Anda di halaman 1dari 56

Mengenal Konsep Diri Anak

Terbit 04 June 2011 Komentar Beri Komentar Kategori: Parenting, Pendidikan & Psikologi

Konsep diri adalah persepsi atau pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri,
yang terbentuk melalui pengalaman hidup dan interaksinya dengan lingkungan dan juga karena
pengaruh dari orang-orang yang dianggap penting atau dijadikan panutan. Konsep diri
merupakan pondasi yang sangat penting untuk keberhasilan misalnya keberhasilan dalam bidang
akademis ataupun dalam keberhasilan hidup. Orang yang memiliki konsep diri yang buruk akan
sulit berhasil. Mereka hanya akan menjalani hidup sebagai manusia rata-rata.

Proses pembentukan Konsep diri


Apabila konsep diri diibaratkan sebuah meja, seberapa kokoh meja tersebut dipengaruhi oleh
kekuatan kaki-kaki meja yang mendukungnya. Kaki-kaki penopang meja sebenarnya adalah
setiap pengalaman, baik positif maupun negatif, yang dialami seseorang. Ada tiga faktor yang
mempengaruhi kekuatan kaki meja pendukung meja konsep diri, yaitu:
1. Orang-orang yang memasang kaki meja. Mereka yang berpengaruh dan dipandang oleh anak
sebagai figur dan panutan yang memiliki otoritas, yaitu orangtua dan guru.
2. Tingkat intensitas emosi saat kaki meja (pengalaman) dipasang.
3. Pengulangan. Semakin sering diulangi, kaki-kaki meja akan terpasang pada tempatnya dan
semakin kuat.

Sifat Konsep Diri


1. Diperoleh Melalui proses pemelajaran, bukan faktor keturunan
2. Diperkuat melalui pengalaman hidup yang dialami setiap hari
3. Dapat berubah secara dratis
4. Mempengaruhi semua proses berfikir dan perilaku
5. Mempengaruhi proses pemelajaran dan prestasi
6. Dapat dibangun dan dikembangkan dengan mengganti sistem kepercayaan yang merugikan
dan mengganti self-talk yang negatif ke positif

Waktu pembentukan konsep diri


Pembentukan konsep diri dimulai sejak anak masih kecil (balita) di mana anak belajar dari
lingkungannya. Dalam proses pemelajaran itu secara perlahan tapi pasti konsep diri anak akan
mulai terbentuk.

Sumber : Apakah IQ anak bisa ditingkatkan?: dan masalah-masalah lain seputar Pendididkan
Anak yang sering dihadapi orangtua dan guru Oleh Adi W. Gunawan, Pt. Gramedia Pustaka
Utama
Tips Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada
Anak
Terbit 26 January 2009 Komentar 1 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Meningkatkan rasa percaya diri pada anak tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bisa jadi
karena metode yang digunakan oleh orang tua kurang sesuai maka rasa percaya diri anak justru
semakin lama semakin pudar. Maka peran orang tua dalam usaha meningkatkan rasa percaya diri
pada anak sangat diharapkan.
Rasa percaya diri pada anak akan berguna sepanjang hidupnya. Itulah di antara hal yang akan
dapat menguatkan motivasi pada seseorang untuk tetap survive dalam kondisi yang berat. Ketika
problematika sosial semakin kompleks maka rasa percaya diri akan semakin memegang
perannya yang penting.

Berikut ini ada beberapa kiat yang bisa anda pakai dan praktikkan untuk meningkatkan rasa
percaya diri pada anak anda.

1. Panggillah anak-anak dengan nama-namanya

2. Berilah waktu anak anda untuk berbicara tentang hal yang merisaukannya

3. Pakailah metode-metode yang disukainya

4. Sesuaikan perhatian anda dengan fase perkembangan anak dan kemampuannya

5. Berilah kesempatan dan peluang pada anak untuk memilih solusi-solusi dan berilah dia
wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan fase perkembangannya

6. Berilah dia kesempatan untuk mencoba hal-hal baru dalam usahanya

7. Luangkan waktu anda untuk anak anda dan ingatlah bahwa hal itu merupakan hal yang
paling baik dibanding materi yang lain

8. Dampingi anak dalam melakukan hobinya dan hindarkanlah campur tangan anak lain
dalam hobinya

9. Hindarilah mencela atau memanggilnya dengan nama yang buruk

10. Jadilah teladan yang baik baginya, karena anak-anak belajar melalui keteladanan
terutama orang terdekatnya khususnya orang tuanya

11. Bila bermaksud meluruskan kesalahannya, maka janganlah menyebut pribadinya tapi
sebutlah metodenya yang keliru (misal: katakanlah Ruang kerja itu bukan untuk tempat
bermain-main sebagai ganti dari Jangan bermain di ruang kerja hai anak tidak
beradab)

12. Pujilah anak jika berhasil melaksanakan tugasnya

13. Terimalah apapun perasaan dari anak baik itu penolakan ataupun penerimaan- tanpa
menghukuminya

14. Dengan melakukan tips-tips di atas diharapkan rasa percaya diri pada anak akan bisa
meningkat. Sebagai orang tua, khususnya ibu tentu tidak melulu dengan tips di atas tapi
juga harus mencoba melakukan berbagai tips-tips lainnya yang bisa digali lewat
pengalaman pribadi atau hasil dari ngrumpi dengan ibu-ibu arisan. Selamat mencoba.
Tips Membantu Anak Mengatasi Rasa Malu
Terbit 27 June 2012 Komentar Beri Komentar Kategori: Parenting, Tumbuh Kembang Anak

Orangtua kerap merasa kebingungan untuk mengatasi anak mereka yang


punya sifat pemalu. Jika selalu membantu sang anak untuk mengatasi rasa takut dan malu saat
bertemu orang baru, Anda pasti khawatir akan perkembangan kehidupan sosialnya di masa
depan. Selain itu, anak-anak juga akan selalu tergantung pada orangtuanya. Anak-anak pemalu
cenderung membatasi pengalaman mereka, tidak mengambil resiko sosial yang diperlukan, dan
hasilnya mereka tidak akan memperoleh kepercayaan diri dalam berbagai situasi sosial.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua untuk membantu anak mengatasi rasa
malu, yaitu:

Orangtua sebaiknya tidak mengolok-olok sifat pemalu anak ataupun memperbincangkan sifat
pemalunya di depan anak tersebut. Dengan mengatakan hal-hal ini anak dapat merasa tidak
diterima sebagaimana dia adanya.

Mengetahui kesukaan dan potensi anak, lalu mendorongnya untuk berani melakukan hal-hal
tertentu, lewat media hobi dan potensi diri.

Orangtua secara rutin mengajak anak untuk berkunjung ke rumah teman, tetangga atau kerabat
dan bermain di sana. Kunjungan sebaiknya dilakukan pada teman-teman yang berbeda. Selain
secara rutin berkunjung, juga sebaiknya mengundang anak-anak tetangga atau teman-teman
sekolah untuk bermain di rumah.

Melakukan role-playing bersama anak. Misalnya ketika berada di rumah, orangtua dan anak
bisa bermain peran seolah-olah sedang berada di toko dan anak pura-pura berbicara dengan
pelayan. Role-playing dapat dilakukan pada berbagai situasi, berpura-pura di toko, berpura-pura
di sekolah, berpura-pura ada di panggung, dll.

Jadilah contoh buat anak, orangtua tidak hanya mendorong anak untuk percaya diri, tetapi juga
menjadi contoh dari perilaku yang percaya diri. Anak biasanya mengamati dan belajar dari
perilaku orangtuanya sendiri. Apapun usaha yang dilakukan, sebaiknya orangtua tetap
mendampingi dan tidak langsung melepaskan anak seorang diri. Anak bisa dibiarkan melakukan
seorang diri, jika dilihat rasa percaya dirinya sudah berkembang.
Gunakan kontak mata. Saat bicara dengan anak, biasakan untuk selalu menggunakan kontak
mata langsung. Secara tak sadar, hal ini akan memperkuat rasa percaya diri anak. Adanya kontak
mata saat menghadapi lawan bicara akan menimbulkan kepercayaan diri bagi seseorang. Namun,
jika anak tak nyaman saat melakukan kontak mata, ajarkan dia untuk bicara sambil menatap
hidung lawan bicaranya. Dengan beberapa kali latihan seperti ini, lama-kelamaan rasa percaya
dirinya akan meningkat dan teknik ini tak lagi dibutuhkan.

Melatih dalam berbagai situasi sosial. Jika kebetulan Anda menghadiri acara yang tidak terlalu
formal dan diperbolehkan membawa anak, ajaklah dia dalam acara tersebut sekaligus melatihnya
untuk menghilangkan rasa canggung dan malu. Siapkan anak untuk menghadapi acara tersebut
dengan menjelaskan situasi yang kemungkinan akan terjadi, begitu juga mengenai orang yang
akan mereka temui, sampai apa yang Anda harapkan dari si kecil. Hal ini bertujuan untuk
membuatnya nyaman dan lebih mengenal situasi acara karena anak-anak akan lebih nyaman dan
lebih berani ketika mereka sudah mengenal sebuah tempat dan acaranya terlebih dahulu.
Kemudian bantu ia untuk berlatih saat bertemu orang baru, mengenal table manner, keterampilan
percakapan, sampai mengucapkan selamat tinggal.

Berlatih dengan anak yang lebih muda. Philip Zimbardo, psikolog yang kerap menangani
masalah menghadapi rasa malu, merekomendasikan sebuah cara untuk mengatasi rasa malu pada
anak-anak. Caranya dengan mengelompokkan anak pemalu dengan anak-anak yang usianya
lebih muda. Secara tidak langsung mereka akan memulai percakapan dan secara naluri akan
membuat mereka lebih percaya diri karena dia merasa lebih dewasa dan bisa melindungi adik-
adiknya.

Gunakan metode one on one. Dr Fred Frankel, psikolog dari UCLA Social Skills Training
Program, menyarankan, untuk mengatasi rasa malu pada anak, gunakan metode one on one
sebagai cara untuk membangun kepercayaan sosial. Ini adalah suatu metode Anda mengundang
seorang anak lain untuk bermain bersama anak Anda selama beberapa jam. Hal tersebut
bertujuan agar mereka mengenal satu sama lain, dan melakukan berbagai kegiatan untuk
meningkatkan kemampuan berteman.
Meningkatkan Rasa Tanggung Jawab Anak
Terbit 31 March 2009 Komentar Beri Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Setiap orang berharap untuk bisa meningkatkan rasa tanggung jawab anak. Marilah kita
melakukan hal yang sama. Hal ini adalah suatu yang penting untuk kebaikan di masa depan.

Maka marilah kita bantu anak-anak untuk menjadi bertanggung jawab dengan
melakukan beberapa langkah berikut:

1. Berilah tugas kepada anak anda apa yang mereka mampu. Dan tanyakanlah kepada mereka
hasil apa yang ingin mereka raih dalam tugas itu. Hal ini akan mendorong mereka mencapai apa
yang memang mereka inginkan sendiri tanpa paksaan.2. berilah anak kebebasan dalam
melakukan tugas itu. Hal ini akan memberikan kepada anak kesempatan mempelajari dunia
nyata. Jika anak anda belajar tentang kehidupan sekarang ketika masih berumur 6 tahun, maka
hal itu merupakan langkah tepat dari pada mengajari mereka tatkala sudah berusia 16 tahun.

3. didiklah mereka dengan empati dan konsekuen. Pergunakanlah empati terlebih dahulu
sebelum mengajari mereka konsekuensi-konsekuensi. Mereka tidak akan bisa mempelajari
bagaimana kesalahan mereka buruk bagi mereka jika orang tua marah. Menunjukkan rasa
empati atau rasa duka cita akan membantu anak berpikir lebih tentang pilihan hidup mereka dan
keputusan-keputusan.

4. berilah tugas yang sama kepada anak anda lagi. Hal ini akan membantunya melihat
bagaimana orang belajar dari kesalahan mereka.

5. dalam melakukan hal tersebut semua, pastikan anda tetap dalam kondisi mengayomi mereka
dan jangan sekali-kali menggunakan kekerasan dalam berinteraksi dengan mereka.
Bagaimana Seharusnya Mendidik Anak
Anda?
Terbit 19 February 2009 Komentar 1 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Pendidikan anak yang merupakan kewajiban orang tua merupakan suatu


hal yang harus senantiasa dikembangkan kemampuannya. Permasalahan kemerosotan moral
anak masa kini tidak boleh hanya dipandang dari sisi anak saja. Memang benar bahwa pelakunya
adalah anak, tapi harus juga dilihat pada sisi orang tua, apakah orang tua telah memberikan
pendidikan yang terbaik kepada anak-anaknya ataukah belum. Maka tidak dapat dipungkiri
senantiasa belajar dan belajar menjadi orang tua yang pendidik merupakan hal yang pasti.
Berikut ini adalah beberapa kiat bagaimana cara mendidik anak yang disampaikan oleh Dr.
Shalah Ar-Rasyid, pakar pendidikan di Timur Tengah.

1. Tumbuhkan kepercayaan anak pada dirinya.

Di antara masalah penting dalam kehidupan manusia adalah menjadi orang yang percaya
terhadap kemampuannya. Apabila seseorang tidak percaya pada dirinya sendiri maka dia dalam
bahaya besar. Didiklah anak-anak anda untuk percaya diri dan biarkan sekali-kali dia melakukan
suatu pekerjaan sendiri. Berilah keluasaan padanya untuk berbeda pendapat dengan anda, selama
hal itu bukan suatu hal yang salah.

2. Ajarilah mereka bagaimana cara untuk mengubah dirinya.

Ajarilah mereka bagaimana cara untuk mengubah dirinya, dan bagaimana mereka bergaul
dengan perubahan. Sesungguhnya apa yang mereka dapatkan di pelajaran-pelajaran sehari-hari
mayoritas tidak akan bermanfaat bagi mereka, karena ilmu-ilmu dan pengetahuan berubah
dengan kontinyu. Mempelajari bagaimana yaitu mempelajari kehidupan.

3. Berilah mereka kecintaan secara penuh.

Lihatlah kepada bapak dan ibu yang mereka berusaha dengan sungguh-sungguh agar kedudukan
anak-anak mereka melebihi apa yang mereka dapatkan. Terimalah mereka apa adanya dan
berilah mereka kesempatan untuk berubah.

4. ajarilah mereka untuk bahagia.


Apabila anda merasa bahagia maka jadikanlah anak anda pun bahagia. Pergaulilah mereka
sebagaimana orang yang bahagia, jadikanlah pertemuanmu dengannya terasa ringan semampu
anda. Biarkanlah mereka mempelajari kebahagiaan dari asasnya dan menitinya melalui jalannya
orang-orang yang bahagia dan sukses.

5. Jauhilah sikap memaksakan kehendak.

Justru kedepankan kepadanya sikap bersahabat dan mencari solusi dari permasalahannya.
Hindari pula menakut-nakuti, mencela dan juga tidak menghiraukannya.

6. Berilah mereka tanggung jawab.

Hanyalah orang-orang yang mengemban tanggung jawab yang akan berhasil dalam kehidupan.
Ajarilah anak-anak anda sedari kecil untuk memikul tanggung jawab dalam tugas-tugas dirinya,
mulai dari mengganti baju, menjaga barang-barangnya dan lain-lain.

7. Yang terakhir adalah berilah pengertian dan pengajaran kepadanya secara bertahap.

Anda dalam bergaul dan mendidik anak anda haruslah mengedepankan pengajaran secara
bertahap. Sesungguhnya semua hal itu tidak berubah secara cepat tetapi semuanya dengan
tahapan-tahapan. Jadilah anda orang yang pelan tapi pasti.

Belajar Bagaimana Berkomunikasi Dengan


Anak-Anak Anda (1)
Terbit 18 February 2011 Komentar 11 Komentar Kategori: Parenting, Tumbuh Kembang Anak

Tiap anak mempunyai sifat dasar yang mereka miliki sejak lahir. Dan sifat dasar mereka itu
berbeda pada tiap anak. Ada yang mudah bergaul, ada yang pemalu, ada ramah,ada yang rajin
dst. Akan tetapi janganlah mencap anak dengan sifat dasar mereka.

Jangan beri label pada anak-anak anda.Karena bila anak mendengar hal itu berulang-ulang dia
akan percaya bahwa hal itu benar dan dia akan mulai bertingkah seperti itu.

Orangtua biasanya memberi cap pada anak-anak mereka karena gaya komunikasi orangtua
didasarkan pada kepribadian mereka sendiri. Memberi cap pada anak-anak mereka akan
memberikan pembeda sehingga orangtua lebih mudah mengenali siapa mereka dan bagaimana
mereka bertindak. hal itu membuat mereka merasa nyaman.

Hilangkan cap yang ada pada diri anak, pandangi kepribadiannya dan bersikaplah konsisten
dengan ekspektasi anda sehingga anak mendapat kebebasan menemukan jati dirinya.
Ada beberapa anjuran dan larangan tentang bagaimana berkomunikasi dengan anak yang artinya
berbicara dengan anak dengan sopan penuh hormat, tidak ada teriakan, tanpa rasa iba dan tak ada
desakan.

1. Bagaimana berbicara dengan anak anda (teknik dasar)

Bicara dengan anak dimulai sejak dini yaitu ketika anak masih bayi karena akan semakin efektif
untuk mengubah kenakalan dan mencegah tingkah laku normal menjadi masalah yang tidak bisa
dikendalikan. Komunikasi yang dilakukan dengan bicara yang lembut secara berulang-ulang
mengajari bayi tentang apa yang pantas dan apa yang tidak pantas untuk dilakukan.

