Bab 1,2 Ku

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional dan

internasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi

masyarakat sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia.

Anemia dikenal dengan istilah potential danger to mother and child

(potensial membahayakan ibu dan anak) (Manuaba, 2010).

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator

keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Kematian ibu dapat

terjadi karena beberapa faktor, diantaranya anemia ibu hamil

merupakan salah satu kelompok penderita anemia. Angka anemia ibu

hamil tetap saja masih tinggi meskipun sudah dilakukan pemeriksaan

kehamilan dan pelayanan kesehatan (Achmanagara, 2010).

Anemia yang paling sering terjadi terutama pada ibu hamil

adalah anemia karena kekurangan zat besi (Fe), sehingga lebih

dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi (AGB). Anemia defisiensi besi

merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama

kehamilan (Sulistyoningsih, 2011).

Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling

lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Perkiraan

prevalensi anemia secara global sekitar 51% dibandingkan dengan

prevalensi anak balita sekitar 43%, anak usia sekolah 37%, lelaki
2

dewasa hanya 18%, dan wanita tidak hamil 35%. Sedangkan

berdasarkan jurnal International Nutritional Anemia Consultative Group

(INACG) dijelaskan bahwa sekitar 2 milyar orang, sebesar lebih dari

30% dari populasi di dunia menderita anemia, terutama karena

kekurangan zat besi. Hal ini juga secara signifikan terjadi di negara-

negara industri. Secara global, sekitar 56.000.000 wanita hamil, 41,8%

dari total yang terkena dengan anemia.

Prevalensi anemia pada kelompok populasi pra sekolah (46,4%),

anak sekolah (25,4%), ibu hamil (41,8%), wanita usia subur (30,1%),

laki-laki (12,7%) dan manula (23,9%) (Citrakesumasari, 2012). Menurut

World Health Organization (WHO), kejadian anemia pada ibu hamil

berkisar antara 20%-89% dengan menetapkan kadar Hb 11 gram%

sebagai dasarnya. Sedangkan di negara berkembang, proporsi ini bisa

setinggi 80% seperti di Asia Selatan, membuat ibu hamil rentan

terhadap peningkatan risiko kematian dan penurunan kapasitas kerja

(Sujarwo, 2009).

Prevalensi anemia kurang besi pada wanita hamil justru

meningkat sampai sebesar 55% (WHO) yang menyengsarakan sekitar

44% wanita di seluruh Negara berkembang (kisaran angka 13,8 %

87,5%). Angka tersebut terus meningkat hingga 74% mulai Thailand

sekitar 13,4% hingga ke India sekitar 85,5% (Arisman, 2007).

Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di

Negara sedang berkembang dibanding Negara yang sudah maju. Tiga


3

puluh enam persen atau kira-kira 1400 juta orang dari perkiraan

populasi 3800 juta orang di Negara sedang berkembang menderita

anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di Negara maju hanya sekitar

8% atau kira-kira 100 juta orang dari perkiraan populasi 1200 juta

orang (Arisman, 2007).

Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah

gizi (di samping tiga masalah anemia gizi lainnya, yaitu: kurang kalori

protein, defisiensi vitamin A, dan gondok endemik) yang utama di

Indonesia. Dampak kekurangan zat besi pada wanita hamil dapat

diamati dari besarnya angka kesakitan dan kematian janin, serta

peningkatan risiko terjadinya berat badan lahir rendah (Arisman, 2007).

Angka kejadian anemia di Indonesia adalah 70%. Artinya dari 10 ibu

hamil, sebanyak 7 orang akan menderita anemia (Sinsin, 2008).

Menurut manuaba (2010) jika persediaan cadangan Fe minimal,

maka akan menguras persediaan Fe tubuh dan pada akhirnya

menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Maka makin sering

seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin

banyak kehilngan zat besi sedangkan menurut Arisman (2007) ibu

hamil dengan paritas >3 berisiko terkena anemia. Hal ini sejalan

dengan penelitian Jannah (2008) ibu hamil yang memiliki paritas >3

(berisiko tinggi) sebanyak 41,3%.

