PENDAHULUAN
1
traksi terusmenerus, pembebatan dengan gips, fiksasi internal dan fiksasi eksternal,
(3) Rehabilitasi yaitu memulihkan fungsi agar pasien dapat kembali ke aktifitas
normal.2
Manajemen awal yang tidak tepat dari patah tulang dapat menyebabkan
morbiditas jangka panjang yang signifikan dan berpotensi kematian, oleh karena itu
fraktur menjadi salah satu kasus yang penting untuk dibahas dan diketahui.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1. Struktur tulang panjang
4
2.2. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural dari tulang. Mungkin saja tidak
lebih dari sebuah celah atau retakan dari korteks tulang; tetapi yang lebih sering
terjadi adalah fraktur inkomplet dan fragmen tulang yang berpindah tempat. Apabila
kulit di permukaan daerah fraktur tetap intak, tergolong ke dalam fraktur tertutup atau
sederhana. Namun, apabila kulit di permukaannya rusak, tergolong ke dalam fraktur
terbuka yang cenderung terkena infeksi dan kontaminasi. Fraktur tulang di dekat
sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi
yang disebut fraktur dislokasi.2
Fraktur atau patah tulang umumnya disebabkan oleh trauma. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada
lengan bawah yang menyebabkan fraktur tulang radius dan ulna, dan dapat berupa
trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang klavikula atau radius distal patah.2
2.3. Etiologi Fraktur2,3
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma (kekerasan) dan peristiwa patologis.
1. Peristiwa Trauma (kekerasan)
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik
terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil,
maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang
demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau
miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah
tulang karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari
ketinggian dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang
5
tumit, terjadi pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah
tulang paha dan tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak
tangan sebagai penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan
tangan dan tulang lengan bawah.
2. Repetitive stress
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang-
ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih
berat dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat
pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan beban secara
tiba tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak tulang.
3. Peristiwa Patologis
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu
tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya
osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang
yang rapuh maka akan terjadi fraktur.
6
Tabel 2. Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh
Gustillo, Mendoza dan Williams (1984):2
Tipe Batasan
IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringan
lunak yang luas
IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal striping
atau terjadi bone expose
IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat
kerusakan jaringan lunak.
7
c) Transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini
biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.
d) Spiral adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi
ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak.
e) Oblik adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
f) Segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang
yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral
dari suplai darah.
g) Kominuta adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya
keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
h) Greenstick adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap
dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum.
Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak anak.
i) Fraktur Impaksi adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua
vertebra lainnya.
j) Fraktur Fissura adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang
berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.
8
Gambar 3. Mekanisme Fraktur. (a) Spiral (berputar); (b) Oblik/serong (kompresi);
(c) Triangular butterfly fragment/kupu-kupu (membengkok);
(d) Transversal/lintang (tension)3
Gambar 4. Jenis Fraktur. Fraktur komplet : (a) Transversal; (b) Segmental; (c) Spiral.
Fraktur inkomplete : (d) Buckle/torus/melengkung; (e,f) greenstick.3
9
Gambar 5. Jenis Fraktur: Kominuta, Greenstick, Impaksi, Fissura
10
3. Rotasi
Rotasi adalah berputarnya fragmen tulang pada aksis longitudinalnya,
misalnya fragmen distal mengalami perputaran terhadap fragmen proksimal.
4. Length (panjang)
Length dapat dibagi menjadi 2, yaitu overlapping (tumpang tindihnya
tulang) yang menyebabkan pemendekan (shortening) tulang serta distraksi yang
menyebabkan tulang memanjang.
Satu bentuk fraktur yang khusus pada anak adalah fraktur yang mengenai
cakram pertumbuhan. Fraktur yang mengenai cakram epifisis ini perlu mendapat
perhatian khusus karena dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Fraktur cakram
epifisis ini dibagi menjadi lima tipe. 8
11
Tabel 3. Klasifikasi Salter Harris pada patah tulang epifisis
Tipe 1 Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis, tetapi periosteumnya
masih utuh
Tipe 2 Periosteum robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis
lepas sama sekali dari metafisis
Tipe 3 Fraktur cakram epifisis yang melalui sendi
Tipe 4 Terdapat fragmen fraktur yang garis patahannya tegak lurus cakram
epifisis
Tipe 5 Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan
kematian dari sebagian cakram tersebut
12
2. Fase Stadium Proliferasi Sel / Inflamasi :
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur
Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang
Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi
5. Fase remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur
Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada
tanda penebalan tulang.
13
Gambar 8. Fase Penyembuhan Tulang
14
neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur dapat
ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan.2,3
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi
kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat
cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang
dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.2,3
Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi/look:
deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi / feel
(nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu
diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi
persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan
krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna
kulit, pengembalian cairan kapler, sensasi. Pemeriksaan gerakan/move dinilai apakah
adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur.3,5
Pemeriksaan trauma di tempat lain meliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis.
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan
menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan
circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis.2,3
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi
darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.
Pemeriksaan radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two: dua
gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua sendi di proksimal dan distal
fraktur, memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan
yang tidak terkena cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan
sesudah tindakan.2,3,5
15
2.7.1. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan
gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi
dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan
terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum
lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas
gangren.
16
Terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh
karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah
yang menonjol.
Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot
tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat
pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat
trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma
crush atau thrombus.
Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.
Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami
retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan
tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan
spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi
trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet
dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan
repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot
pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan
neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini
dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat
menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat
menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan
jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut
dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain
17
(nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan
Paralisis
Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan
identifikasi nervus.1
b. Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau
perpanjangan.
Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara
normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis
pada ujung-ujung fraktur.
Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi.
Bila lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)
Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
18
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi
periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur,
waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak
memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur
patologis)
Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.
Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union
sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang
mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa
osteoporosis dan atropi otot.
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan
imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan
intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa
memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif
pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan
pada penderita dengan kekakuan sendi menetap.
19
Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula
(reposisi). Dengan kembali ke bentuk semula, diharapkan bagian yang sakit dapat
berfungsi kembali dengan maksimal. Retaining adalah tindakan mempertahankan
hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi). Hal ini akan menghilangkan spasme otot
pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat.
Rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan anggota gerak yang sakit agar dapat
berfungsi kembali.
20
konfigurasi oblique atau spiral yang mudah berubah posisinya akibat
kontraksi otot. Traksi dapat berupa:
Traksi dengan gravitasi - Digunakan pada cedera ekstremitas atas,
misalnya pada U-slab atau velcro
Skin traksi - Skin traksi tidakdapat menahan beban lebih dari 4 atau 5
kg.
Skeletal traksi - Kawat atau pin dimasukan ke dalam tulang dan
sebuah tali diikatkan untuk membuat traksi.
Berdasarkan cara tarikannya, traksi dapat dibedakan menjadi:
Fixed traction: tarikan diikatkan pada titik yang tetap
Balanced traction: tarikan pada traksi dengan menggunakan beban
Combined traction
Komplikasi traksi antara lain (1) gangguan sirkulasi, terutama pada anak, (2)
cedera saraf, (3) pin site infection.
Cast splintage
Yang paling sering digunakan adalah plaster of paris. Kelemahan cara ini
adalah sendi tidak dapat bergerak dan menjadi kaku. Beberapa bentuk cast
baru meimilki kelebihan dari pada plaster of paris, yaitu tahan air dan lebih
ringan, namun prinsip kerjanya sama. Kaku sendi dapat diminimalkan dengan
cara: (1) menunda splintage, (2) awalnya dimulai dengan menggunakan cast
konvensional kemudian dilanjutkan dengan fungsional brace yang
memungkinkan terjadi gerakan. Komplikasi pada penggunaan cast adalah
pemasangan cast yang terlalu kencang, nyeri arena penekanan dan abrasi atau
laserasi pada kulit
Fungsional brace
Fungsional brace memungkinkan untuk memegang fraktur dan dapat
mencegah kaku sendi. Fungsional brace digunakan pada fraktur jika fraktur
sudah mulai union, 3-6 minggu setelah pemasangan traksi atau cast.
Internal fiksasi
21
Fiksasi tulang dengan menggunakan plate dan screw, intramedular nail,
circumferential band atau kombinasi. Penggunaan internal fiksasi
memungkinkan terjadi gerakan dini. Bahaya yang paling besar dari
penggunaan internal fiksasi adalah infeksi. Infeksi dapat terjadi bergantung
pada : (1) pasien (2) ahli bedah, (3) fasilitas Indikasi pemasanagan interna
fiksasi:
Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi
Fraktur yang tidak stabil dan dapat bergeser lagi setelah reduksi
Fraktur yang sembuh dalam waktu lama, misalnya colum femur
Fraktur patologis
Fraktur multiple
Fraktur pada pasien yang sulit dalam perawatan (paraplegi, cedera
multiple dan pada pasien usia tua)
22
Penanganan Fraktur Terbuka
Pasien dengan fraktur terbuka sering terjadi pada cedera multiple, segera atasi
kondisi yang dapat mengancam nyawa sesuai dengan ATLS. Setelah kita siap
menangani fraktur, lihat luka dengan hati-hati, bersihkan luka dari kontaminasi, ambil
foto dengan kamera untuk data kemudian cuci dengan menggunakan salin dan
ditutup. Kondisi ini dibiarkan hingga pasien siap dioperasi. Pasien diberi antibiotic,
antitetanus profilaksis dan dipasang splint. Periksa sirkulasi dan status neurologis,
awasi tanda kompatemen sindrom. Semua fraktur terbuka harus dianggap
terkontaminasi, dan sangat penting untuk mencegah infeksi. Ada 4 hal yang esensial:
(1) Antibiotik profilaksis (2) debridement fraktur dan luka secara urgent (3)
stabilisasi fraktur (4) penutupan luka definitif sesegera mungkin.
23
BAB III
KESIMPULAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur menurut ada
tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar dibagi menjadi dua, yaitu
fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur diklasifikasikan Berdasarkan garis patah
tulang yaitu greenstick, transversal, spiral, dan obliq. Berdasarkan bentuk patah
tulang yaitu complet, incomplet, avulsi, comminuted, simple, dan complikata.
Penyebab fraktur ini dapat berupa trauma langsung, tak langsung, maupun penyakit
yang menyertai.
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwaayat trauma, rasa nyeri dan bengkak
di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi, gangguan
fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovaskuler.
Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (mengenali),
reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan, dan rehabilitasi. Pada fraktur
terbuka harus diperhatikan bahaya terjadi infeksi, baik infeksi umum maupun infeksi
lokal pada tulang yang bersangkutan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Yarsif Watampone.
25