Ada beberapa teknik dasar untuk berbicara pada anak (sesuai umur). Untuk menenangkan anak
yang sedang kesal ada beberapa langkah yang bisa dilakukan

Turunkan tubuh anda sejajar dengan anak/ setinggi anak

Tatap matanya. Palingkan kepala dengan lembut sehingga dia menatap langsung mata
anda

Usap punggung atau perutnya jika anak sangat marah. Jika dia histeris dan perlu
ditenangkan peluk dia.

Ubah nada suara anda dengan tegas tapi lembut.

Beri kata-kata pada anak untuk membantu mengalirnya percakapan. Tanya apa yang
membuatnya kesal atau marah.

Ulangi apa yang dikatakan oleh anak. Agar mereka tau bahwa anda benar-benar
mendengarkan ceritanya.

Jangan menyela bila anak mengatakan apa yang ada dibenaknya. Dan katakana anda
mengerti. Sehingga ketika anda berbicara anak akan mendengarkan anda.

Tetap tenang. Biarpun anda sangat marah, bersikaplah tetap tenang.

Anak Anda Belajar Menyalahkan Orang


Lain Dari Anda!!
Terbit 01 January 2009 Komentar Beri Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Anak-anak balita sangat rawan mengalami kecelakan ringan maupun berat. kecelakaan
ringan yang saya maksudkan adalah terjatuh, terpeleset, kejedut, dan lain sebagainya.
Rata-rata respon mereka saat mengalami kecelakaan ini adalah dengan menangis.
Apa yang biasanya dilakukan oleh orangtua jika anaknya menangis karena kecelakaan
ini. Tidak jarang para orangtua berusaha menenangkan anak-anaknya dengan memukul
benda-benda yang mengenai mereka. misalnya anak menangis karena kepalanya
tersandung jendela atau tembok. maka orangtua akan dengan serta merta memukul
tembok atau jendela tersebut untuk menenagkan mereka, kemudian mengasihani mereka
secara berlebihan.

Apa yang dilakukan nampaknya sederhana saja, tidak memberi pengaruh bagi
perkembangan psikologi anak. Tangis anak mereda, anak sudah bermain lagi seprti
sediakala. Tapi tahukah anda bahwa tindakan kita yang nampak sepele dan sederhana ini
memberikan pengaruh yang luar biasa bagi kehidupan mereka?

Ya Menurut Fauzil adhim dalam bukunya salahnya kodok menjelaskan bahwa


tindakan orangtua yang demikian itu membuat anak BELAJAR MENYALAHKAN
ORANG LAIN. anak tidak belajar bahwa kejadian-kejadian yang menimpanya adalah
karena kesalahannya sendiri akibat kurang hati-hati. walaupun anak-anak yang masih
berusia dibawah 2 tahun belum begitu mengerti arti hati-hati tapi kita tetap perlu
menekankan bahwa mereka akan baik-baik saja, dan hendaknya mereka berhati-hati
misalnyaoh.. sakit ya? ga apa-apa sayanginsyaAllah akan segera sembuh..anak hebat
anak yang kuatkan? lain kali hati-hati ya..agar ga kejedut lagi. Orang tua juga tetap perlu
membeikan erhatian pada rasaskit mereka dengan memberikan empati dengan bertanya
apakah sakit dan mengusap bagian yang sakit seraya mendoakan kesembuhannya.
Dengan demikian anak juga belajar berempati sekaligus mengoreksi diri.

Jika tindakan orangtua yang selalu menyalahkan benda-benda yang menyakiti anaknya
itu, terus terjadi secara berulang-ulang, maka pola itulah yang akan tertanam dalam
dirinya hingga ia dewasa. akibatnya dia akan tumbuh menjadi Pribadi yang selalu
menyalahkan orang lain. Betapa buruk akibatnya hal ini bagi kehidupan sosialnya. Besar
kemungkinan dia akan selalu bermasalah dengan orang lain. Karena setiap ada
permasalahan dengan teman, kerabat, sahabat, pasangan hidupnya, dalam pandangannya
orang lainlah yang salah.

So Kita harus terus berhati-hati dan bijak dalam menyikapi setiap prilaku anak. Jangan-
jangan rasa sayang kita justru merusak mental mereka sepanjang hidup mereka.
Akibatnya ujung-ujungnya kita sendiri sebagai orang tua juga akan menerima
akibatnya

Belajar Dari Pola Asuh di Negara Lain


Terbit 19 January 2012 Komentar Beri Komentar Kategori: Parenting, Pendidikan & Psikologi
Setiap bangsa mempunyai cara unik dan khas dalam hal pengasuhan anak
karena pola asuh anak erat kaitannya dengan budaya setempat. Psikolog sosial Susan Newman,
PhD, penulis buku The Case for the Only Child, mengatakan, setiap pola asuh yang dipengaruhi
oleh budaya masing-masing bangsa punya sisi positif dan negatif.

Pola Asuh Keluarga China

Orangtua berkebangsaan China yang membesarkan anaknya di Amerika, bagaimanapun, akan


dipengaruhi latar belakang budaya masyarakat China. Sebuah esai di Wall Street Journal
menuliskan pola pengasuhan keluarga China cenderung keras tetapi tetap menunjukkan cintanya.
Mentalitas masyarakat China yang pantang menyerah juga terlihat dalam pola asuh. Penulis esai
tersebut mengatakan, orangtua tidak akan sungkan memberikan hukuman jika anaknya
mendapatkan nilai A minus. Mereka cenderung menggembleng anak-anak dengan keras.
Tujuannya agar anak berusaha sekuat tenaga mencapai hasil maksimal. Saat anak menunjukkan
sikap tidak menghargai orangtua, anak-anak harus bersiap menerima omelan atau kritik tajam
dari orangtuanya.Ini adalah mentalitas masyarakat China yang diterapkan dalam pola asuh anak
di mana pun mereka berada.

Pola Asuh Keluarga Amerika

Berbeda lagi dengan pola asuh keluarga di Amerika yang dikenal sangat terbuka. Tentunya setiap
keluarga punya hak prerogatif untuk memberlakukan pola asuh terhadap anak. Namun, tidak ada
salahnya mengenali baik-buruknya pola asuh sebagai pembelajaran.

Pola asuh di keluarga Amerika terbagi menjadi tiga kategori permisif, kekuasaan, dan menuntut
perhatian. Masing-masing pola asuh ini mempunyai sisi positif dan negatif. Namun, masih ada
cara untuk menyeimbangkan kedua sisi ini.

1. Bersikap Permisif

Sisi Positifnya, sikap permisif dalam merawat anak akan menumbuhkan penghargaan atas diri
sendiri sehingga bisa membentuk rasa percaya diri pada anak. Anak menjadi lebih berani
mencoba sesuatu hal yang baru.

Orangtua biasanya terlibat dalam diskusi terutama saat anak sedang berargumentasi mengenai
suatu hal, kata Newman menggambarkan bagaimana orangtua bersikap permisif terhadap anak-
anaknya. Membangun komunikasi terbuka justru membuat anak tahu mana yang baik dan benar,
dan tidak menerka dengan pikirannya saja.
Negatifnya, orangtua cenderung sulit bilang tidak kepada anak-anak. Orangtua di Amerika
secara membudaya tak bisa bilang tidak, kata Newman. Hal ini tentunya tidak terjadi pada
semua orangtua dengan pola asuh ala Amerika. Namun, sebagian besar dari mereka mengalami
hal ini.

Sikap permisif membuat orangtua menjadi defensif dalam rangka melindungi anaknya. Saat anak
gagal dalam tes di sekolah, sangat mudah bagi orangtua menyalahkan pihak lain, menyalahkan
guru yang tidak berkualitas atau menganggap hasil tes tidak adil. Orangtua tidak menyadari
bahwa anak perlu mengalami kegagalan untuk tahu caranya belajar menjadi sukses.

Solusinya, menurut Newman, tidak salah bersikap permisif, tetapi batasi pada situasi tertentu
saja. Karena jika tidak, anak-anak akan memanfaatkan kesempatan untuk mengelabui Anda
dengan sikap permisif tersebut. Tambahkan sikap permisif dengan memberikan motivasi kepada
anak. Newman mencontohkan, tanyakan anak ada mengenai etos kerjanya, dan apa yang
mendorongnya melakukan sesuatu. Anak juga memerlukan arahan tegas dari Anda.

2. Menunjukkan orangtua berkuasa

Sisi Positifnya, orangtua bisa memposisikan diri sebagai pihak yang patut didengar dan dihargai
anaknya. Dengan menunjukkan siapa yang berkuasa, Anda sedang mengajarkan anak bahwa
orangtua berkuasa dan bisa menolak, memerintah, bilang tidak atas permintaan yang berlebihan,
dan termasuk juga mendapatkan penghargaan dari anak-anak.

Sisi Negatifnya, tidak semua anak bisa memiliki kemampuan dan kekuatan dalam menerima
sikap orangtua yang tegas, kata Newman. Anda bisa memarahi dan bersikap tegas kepada anak
untuk menunjukkan orangtua berkuasa. Namun, hanya lakukan sikap seperti ini saat memang
anak sudah melampaui batas.

Solusinya, kenali lebih jauh karakter anak Anda. Sayangnya, banyak orangtua menyepelekan hal
ini, kata Newman. Orangtua perlu mengenali mengapa anak malas, bukan lantas langsung
memarahinya sesuka hati. Anda bisa bersikap keras dan tegas saat mengetahui anak-anak tidak
menunjukkan usahanya untuk lebih baik lagi. Namun, Anda juga perlu memberikan dukungan
dan motivasi saat anak-anak kesulitan menjalani sesuatu dengan hasil maksimal.

3. Bersikap menuntut dan terlalu berharap

Sisi Positifnya, menggantungkan harapan atau bahkan tuntutan kepada anak untuk memenuhi
keinginan Anda boleh jadi membuahkan hasil maksimal. Namun, ini terjadi hanya jika anak
merespons gaya pengasuhan seperti ini dengan positif. Umumnya, pola pengasuhan yang terlalu
banyak menuntut anak ini menimbulkan masalah orangtua-anak, kata Newman.

Sisi Negatifnya, sikap orangtua yang terlalu menuntut anak, menggantungkan semua harapan
kepada anak, hanya akan berujung pada masalah. Saat anak gagal dan tidak mampu memenuhi
harapan orangtua, mereka yang berbudaya Timur akan marah dan memberikan sebutan tak
mengenakkan kepada anaknya, seperti anak tak berguna, sampah. Lain lagi dengan orangtua dari
budaya Barat. Mereka cenderung akan bersikap kasar yang sifatnya kekerasan fisik, seperti
memukul, kata Newman.

Solusinya, orangtua perlu membangun kembali pola pikirnya. Caranya, menyeimbangkan


ketegasan dengan kelembutan hati. Orangtua perlu tahu kapan harus bersikap lembut, tetapi
berani bilang tidak, bersikap tegas, dengan tetap mengenali kebutuhan dan kemampuan anak
menjalani berbagai tuntutan dalam dirinya

Kerjasama Orang Tua Dan Guru Dalam


Membantu Anak Belajar
Terbit 13 April 2011 Komentar Beri Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Selain orangtua, sekolah juga berperan penting dalam membesarkan dan


mensosialisasikan anak. Diperlukan jalinan kerjasama yang baik antara guru dan orang tua untuk
meningkatkan hubungan positif antara guru dan siswa. Sikap orang tua dan guru yang sama
terhadap pembelajaran anak akan memberikan teladan yang baik bagi anak. Orang tua dan guru
perlu selalu mengkomunikasikan sikap dan reaksi anak sehingga anak akan merasa di dukung
dan bisa menunjukkan reaksi yang jelas, terdorong untuk meningkatkan kemampuan,
bertanggung jawab, merasa aman dan senang, dewasa dan mandiri.
Kerjasama orang tua secara aktif dengan sekolah bergantung pada minat, kemampuan,
kesempatan, dan motivasinya. Pembelajaran akan berlangsung baik jika ada kerjasama antara
orang tua dan guru. Guru adalah profesional dalam bidang pendidikan dan belajar, tetapi untuk
anak berkebutuhan khusus, fungsi guru tidak akan optimal tanpa dukungan orang tua.
A. Tingkatan Keterlibatan Orang Tua di Sekolah
1. Orang tua sebagai mitra dalam pendidikan anak, tetapi pasif dalam menerima pelajaran dari
sekolah sehingga anak merasa bingung dengan dua dunia yang berbeda. Pembiasan-pembiasaan
di rumah berbeda dengan apa yang diajarkan di sekolah sehingga anak akan menemui masalah
dalam pembelajaran dan penyesuaian.
2. Orang tua sebagai pendukung pembelajaran anak di sekolah. Orang tua sangat merespons
positif semua pembelajaran yang berasal dari sekolah dan menuntun anak untuk mengerjakannya
sehingga anak merasa bertanggung jawab terhadap dirinya berdasarkan bimbingan dari sekolah
dan arahan orang tuanya.
3. Orang tua sebagai peserta aktif dalam pembelajaran sekolah. Di sini orang tua dan guru saling
bekerja sama dan berkomunikai, memberikan masukan-masukan tentang pemberian PR dan
permasalahan anak sehingga terjalin kesamaan sikap serta norma yang akan memantapkan anak
dalam pembelajaran dan perkembangannya. Kerjasama seperti ini bisa membantu anak
mencegah kesulitan belajar dan penyesuaian diri.Bagi anak berkebutuhan khusus, jenis hubungan
yang saling percaya ini akan menunjang kesejahteraannya, penyesuaian sosialnya, dan terpenting
belajarnya.
B. Pentingnya Keterlibatan Aktif Orang Tua Di Sekolah
1. Membuat orang tua sadar efek positif yang telah mereka buat terhadap anaknya ( bagaimana
dan apa saja pengaruhnya, apa yang telah mereka lakukan di rumah untuk pembelajaran anak di
sekolah) sehingga orang tua memahami bahwa rumah dan sekolah bukanlah dua dunia yang
berbeda.
2. Membuat orang tua menyadari bahwa apa yang telah mereka lakukan sangatlah penting bagi
pembelajaran anak di rumah dan di sekolah.
3. Diskusi orang tua dan guru tentang pembelajaran anak merupakan cara yang efektif yang akan
berdampak positif bagi anak dalam kehidupan sehari-hari,
4. Membantu orang tua melihat bahwa cara mereka berinteraksi dengan anaknya di rumah
mempengaruhi kesejahteraan, kebahagiaan, dan perkembangan sosial dan akademik anak.
Kerjasama antara sekolah dan rumah dapat mencegah timbulnya permasalahan pada diri anak.
5. Mengembangkan wawasan guru dan sekolah tentang kehidupan anak sehari-hari. Wawasan,
inisiatif, pengelaman, dan kreatifitas orang tua harus diperhatikan guru untuk menjalin
kerjasama yang positif sehingga pengalaman anak di sekolah terintredasikan secara bermakna
dan relevan ke dalam kehidupan sehari-harinya.
Bila kerja sama antara guru dan orang tua sudah terjalin bagus akan memberikan kemudahan
untuk mencari solusi dan menyamakan langkah dalam membimbing anak.

Membentuk Kepribadian Anak Di Masa


Depan Melalui Pendekatan Yang Baik
Dengan Kedua Orang Tua
Terbit 20 February 2009 Komentar Beri Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Sesungguhnya pengetahuan orangtua tentang dunia anak terhadap


pendekatan yang digunakan oleh kedua orang tuanya dalam kehidupannya sehari-hari,
bagaimana cara keduanya mendidik mereka dan cara-cara yang dipakai sangatlah berpengaruh
terhadap pembentukan kepribadiannya di masa datang.

Penelitian akademis mengungkapkan bahwa ada keterkaitan antara pergaulan yang dilakukan
oleh kedua orang tua kepada anak-anak mereka terhadap kepercayaan diri yang akan membentuk
kepribadian dan pendiriannya secara pribadi maupun kemasyarakatan di masa datang.

Penelitian yang dilakukan oleh program studi ilmu jiwa di salah satu universitas di Kuwait itu
menyebutkan bahwa adanya keterkaitan pergaulan yang buruk antara kedua orang tua dengan
anak mereka seringkali menjadi benih munculnya gangguan-gangguan kejiwaan seperti stress
dan lainnya, tergantung pada keadaan.

Penelitian yang mengambil tema Keterkaitan Pergaulan Buruk kedua orang tua dengan anak
mereka terhadap gangguan kejiwaan pada anak itu mengungkap bahwa anak-anak yang orang
tua mereka mengawasi mereka super ketat, mengawasi hal-hal yang besar sampai yang kecil,
sering kali akan menjadikan mereka (anak-anak itu) tidak memiliki ketrampilan yang diperlukan
dan mereka akan menjadi pribadi-pribadi yang tergantung dengan orang lain dalam memilih dan
memutuskan sesuatu.

Ketergantungan yang buruk itu justru terjadi pada fase remaja yang merupakan fase rawan bagi
perkembangan kepribadian seseorang.
Penelitian itu juga mengungkap bahwa cara kekerasan dan kekakuan yang digunakan dalam
mendidik anak juga memiliki pengaruh yang buruk, karena akan menumbuhkan perasaan
tertekan serta kemarahan.