Standar pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan janinnya

minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada trimester I,


4

1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Dengan

pemeriksaan antenatal care kejadian anemia dapat dideteksi sedini

mungkin sehingga diharapkan ibu dapat merawat dirinya selama hamil

dan mempersiapkan persalinannya.

Faktor sosial budaya setempat juga berpengaruh terjadinya

anemia. Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu

dapat dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang

didasari oleh kepercayaan pada umumnya mengandung nasihat yang

dianggap baik ataupun yang tidak baik yang lambat laun akan menjadi

kebiasaan/adat (Sulistyoningsih, 2011).

Hasil Riskesdas Kementerian Kesehatan tahun 2010

menunjukkan, 80% perempuan usia 10-59 tahun telah mendapatkan

tablet tambah darah (TTD) tetapi hanya 18% saja yang rutin

mengonsumsinya sesuai anjuran.

Data dari dinas kesehatan provinsi Sulawesi Selatan tahun 2010

tercatat ibu hamil yang anemia dengan Hb <8 gram% sekitar 1669

orang. Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian anemia adalah

kurang gizi, selain itu anemia pada ibu hamil disebabkan karena

kehamilan berulang dalam waktu singkat, cadangan zat besi ibu

sebenarnya belum pulih, terkuras oleh keperluan janin yang di

kandung berikutnya.

Berdasarkan data dari Puskesmas Kota Pangkajene tahun 2009

ibu hamil yang Hb kurang dari 11gr/dl sebanyak 17,9% dengan jumlah
5

ibu hamil adalah 512 orang dan pada tahun 2010 ibu hamil yang Hb

kurang dari 11gr/dl adalah 18,4% dengan jumlah ibu hamil 520 orang

sedangkan pada tahun 2011 ibu hamil yang Hb kurang dari 11gr/dl

sebanyak 25% dengan jumlah ibu hamil adalah 530 orang. Masalah

anemia gizi pada ibu hamil merupakan masalah penting yang erat

hubungannya dengan masalah mortalitas maternal maka dianggap

penting untuk dilakukan suatu penelitian berbagai faktor yang

berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Pangkajene Kabupaten Pangkep.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini yaitu:

1. Apakah ada hubungan umur dengan kejadian anemia pada ibu

hamil di wilayah kerja puskesmas kota pangkajene kabupaten

pangkep tahun 2012?

2. Apakah ada hubungan mitos dengan kejadian anemia pada ibu

hamil di wilayah kerja puskesmas kota pangkajene kabupaten

pangkep tahun 2012?

3. Apakah ada hubungan paritas dengan kejadian anemia pada ibu

hamil di wilayah kerja puskesmas kota pangkajene kabupaten

pangkep tahun 2012?


6

4. Apakah ada hubungan ANC dengan kejadian anemia pada ibu

hamil di wilayah kerja puskesmas kota pangkajene kabupaten

pangkep tahun 2012?

5. Apakah ada hubungan jarak kehamilan dengan kejadian anemia

pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas kota pangkajene

kabupaten pangkep tahun 2012?

6. Apakah ada hubungan kepatuhan konsumsi tablet Fe dengan

kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas kota

pangkajene kabupaten pangkep tahun 2012?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan

kejadian anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Pangkajene Kabupaten Pangkep Tahun 2012.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan umur ibu dengan kejadian anemia

pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Pangkajene

Kabupaten Pangkep Tahun 2012.

b. Untuk mengetahui hubungan mitos dengan kejadian anemia

pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Pangkajene

Kabupaten Pangkep Tahun 2012.


