimliki individu pada saat itu CA = Adalah yang
seharusnya dimiliki oleh individu pada saat itu Namun kemudian timbul permasalahan
karena MA akan mengalami stograsi dan penurunan pada waktu itu, tetapi CA terus
bertambah. Masalah ini kemudian diatasi dengan membandingkan skor seseorang dengan
skor orang lain dalam kelompok umur yang sama. Cara ini disebut perhitungan IQ
berdasarkan norma dalam kelompok (Within Group Normal) dan hasilnya adalah IQ
penyimpangan atau deviation IQ. Dengan cara perhitungan seperti ini, maka oramg yang IQ
sama dengan rata-rata kelompok akan memeperoleh nilai 100. Nilai yang lebih tinggi atau
lebih rendah dari nilai rata-rata kelompok akan menentukan posisi IQ orang tersebut dalam
kelompok umurnya. 4. Pengukuran Inteligensi Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor
Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai
untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang
kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada
tahun 1911.

1961, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes
Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan
kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil
perbaikan ini disebut Tes Stanford Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan
oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan
Intelligence Quotient atau IQ

Anda mungkin juga menyukai