Nah para orangtua terutama kita sebagai ibu-ibu yang merupakan sekolah pertama bagi putra-
putri kita, teruslah belajar dan mencari tahu seputar pendidikan anak, terutama kejiwaan anak
pada masing-masing tingkatan usianya, sehingga kita menjadi lebih bijak dalam menyikapi
setiap perilaku dan kebutuhan mereka. Keberhasilan kita dalam mendidik anak-anak kita tentu
saja kita sendiri yang akan menikmati hasilnya baik di dunia maupun diakhirat. Dimana
keberhasilan itu tidak mesti harus selalu diukur dengan materi, tetapi melihat mereka tumbuh
menjadi pribadi-pribadi yang tangguh, tahu hak dan kewajibannya sebagai hamba Allah, hak dan
kewajibannya kepada sesama manusia, sesama makhluk Allah merupakan kebahagiaan yang tak
ternilai bagi kita para orangtua. Terlebih lagi keberhasilan itu tidaklah hanya kita nikmati sendiri
tetapi juga dalam lingkungan keluarga yang lebih besar, masyarakat dan juga bagi agama dan
bangsa kita.
Anakku Doyan Jajan
Terbit 09 December 2009 Komentar Beri Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Maaminta uang, Doni pingin beli es krim!

Mama Doni geleng-geleng kepala. Belum juga satu jam yang lalu dia minta dibelikan jajanan
lain, sekarang minta lagi? Dalam sehari, Doni bisa minta uang jajan lebih dari 10 ribu.
Bagaimana ini?

Kebiasaan anak suka jajan, sebetulnya adalah koreksi bagi orangtua, tentang pola asuhnya.
Biasanya, kebiasaan anak suka jajan ini karena aturan dan tuntutan orangtua yang sangat rendah.
Orangtua selalu menuruti setiap keinginan anak, hanya karena tidak ingin terganggu, tidak ingin
anaknya menangis dan mengamuk, atau karena malu jika ribut di depan umum.

Hal itu diikuti pula oleh sikap acuh orangtua, dengan tidak memberikan pengertian dan arahan
yang baik bagi mereka. Apalagi jika dari orangtua sendiri sering memberikan contoh yang
kurang tepat, seperti sikap konsumtif misalnya. Tentu anak melihat dan akan lebih meniru gaya
hidup yang demikian.

Lalu, bagaimana solusinya?

Berikan keteladanan yang baik. Jika orangtua pandai mengatur uang dan pengeluaran, maka ia
akan memberikan contoh secara langsung kepada anak-anaknya untuk mengatur dan mengelola
uang sejak kecil. Sebaliknya, jika orangtua konsumtif, maka bisa dipastikan anak-anaknya akan
mengikuti gaya hidup yang sama.

Budayakan makan di rumah dan dari rumah. Ibu yang cerdas tidak pernah memiliki kata
tidak bisa memasak dalam kamus hidupnya. Jika tidak bisa memasak, belajarlah. Salah satu
cara membuat anak tidak banyak jajan di luar adalah dengan memasak sendiri di rumah. Anda
bisa mencari resep-resep baru yang praktis, lalu mempraktekkannya sendiri di rumah. Ajak si
kecil untuk turut andil, dijamin, ia akan lebih senang memakan karyanya sendiri.

Diskusikan dengan anak. Bersikap otoriter tentu bukan jalan yang terbaik. Tapi, cobalah untuk
mengajak anak berdiskusi, memperlihatkan bukti-bukti nyata tentang resiko terlalu banyak jajan
di luar. Berikan ia pengertian, mengapa Anda melarangnya untuk banyak jajan.

Ubah pola asuh. Jika saat ini Anda masih takut-takut untuk memberikan larangan pada anak
Anda, mulailah! Hilangkan ketakutan Anda. Selama larangan dan aturan yang Anda buat adalah
sesuatu yang tidak berlebihan, sesuai dengan kondisi anak, dikuatkan dengan konsistensi Anda,
maka jalan Anda untuk mengubah asuhan ini menjadi lebih baik terbuka lebar. Mungkin anak
Anda akan menangis, mengamuk, tapi ingatlah, bahwa ini hanya sementara. Anda bisa
menyiasati bagaimana merespon amukan anak. Agar anak juga tahu, bahwa tidak setiap
keinginannya bisa dan harus dipenuhi. Terlebih dengan cara menangis dan mengamuk

Pentingnya Kebersamaan Antara Anak Dan


Orang Tua
Terbit 30 January 2009 Komentar Beri Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Sebagian dari orang tua tidak sadar atau lalai bahwa kebersamaan anak dengan orang tuanya
merupakan hal yang prinsip dan tidak boleh diabaikan. Sehingga sering kita temui orang tua,
khususnya ayah yang merasa bahwa tugasnya adalah hanya mencari nafkah sehingga anak hanya
melulu urusan ibunya, tidak begitu memperdulikan kondisi anaknya. Hanya saja dalam
perkembangan zaman, ibu pun mulai bergeser pula. Tatkala dia sudah mulai sibuk meniti karir
dia melalaikan tugas pokoknya untuk mendidik anaknya. Selayaknya kita sebagai orang tua
menyempatkan untuk bersama anak-anak kita.

Berikut ini adalah beberapa fakta atau hal yang semoga dapat menjadikan kita sebagai orang tua
menyadari pentingnya kebersamaan dengan anak.

1. Menangis

Menangis adalah satu cara yang digunakan oleh bayi untuk berkomunikasi dengan yang orang
lain. Bayi akan menangis ketika lapar, haus, BAK dan BAB ataupun merasa sakit. Sering juga
bayi menangis karena ingin dekat dengan ibunya, tatkala ibunya sudah mendekat diapun terdiam.
Ini adalah cara bayi untuk merasa nyaman bersama ibunya

2. Menyusui bayi secara langsung

Bagaimanapun kesibukan seorang ibu, hendaknya dia tidak melupakan dan melalaikan untuk
menyusui anaknya secara langsung, bukan melalui botol. Karena juga telah disingkap
keistimewaan-keistimewaan menyusui secara langsung dibanding dengan botol secara kesehatan
di pihak ibu maupun anak melalui penelitian-penelitian ilmiah. Adapun secara psikologis anak,
menyusui secara langsung akan membuahkan keterkaitan antara ibu dan anak. Anak akan merasa
nyaman dan bahagia ketika dia bisa memandang wajah ibunya dan menyusu dari tubuhnya
terutama di bulan-bulan awal.

3. Menggendong anak

Perlakuan inipun akan menjadikan antara orang tua, khususnya ibu terikat dengan anaknya
secara batin. Karena anak akan merasa lebih dekat dengan tubuh orang tuanya. Berbeda apabila
anak diletakkan dalam kereta dorong, meskipun dia masih bisa memandang wajah orang tuanya.

4. Bermain bersama anak


Seseorang mengatakan bahwa ketika dia masih kecil dia teringat akan neneknya yang sedang
mendendangkan ( jawa: ngudang) untuk saudaranya yang masih berusia dua minggu. Dia berkata
kepada dirinya sendiri, Apa yang dilakukan oleh nenek? Mengapa dia melakukan hal itu
bersama anak yang belum bisa mendengar dan berpikir?. Akhirnya dia mengerti bahwa
neneknya benar. Karena riset kini membuktikan bahwa anak-anak sudah bisa mendengar dan
melihat sejak hari pertama! Bayi akan merasa senang melihat wajah orang apalagi sedang
menyuarakan sesuatu yang indah. Itulah sebabnya kita mengetahui, anak dapat mencium aroma
ibunya tatkala berada di dekatnya.
Maka bermainlah bersama anak anda, bayangkan anda adalah seorang anak sedang bermain
dengan anak anda. Betapa senangnya anak anda.

Berprasangka Baik Pada Anak


Terbit 04 April 2011 Komentar Beri Komentar Kategori: Parenting, Pendidikan & Psikologi

Orangtua harus memberikan kepercayaan kepada anaknya untuk mengembangkan


potensi kebaikan yang mereka miliki. Jika orangtua menegur anak karena perbuatan yang
mengganggu dengan kata-kata keras dan amarah hanya hanya akan membuat anak semakin
merajalela tidak mau berhenti melakukannya. Akan tetapi jika kita merespon dengan positif
dengan menunjukkan kepercayaan kepada anak bahwa anak akan berhenti dan bertanggung
jawab terhadap perbuatanya menggunakan kata-kata yang lembut akan menumbuhkan energi dan
motivasi anak untuk menjaga kepercayaan tersebut. Karena kepercayaan merupakan energi yang
dasyat untuk mengubah perilakunya.

Prasangka yang baik dari orangtua merupakan manifestasi kepercayaan, bentuk pengakuan dari
orangtua tersebut. Dengan prasangka yang baik akan menumbuhkan energi untuk menjaga
kepercayaan tersebut, sebaliknya prasangka yang buruk hanya akan menimbulkan perasaan
benci, terhina, dan keinginan untuk berbuat negatif seperti yang diprasangkakan itu.

Untuk membangun prasangka baik kepada anak yang bertingkah buruk orangtua sebaiknya
meninjau ulang hal-hal yang berkaitan dengan terbentuknya kepribadian anak. Hal-hal yang
perlu dilakukan untuk membentuk kepribadian anak.

1. Anak terlahir dalam fitrah yang bersih dan orangtualah yang berperan mengarahkan anak
untuk menjadi pribadi yang baik atau buruk.

2. Faktor luar seperti teman atau guru dan lingkungan rumah juga memberikan pengaruh
terhadap pembentukan pribadi anak

3. Metode pendidikan yang diterima juga membawa pengaruh besar terhadap kepribadian
anak
4. Faktor-faktor yang bersifat kondisional yang menyebabkan anak Nampak tak sempurna
di mata orangtua.

Selain keempat factor tersebut yang harus diingat bahwa semua anak terlahir membawa
egosentrisme yang selalu mendorong memilih setiap yang menyenangkan dirinya sendiri. Sudah
fitrah anak suka semaunya sendiri tidak peduli kepada orang lain. Adalah tugas orangtua dan
guru untuk menghapus sisi negative anak-anak karena anak-anak tidak mampu untuk
menghapusnya sendiri. Jika orangtua tidak berhasil janganlah menimpakan kesalahan kepada
anak-anak sebab banyak factor eksternal yang ikut membentuk kepribadiannya disamping factor
bawaan sejak lahir. Pribadi anak masih dalam proses maka sebaiknya orangtua tidak ragu-ragu
dalam memberi kepercayaan kepada anak, agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang percaya
diri.

adi Orang Baik Itu Penting!!!


Terbit 04 September 2009 Komentar Beri Komentar Kategori: Spirit & Motivasi

It is nice to be important, but more important to be nice.

Tahu slogan ini? Tentu Anda tahu. Memang baik untuk menjadi orang penting, tapi jauh lebih
penting untuk menjadi orang baik.

Kebanyakan orang begitu ingin menjadi penting. Lihat saja contohnya, orang-orang yang
berlomba-lomba mengikuti audisi untuk menjadi bintang terkenal alias artis. Banyak sekali
bukan? Urutan antriannya bahkan hingga ratusan ribu. Dibela-belain antri dari subuh pula!
Padahal, tak semuanya memiliki bakat untuk menjadi bintang.

Dan, apakah jaminan setelah mereka menjadi penting, lantas mereka menjadi baik? Tidak
juga. Contohnya banyak. Kalau Anda mengikuti acara-acara gosip, Anda pasti tahu jawabannya.
Entah perceraian, kasus narkoba, atau gaya hidup hedonis yang sangat jauh dari nilai baik itu
sendiri.

Tapi, coba lihat di sekeliling Anda. Orang-orang yang memiliki kepribadian yang baik, selalu
melakukan kebaikan-kebaikan dan sikap terpuji, dengan sendirinya mereka menjadi penting.
Dicintai banyak orang, dan selalu mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam urusannya.

Banyak orang cantik dan tampan, tapi mereka tidak mengiringi keindahan fisik itu dengan
keindahan hati dan jiwa. Akhlaknya buruk, dengan banyak kasus yang menimpa mereka.
Kehidupan mereka kacau, dan kekacauan itu dikonsumsi orang banyak, sehingga segala aib
tersebar. Belum puas aib tersebar, dikenangpun dengan imej yang buruk. Nah, lo!

Sebaliknya, orang-orang yang memiliki keindahan hati dan jiwa, berakhlak baik, selalu disorot
karena kebaikan-kebaikan yang dilakukannya. Ketika ia harus pergi, orang-orang akan
senantiasa membicarakan kebaikan-kebaikannya. Segala tentangnya yang baik selalu dikenang,
yang akhirnya menjadi amal jariyah yang dapat menolongnya di dalam kubur.

Nah, mana yang akan kita pilih?

7 Langkah Menjadikan Anak Taat Kepada


Orang Tua Tanpa Menghukum
Terbit 04 May 2010 Komentar 20 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Mendidik anak-anak untuk taat kepada orang tua merupakan suatu


tantangan sekaligus sebuah seni dan ketrampilan yang harus dimiliki oleh setiap orang tua.
Apalagi perkembangan saat ini, di mana sudah bukan zamannya lagi untuk mengancam anak
baik dengan ucapan maupun pukulan. Untuk itu setiap orang tua hendaknya benar-benar
memperhatikan metode yang mereka pakai untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya.

Berikut ini beberapa tips mendidik anak agar taat kepada orang tua tanpa hukuman sama sekali.

1. Ajarilah anak anda peraturan-peraturan dalam bentuk kalimat berita bukan kalimat
perintah.

Misalnya sebagai ganti dari ucapanmu Jangan letakkan buku sembarangan! dengan Buku itu
tempatnya di rak buku, dan semisalnya. Dengan perkataan semacam ini, anak tidak akan merasa
sebagai objek perintah tetapi dia merasa diperhatikan dan menjadi subjek. Pada akhirnya dia
akan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap barang-barangnya.

2. Jelaskan aturan-aturan itu dengan baik kepadanya dan bimbinglah dia.

Misalnya sebagai ganti dari ucapan Kembalikan lagi mainanmu ke tempatnya!, katakanlah
Adalah hal baik bila engkau mengembalikan mainanmu ke tempatnya agar tidak rusak, apabila
dia menolak, maka katakanlah Ayo kita kumpulkan bersama-sama.

3. Bila anak berbuat salah maka jangan sandarkan pada pribadinya, tetapi sandarkan pada
perbuatan salahnya.
Misalnya katakanlah Perbuatan ini tidak benar, jangan katakan Apa yang telah kamu
perbuat?. jangan pula menyifatinya dengan bodoh atau malas, karena akan melukai perasaannya
dan menjadikannya rendah diri

4. Hargailah keinginan-keinginan anak anda.

Bila anakmu mempunyai keinginan untuk memiliki semua mainan yang dipajang di toko ketika
ke pasar, maka sebagai ganti dari hardikanmu kepadanya dengan sifat tamak, katakanlah
kepadanya Boleh saja engkau menginginkan semua mainan ini, tetapi sekarang pilihlah satu
saja dan yang lain untuk waktu yang akan datang, atau buatlah kesepakatan kepadanya sebelum
pergi ke pasar Apapun yang engkau lihat, maka hanya satu permintaan yang dikabulkan.
Dengan hal ini, anakmu akan merasakan bahwa engkau tetap memperhatikan keinginannya.

5. Perhatikan dan pahamilah anak anda bahwa bisa jadi ia tidak taat kepada perintah anda
karena ada suatu masalah yang sedang dia alami.

Oleh sebab itu, carilah celah untuk berbicara dengan dia dari hati ke hati. Berilah kesempatan
kepadanya untuk bicara dan usahakan tidak memotong pembicaraannya.

6. Hindari cara mengancam dan menyuap

Jika engkau menggunakan cara ancaman secara terus-menerus agar dia taat maka kelak anak
anda akan mengacuhkanmu sehingga engkau mengancamnya. Demikian juga suap akan
menjadikannya tidak mentaatimu sehingga engkau mengatakan kepadanya Aku akan
memberimu mainan baru jika kamarmu bersih, maka dia menaatimu karena ingin mainan bukan
untuk membantu keluarganya atau melaksanakan kewajibannya

7. Berilah pujian dan apresiasi

Berilah pujian dan apresiasi bila dia menaatimu dalam suatu tugas dan berilah selamat
kepadanya Bagus atau Jazakallahu khairan atau Pekerjaan yang hebat, Anak yang rajin,
sehingga dia akan termotivasi melakukannya pada waktu yang lain. Apabila dia berbuat
sebaliknya / hal buruk maka katakanlah, Rajinnya anak ibu itu kamarnya selalu dibersihkan
sendiri, Alangkah hebatnya anak itu hafal 10 juz Al-Quran, tentunya engkau juga bisa kan?.
Sebagian bapak memberikan hadiah kepada anaknya untuk memotivasi mereka seperti
menghafal satu hadits dengan memberi mereka satu tanda bintang di pakaian, jika sudah lima
atau maka mereka mengajak mereka rekreasi.

Biasakanlah Berkata Jujur Pada Anak Kita


Terbit 06 March 2011 Komentar Beri Komentar Kategori: Parenting, Pendidikan & Psikologi,
Tumbuh Kembang Anak
Pola komunikasi yang salah dari orang tua berpengaruh terhadap cara mengasuh
anak. Pola pengasuhan yang buruk akan melahirkan anak-anak yang tidak memiliki ketrampilan
mengelola emosi serta sulit menyesuaikan diri terhadap perubahan dan perbedaan situasi maupun
lingkungan.

Kemampuanya memahami dan memecahkan masalah juga akan buruk, tak mampu mencari akar
masalah secara jernih dan memilki ketergantungan yang tinggi karena kondisi psikis mereka
yang cukup rentan masalah (fragile).

Ia juga kan mudah menimpakan kesalahan kepada orang lain, mudah mengambil kesimpulan
tanpa alasan yang memadai, mudah berputus asa, mengutuk diri sendiri bahkan bisa sampai
meledak, mengamuk karena terlalu lama memendam amarah.