7

c. Untuk mengetahui hubungan paritas dengan kejadian anemia

pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Pangkajene

Kabupaten Pangkep Tahun 2012.

d. Untuk mengetahui hubungan ANC dengan kejadian anemia

pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Pangkajene

Kabupaten Pangkep Tahun 2012.

e. Untuk mengetahui hubungan jarak kehamilan dengan kejadian

anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Pangkajene Kabupaten Pangkep Tahun 2012.

f. Untuk mengetahui hubungan kepatuhan mengkonsumsi tablet

Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Pangkajene Kabupaten Pangkep Tahun 2012.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber

informasi dan bahan bacaan masyarakat dan peneliti berikutnya

tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu

hamil.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan khususnya kepada pemerintah daerah dalam hal ini dinas

kesehatan setempat dan puskesmas kota pangkajene dalam


8

rangka penentuan kebijakan dalam upaya penanggulangan

masalah anemia pada ibu hamil.

3. Manfaat bagi peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor

yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil serta

merupakan pengalamam berharga bagi peneliti.


9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Anemia Pada Ibu Hamil

1. Definisi anemia

Anemia (kurang darah) adalah tingkat kekurangan zat besi

yang paling berat dan terjadi bila konsentrasi hemoglobin (Hb) jauh

dibawah ambang batas yang ditentukan. Anemia adalah kondisi ibu

dengan kadar (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr%.

Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan

kadar Hb di bawah 11 gr% pada trimester I dan trimester II

(Muryanti, 2006 dalam Sujarwo, 2009).

Ibu hamil merupakan salah satu kelompok penderita anemia.

Angka anemia ibu hamil tetap masih tinggi meskipun sudah

dilakukan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan.

Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan

penangan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan ketika ibu hamil

bukan dimulai sebelum kehamilan. Anemia bisa disebabkan kondisi

tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah tinggi, seperti ibu hamil,

menyusui, masa pertumbuhan anak dan balita serta masa puber

(Arisman, 2007).

Menurut WHO, anemia gizi besi didefinisikan suatu keadaan

dimana kadar Hb dalam darah hemotokrit atau jumlah eritrosit lebih


10

rendah dari normal sebagai kekurangan salah satu atau lebih zat

besi penting, apapun kekurangan tersebut.

Tabel 2.1
Nilai Ambang Batas Pemeriksaan Hemoglobin
Kelompok umur/ jenis
No. kelamin Hb (gr/dl)

1 6 bulan 5 tahun 11,0


2 5 11 tahun 11,5
3 12 13 tahun 12,0
4 Perempuan 12,0
5 Ibu hamil 11,0
6 Laki-laki 13,0
Sumber Data: WHO dalam Citrakesumasari, 2012
Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb

berada dibawah normal. Di Indonesia anemia umumnya

disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal

dengan istilah anemia gizi besi. Anemia defisiensi besi merupakan

salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan.

Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya

memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk besi yang

normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar

hemoglobin ibu turun sampai dibawah 11gr/dl selama trimester III

(Waryana, 2010).

Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar

hemoglobin didalam darah lebih rendah daripada nilai normal

menurut kelompok orang tertentu. Sebagian besar penyebab

anemia di Indonesia adalah kekurangan besi yang berasal dari

makanan yang di makan setiap hari dan diperlukan untuk


11

pembentukan hemoglobin sehingga disebut anemia kekurangan

besi (Depkes RI, 2000 dalam Waryana, 2010).

Hemoglobin (Hb) yaitu komponen sel darah merah yang

berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh, jika Hb

berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan

tubuh untuk bahan bakar proses metabolisme. Zat besi

merupakan bahan baku pembuat sel darah merah. Ibu hamil

mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi misalnya untuk

membuat jaringan tubuh janin, membentuknya menjadi organ dan

juga untuk memproduksi energi agar ibu hamil bisa tetap

beraktifitas normal sehari-hari (Sinsin, 2008).

Pada keadaan normal tidak semua zat besi yang di makan

dan diserap setiap hari dari usus kecil diperlukan segera. Kelebihan

itu biasanya disimpan dalam sumsum tulang sehingga selama

masa stres fisik dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan

pembentukan hemoglobin guna memenuhi kebutuhan yang

meningkat. Salah satu dari periode stress fisik adalah kehamilan

(Waryana, 2010).

Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau

hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.

Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam

kandungan, abortus, cacat bawaan berat bayi lahir rendah, anemia

pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan


12

mortalitas ibu dan kematian prenatal secara bermakna lebih tinggi.

Pada ibu hamil yang menderita anemia dapat meningkat risiko

morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan

melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar (Waryana,

2010).

Wanita hamil cenderung terkena anemia pada trimester III

karena pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk

dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama setelah lahir

(Sinsin, 2008).

2. Anemia fisiologi dan patofisiologi dalam kehamilan

a. Fisiologi

Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena ibu hamil

mengalami hemodilasi (pengenceran) dengan peningkatan

volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32

sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18% sampai

30% dan hemoglobin sekitar 19%.

b. Patofisiologi

Anemia lebih sering ditemukan dalam kehamilan karena

keperluan akan zat-zat makanan makin bertambah dan terjadi

pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang.

Volume darah bertambah banyak dalam kehamilan, yang lazim

disebut hidremia atau hipervolemia.


13

Pengenceran darah (hemodilusi) pada ibu hamil sering

terjadi dengan peningkatan volume plasma 30%-40%,

peningkatan sel darah 18%-30% dan hemoglobin 19%.

Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut: plasma 30%,

sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Hemodilusi dianggap

sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan

bermanfaat bagi ibu yaitu dapat meringankan beban kerja

jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, yang

disebabkan oleh peningkatan cardiac output akibat

hipervolemia. Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah

rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan

darah tidak naik. Kedua, pada perdarahan waktu persalinan,

banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan

dengan apabila darah itu tetap kental. Bertambahnya darah

dalam kehamilan sudah mulai sejak kehamilan umur 10 minggu

dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36

minggu (Wiknjosastro, 2007 dalam Sujarwo, 2009).

3. Etiologi anemia

Anemia dalam kehamilan sama seperti yang terjadi pada

wanita yang tidak hamil. Semua anemia yang terdapat pada wanita

usia reproduktif dapat menjadi ormon penyulit dalam kehamilan.

Penyebabnya (Proverawatih dan Asfuah, 2009) antara lain:

a. Makanan yang kurang bergizi


14

b. Gangguan pencernaan

c. Kurangnya zat besi dalam makanan

d. Kebutuhan zat besi yang meningkat

e. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus,

malaria, dan lain-lain.

Anemia juga dapat disebabkan dari kondisi fisik, misalnya

kehilangan darah yang akut dari pendarahan yang berlebihan atau

kehilangan darah bertingkat rendah yang kronis. Jumlah makanan

atau penyerapan diet yang buruk dari zat besi, vitamin B 12, vitamin

B6, vitamin C, atau tembaga dapat mengakibatkan anemia. Anemia

gizi yang paling umum disebabkan oleh kekurangan zat besi atau

asam folik (Waryana, 2010).

Defisiensi Fe di Indonesia merupakan problema defisiensi

nasional, dan perlu di tanggulangi secara serius dengan liputan

nasional pula. Baru diberikan suplemer preparat ferro kepada para

ibu hamil yang memeriksakan diri ke Puskesmas, RS atau dokter.

Penyebab langsung, banyak berpantang makanan tertentu dan

pola makan yang tidak baik selagi hamil dapat memperburuk

keadaan anemia gizi besi, pola makan yang tidak memenuhi gizi

seimbang dan sedikit bahan sumber Fe seperti daging, ikan, hati

atau pangan hewani lainnya merupakan salah satu faktor penyebab

anemia karena pangan hewani merupakan sumber zat besi yang

tinggi absorbsinya. Untuk itu pandangan yang salah mengenai


15

makanan pantangan ketika ibu hamil harus di hapus untuk

mengurangi risiko anemia zat besi pada ibu hamil (Waryana, 2010).