Seorang yang mempunyai pendidikan yang baik-baik dari orangtua tetapi dikecewakan dan
dizalimi lingkungan bisa juga menjagi orang yang Fragile. Diantara model komunikasi buruk
yang melemahkan jiwa anak adalah kebiasaan orangtua mengelabui anak saat berbicara.

Berkata jujur, benar, tidak mengelabui artinya berkata benar sekaligus tidak menutupi kebenaran.
Agar kita bisa berkata benar, perkataan kita harus sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran
dengan mengungkapkan kebenaran pada waktu yang tepat.

Apabila kita berbohong kepada anak kita dan menutupi kebenaran dengan kata-kata yang kabur
atau mengelabui, anak akan merasa ditipu dan dikhianati sehingga anak akan mulai belajar tidak
mempercayai orangtuanya.

Semakin besar ketidak percayaan anak semakin sulit anak mempercayai dan menerima kata-kata
orangtuanya sekalipun kata-kata itu merupakan nasihat orangtua yang tulus dan jujur. Kepekaan
dan empati anakpun akan menjadi kecil yang bisa mengakibatkan sikap cenderung memaksakan
keinginan agar dituruti orangtua dan mengikis kesediaan memahami.

Jika tidak kita cegah sejak dini anak akan mengalami kesulitan mengendalikan gejolak emosi,
keinginan dan lintasan pikiran. Ia kan menjadi impulsive dan realktif. Parahnya lagi ia bisa
menjadi Fiksasi yang artinya ia kan mempunyai suatu problem psikologis berupa berhentinya
aspek perkembangan seseorang sehingga cara berpikirnya tetap kekanak-kanakan meskipun ia
selayaknya sudah punya banyak anak.

Kita memilih berbicara bohong atau tidak jujur kepada anak kita hanya karena ketakutan yang
kita ciptakan sendiri atau karena tak sanggup membayangkan kerepotan sesaat yang bakal
ditimbulkan anak kita padahal anak bisa lebih marah saat tahu mereka dibohongi.
Kalau kita bicara jujur belum tentu mereka akan marah jika kita berbicara dengan cara yang
benar, dengan lembut dan penuh kasih sayang mungkin mereka akan lebih mengerti. Kita takut
mereka menangis dengan berkata benar padahal tanpa kita sadari kita justru membuat anak kita
lebih sering menangis dengan membohonginya. Atau diam-diam mereka malah akan
menggunakan tangis sebagai senjatanya untuk mendapatkan segala keinginan dari kita
orangtuanya.

Hal perlu kita persiapkan dalam mendidik anak adalah membenahi hati karena masalah hati akan
menjadi penentu akan seperti apa anak-anak kita nanti.

Dikutib dari buku Saat Berharga Untuk Anak KitaMohammad Fauzil Adhim

Menghormati Hak Anak


Terbit 01 March 2011 Komentar 1 Komentar Kategori: Parenting, Pendidikan & Psikologi

Rasulullah Saw bersabda, Cintailah anak-anak dan kasih-sayangilah


mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka, tepatilah. Sesungguhnya yang mereka
ketahui, hanya kamulah yang memberi mereka rezeki. (H.R. Bukhari)

Orangtua diharapkan bisa menjadi teman, guru sekaligus menjadi pelindung dan penjaga hak
anaknya. Anak yang selalu dijaga haknya di masa kecil akan menjadi orang yang mudah
menerima kebenaran, ringan mendengarkan nasehat dan ketika dewasa bisa melaksanakan
semua kewajibannya.

Bentuk pendidikan yang menjadikan anak seakan sejajar dengan orangtua dari segi perolehan
hak akan membuat potensi kreativitasnya berkembang, Membuat anak merasa berharga,
mempunyai citra diri yang baik, tidak memandang dirinya buruk dan tidak memandang orang
dewasa dan lingkungan pada umunnya sebagai sumber ketakutan. Ia akan mempunyai konsep
diri yang positif sehingga bisa mengembangkan potensinya secara optimal.

Anak yang diperhatikan hak-haknya akan memperhatikan perkataan orangtuanya. Akan tetapi
jika orantua berbohong maka anak tidak akan percaya pada setiap perkataan orangtuanya,
sekalipun itu nasihat yang baik. Tanpa kepercayaan anak-anak tidak mungkin bergerak untuk
melakukan apa yang orangtua inginkan.

Cintailah anak-anak tanpa syarat, menepati janji, tidak berbohong dan bertindak adil kepada
mereka. Keyakinan anak pada Tuhan dipengaruhi oleh pengalaman anak berhubungan dengan
orangtuanya. Karena dari orangtualah anak belajar hal-hal yang baik dan yang buruk. Misalnya
saja anak yang memiliki orangtua pelit, tidak konsisten dan tidak memiliki prinsip dalam
mengasuh anak akan membuat anak cenderung menjadi pribadi yang sulit membangun
kepercayaan atau keyakinan atas sifat pemurah Allah SWT meskipun pengetahuannya tentang
hal tersebut sangat luas.

Kemudian orangtua haruslah bisa menepati janji karena dengan menepati janji anak jadi percaya
bahwa mereka berkata benar. Seperti 2 kunci mendidik anak yang ditunjukkan oleh Allah Azza
wa Jalla dalam al-Quran surat an-Nisa (4) ayat 9. Allah berfirman:

Dan Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di


belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh
sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.

Dengan berkata benar / jujur merupakan kunci untuk melahirkan generasi yang kuat . berbicara
yang benar akan membawa kita pada hikmah kebaikan, mendorong orantua untuk terus berbenah
sehingga kapasitas kita sebagai orantua kan semakin baik dari waktu ke waktu.

Shalat Yuk, Nak!


Terbit 08 February 2010 Komentar 1 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Salah satu kewajiban orangtua adalah mendidik anak-anaknya untuk taat


pada perintah Allah. Salah satunya dengan mengajarkan sholat, menjelaskan bahwa sholat adalah
kewajiban bagi setiap muslim. Dan pendidikan sholat ini dimulai sejak dini. Rosulullah sendiri
mengajarkan kepada para orangtua untuk memerintahkan anaknya sholat pada usia 7 tahun, dan
memukul mereka jika tidak mau sholat pada usia 10 tahun.

Sering kali orang tua lalai akan kewajiban yang satu ini. Dengan dalih, kan masih kecil, belum
baligh, sehingga akhirnya anak-anak tumbuh besar dengan kebiasaan tidak sholat. Itu
diperparah dengan kebiasaan orangtua sendiri yang sering meninggalkan shalat. Masya Allah

Berikan teladan. Anak-anak melihat dan meniru bagaimana kebiasaan orangtuanya. Anak laki-
laki, biasanya melihat sosok ayahnya sebagai figur idolanya. Anak perempuan melihat ibu
sebagai figur idolanya. Jika ayah dan ibu mereka adalah orang yang senantiasa menjalankan
perintah agama, maka insya Allah, anak-anak pun akan mudah untuk diarahkan. Karena mereka
melihat betapa ringan dan mudahnya orangtua menjalankan kewajiban tersebut.

Ajak sholat bersama. Walaupun ia belum mengerti tentang kewajiban sholat, tak ada salahnya
bagi kita untuk mengajaknya sholat bersama kita. Sesekali ia memang bermain-main. Tapi,
semakin ia besar, dan kita memberikan pengertian yang dapat diterimanya, maka ia akan
memperbaikinya dan sholat dengan cara yang benar.

Belikan perlengkapan sholat. Anak-anak akan semakin bergembira dan senang diajak sholat
jika Anda menyediakan perlengkapan sholat khusus untuknya. Jika tak sanggup membeli, dan
Anda memiliki kemampuan di bidang jahit-menjahit, membuatkan mukena atau baju koko mini
yang sesuai dengan anak Anda akan membuatnya bangga dan senang.

Bawa ke masjid dengan penjagaan. Siapa bilang tidak boleh membawa anak-anak ke masjid?
Boleh-boleh saja, namun, dengan penjagaan. Misalnya, Anda membuat perjanjian dengannya
agar tidak berisik dan bermain-main pada saat sholat. Ajarkan anak-anak tentang adab-adab di
masjid, sehingga ia pun melakukan hal tersebut dengan kesadaran.

Cari sekolah yang mengajarkan anak untuk berlatih sholat sejak dini. Saat anak-anak mulai
sekolah, dan untuk menyesuaikan pola pendidikan Anda di rumah yang mengajarkan
kedisiplinan untuk sholat, ada baiknya Anda memilihkan sekolah yang juga melatih mereka
untuk sholat, terutama sholat berjamaah. Sering kali kita sudah mendidik anak untuk sholat
tepat waktu, tapi ternyata sekolahnya tidak mengajarkan untuk sholat tepat waktu, bahkan tidak
ada jam istirahat untuk sholat saat waktunya tiba.

Langkah Mudah Membiasakan Anak Untuk


Shalat
Terbit 09 March 2009 Komentar 1 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Kita sebagai orang tua haruslah memiliki kesadaran bahwa kita akan
dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang anak-anak kita. Di antara hal yang penting
diperhatikan adalah masalah shalat. Maka sedari dini, anak harus dibiasakan untuk melakukan
shalat. Memang hal ini gampang-gampang susah, namun tidak ada jalan lain, kita harus
melakukannya, kecuali kita adalah orang yang tidak bertanggung jawab. Berikut ini ada beberapa
kiat membiasakan anak untuk shalat.1. Ikhlaskan niat anda untuk mencari ridha Allah
2. Bangunkan keyakinan pada anak anda dengan kehadiran malaikat maut pada setiap
kesempatan.
3. Bekerja samalah dengan tetangga anda, kadang-kadang ajaklah anak mereka ke masjid dan
mereka mengajak anak anda ke masjid sekali-kali. Buatlah kesepakatan dengan tetangga untuk
menjemput anak anda ketika anda tidak berada di rumah untuk pergi ke masjid demikian pula
sebaliknya.
4. Jika anda memang masih berada di luar rumah (entah bepergian atau di kantor, dll) hubungilah
anak anda lewat telepon untuk menunjukkan kepada mereka betapa pentingnya perkara shalat.
5. Berilah mereka hadiah berupa buku-buku tata cara wudhu dan shalat dengan gambar-gambar
yang menarik.
6. Anak yang masih kecil perlu diingatkan jika telah masuk waktunya. Maka janganlah anda
merasa bosan untuk mengingatkan mereka.
7. Berilah pujian yang proporsional di depan kerabat anda, sehingga anak akan senantiasa
termotivasi untuk shalat dan berbuat baik.

Hanna binti Abdil Aziz, memotivasi anak untuk shalat.

Beberapa Kesalahan Yang Kerap Kali


Menghancurkan Kepribadian Anak Anda
Terbit 27 January 2009 Komentar Beri Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Sering kali sebagai orang tua kita tidak sadar telah melakukan berbagai hal yang menurut kita
akan bisa mendidik anak dengan sebaik-baiknya, akan tetapi pada hakikatnya bisa menyebabkan
kerugian pada anak di masa dewasanya. Oleh sebab itu, sebagai seorang ibu hendaklah kita
berusaha dengan baik untuk tidak melakukan hal-hal yang sebenarnya merupakan cara
pendidikan yang salah pada anak. Di antara kesalahan mendidik itu di antaranya adalah:

1. Kekakuan dan kekerasan dalam mendidik anak

Para ahli pendidikan memasukkannya dalam hal-hal yang membahayakan bagi anak jika hal ini
sering dilakukan. Maka sikap bersabar dituntut dalam mendidik anak anda. Seringkali kekerasan
dan perlakuan kaku dari orang tua tidak menambah kecuali problem-problem baru. Masalah
yang muncul akan semakin besar apabila perlakuan kekerasan itu tidak hanya berupa ucapan
tetapi meningkat menjadi pukulan!

Kadang sikap keras ini tidak membuahkan pada diri anak kecuali hilangnya perasaan aman dan
rasa percaya diri. Yang bertambah justru ketakutan terhadap orang tua yang harusnya tidak harus
( baca:tidak perlu) ada pada diri anak.

2. perhatian dan toleransi yang berlebihan

Metode ini tidak kalah bahayanya dari sikap keras dan kaku dalam mendidik anak. Sikap ini
akan menjadikan anak (merasa) tidak mampu untuk melakukan kegiatan-kegiatan bersama
teman-temannya, dan apabila sikap ini berlanjut hingga usia remaja dikhawatirkan anak tidak
akan sanggup mengemban tanggung jawab dalam kehidupannya. Hal ini dikarenakan dia belum
pernah merasakan pendidikan yang mencukupi untuk menjadi bekal di perjalanan hidupnya.

Akan tetapi hal ini tidak berarti orang tua harus menghilangkan sikap perhatian terhadap anak.
Yang dituntut adalah sikap pertengahan dalam segala hal. Seperti juga sikap keras juga kadang
harus diterapkan, jadi semuanya tergantung kebutuhan, kondisi dan orang tua perlu juga
menyelami karakteristik anak.
3. Tidak adanya konsisten dalam melaksanakan peraturan

Anak-anak perlu dikenalkan dengan kedisiplinan dalam menegakkan peraturan yang telah
ditetapkan dalam berbagai lingkup, yang diawali dengan peraturan dalam keluarga. Hal
mendasar yang harus dilakukan oleh orang tua adalah konsistennya orang tua dalam
melaksanakan peraturan yang telah ditetapkannya. Mengapa? Karena anak-anak tidak akan
menaati peraturan dalam rumah apabila orang tuanya sendiri tidak menaatinya.

Maka ketika terkadang orang tua mengeluhkan anak-anaknya yang tidak patuh kepada mereka
atau peraturan dalam rumah, mereka hendaknya mengevaluasi diri mereka dulu. Bisa jadi orang
tua secara tidak sadar melanggar peraturan rumah dan anak-anak melihatnya, maka mereka pun
merasa berat untuk menaati. Dalam hal ini maka sikap hati-hati orang tua dalam menetapkan
peraturan rumah sangatlah penting. Juga diperlukan saling membantu mengingatkan antara
suami dan istri jika salah satunya secara tidak sadar melanggar aturan dalam rumah agar tidak
terus-menerus dan berdampak buruk bagi anak.

4. Pilih kasih antar saudara

Terkadang orang tua melakukan hal ini dalam keseharian, mereka melebihkan anak yang satu di
atas anak yang lain, entah karena kepandaiannya, fisiknya yang baik atau karena dia laki-laki.
Tidak adanya rasa adil antar saudara akan menyebabkan perasaan benci anak kepada saudaranya.
Memang tidak bisa dipungkiri dalam hati ada perasaan lebih kepada salah satu anak. Akan tetapi
hal ini harusnya tidak boleh ditampakkan dalam keseharian terlebih ketika anggota keluarga
sedang berkumpul. Maka sikap yang baik adalah berusaha menampakkan sikap adil terhadap
semua anak.

Sebenarnya masih banyak lagi kesalahan-kesalahan dalam pendidikan anak yang sebagian kita
tidak mengetahuinya. Memang benar kata orang bahwa belajar menjadi guru (patut diingat
bahwa orang tua adalah guru pertama bagi anak) adalah merupakan siklus yang tidak berujung.
Selamat menjadi guru sukses!

Akibat Meniru
Terbit 03 January 2009 Komentar 6 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Anak keduaku usia 1,5 tahun, sebenarnya selalu saja bertingkah lucu dan sangat
menyenangkan. Ada-ada saja tingkahnya yang apa adanya yang membuat kami orangtuanya
selalu dibuat tersenyum bahagia. Tapi akhir-akhir ini, ada satu hal yang lain, meskipun jika
diperhatikanpun juga tetap terlihat lucu, yaitu jika sedang marah. Dia jika sedang marah entah
karena berebut dengan kakaknya, atau menginginkan apa yang sedang dimainkan oleh kakaknya,
maka akan menjerit dengan keras sambil memukul sekuat tenaga bahkan melempar benda apa
saja yang didekatnyapun dengan sekuat tenaga. Kenapa saya bilang lucu? karena saya merasa itu
bukanlah keperibadian dia yang sesungguhnya. Saya selalu bersamanya sejak bayi, sehingga
saya cukup faham bagaimana kepribadiannya. melihat tipe kepribadiannya, dia bukanlah tipe
anak yang sepeti itu jika marah.

Setelah kami amati nampaknya si bungsu banyak terpengaruh oleh kakaknya, yang merupakan
teman mainnya dan juga yang pasti juga meniru dari kami orangtuanya saat sedang marah,
disamping juga kakaknya sudah memiliki banyak teman dengan beranekaragam perilaku dalam
mengekspresikan emosinya, hanya saja si bungsu ini mengekspresikannya dengan cara yang
berbeda.

Tentu saja ini teguran yang sangat berarti buat kami. Bagaimana seharusnya menyikapi berbagai
prilaku anak. Karena apapun yang dilakukan orangtuanya akan menjadi acuan prilaku mereka,
tanpa bisa berpikir bahwa ini benar atau salah, juga baik atau buruk. Yah tentu saja karena
mereka belum bisa memahami konsep baik-buruk ataupun benar dan salah. Benarlah pepatah
yang mengatakan bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Anak-anakku kalian benar-benar membuat ummi banyak belajar memahami diri dan
memperbaiki diri. Ummi berharap bisa menjadi ibu yang terbaik buat kalian selamanya.

Akibat Meniru 2
Terbit 09 January 2009 Komentar 2 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Menurut elizabeth Hurlock, keluarga berpengaruh pada pemberian nilai, pengetahuan


dan perilaku anak. Sikap orangtua berpengaruh pada prilaku anak. Menurut Turner, anak akan
mengembangkan sifat pemarah jika mereka memiliki orangtua yang pemarah. Selain itu,
pengaruh teman sebaya dan televisi berperan dalam membentuk prilaku marah anak. dengan
mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu pada orang lain, anak juga akan bereaksi
dengan ekspresi yang sama dengan orang diamatinya, misalnya anak selalu melihat orangtuanya
marah jiks tidak berhasil memperoleh apa yang diinginkannya, anak juga akan mempelajari hal
yang sama.

Sifat marah akan menjadi bagian yang dominan dalam diri anak, bahkan hingga ia dewasa. Jika
orangtua tidak pernah memberikan penjelasan, anak tentunya tidak akan mengetahui mana
prilaku yang baik dan mana yang buruk

Penyebab :

Meniru sebagai salah satu proses belajar anak. Anak akan meniru [erilaku marah jika ia
melihat perilaku marah dapat memenuhi setiap keinginan pelakunya.
Anak belum dapat memahami mana perilaku yang patut ditiru atau tidak karena semua
hal yang ada disekitar anak merupakan hal baru. Anak-anak senang mencoba semua hal
yang menurutnya baru.

Solusi :

Orangtua harus kompak. Usahakan agar tidak marah kepada siapapun atau bertengkar
didepan anak. karena anak akan kemungkinan besar melakkan hal yang sama, bahkan
pada kita sebagi orangtuanya. Mengarahkan anak agar meniru hal-hal yang positif dapat
dilakukan sambil kita menunjukkan sifat dan kebiasaan yang baik. Bagaimanapun anak
akan meniru perilaku orang-orang yang paling dekat dengan dirinya, yaitu orangtua.
Anak akan meniru sikap dan tutur kata kita, tidak peduli apakah sifat itu postif atau
negatif

jika anak meniru perilaku marah teman-temanya, kita harus memberitahu anak bahwa hal
itu tidak baik. Berikan contoh prilaku yang lebih sesuai misalnya dengan mengajarkan
anak untuk mengekspresikan marahnya dengan kata-kata, yaitu dengan mengungkakan
perasaan marahnya.

Kurangi jadwal menonton televisi. terutama yang menunjukkan adegan kekerasan atau
perilaku marah. Tetapkan apa, kapan, dan seberapa banyak acara televisi televisi yang
boleh ditonton. Hal ini bertujuan agar anak menjadikan menonton hanya sebagai kahiatan
plihan, bukan keiasaaan. kemungkinan besar anak akan meniru apa yang dilihatnya di
televisi karena belum dapat memilih perilaku yang baik untuk ditiru.

Beberapa Kesalahan Yang Kerap Kali


Menghancurkan Kepribadian Anak Anda
Terbit 27 January 2009 Komentar Beri Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Sering kali sebagai orang tua kita tidak sadar telah melakukan berbagai hal yang menurut
kita akan bisa mendidik anak dengan sebaik-baiknya, akan tetapi pada hakikatnya bisa
menyebabkan kerugian pada anak di masa dewasanya. Oleh sebab itu, sebagai seorang
ibu hendaklah kita berusaha dengan baik untuk tidak melakukan hal-hal yang sebenarnya
merupakan cara pendidikan yang salah pada anak. Di antara kesalahan mendidik itu di
antaranya adalah:

1. Kekakuan dan kekerasan dalam mendidik anak

Para ahli pendidikan memasukkannya dalam hal-hal yang membahayakan bagi anak jika
hal ini sering dilakukan. Maka sikap bersabar dituntut dalam mendidik anak anda.
Seringkali kekerasan dan perlakuan kaku dari orang tua tidak menambah kecuali
problem-problem baru. Masalah yang muncul akan semakin besar apabila perlakuan
kekerasan itu tidak hanya berupa ucapan tetapi meningkat menjadi pukulan!
Kadang sikap keras ini tidak membuahkan pada diri anak kecuali hilangnya perasaan
aman dan rasa percaya diri. Yang bertambah justru ketakutan terhadap orang tua yang
harusnya tidak harus ( baca:tidak perlu) ada pada diri anak.

2. perhatian dan toleransi yang berlebihan

Metode ini tidak kalah bahayanya dari sikap keras dan kaku dalam mendidik anak. Sikap
ini akan menjadikan anak (merasa) tidak mampu untuk melakukan kegiatan-kegiatan
bersama teman-temannya, dan apabila sikap ini berlanjut hingga usia remaja
dikhawatirkan anak tidak akan sanggup mengemban tanggung jawab dalam
kehidupannya. Hal ini dikarenakan dia belum pernah merasakan pendidikan yang
mencukupi untuk menjadi bekal di perjalanan hidupnya.

Akan tetapi hal ini tidak berarti orang tua harus menghilangkan sikap perhatian terhadap
anak. Yang dituntut adalah sikap pertengahan dalam segala hal. Seperti juga sikap keras
juga kadang harus diterapkan, jadi semuanya tergantung kebutuhan, kondisi dan orang
tua perlu juga menyelami karakteristik anak.

3. Tidak adanya konsisten dalam melaksanakan peraturan

Anak-anak perlu dikenalkan dengan kedisiplinan dalam menegakkan peraturan yang


telah ditetapkan dalam berbagai lingkup, yang diawali dengan peraturan dalam keluarga.
Hal mendasar yang harus dilakukan oleh orang tua adalah konsistennya orang tua dalam
melaksanakan peraturan yang telah ditetapkannya. Mengapa? Karena anak-anak tidak
akan menaati peraturan dalam rumah apabila orang tuanya sendiri tidak menaatinya.

Maka ketika terkadang orang tua mengeluhkan anak-anaknya yang tidak patuh kepada
mereka atau peraturan dalam rumah, mereka hendaknya mengevaluasi diri mereka dulu.
Bisa jadi orang tua secara tidak sadar melanggar peraturan rumah dan anak-anak
melihatnya, maka mereka pun merasa berat untuk menaati. Dalam hal ini maka sikap
hati-hati orang tua dalam menetapkan peraturan rumah sangatlah penting. Juga
diperlukan saling membantu mengingatkan antara suami dan istri jika salah satunya
secara tidak sadar melanggar aturan dalam rumah agar tidak terus-menerus dan
berdampak buruk bagi anak.

4. Pilih kasih antar saudara

Terkadang orang tua melakukan hal ini dalam keseharian, mereka melebihkan anak yang
satu di atas anak yang lain, entah karena kepandaiannya, fisiknya yang baik atau karena
dia laki-laki. Tidak adanya rasa adil antar saudara akan menyebabkan perasaan benci
anak kepada saudaranya. Memang tidak bisa dipungkiri dalam hati ada perasaan lebih
kepada salah satu anak. Akan tetapi hal ini harusnya tidak boleh ditampakkan dalam
keseharian terlebih ketika anggota keluarga sedang berkumpul. Maka sikap yang baik
adalah berusaha menampakkan sikap adil terhadap semua anak.
Sebenarnya masih banyak lagi kesalahan-kesalahan dalam pendidikan anak yang
sebagian kita tidak mengetahuinya. Memang benar kata orang bahwa belajar menjadi
guru (patut diingat bahwa orang tua adalah guru pertama bagi anak) adalah merupakan
siklus yang tidak berujung. Selamat menjadi guru sukses!

Mengapa Anakku Suka Membantah?


Terbit 10 September 2009 Komentar 7 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Anda pusing menghadapi anak Anda yang sangat suka membantah.


Setiap Anda bicara, selalu saja ada bantahan-bantahan darinya yang membuat Anda
menjadi semakin marah dan sering kali tak tahan untuk tidak memukul. Anda tentu
bertanya-tanya: mengapa anakku suka membantah?

Sebenarnya, tidak selamanya sifat suka membantah ini berasal dari kesalahannya semata,
melainkan ada andil orangtua di dalamnya. Anak-anak hanya akan membantah orangtua
yang terlalu banyak memaksakan kehendaknya sendiri alias otoriter, cerewet, terlalu
banyak mengatur tanpa memberi anak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan
pikirannya, juga orangtua yang ingin menang sendiri.

Mari kita koreksi diri kita sendiri sebagai orangtua: apakah ketika anak-anak melakukan
kesalahan, kita memberikannya nasehat panjang lebar dengan memberikan argument-
argumen dan logika-logika orang dewasa? Apakah kita menuntut anak-anak untuk
melakukan apa yang kita inginkan? Apakah kita sudah memberinya kesempatan untuk
bicara dan mengemukakan keinginan dan cita-citanya sendiri?

Sering kali kita melalaikannya bukan?

Anak-anak butuh dihargai perasaan-perasaannya, dimengerti dan dipahami


pendapat-pendapatnya, dan dibesarkan hatinya. Kebutuhan ini sangat urgen pada
masa kanak-kanak. Sebagai orangtua kita tidak boleh memperlakukan anak-anak
sebagaimana kita memperlakukan orang dewasa. Cara penanganan anak-anak haruslah
menggunakan cara anak-anak, bukan cara orang dewasa.

Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan ketika anak-anak mulai membantah dan
menolak melakukan apa yang kita minta:

Pertama, beri dia kesempatan untuk bicara. Perhatikan apa yang disampaikannya, lalu
berikan pengertian dengan lembut. Misalnya, adzan sudah berkumandang, namun ia tetap
bertahan di depan game komputernya. Anda menegurnya untuk segera berwudhu dan
pergi ke masjid. Anak Anda membantah dan menolak untuk bergegas ke masjid.
Sebagian besar kita tentunya akan marah dan emosi, serta mengatakan : kamu nggak
dengar mama bilang apa tadi?!. Coba bicaralah dengan lemah lembut tanpa nada marah
kepadanya : Sayangku, Allah sudah memanggil. Anak sholeh tentu ingin dapat pahala,
kan? Ke masjid dulu, yuk! Gamenya kita lanjutkan lagi nanti

Kedua, jika ia tetap ngotot untuk membantah, maka berikanlah pilihan yang tidak
disukainya. Misalnya, Wah, ternyata game lebih penting ya, daripada panggilan Allah
untuk sholat? Ya sudah, sekarang pilih deh, mau ke masjid, atau mama cabut kabel
komputernya?. Jangan sekali-kali memperturutkan anak dengan kemauan-kemauannya
atau memberikan pilihan-pilihan yang disukainya. Mengapa? Karena anak bandel paling
tidak suka diatur-atur. Dengan memberinya pilihan yang tidak disukainya, ia akan
berusaha untuk tidak membantah Anda karena ia tidak ingin melakukan atau
mendapatkan apa yang tidak disukainya.

Ketiga, konsisten dan berikan pilihan yang paling tidak enak yang tidak disukainya jika
ia tetap membantah Anda. Ingat, jangan ulangi pilihan yang sama. Misalnya, jika ia tidak
takut jika kabel komputernya Anda cabut, Anda harus konsisten dengan apa yang Anda
katakan tadi. Dengan kata lain, benar-benar mencabut kabel tersebut. Jika Anda tidak
melaksanakan apa yang Anda ucapkan, dia akan menganggap Anda remeh. Jika ia
berusaha untuk menyambungkan kembali kabel yang Anda cabut, maka berikan pilihan:
Oke, terakhir, silakan pilih: pergi sholat dan mama masih memberimu kesempatan untuk
bermain game setelahnya, atau mulai hari ini tidak ada game komputer lagi. Mama akan
menjualnya dan tidak akan pernah mau membeli komputer lagi.

Pada awalnya, anak-anak pastilah akan menggerutu. Tapi, selanjutnya, ia akan


menentukan pilihan-pilihan yang terbaik baginya tanpa harus memilih sesuatu yang tidak
enak karena membantah Anda.

Selain langkah-langkah tersebut, Anda pun harus mulai merubah pola mendidik anak
yang selama ini Anda berlakukan. Ajari anak Anda untuk mau berpikir ke depan dan
berlatih mandiri. Bagaimana caranya?

Jangan terlalu mendiktenya. Berikan pilihan-pilihan, selama hal itu memungkinkan.


Dengan memberinya kesempatan untuk memilih, Anda berarti telah membantunya untuk
menyelesaikan masalahnya sendiri dan berlatih mandiri. Anda juga telah membuatnya
merasa dihargai. Dengan demikian, sikap-sikapnya yang suka membantah dan
membangkang akan berangsur-angsur berkurang dan akan hilang jika dibiasakan seperti
ini.

Berikan motivasi dan dukungan saat ia melakukan sebuah kebaikan atau berlaku
sopan. Dengan demikian, ia akan berusaha untuk selalu tampil baik dan melakukan
kebaikan-kebaikan yang lain.

Jangan menakut-nakuti anak dengan akibat buruk kecuali jika diperlukan. Sebab,
setiap anak terdorong untuk mengetahui segalanya dan ingin mencoba segala sesuatunya.
Maka berikanlah ia kesempatan untuk mencoba dan memacu kreativitasnya sendiri,
sehingga akhirnya ia belajar sendiri akibat baik dan buruknya tentang segala sesuatu, juga
terbiasa untuk berfikir panjang sebelum melakukan sesuatu.

Jika merasa perlu untuk menakut-nakuti anak dengan akibat buruk dari sebuah kejelekan,
maka sampaikanlah dengan bahasa yang santun, nada kasihan, dan bukan dengan
nada marah. Agar ia tergerak untuk meninggalkan sesuatu bukan karena jengkel pada
Anda.

Latihlah anak-anak untuk bertanggungjawab terhadap apa yang telah ia lakukan.


Misalnya, Anda merasa perlu untuk menghukumnya, maka jangan ragu-ragu
menghukumnya dengan setimpal atas dasar cinta kasih.

Alasan Mengapa Kita Tidak Boleh


Memukul Anak
Terbit 13 July 2012 Komentar Beri Komentar Kategori: Parenting, Pendidikan &
Psikologi

Sebagian orang tua masih rajin menerapkan hukuman fisik bila


anaknya melakukan kesalahan. Orang tua berdalih, dengan memberikan hukuman fisik,
seperti menampar-memukul, adalah sesuatu yang wajar agar si anak menjadi penurut,
tidak bandel, dan tentunya ingin anak kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa dan
bangsa. Dibenarkankah mendidik anak dengan kekerasan fisik?

Menurut sosiolog Prof. Murray Straus, makin tinggi persentase orang tua memberi
hukuman fisik kepada anaknya, maka semakin rendah IQ anak. Bahkan semakin sering
orang tua memukul anak akan membuat perkembangan mental anak akan menjadi
lambat. Anak yang sering mendapat perlakuan kasar maupun keras dari orang tuanya
akan membuat anak minder, tidak mau bergaul dengan teman sebayanya dan maunya
mengurung diri atau bermain sendiri di kamar.

Psikolog Dr. Rahli Briggs dari New York mengatakan, berdisiplin merupakan kesempatan
baik untuk mengajarkan sesuatu kepada anak. Tetapi bila orang tua memukul, maka dia
akan mengajari anak bahwa dengan cara kekerasan itu akan menyelesaikan masalah atau
untuk menangani suatu situasi. Jangan sampai budaya kekerasan diterapkan dalam
keluarga dan masyarakat.
Dalam hasil studi menunjukkan bahwa stres mengubah arsitektur otak anak dan merusak
saraf tertentu. Jadi, kalau orang tua tahunya hanya memukul, maka itu sama saja dia tidak
mengajarkan apa-apa tentang kebaikan. Mulai sekarang bila hendak mengajarkan anak,
jadikan dia sebagai teman kita. Jauhkan segala sesuatu yang bersifat kekerasan. Dengan
penuh kasih sayang dalam mengajar anak-anak, maka kita telah menciptakan budaya
senyum tanpa kekerasan dalam rumah tangga.

Berikut ini 8 alasan kenapa Anda sebaiknya tidak memukul anak:

1. Memukul anak malah mengajarkan mereka untuk menjadi orang yang suka memukul.
Cukup banyak penelitian yang menunjukkan bahwa anak yang sering dipukul memiliki
perilaku agresif dan menyimpang saat mereka remaja dan dewasa. Anak-anak secara
alami belajar bagaimana harus bersikap melalui pengamatan dan meniru orangtua
mereka. Makanya jika Anda suka memukul, saat dewasa nanti mereka pun akan
menganggap apa yang Anda lakukan itu memang boleh dilakukan.

2. Anak-anak berperilaku tidak baik biasanya karena orangtuanya atau orang yang
mengasuhnya melupakan kebutuhannya. Kebutuhan itu diantaranya, tidur yang cukup,
makanan bernutrisi, udara segar dan kebebasan mengeksperikan diri untuk
bereksplorasi. Orangtua terkadang melupakan kebutuhan anak tersebut karena terlalu
sibuk dengan urusan mereka sendiri. Ditambah lagi stres yang melanda membuat
orangtua jadi cepat emosi saat anak mulai menunjukkan sikap tidak baiknya. Sangat
tidak adil jika akhirnya anak dipukul hanya karena sikap tidak baiknya yang awalnya
sebenarnya adalah kesalahan orangtua.

3. Hukuman malah membuat anak tidak belajar bagaimana seharusnya menyelesaikan


konflik dengan cara yang efektif dan lebih manusiawi. Anak yang dihukum jadi
memendam perasaan marah dan dendam. Anak yang dipukul jadi tidak bisa belajar
bagaimana menghadapi situasi yang sama di masa depan.

4. Hukuman untuk anak dengan kekerasan bisa mengganggu ikatan antara orangtua dan
anak. Ikatan yang kuat seharusnya didasari atas cinta dan saling menghargai. Jika Anda
memukul anak, dan anak kemudian menuruti perkataan Anda, apa yang dilakukannya itu
hanya karena dia takut. Sikap itu pun tidak akan bertahan lama karena pada akhirnya
anak akan memberontak lagi.