Selain karena adanya pantangan terhadap makanan hewani

faktor ekonomi merupakan penyebab pola konsumsi masyarakat

kurang baik, tidak semua masyarakat dapat mengkonsumsi lauk

hewani dalam setiap kali makan. Padahal pangan hewani

merupakan sumber zat besi yang tinggi absorbsinya

(Wirakusumah, 1998 dalam Waryana 2010).

4. Klasifikasi anemia kehamilan

Klasifikasi anemia dalam kehamilan dapat di golongkan

sebagai berikut:

a. Anemia defisiensi gizi besi

Anemia jenis ini biasanya berbentuk normositik dan hipokromik

serta keadaan tersebut paling banyak di jumpai. Adalah anemia

yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.

Pengobatannya yaitu bagi wanita hamil, tidak hamil dan dalam

laktasi yang memerlukan asupan zat besi dianjurkan untuk

diberikan tablet besi. Untuk menegakkan diagnosa anemia

defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Kebutuhan

zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800 mg.

b. Anemia megaloblastik

Anemia ini biasa berbentuk makrosistik/perniosa. Penyebab

adalah karena kekurangan asam folat, tetapi jarang terjadi.


16

c. Anemia hipoplastik

Anemia hipoplastik disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang

dalam membetuk sel-sel darah merah baru. Untuk diagnostik

diperlukan pemeriksaan diantaranya darah tepi lengkap,

pemeriksaan fungsi ekternal dan pemeriksaan retikulasi.

d. Anemia hipolitik

Anemia hipolitik disebabkan oleh penghancuran atau

pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari

pembuatannya. Intensitas anemia dapat didasarkan atas

penilaian kadar haemoglobin darah. Gejala utama dengan

kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan serta gejala

komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.

Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital. Hemoglobin

baru akan mengalami penurunan apabila cadangan zat besi dalam

sumsum tulang menurun. Ada beberapa teknik laboratorium untuk

mengukur hemoglobin antara lain dengan metode sahli dan metode

cyanmethemoglobin. Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat di

lakukan dengan menggunakan alat Sahli. Hasil pemeriksaan

haemoglobin dengan sahli dapat di golongkan sebagai berikut:

Tabel 2.2
Penggolongan Status Anemia Ibu Hamil
No. Kadar Hemoglobin Status Anemia
1 11 gr % Tidak Anemia
2 9-10 gr% Anemia Ringan
3 7-8 gr% Anemia Sedang
4 < 7 gr% Anemia Berat
Sumber Data: WHO dalam Waryana, 2010
17

Pemeriksaan darah dilakukan minimal 2 kali selama

kehamilan yaitu pada trimester I dan III, dengan pertimbangan

bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia.

5. Kebutuhan Fe ibu hamil

Fe merupakan mineral makro yang paling banyak terdapat

dalam tubuh, yaitu sebanyak 3-5 gram didalam tubuh manusia

dewasa. Fe sangat dibutuhkan oleh tenaga kerja untuk menunjang

aktivitas kerjanya. Di dalam tubuh Fe berperan sebagai alat angkut

oksigen dari paru-paru ke jaringan, sebagai bagian dari enzim

pembentuk kekebalan tubuh dan sebagai pelarut obat-obatan

(Almatsier, 2009).

Makanan sumber Fe yang baik antara lain daging ayam,

telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan pisang

ambon. Fe yang berasal dari makan hewani lebih mudah diserap

oleh tubuh dari pada Fe yang berasal dari makanan nabati.