5. Anak yang mudah marah dan frustasi tidaklah terbentuk dari dalam dirinya.
Kemarahan tersebut sudah terakumulasi sejak lama, sejak orangtuanya mulai
memberinya hukuman dengan kekerasan. Hukuman itu memang pada awalnya sukses
membuat anak bersikap baik. Namun, saat anak beranjak remaja dan menjadi dewasa,
hukuman itu malah menjadi buah simalakama.

6. Anak yang dipukul di bagian sensitifnya, bisa membuat anak mengasosiasikan hal itu
antara rasa sakit dan kenikmatan seksual. Pemikiran tersebut akan berdampak buruk,
terutama jika anak tidak mendapat banyak perhatian dari orangtuanya, kecuali hanya saat
dihukum. Anak yang mengalami hal tersebut akan tumbuh menjadi anak yang kurang
percaya diri. Mereka percaya, mereka tidak layak mendapatkan hal yang lebih baik.

7. Hukuman fisik bisa membuat anak menangkap pesan yang salah yaitu tindakan itu
dibenarkan. Mereka merasa memukul orang lain yang lebih kecil dari mereka dan
kurang memiliki kekuatan, memang dibolehkan. Saat dewasa, anak ini akan tumbuh
menjadi orang yang kurang memiliki kasih sayang pada orang lain dan takut pada orang
yang lebih kuat dari mereka.

8. Berkaca dari orangtuanya yang suka memukul, anak belajar kalau memukul
merupakan cara yang bisa dilakukan untuk mengeksperikan perasaan dan menyelesaikan
masalah. Oleh karena itu, sungguh memukul anak bukanlah cara yang tepat untuk
mendidik mereka atau membuat mereka jadi orang yang lebih baik.

Mengapa Anakku Suka Berbohong?


Terbit 13 July 2009 Komentar Beri Komentar Kategori: Tumbuh Kembang Anak

monster itu ada di bawah tempat tidurku, UstadzahKalo malem, dia suka ganggu
aku. Tadi malem, juga, aku mimpi monster

Siapa yang mau kukasih es krim besok? Kalo mau kukasih es krim, ya, mainnya sama
akubukan sama dia

Ehehabiku itu keren lho, pas naik motor cepet banget sampe bisa terbang ke luar
angkasa

Pernahkah Anda menjumpai putra atau putri Anda mengucapkan hal yang senada dengan
pernyataan-pernyataan di atas? Sebagian dari Anda mungkin pernah, dan sebagian yang
lain mungkin tak pernah. Tapi, saya rasa, hampir sebagian anak-anak pernah
mengucapkan hal-hal yang semacam ini.

Berbohong adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang yang biasa terjadi dalam
tumbuh kembang seorang anak. Ini merupakan salah satu bagian dari perkembangan
otaknya.

Bentuk-bentuk kebohongan

Ada anak yang senang sekali memutarbalikkan kebenaran. Misalnya, ia menggunakan


uang yang Anda berikan untuk membayar SPP untuk membeli mobil-mobilan baru, dan
ia mengatakan pada Anda bahwa mobil itu didapatnya dari teman, sementara uang Anda
hilang.

Ada tipe anak yang suka melebih-lebihkan saat bercerita. Misalnya, anak melebih-
lebihkan ceritanya soal sang Ayah atau Ibu pada teman-temannya. Seperti ingin
memberikan kesan bahwa Ayah atau Ibunya sangatlah istimewa.

Ada pula anak yang senang membual. Misalnya saja, anak menceritakan pengalaman
liburan yang tidak ia lakukan. Ia bercerita seolah-olah ia telah pergi ke suatu tempat yang
istimewa. Padahal sebetulnya ia tidak melakukan kegiatan liburan apapun di luar rumah.

Konfabulasi. Anak menceritakan sesuatu yang tidak sepenuhnya benar. Bisa jadi adanya
kecenderungan otak untuk membuat imajinasi seakan-akan nyata dan pernah dialami.

Menyalahkan orang lain atau sesuatu yang lain untuk kesalahan yang dibuatnya sendiri.
Misalnya, anak memecahkan pot tanaman, dan bilang, Tadi ditabrak kucing.

Tapi, mengapa harus berbohong?

Alasan-alasan

Hal pertama yang harus kita ketahui adalah alasan mengapa seorang anak berbohong.
Tidak mungkin seorang anak berbuat tanpa memiliki alasan. Sekalipun alasan tersebut
tentu saja tidak bisa membuatnya dibenarkan untuk berbohong.
Adanya contoh yang salah. Coba kita telaah kembali pada diri kita sebagai orang tua.
Sudah benarkah cara kita mendidik anak-anak kita? Bisa jadi, tanpa kita sadari, kita telah
mengajari anak berbohong. Dalam hal kecil, misalnya, saat ada telepon dan kita enggan
menerimanya, kita meminta anak untuk mengatakan bahwa kita sedang tidak di rumah.

Melindungi diri dari hukuman atau sesuatu yang mengancamnya. Anak-anak yang
merasa ketakutan, pasti akan mencari cara agar ia bebas atau terhindar dari hukuman.

Menolak kenyataan, sebagai cara mengatasi ingatan dan perasaan yang menyakitkan.
Misalnya, di sekolah, anak dihukum guru. Tetapi, di rumah ia ceritakan bahwa tadi guru
memberinya hadiah.

Butuh perhatian. Anak-anak suka melakukan kebohongan untuk mencari perhatian dari
orang-orang dewasa di dekatnya. Ini biasa juga terjadi, lantaran si anak merasa perhatian
orang-orang di sekitarnya sangat minim terhadapnya.

Belum dapat membedakan antara fantasi dan kenyataan. Ini biasa muncul pada
anak-anak yang lebih kecil. Mereka senang pada cerita-cerita khayal, monster-monster
atau tokoh-tokoh putri dan ksatria-ksatria. Sering kali mereka mengira bahwa tokoh
khayal tersebut benar-benar ada dan nyata.

Melindungi anak lain. Ada sebuah ikatan tertentu pada anak-anak yang membuat
mereka merasa perlu untuk saling melindungi. Lihatlah anak-anak dalam sebuah
kelompok atau geng. Biasanya, mereka memiliki kecenderungan untuk saling melindungi
satu sama lain. Jika salah satu dari mereka diganggu kelompok lain, maka anggota
kelompok anak itu pasti akan melakukan serangan balik untuk melindungi anggotanya.

Citra diri negatif. Anak yang sering merasa dirinya tidak berarti, sering kali berbohong
untuk menaikkan citra dirinya. Ini juga sering kali terjadi pada anak-anak untuk
membeli temannya. Saat di TK, sering saya jumpai anak-anak melakukan iming-iming
palsu pada teman-temannya agar mereka mau bermain dengannya.
Tidak dipercaya orang tua. Misalnya saja, orang tua mengatakan bahwa anak adalah
pembohong. Maka citra pembohong akan semakin kuat melekat pada anak.

Penanganan

Meski berbohong adalah salah satu bentuk penyimpangan yang biasa terjadi pada anak-
anak, sepatutnya kita sebagai orang tua untuk lebih waspada dan segera melakukan
penanganan agar anak tidak menjadikannya sebuah kebiasaan yang nantinya akan
mendarah daging.

Kita boleh memberikan hukuman sebagai pengalaman bahwa berbohong justru


merugikan. Selain itu, orang tua juga harus menanamkan pentingnya nilai kejujuran
dengan menunjukkan bahwa, bila anak berterus terang mengenai masalah tertentu, orang
tua akan membantunya menyelesaikan masalah tersebut.

Berikan contoh yang baik dan lebih mawas diri terhadap kecenderungan yang biasa juga
dilakukan oleh orang tua, seperti melebih-lebihkan cerita, ingkar janji, tidak mengakui
kesalahan, dan menyuruh anak berbohong dengan mengatakan pada tamu bahwa
ayah/ibu tidak ada di rumah.

Berikan umpan balik pada cerita anak yang belum bisa membedakan antara fantasi dan
kenyataan. Misalnya, menyuruh anak untuk menceritakan yang sesungguhnya setelah ia
bercerita mengenai apa yang tidak pernah terjadi.

Jangan pojokkan anak dengan memberinya cap pembohong. Adanya cap tersebut akan
membuat anak semakin merasa dirinya rendah dan tidak berguna. Bisa jadi, ia akan
semakin menunjukkan cap pembohong tersebut dengan selalu melakukan kebohongan-
kebohongan.

Alasan-alasan Mengapa Kita harus


Tersenyum
Terbit 28 October 2009 Komentar 6 Komentar Kategori: Spirit & Motivasi
Senyum. Sesuatu yang sangat mudah dilakukan sebenarnya. Kita
hanya perlu menarik bibir saja hingga membentuk sebuah garis senyum. Tapi, mengapa
kita harus tersenyum?

Senyum membuat kita lebih menarik. Sekarang bercerminlah. Buat wajah Anda
tersenyum. Bagaimana tampaknya? Lalu, buat wajah Anda cemberut. Bagaimana
tampaknya? Mana yang lebih menarik? Survey membuktikan, kita lebih terlihat menarik
saat kita tersenyum. Tak percaya? Buktikan saja!

Senyum dapat mengembalikan mood yang payah. Anda merasa tidak mood saat ini?
Cobalah untuk tersenyum. Meskipun pada mulanya senyum Anda tidak tulus atau dibuat-
buat, tapi senyum dapat mempengaruhi tubuh untuk memperbaiki moodnya.

Senyum mudah menular. Ketika suasana di rumah atau di tempat Anda bekerja sedang
suram, cobalah untuk tersenyum. Maka senyum Anda akan menulari teman-teman dan
orang-orang di sekeliling Anda. Seperti senyuman bayi, yang otomatis dan tulus, akan
mencairkan kebekuan kakek tua yang menunggu vonis penyakitnya dan membuatnya
lebih rileks.

Stress hilang karena senyum. Senyum dapat mengendurkan saraf-saraf yang tegang.
Juga membuat gurat-gurat kelelahan, capek, dan kekesalan Anda menjadi hilang. Anda
pun dapat terlihat awet muda.

Senyum membuat Anda sukses. Senyum membuat Anda menjadi tampil lebih percaya
diri. Nah, kepercayaan diri ini lah yang membuat Anda dapat meyakinkan klien, dapat
menarik minat lebih banyak klien, dan itu pada akhirnya akan membuat Anda sukses.

Senyum membuat Anda berpikir lebih positif. Senyum tanpa diiringi dengan pikiran
positif, tentu takkan bisa terlihat seperti senyum yang sebenarnya. Pikiran positif tanpa
senyum pun, juga takkan mungkin. Jadi, senyum dan pikiran positif akan selalu berjalan
seirama.

Gaya Mendidik Anak Yang Tidak Efisien


Terbit 02 January 2009 Komentar 9 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Ada beberpa gaya mendidik anak yang secara emosional pada umunya tidak efisien
menurut daniel goleman :
Sama sekali mengabaikan perasaan. Orang tua semacam ini memperlakukan masalah
emosional anaknya sebagai hal kecil atau ganguan, sesuatu yang mereka tunggu-tunggu
untuk dibentak. mereka gagal memanfaatkan momen emosional sebagai peluang untuk
menjadi lebih dekat dengan anak, atau untuk menolong anak memperoleh pelajaran-
pelajaran dalam keterampilan emosional.

Terlalu membebaskan. Orangtua ini peka akan perasaan anak, tetapi berpendapat bahwa
apapun yang dilakukan anak untuk menangani badai emosinya sendiri baik adanya.
bahkan misalnyadengan cara memukul. Seperti orangtua yang mengabaikan perasaaan
anaknya, orangtua jenis ini jarang berusaha memperlihatkan kepada anaknya respons-
respons emosional alternatif. Mereka mencoba menenangkan semua kekecewaan dan,
misalnya, akan menggunakan tawaran-menawarserta suap agar anak berhenti bersdih hati
atau marah.

Menghina, tidak menunjukkan penghargaan terhadap perasaan anak. Orangtua semacam


ini biasanya suka mencela, mengecam, dan menghukum keras anak mereka. Misalnya,
mereka mencegah setiap ungkapn kemarahan anak dan menjadi kejam bila melihat tanda
kemarahan palin kecil sekalipu. Mereka adalah orangtua yang akan berteriak marah pada
anak yang mencoba menyampaikan alasannya Jangan membantah

Terakhir, ada orangtua yang memanfaatkan situasi kemarahan anak dengan bertindak
mirip pelatih atau guru dibiang emosi. Merekamenanggapi perasaan anak dengan cukup
serius untuk berupaya memahami apa sebenarnya yang membuat mereka marah (apakah
kamu marah karena sakit hati pada temanmu?) dan menolong anak menemukan cara-
cara positif untuk menenangkan perasaan (Dari pada memukulnya, mengapa kamu tidak
mencari mainan dan bermain sendiri saja sampai kamu ingin bermain dengan temanmu
lagi?)

Rahasia Yang Boleh Dan Tidak Boleh


Dibuka
Terbit 12 March 2009 Komentar 1 Komentar Kategori: Rumah Tangga

Hendaknya seseorang tidak menyebarkan rahasia, sesuatu yang


menjadi kekhususan orang lain atau urusan-urusan masyarakat tertentu berdalih
keterbukaan dan kejujuran. Rahasia orang adalah amanah yang wajib dijaga. Dalam
kehidupan sosial dan kehidupan rumah tangga khususnya, hendaknya harus ada
keseimbangan antara keterbukaan, kejujuran dan penjagaan rahasia. Sebab segala sesuatu
pasti ada batasnya dimana seseorang tidak boleh melanggarnya.
Keterusterangan adalah pilar kehidupan rumah tangga yang sehat.Karena kebohongan
dan ketidakterusterangan merupakan sebab terpenting dari munculnya kelemahan jiwa
saling mempercayai antara suami istri. Kejujuran dan keterusterangan akan menambah
jiwa saling percaya, yang merupakan sesuatu yang paling berharga yang dimilki oleh
suami istri sejak bersama-sama membangun rumah tangga.

Namun bukanlah yang dimaksud dengan keterusterangan adalah meminta suami atau istri
untuk menceritakan hal-hal yang berkenaan dengan sebelum pernikahan. Karena hal ini
akan menimbulkan tumbuhnya bibit-bibit keraguan sehingga memungkinkan suami istri
tidak saling memahami dan saling mempercayai.

Pemerhati keluarga berpendapat bahwa suami istri sebelum ikatan perkawinan berhak
bertanya dan mencari tahu tentang kondisi satu sama lain. Namun setelah pernikahan,
maka kedua belah pihak bertanggung jawab menjaga hak-hak satu sama lain dimulai
sejak awal dijalinnya ikatan perkawinan.

Maka seorang suami atau istri tidak boleh mengungkit-ungkit masalah pasangannya atau
mencari-cari urusan yang telah lalu. Keduanya tidak ada hak untuk mengetahui atau
menghitung-hitungnya. Oleh sebab itu keterusterangan suami istri ada batasnya, yakni
suatu keterusterangan yang tidak mengarah pada kemudharatan, melukai perasaan
ataupun hal-hal yang akan mendatangkan ketidak manfaatan.

Keterusterangan suami istri tetaplah ada batasan-batasannya. Seorang istri pasti


mempunyai teman, keluarga atau kerabat. Apabila salah satu diantara mereka memberi
amanah untuk menjaga rahasianya, maka tidak bolehseorang istri membuka rahasia
teman, saudara atau keluarganya kepada suami. hal ini juga berlaku bagi suami, ia wajib
menjaga rahasia orang lain.

Sebagaimana dilarang mengumbar rahasia orang lain kepada suami istri dengan dalih
keterbukaan, sesungguhnya yang lebih penting lagi adalah menjaga rahasia suami istri.
Tidak boleh seorang istri menceritakan rahasia hubungan suaminya dengannya kepada
keluarga atau sahabatnya. Demikian halnya dengan seorang suami, tidak boleh membuka
rahasia istrinya serta kehidupan mereka berdua kepada keluarganya.

Suami istri adalah pemegang amanah atas rahasia keduanya. Tidak diragukan lagi bahwa
menjaga rahasia suami istri merupakan sebab-sebab kelanggengan kehidupan berumah
tangga. Dan termasuk menjaga rahasia adalah menutupi aurat hububgab suami istri. Tapi
sayangnya, sebagian perkumpulan kaum perempuan bahkan mereka yang sudah
terpelajar sekalipun, kita sering mendengar darinya cerita-cerita yang seharusnya malu
untuk diungkapkan. Setiap dari mereka masuk daerah kekhususan suami istri.

Problematika ini memang lebih banyak terjadi di kalangan kaum wanita dibanding kaum
laki-laki. Seseorang mengatakan ketika memuji kemuliaan istri dan sifat penjagaan
rahasia-rahasianya, Duhai, apabila suaminya meninggalkan ranjangmaka
terkuncilah segala cerita dan terjagalah seluruh rahasia.
Menjaga Emosi Antar Anak
Terbit 10 March 2010 Komentar 2 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Tak hanya orang dewasa, anak-anak pun juga sering berbeda pendapat,
pandangan, juga pemahaman. Apalagi sifat mau menang sendiri yang masih kuat hingga susah
diberi pengertian. Pertengkaran juga bisa dipengaruhi kondisi emosi anak saat itu. Misalnya ia
sedang kesal, capek, atau kecewa, maka anak jadi agak sensitif, kesenggol sedikit saja si kecil
bisa marah-marah dan akhirnya bertengkar. Bertengkar juga bisa menjadi cara anak untuk
mencari perhatian orang tuanya. Lalu bagaimana kita menyikapi dengan cara yang tepat?

1. tidak terpancing emosi. Bersikaplah tenang sambil tetap melakukan pengawasan.


Sembunyikan rasa kesal dan emosi yang akan muncul. Karena jika kita marah maka ia
akan semakin menjadi-jadi.

2. bila pertengkaran sampai pukul-memukul atau saling jambak-menjambak segera


pisahkan keduanya. Tapi kalau hanya berdebat, orang tua cukup mengawasi saja. Dengan
begitu pertengkaran akan berhenti dengan sendirinya. Setelah selesai baru dibahas
dengan sang anak.

3. lakukan dialog dengan anak. Setelah dileraikan dan anak sudah tenang semua, mintalah
masing-masing anak untuk duduk dan bicarakan tentang apakah yang menjadi penyebab
pertengkaran.

4. jangan mengintervensi. Karena jika kita selalu mengintervensi dan berusaha


mendamaikan anak, menentukan yang salah dan benar, dan membuat keputusan, maka
anak takkan belajar untuk mencari solusi dari konflik yang dihadapi. Jadi biarkan anak
mengungkapkan pendapatnya.

5. berikan arah dan penguatan untuk solusi yang diungkapkan sang anak. Walaupun kita
memberikan kesempatan anak untuk belajar mencari solusi, namun kita tetap harus
mengarahkan anak dalam bermusyawarah.

6. Cara Mengatasi Keributan Antar Saudara

7. Strategi Untuk Mencerdaskan Emosi

8. Prinsip Utama Mengelola Emosi Anak


9. Menyelesaikan Pertengkaran Antara Anak

10. Mengelola Emosi Anda Menghadapi Balita

Mengatasi Kemarahan Anak Dengan


Kemarahan, Efektifkah?
Terbit 11 March 2010 Komentar 5 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Menurut Kak seto emosi marah, adalah emosi yang paling sulit
dikendalikan oleh anak-anak. Jangankan anak-anak, orang dewasa saja merasa perlu untuk
mengikuti kelas manajemen marah. apalagi anak-anak, yang senantiasa mengungkapakan apa
yang mereka rasakan dengan spontanitas.

Anak pertamaku secara tidak langsung banyak mengajarkan padaku cara menghadapi
kemarahannya. Seringkali saya merespon kemarahannya dengan kemarahan juga. Ternyata
respon itu sangat tidak efektif. efektif pada awalnya, tapi merepotkan pada akhirnya. Justru dia
belajar tentang kemarahan lebih jauh dengan kemarahanku. Bukannya bisa membantunya
mengatasi kemarahannya. parahnya lagi kemarahannya yang semakin bertambah ini akan dia
bawa saat berinteraksi dengan adiknya dan juga teman-temannya. WoW sangat
menyedihkan!!! saya, ibunya telah membuatnya begitu, sehingga tentu itu akan sangat
mempengaruhi proses sosialisasnya. dan yang ga kalah penting mempengaruhi kecerdasanya.

seringkali, Setelah beberapa saat barulah tersadar bahwa saya telah melakukan kesalahan fatal
dalam memperlakukannya. Barulah timbul penyesalan yang dalam. sering saya bertanya-tanya
apakah yang dia rasakan? Betapa orang yang paling dia sayangi telah menorehkan luka yang
dalam dan membekas ke dalam jiwanya. pada saat seperti ini biasanya timbullah tekad bahwa
saya tak boleh lagi melakukannya dilain waktu. Saya harus belajar menjadi seorang ibu yang
sabar dan bijak. Belajar memahami perasaannya. Berempati terhadap yang dia rasakan. Tapi di
lain waktu kembali lagi terulang-ulang. Duh sayang maafkan ummi..ummi sedang belajar
menjadi ibu yang sabar dan memahami perasaan dan keinginanmu.

Suatu hari saya mencoba menahan diri sekuat tenaga ketika anak sulungku ini mulai merengek,
menangis, mengamuk, dllku mencoba menenangkan diri dan mencoba untuk memahaminya
dan mengungkapakan rasa sayangku dengan setulusnya disela-sela upaya untuk mengendalikan
emosi diri melihat tangisan dan kerewelannya, baik dengan kata-kata maupun dengan pelukan
dan belaian. AJAIBtangisannya perlahan mereda, dan jiwanya mulai tenang. Keadaan ini
membuatku sangat tersentak. Apakah ini berarti selama ini dia merasa kurang kasih sayang,
kurang perhatian. Apakah dia merasa kekurangtulusan kasih sayang dariku, ibunya sendiri.
Saya jadi bertanya-tanya tentang diriku sendiri. banyak yang harus dibenahi. Yah bagaimanapun
kesabaran pasti memberikan hasil yang terbaik. Ini berarti sangatlah tidak efektif mengatasi
kemarahan anak dengan kemarahan juga. Malah justru membuat dia belajar marah lebih jauh.

Dalam islam kita diajarkan trik-trik mengatasi kemarahan dianataranya adalah : jika sedang
marah dalam keadaan berdiri maka hendaknya duduk, dan jika sedang duduk hendaknya
berbaring, bisa juga dengan mengambil air wudhu agar mendinginkan emosi kita yang sedang
bergolak.

Berikut ini saya kutipkan dari bukunya kak seto membantu balita dalam mengendalikan
kemarahannya ada beberapa cara positif untuk mengendalikan kemarahan, misalnya dengan :

Menggambar, mencoret-coret kertas, mewarnai gambar untuk menunjukkan


kemarahannya

Merobek-robek kertas dan membuangnya jauh-jauh

Berteriak ditempat yang sepi

Melemparkan batu jauh-jauh kesungai atau laut

Ajarkan anak untuk melakukan relaksasi, seperti menghela nafas panjang dan
menghembuskannnya di saat kemarahanya memuncak.

Tunjukkan pula bahwa kita akan selalu siap dan rela mendengarkan keluhannya saat
marah, sepanjang dia mengekspresikan marahnya dengan cara yang positif

semoga para ibu bisa menjadi pendidik terbaik untuk semua buah hatinya agar anak-anak kita
bisa menjadi generasi yang sehat lahir batin sehingga bisa meneruskan perjuangan generasi
sebelumnya.

Menangani Anak Dengan Perilaku Destruktif


Terbit 25 July 2009 Komentar 1 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Perilaku destruktif pada anak sering kali membuat para orang tua bingung, kewalahan, dan
frustrasi. Perilaku ini memiliki kecenderungan untuk merusak benda-benda. Seorang murid saya
di sekolah juga ada yang menunjukkan perilaku ini. Banyak benda dan mainan di sekolah yang
sering menjadi sasaran perilakunya ini.

Apakah destruktif selalu karena alasan marah atau luapan emosi?

Ternyata tidak. Perilaku destruktif bisa dilakukan tanpa sengaja atau juga dengan sengaja.Pada
kondisi pertama, destruktif yang tidak disengaja, ini biasa terjadi pada anak-anak yang ceroboh,
atau anak dengan kelebihan energi. Anak-anak tipe ini biasanya tidak menyadari kelebihan
energi mereka. Mereka senang mencoba-coba membongkar sesuatu karena keingintahuan yang
besar.

Sedangkan pada kondisi kedua, yakni destruktif yang disengaja, ini biasa terjadi pada anak-anak
dengan control emosi yang lemah. Mereka gemar melakukan kerusakan di saat marah.
Membanting sesuatu, memecahkan gelas dan barang-barang lain.

Orang tua perlu tanggap untuk segera melakukan pencegahan sejak dini jika anak menunjukkan
gejala-gejala seperti ini.

Hentikan dengan segera. Jika anak Anda mulai merusak, segera ambil mainan atau barang yang
sedang di rusaknya. Beri teguran tegas, dan mintalah ia untuk menjelaskan alasan
pengrusakannya. Setelah itu, mintalah anak untuk menenangkan dirinya, bila ia melakukannya
sambil marah. Untuk memberinya pelajaran, Anda bisa memintanya untuk mengganti barang
yang ia rusak dengan uang sakunya sendiri.

Pahami anak dengan cara mencari tahu penyebab tingkah lakunya yang destruktif itu. Beri pujian
jika perilaku destruktifnya menurun. Selalu ingatkan anak untuk belajar mengontrol emosinya.

Jika anak Anda adalah tipe anak yang mudah marah dan susah mengendalikan emosinya, Anda
mungkin perlu mencoba cara ini: sediakan sebuah papan kayu yang agak tebal. Setiap kali anak
Anda marah, mintalah ia untuk meluapkan amarahnya dengan memukulkan paku pada papan
tersebut. Pada suatu saat nanti, papan tersebut akan penuh dengan paku-paku. Mintalah ia untuk
mencabuti paku tersebut dengan catut. Apa yang akan terjadi? Tentunya papan kayu itu akan
penuh dengan lubang-lubang. Anda bisa menjelaskan padanya, bahwa kemarahannya ibarat
paku-paku itu. Merusak. Menyakiti orang lain. Dan akan sulit (bahkan tak pernah bisa) untuk
mengembalikannya seperti semula

Perilaku Menyimpang Pada Anak : Mencuri

7 Cara Menangani Anak Yang Suka Menentang

Belajar Bagaimana Berkomunikasi Dengan Anak-Anak Anda (1)

Membangun Komunikasi Produktif Dengan Anak

Anak Bermain Dengan Genitalnya


Cara Menghadapi Anak Yang Melawan Dan Keras Kepala

Bagaimana Membentuk Anak Yang Santun?

Aturan Yang Harus Diperhatikan Saat Belajar Komunikasi Dengan Anak

Mengajari Anak Berbagi

Ketika Cinta Tak Harus Berwujud Bunga

Masalah Payudara Saat Menyusui

Alasan-alasan Mengapa Kita harus Tersenyum

Perilaku Yang Sering Menyertai Bayi Yang Menderita Alergi

Anakku Sering Mimisan

Terampil Menahan Diri Bagi Anak Sejak Dini, Modal Kesuksesan Anak

Mengenal Bakat (Mesin Kecerdasan) Anak Jalan menuju Kesuksesan

Rahasia Yang Boleh Dan Tidak Boleh Dibuka

3 Langkah Menuju Sukses

Fakta Yang Tidak Benar Soal Ibu Menyusui

Manfaat Pengendalian Amarah Untuk Anak

Tips Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Anak

10 Cara Mengasah Talenta Anak

Biasakanlah Berkata Jujur Pada Anak Kita

Keluarga : Wadah Penggodokan Keterampilan Emosional

Bagaimana Cara Bergaul Dengan Anak


Yang Suka Bermusuhan?
Terbit 07 February 2009 Komentar Beri Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Anak yang suka bermusuhan bisa menimbulkan banyak persoalan. Ketika kita berbicara
tentang sifat anak yang suka bermusuhan kita akan temui beberapa contoh, di antaranya
yang terpenting adalah :

1. Penentangan (bersifat kasar)

Hal ini tampak pada anak dengan penolakannya kepada perintah orang tuanya atau
kerabatnya. Ini adalah sifat permusuhan yang paling mendasar.2. Perselisihan
Hal ini tampak pada saat anak bergaul dengan teman-temannya. Penelitian menunjukkan
bahwa perselisihan lebih cenderung terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak wanita,
dan juga bahwa sikap suka berselisih itu akan semakin berkurang dengan meningkatnya
usia anak.

3. Mencela
Hal ini juga tampak pada saat anak bergaul dengan anak lain terutama jika anak merasa
orang lain tidak menyukainya

Bahaya sikap-sikap permusuhan

Adanya anak yang bersikap bermusuhan pada suatu keluarga menimbulkan banyak
persoalan, di antaranya adalah tidak ada ketenangan dalam keluarga itu, tampaknya
permusuhan dengan saudaranya, memukulnya dan menghinanya serta rasa ingin menang
sendiri.
Maka sikap permusuhan seperti ini, wajib bagi setiap orang tua untuk bisa
menghilangkannya dari diri anak. Karena jika terus demikian, dikhawatirkan pada saat
usia anak tersebut telah dewasa dia akan tetap memiliki sifat demikian sehingga
merugikan banyak orang.

Di antara hal yang dapat dicoba untuk menangani anak yang suka bermusuhan adalah:

1. Mengajak anak berlatih olah raga atau permainan-permainan yang membutuhkan


banyak tenaga.
Diharapkan dengan banyak melakukan hal ini maka anak akan dapat dipalingkan dari
menggunakan kekuatannya untuk menyakiti temannya kepada hal-hal yang bermanfaat.

2. Mengarahkannya untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat


Seperti mengarahkan anak untuk menghafal Al-Quran dan lain-lain yang bisa
dibanggakannya di hadapan teman-temannya dari pada menyakiti teman-temannya.

3. mendidiknya dengan adab-adab terpuji


Dengan cara mendidiknya dengan penuh cinta dan lemah-lembut, sehingga anak akan
merasakan ketenangan dan menjadikannya terpicu untuk melakukannya pula.
4. Menghindarkannya dari hal-hal yang merusak
Dengan menjauhkannya dari menyaksikan program-program yang buruk dan memacu
perbuatan-perbuatan tercela.
Yang perlu dipahami pula bahwa pengobatan anak yang bersikap suka memusuhi ini
perlu juga untuk melakukan pengawasan terhadapnya dalam segala hal, baik perbuatan
maupun perkataannya kepada manusia dan segala sesuatu. Juga tatkala melakukan
penyembuhan diperlukan untuk menjadikan anak merasa bahwa kita dekat kepadanya,
mencintainya dan memberinya hadiah ketika dia melakukan hal-hal yang terpuji.
Di antara hal penting lainnya adalah senantiasaa berdoa untuk kebaikan anak-anak kita
agar menjadi orang-orang yang baik.

Saat Harus Berbagi


Terbit 11 August 2009 Komentar Beri Komentar Kategori: Rumah Tangga

Setiap kita memiliki permasalahan. Tapi, tidak setiap kita bisa menemukan pemecahan
masalah itu sendiri. Terkadang kita membutuhkan orang lain untuk membantu kita
memecahkan masalah, atau menemukan solusi-solusi. Inilah pentingnya kita untuk
berbagi. Sharing, begitu kita sering menyebutnya.

Sadar atau tidak sadar, Anda tentu pernah melakukannya. Baik itu masalah pribadi Anda,
ataupun masalah yang terjadi di lingkungan sosial Anda. Baik itu masalah yang
sebetulnya tidak boleh Anda bagi dengan sembarang orang, ataupun masalah yang
umumnya biasa terjadi.

Jika Anda seorang yang berkepribadian terbuka (ekstrovert), untuk berbagi masalah Anda
dengan orang lain adalah hal yang mudah. Bahkan cenderung sangat mudah. Tanpa
diminta pun Anda akan bercerita dan membagi permasalahan Anda.

Namun, bagi orang dengan kepribadian tertutup (introvert), sharing adalah hal yang
sangat-sangat sulit dan memberatkan. Anda lebih senang menyimpannya sendiri. Tapi,
sering kali menyimpan permasalahan bukanlah hal yang terbaik. Terlebih jika
permasalahan itu menyangkut kehidupan sosial Anda, baik itu keluarga maupun
masyarakat.

Cobalah untuk menuliskan permasalahan-permasalahan apa yang sedang Anda hadapi.


Lalu, ajak pasangan Anda berdiskusi untuk menemukan pemecahan-pemecahannya.
Atau, jika anak-anak Anda telah besar, Anda bisa juga melibatkan mereka. Dua kepala
lebih baik daripada satu, setuju?

Atau Anda bisa menuliskannya dalam sebuah tabel atau kolom, menuliskan
permasalahan-permasalahan Anda, juga solusi-solusinya, lalu tuliskan juga tenggat waktu
yang Anda inginkan agar permasalahan itu selesai.

Permasalahan kecil yang dibiarkan berlarut-larut atau mengambang, semakin lama akan
menumpuk, dan pada akhirnya itu akan menghancurkan Anda sendiri. Segera lakukan
penanganan, agar Anda merasa lega dan dapat menyelesaikan permasalahan yang lain
yang lebih besar.

Jangan lupa, yakinlah bahwa setiap masalah memiliki penyelesaian. Karena Allah tidak
mungkin menguji dengan sebuah masalah jika Anda tidak bisa menyelesaikannya. Allah
Mahatahu kemampuan hamba-Nya. Yang perlu Anda lakukan adalah berhusnudzan
(berbaik sangka) pada Allah dan diri Anda sendiri. Maka mengalirlah hawa positif yang
dapat membuka pikiran-pikiran Anda untuk menemukan jalan keluar.

Hak Hak Anak Yang Sering Terlalaikan


Terbit 04 December 2009 Komentar 2 Komentar Kategori: Parenting

Tidak ada manusia yang sempurna. Bahkan orangtua pun, juga


manusia biasa, tidak luput dari kesalahan. Yang terbaik adalah mereka yang mau
memperbaiki diri dan belajar dari kesalahan.

Anak-anak memiliki banyak hak, yang seringkali orangtua lupa, bahwa anak bukanlah
kepemilikannya, namun anak adalah titipan. Maka dari itu seorang anak pun memiliki
hak, sama seperti orangtua yang juga memiliki hak atas anak-anaknya.

Namun, agaknya, karena ada beberapa sifat kepemilikan orangtua terhadap anaknya,
maka ada beberapa hak anak yang sering terlalaikan:

Dijawab bersinnya. Salah satu hak seorang muslim adalah ketika ia versin dan
mengucapkan hamdalah, maka kita menjawabnya dengan doa. Begitu juga dengan anak-
anak, mereka juga memiliki hak untuk dijawab bersinnya, dan diajari untuk
mengucapkan hamdalah dan doa, serta menjawab bersin orang lain.