Menurut Waryana (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi

absorpsi Fe yaitu:

a. Bentuk Fe

Besi Hem yang merupakan bagian dari hemoglobin dan

mioglobin yang terdapat dalam daging hewan dapat diserap dua

kali lipat daripada besi-nonhem yang berasal dari makanan

nabati.
18

b. Asam organik

Vitamin C dan asam sitrat sangat membantu penyerapan besi-

nonhem dengan merubah bentuk feri menjadi fero.

c. Asam fitat, asam oksalat dan tanin

Ketiga jenis zat tersebut dapat mengikat Fe sehingga

menghambat penyerapannya. Namun pengaruh negatif ini

dapat dikurangi dengan mengkonsumsi vitamin C.

d. Tingkat keasaman lambung

Keasaman lambung dapat meningkatkan daya larut besi.

e. Kebutuhan tubuh

Jika tubuh kekurangan Fe atau kebutuhan meningkat maka

penyerapannya juga akan meningkat.

Saat kehamilan zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh lebih

banyak dibandingkan saat tidak hamil. Zat besi bagi wanita hamil

dibutuhkan untuk memenuhi kehilangan basal, juga untuk

pembentukan sel-sel darah merah yang semakin banyak serta janin

dan plasentanya. Ibu hamil yang anemia gizi akan melahirkan bayi

yang anemia pula, yang dapat menimbulkan disfungsi pada

otaknya dan gangguan proses tumbuh kembang otak. Oleh karena

itu, ibu hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi zat besi sebanyak

60-100 mg/hari (Waryana, 2010).

Dosis suplementatif yang dianjurkan dalam satu hari adalah

dua tablet (satu tablet mengandung 60mg Fe dan 200g asam


19

folat). Pemberian sebanyak 30 gram zat besi tiga kali sehari akan

meningkatkan kadar hemoglobin paling sedikit sebesar

0,3g/dl/minggu atau 10 hari (Arisman, 2007).

Zat besi merupakan komponen yang penting dalam

pernapasan. Zat besi merupakan bagian yang berguna untuk

pengikat oksigen dalam eritrosit. Fungsi dari zat besi yaitu:

1. Berperan dalam respirasi seluler sebagai bagian hemoglobin

dan mioglobin. Zat besi memungkinkan transportasi oksigen dan

karbondioksida ke dan dari sel-sel.

2. Mengatur berbagai reaksi kimia dan biologis dalam tubuh.

3. Membentuk hemoglobin dari sel-sel darah merah.

4. Pembentukan hormone-hormon dalam kelenjar tiroid (tiroksin).

Jumlah zat besi yang dibutuhkan pada waktu hamil jauh

lebih besar dibanding saat hamil. Pada waktu trimester I kehamilan,

kebutuhan zat besi lebih rendah dari sebelum hamil karena

menstruasi dan jumlah zat besi yang ditransfer kepada janin lebih

rendah, pada waktu mulai menginjak trimester II, sampai trimester

III. Penambahan massa sel darah merah ini mencapai 35% dengan

penambahan kebutuhan zat besi sebanyak 45 mg. Kenaikan ini

diimbangi dengan menurunnya kadar Hg yaitu sebanyak 1 gr/100ml

(pada wanita tidak hamil kadar Hg normal adalah 12gr/100ml).

Fisiologis anemia disebabkan karena volume plasma naik melebihi

dari pertambahan banyak jumlah red cell mass, sehingga


20

menghasilkan adanya haemodittulion pada tingkat tertentu

(Waryana, 2010). Kebutuhan zat besi menurut trimester adalah

sebagai berikut:

1. Pada trimester I, zat besi yang dibutuhkan adalha 1 mg/hari

yaitu untuk kebutuhan basal 0,8 mg/hari di tambah dengan

kebutuhan janin dan red cell mass 30-40 mg.

2. Pada trimester II, zat besi yang diberlakukan adalah 5 mg/hari

yaitu untuk kebutuhan basal 0,8mg/hari ditambah dengan

kebutuhan red cell mass 300 mg dan coceptus 115 mg.

3. Pada trimester III, zat besi dibutuhkan adalah 5 mg/hari yaitu

untuk kebutuhan basal 0,8/hari ditambah dengan kebutuhan red

cell mass 150 mg dan coceptus 223 mg. maka kebutuhan

trimester II dan III jauh lebih besar dari jumlah zat besi yang

didapat dari makanan (Husaini, 1989 dalam Waryana, 2010).