Dimintai ijinnya saat ingin mengambil sesuatu darinya. Menghargai perasaan-


perasaan seorang anak adalah sesuatu yang sangat penting. Dalam hal kecil apapun.
Misalnya, Anda ingin menawarkan mainan anak Anda kepada anak tamu Anda yang
sedang berkunjung. Mintalah persetujuannya terlebih dahulu. Meski pada awalnya, anak
akan menolak, namun jika Anda memberinya pengertian yang baik dan benar, maka
esok-esok ia dengan senang hati meminjamkan mainannya pada sebayanya.

Dimintai pendapatnya pada permasalahan yang mereka pahami. Sah-sah saja jika
Anda ingin meminta pendapat anak Anda tentang sesuatu yang akan Anda beli. Misalnya,
komputer baru. Jika anak-anak sudah mengerti komputer, tidak mengapa Anda meminta
pendapat mereka. Atau pada anak yang sudah besar, mereka bis dimintai pendapat
tentang membeli rumah baru, atau rencana piknik keluarga.

Dijelaskan sebab mengapa mereka tidak mendapatkan haknya. Sesekali mungkin


Anda pernah melarang anak Anda untuk makan sesuatu, atau pergi ke rumah temannya.
Mereka tentu memiliki hak untuk tahu, mengapa Anda melarang mereka begini dan
begitu, mengapa mereka tidak mendapatkan hak mereka. Penjelasan yang baik adalah
salah satu hak mereka serta menjadi obat atas luka karena kecewa. Ketika Anda
melarang mereka untuk pergi bermain, jelaskan alasannya dengan baik. Misalnya, Anda
ingin menghabiskan waktu l iburan bersama dengan mereka. Atau jelaskan, bahwa
sebentar lagi akan ada tamu yang ingin mengunjungi mereka.

Mendapatkan keadilan dalam kasih sayang. Tidak selayaknya orangtua


memperlakukan anak-anaknya berbeda-beda. Masing-masing anak memiliki hak yang
sama untuk dicintai, diakui, dan diberi perhatian. Sekali lagi, semua anak adalah emas.

Kesuksesan Tidak Memiliki Rahasia


Terbit 01 September 2009 Komentar Beri Komentar Kategori: Spirit & Motivasi

Setiap orang ingin sukses. Anda ingin sukses, saya juga ingin sukses. Jika Anda bertanya
pada pengamen di jalanan pun, mereka juga akan menjawab hal yang sama. Namun, tak
banyak orang yang bisa berkomitmen dengan kesuksesan yang mereka inginkan.

Ada 3 golongan orang yang menginginkan kesuksesan:

Golongan pertama, golongan bawah. Golongan ini adalah golongan yang


menginginkan kesuksesan, namun masih dalam tingkat ingin saja. Contohnya, ketika
Anda bertanya pada pengemis di lampu merah. Mereka akan menjawab, ingin sukses.
Dan hanya sebatas itu.
Golongan kedua, golongan menengah. Golongan ini menginginkan kesuksesan, namun
memiliki syarat. Misalnya, Anda bertanya kepada seorang pegawai di kantor Anda. Ia
akan menjawab, saya ingin sukses, TAPI saya tidak ingin bekerja seperti ini dan seperti
ini. Saya ingin pekerjaan yang santai dan uang mengalir,.

Golongan ketiga, golongan atas. Golongan ini adalah golongan yang menginginkan
kesuksesan, dan mereka berkomitmen pada apa-apa saja yang harus mereka jalani dan
mereka hadapi untuk mendapatkan kesuksesan tersebut. Apapun. Meski harus
memulainya sebagai seorang OB (office boy).

Mari kita merenung!

Termasuk golongan yang manakah kita? Silakan menjawabnya sendiri.

Sebetulnya, kesuksesan tidak memiliki rahasia. Sungguh!! Anda boleh saja tidak percaya,
tapi, inilah yang sebenarnya. Ya, KESUKSESAN TIDAK MEMILIKI RAHASIA.
Tanamkan kalimat ini baik-baik pada diri Anda.

Lalu mengapa ada orang sukses, dan ada orang yang bangkrut?

Jawabannya tergantung bagaimana orang tersebut. Kesuksesan itu bisa terjadi karena
adanya persiapan, kerja keras, dan mau belajar dari kegagalan.

Orang yang tanpa persiapan, hampir bisa dipastikan ia tidak bisa mencapai kesuksesan.
Lihat saja, para pekerja yang tidak menyusun time schedule dan program kerjanya.
Apakah dia bisa sukses? Tidak sepenuhnya. Jikapun ia bisa berhasil, namun keberhasilan
itu bukanlah keberhasilan yang optimal dari seluruh potensi yang ia miliki. Saya sendiri
sering merasakan, efek dari tanpa persiapan alias terburu-buru. Pekerjaan saya bisa jadi
terselesaikan. Namun, sangat tidak memuaskan. Jika biasanya saya bisa mendapatkan
nilai A untuk tugas-tugas terencana saya, maka nilai untuk tugas tanpa persiapan ini
hanya C minus.

Orang yang tak memiliki kemauan untuk bekerja keras alias pemalas, juga pasti tidak
akan pernah bisa meraih sukses. Pernahkah Anda melihat orang kaya yang berhasil
mendapatkan kekayaannya begitu saja? Tidak ada. Semuanya pasti dengan kerja keras.
Jika Anda ingin bermalas-malasan, maka jangan pernah bermimpi untuk menjadi sukses.
Anda harus berjuang dulu, harus mengorbankan keinginan-keinginan pribadi Anda dulu,
harus bersusah payah dulu, baru Anda akan mendapatkan kesuksesan itu. Kalaupun bisa
tanpa perjuangan, hmmsaya yakin Anda tidak akan pernah merasakan nikmatnya
menjadi sukses dengan tangan Anda sendiri. Contohnya? Orang kaya yang memperoleh
kekayaannya dari warisan orang tuanya saja, akan berbeda mentalnya dengan orang kaya
yang mendapatkan kekayaannya dari perjuangan dan kerja keras. Orang pertama
cenderung tidak disiplin, senang berfoya-foya, tak memiliki penghargaan terhadap orang
lain, meremehkan hal-hal kecil, dan menganggap segalanya bisa dibeli dengan uang.
Namun, orang kedua akan bersikap lebih bijak dalam memanajemen sesuatunya. Ia lebih
disiplin, lebih menghargai orang lain, tidak takut kegagalan, dan memiliki kedisiplinan
yang tinggi.

Orang yang takut akan kegagalan, juga bisa dipastikan tidak akan meraih sukses.
Kenapa? Karena dalam pikirannya telah tertanamkan ketakutan-ketakutan yang menjadi
tabir yang menghalangi langkahnya untuk maju. Padahal, kenapa harus takut pada
kegagalan? Jelas-jelas kegagalan itu adalah sebuah pelajaran atau peringatan akan sesuatu
untuk Anda, mengapa harus ditakuti? Jika Anda takut, berarti memang Anda adalah orang
yang pengecut dan tidak berani menghadapi tantangan!! Coba Anda baca sejarah
Abraham Lincoln, bagaimana ia berkali-kali gagal sebelum menjadi seorang presiden.
Lihat bagaimana Thomas Alfa Edison memulai hidupnya sebelum ia menjadi seorang
ilmuwan luar biasa.

Segalanya, tergantung pada diri kita sendiri. Sekarang, silakan tentukan langkah Anda
sendiri!

Mengasah Keterampilan Pengendalian


Diri Pada Anak
Terbit 04 April 2010 Komentar 1 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi,
Tumbuh Kembang Anak

Mengapa ya anak sulungku yang sudah 10 tahun tapi masih sering menangis?
lagi marah..menangis..: kalau protes juga nangis, lagi kesal juga nangis.. begitu
pertanyaan seorang ibu, teman yang ku kenal lewat pondok ibu.

Setiap anak itu berbeda. ada tipe anak yang mudah, anak yang sedang, dan tipe anak yang
sulit. Sehingga cara menangani setiap anak juga berbeda. ada yang perlu ditangani
dengan mudah dan sederhana sudah mampu memahami apa yang di ajarkan / diarahkan.
Tapi ternyata tidak begitu keadaannya dengan anak yang bertipe sulit. Lalu kapan saat
mengajarkan anak menendalikan dirinya?
Anak mampu menguasai diri baru dapat dilakukan ketika seorang anak mampu mengenal
emosinya. Memberi berbagai gambar ekspresi wajah dapat dijadikan media perkenalan
anak tentang macam-macam emosi, seperti senang, marah, sedih atau takut. Kemudian
anak ajak untuk terbiasa mengungkapakan emosi yang ia rasakan dengan memberi nama
pada emosi yang tampil di dirinya, Aku sedang sedih atau aku marah. Pembiasaan ini
melatih seorang anak menyadari apa yang sedang terjadi dalam dirinya.
Pada beberapa anak yang belum dapat melabelkan emosinya, biasanya mereka akan
melakukan hal yang sama, seperti menangis pada situasi yang berbeda. Ketika sedih ia
menangis, pada saat marah ia pun menangis, pada saat orang bertanya mengenai apa yang
sebenarnya terjadi pada dirinya, ia hanya menangis tanpa tahu bagaiman cara
mengkomunikasikan emosi yang ia rasakan.

Bagi anak-anak yang sudah mengenal dan mampu mengungkapkan apa yang ia rasakan,
masalah yang sedang ia hadapi akan dapat terselesaikan dengan lebih cepat dan tuntas. Ia
akan secara spontan mengatakan ; Aku marah, karena teman-teman menggangguku,
aku tidak suka diganggu. Orang lain yang mendengarnya akan lebih dapat meresponnya
dengan baik dan tepat, tanpa harus menduga-duga sebelumnya.

Selanjutnya anakanak di ajari bagaimana cara mengungkapkan emosi mereka dengan


baik dan benar. Cukup mengekspresikan kemarahan mereka dengan wajah marah disertai
kata aku marah, tanpa teriakan karena akan membuat sakit tenggorokannya atau telinga
orang lain. Marah tanpa disertai pukulan atau agresi fisik terhadap orang yang
membuatnya marah.

Pada saat ia sedih, anak boleh mengungkapkan kesedihannya dengan menangis, tak
terkecuali anak laki-laki. Namun tidak perlu histeris atau tantrum, karena sekali lagi akan
merugikan dirinya sendri maupun orang lain. Atau berlama-lama dalam menangis, yang
menyebabkan sakit di anggota tubuh lainnya. Harapannya adalah, setelah mereka mampu
mengekspresikan emosinya dengan baik, mereka mampu mencari jalan keluar atas
permasalahannya secara mandiri. Jika hal tersebut di atas telah dapat dilakukan oleh
seorang anak, berarti ia telah mampu mengontrol dirinya dengan baik.

Lalu bagaimana mengajarkan anak yang sudah 10 tahun menguasai dirinya dalam
mengekpresikan emosinya sesuai dengan emosi yang wajar tanpa menangis?

Disamping melakukan upaya-upaya diatas, Kesabaran, pengertian, penghargaannya dan


support terus menerus harus dilakukan. Setiap kali dia menangis, tunjukkan empati yang
tulus kepadanya akan perasaannya sebelum bertanya kepadanya mengenai apa
masalahnya dan apa yang dirasakan. sampai dia merasa nyaman dan tenang untuk
mengutarakan perasaannya. apakah dia sedang kesal, marah, sedih,dll. Lalu ajarkan
kepadanya jika dia sedang marah, maka dia bisa mengatakan kepada orang yang
dipercayanya jika dia sedang marah, tanpa menyimpan kemarahannya yang kemudian
akan meledak dengan tangisan. begitu juga jika sedang sedih atau kesal. Biasanya dengan
mengutarakan apa yang dirasakan itu sudah sangat membantu mengurangi ganjalan
dihatinya tanpa harus meledak dengan tangisan.

Bagaimanapun kesabaran akan memberikan hasil yang lebih baik. Bagi ibu atau orangtua
memang tidak mudah untuk sabar dalam menghadapi berbagai tingkah anak yang sulit
diatasi apalagi bagi anak yang menuntut dan harus diperlakukan dengan ekstra sabar dan
lembut. Ketidaksabaran atau ledakan emosi kita justru akan berbuntut kerugian bagi
perkembangan jiwa anak yang pada akhirnya kita (orangtua) juga yang akan merasakan
akibatnya.
Ketika kita dianugrahkan anak yang sulit, kita harus selau berpositif thingking, bahwa
kita mampu mengatasinya dan mampu menerima amanah ini dengan baik. karena Allah
tidak akan memberi ujian lebih dari kemampuan kita. Yakinlah

Barangkali ada dari pembaca yang membagi pengalamannya disini dan memberi saran
kepada kita semua untuk bisa menjadi orangtua yang lebih baik dalam mengasah
ketrampilan pengendalian diri anak?

10 Cara Mengasah Talenta Anak


Terbit 08 March 2009 Komentar 1 Komentar Kategori: Pendidikan & Psikologi

Membimbing Si Kecil memang gampang-gampang susah. Bila anak


rewel, tentu akan membuat kening Anda berkerut, bukan? Asah talenta sebagai orangtua,
dan jangan biarkan stres melanda!

1. Pentingnya Bercanda
Bagi sebagian orang, menjadi orangtua tampaknya mudah. Bermain bersama, merespons
kebutuhan anak, mengerti perasaan anak, dan percaya kepada anak. Bagi sebagian lagi,
diperlukan usaha lebih.

Hal ini wajar saja, dan Anda pun pasti pernah mengalaminya. Anda bisa mengembangkan
sifat-sifat lain untuk menjadi orangtua super seperti yang diinginkan.

2. Responsif & Kenali Kebutuhan Anak


Kunci dalam memberikan rasa aman pada anak-anak adalah dengan mengenali dan
melengkapi kebutuhannya. Hal ini memang tak selalu mudah. Kebutuhan bayi sudah
jelas: makan di saat mereka lapar, mengganti popoknya di saat basah, dan memeluknya di
saat ia ingin berada di dekat Anda, dan perlihatkan dunia kepadanya di saat ia ingin tahu
soal berbagai hal. Selanjutnya, kebutuhan anak yang lebih besar pasti akan lebih
kompleks.

3. Temukan Keseimbangan Emosional


Tak mudah menemukan keseimbangan emosional pada saat Anda sedang diserang rasa
marah, frustrasi, gelisah, atau tersinggung. Perasaan-perasaan ini mengganggu
keseimbangan Anda, yang sebagai orangtua sudah cukup banyak menerima tantangan,
dan harus dihadapi dengan tegar.

4. Mengerti & Empati


Di saat sedang mengamati perilaku Si Kecil lalu menduga kemungkinan perasaan yang ia
rasakan, Anda akan berada di posisi yang lebih baik dalam mengembalikan segala hal
pada jalurnya, soal bagaimana Anda dapat mengembangkan bakat dalam menyelami
perasaan anak, mengerti dari mana asal perilakunya, dan melihat derita di balik
masalahnya.

5. Refleksi Sikap Sebagai Orangtua


Untuk merefleksikan sikap sebagai orangtua sebaiknya Anda flash back atau berpikir
mundur dan kembali pada keinginan awal, pada saat mulai menjadi orangtua. Dengan
mengingat kembali tentang kehidupan seperti apa yang diinginkan akan dapat membantu
Anda untuk menjadi orangtua yang lebih baik.

6. Resolusi: Memutuskan Ingin Jadi Orangtua Seperti Apa


Setiap orang pasti pernah mengalami rasa kehilangan, entah kehilangan orang tua,
saudara, atau hilang kepekaan akan rasa aman karena dilecehkan atau ditolak semasa
kecil. Anda mungkin tak kehilangan seseorang karena meninggal, tetapi kehilangan cinta
dan perhatian dari orang yang dicintai pasti akan sangat sakit, depresi, dan stres.Semua
jenis kehilangan bisa berdampak besar pada kemampuan Anda menjadi orangtua yang
efektif.

7. Menerima Diri Sendiri & Berhenti Menyalahkan


Membiarkan mengkritik diri sendiri tak berarti mutu Anda sebagai orangtua menjadi
hilang di depan anak. Tetapi melakukan segala hal yang itu-itu saja, tak akan membantu
Anda dalam membimbing anak. Oleh karena itu, ubah pola asuh yang Anda terapkan!
Temukan inoavsi baru yang sekaligus dapat memberi hiburan dan simpati di saat Anda
sedang galau saat mengurus anak-anak dan rumahtangga.

8. Hubungan Baik
Pusatkan perhatian pada hubungan Anda dan pasangan agar lebih mudah dalam mendidik
dan membimbing anak-anak bersama.

9. Jangan Ragu Minta Bantuan


Jarang ada orangtua mendapatkan dukungan yang cukup, baik secara praktis ataupun
emosional, dalam kesenangan maupun keputusasaan. Bagaimana caranya agar Anda
mudah mendapatkan dukungan? Lalu, siapa yang mendengar dan memberikan perhatian
pada Anda, setelah seharian membimbing dan memerhatikan anak-anak? Jangan ragu,
mintalah dukungan dari pasangan hidup Anda!

10. Kepercayaan: Hindari Rasa Khawatir


Lawan dari rasa khawatir bisa jadi rasa percaya, percaya pada perkembangan zaman,
percaya dengan kemampuan Anda sebagai orangtua, dan percaya kepada pasangan dan
anak-anak. Nikmati hidup dan jalani sesuai dengan kemampuan,Tanpa kehilangan masa-
masa indah bersama keluarga.

Anda mungkin juga menyukai