6. Cara pencegahan dan pengobatan anemia

Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan

bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan cara

mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat

besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap

seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-

kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada

daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran
21

atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan

zat besi (Alipoetry, 2010).

Anemia juga bisa dicegah dengan mengatur jarak kehamilan

atau kelahiran bayi. Makin sering seorang wanita mengalami

kehamilan dan melahirkan, akan makin banyak kehilangan zat besi

dan menjadi makin anemis. Jika persediaan cadangan Fe minimal,

maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan

akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Oleh

karena itu, perlu diupayakan agar jarak antar kehamilan tidak terlalu

pendek, minimal lebih dari 2 tahun (Alipoetry, 2010).

Menurut Waryana (2010) pencegahan anemia adalah

sebagai berikut:

a. Istirahat yang cukup

b. Makan-makanan yang bergizi dan banyak mengandung Fe,

misalnya daun pepaya, kangkung, daging sapi, hati ayam, dan

susu.

c. Pada ibu hamil dengan rutin memeriksakan kehamilannya

minimal 4 kali selama hamil untuk mendapatkan Tablet Besi

(Fe) dan vitamin yang lainnya pada petugas kesehatan, serta

makan makanan yang bergizi 3x1 hari, dengan porsi 2 kali lipat

lebih banyak.

Untuk mencegah terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil

melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat diketahui


22

data dasar kesehatan ibu tersebut, dalam pemeriksaan kesehatan

disertai pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan tinja

sehingga diketahui adanya infeksi parasit. Untuk daerah dengan

frekuensi anemia kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap wanita

hamil diberi sulfas ferrosus atau glukonat ferrosus 1 tablet

sehari.Selain itu, wanita dinasihatkan pula untuk mengkonsumsi

lebih banyak protein, mineral dan vitamin. Makanan yang kaya zat

besi antara lain kuning telur, ikan segar dan kering, hati, daging,

kacang-kacangan dan sayuran hijau. Makanan yang kaya akan

asam folat yaitu daun singkong, bayam, sawi hijau, sedangkan

makanan yang mengandung vitamin C adalah jeruk, tomat,

mangga, pepaya dan lain-lain (Wiknjosastro 2006 dalam

Achmanagara, 2010). Sedangkan untuk penanganan anemia dapat

dilakukan dengan cara:

1. Anemia ringan

Dengan kadar Hemoglobin 9-10 gr% masih dianggap ringan

sehingga hanya perlu diberikan kombinasi 60 mg/hari besi dan

400 mg asam folat peroral sekali sehari. (Arisman, 2007).

2. Anemia sedang

Pengobatannya dengan kombinasi 120 mg zat besi dan 500 mg

asam folat peroral sekali sehari (Arisman, 2007).


23

3. Anemia berat

Pemberian preparat parenteral yaitu dengan fero dextrin

sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2x10 ml

intramuskuler. Transfuse darah kehamilan lanjut dapat diberikan

walaupun sangat jarang diberikan mengingat resiko transfusi

bagi ibu dan janin.

Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat

besi. Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi

glukonat atau suatu polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan

maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup

diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet. Kemampuan usus

untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat

besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan

akan menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi

hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini

adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya (Alipoetry,

2010).

B. Tinjauan Umum Tentang Umur

Istilah usia/umur diartikan dengan lamanya keberadaan

seseorang diukur dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik,

individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis

dan fisiologik sama (Nuswantari, 1998 dalam Ilfa, 2010).


24

Umur adalah umur individu terhitung mulai saat dilahirkan

sampai saat berulang tahun. Ada banyak hal yang dapat

menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi pada masa kehamilan

diantaranya adalah umur ibu saat hamil.

Umur sangat menentukan suatu kesehatan ibu, ibu dikatakan

beresiko tinggi apabila ibu hamil berusia dibawah 20 tahun dan di atas

35 tahun. Usia berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah

kesehatan dan tindakan yang dilakukan. Reproduksi sehat dikenal

bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun.

Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia

dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian

maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal

meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2005

dalam Sujarwo, 2009).

Umur seorang ibu berkaitan dengan ala-alat reproduksi wanita.

Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun.

Kehamilan diusia <20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan

anemia karena pada kehamilan diusia <20 tahun secara biologis belum

optimal emosinya, mentalnya belum matang sehingga mudah

mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian

terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya.

Sedangkan pada usia >35 tahun terkait dengan kemunduran dan

penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering


25

menimpa diusia ini. Hasil penelitian didapatkan bahwa umur ibu pada

saat hamil sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia.

Semakin muda umur ibu hamil, semakin berisiko untuk

terjadinya anemia. Hal ini dapat terjadi karena Fe dibutuhkan lebih

banyak pada masa kehamilannya untuk pertumbuhan. Selain itu, faktor

usia yang lebih muda dihubungkan dengan pekerjaan, status sosial

ekonomi dan pendidikan yang kurang (Achmanagara, 2010).

C. Tinjauan Umum Tentang Mitos

Di Indonesia, utamanya dipedesaan berlaku begitu banyak

mitos (larangan) seputar kehamilan yang beredar di masyarakat. Dari

segi makanan, kesehatan, keseharian, tindak-tanduk, ataupun semua

hal yang berkaitan dengan keseharian si ibu hamil ataupun si calon

bayi. Tradisi ini amat kuat diterapkan oleh masyarakat. Beberapa mitos

bahkan dipercaya sebagai amanat/pesan dari nenek moyang yang jika

tidak ditaati akan menimbulkan dampak/karma yang tidak

menyenangkan. Mitos adalah tradisi lisan yang terbentuk di suatu

masyarakat. Mitos memiliki asal kata dari bahasa Yunani yang artinya

sesuatu yang diungkapkan (Lasantha, 2011).

Secara pengertian mitos adalah cerita yang bersifat simbolik

yang mengisahkan serangkaian cerita nyata atau imajiner. Di dalam

mitos bisa berisi asal usul alam semesta, dewa-dewa, supranatural,

pahlawan manusia atau masyarakat tertentu yang mana memiliki

tujuan untuk meneruskan dan menstabilkan kebudayaan, memberikan


26

petunjuk hidup, melegalisir aktivitas kebudayaan, pemberian makna

hidup dan pemberian model pengetahuan untuk menjelaskan hal-hal

yang sulit dijelaskan dengan akal pikiran (Lasantha, 2011).

Di wilayah Indonesia ada keyakinan bahwa wanita yang masih

hamil tidak boleh makan ikan lele, ikan Sembilan, udang, telur, dan

nanas. Sayuran tertentu tak boleh dikonsumsi, seperti daun

lembayung, pare, daun kelor, dan makanan yang digoreng dengan

minyak. Setelah melahirkan atau operasi hanya boleh makan dan

minum, makanan harus disangrai/dibakar, bahkan setelah magrib

(sekitar jam 6 sore) sama sekali tidak diperbolehkan makan

(Citrakesumasari, 2012).

Mitos atau lebih dikenal dengan tabu makanan adalah adanya

kepercayaan ibu hamil untuk tidak mengkonsumsi makanan tertentu

karena dianggap merugikan, netral, atau menguntungkan untuk janin

atau kehamilannya. Hasil penelitian Afiyah Sry Harmany di Pekalongan

menemukan bahwa hampir semua ibu hamil masih mempercayai dan

menyatakan adanya praktek tabu makanan pada ibu hamil di

Pekalongan. Meskipun demikian tidak semua ibu hamil

mempraktekkan tabu saat hamil, yaitu seorang ibu hamil yang

berpendidikan tinggi tidak melaksanakan, karena sudah pernah ikut

seminar gizi hamil dan mendapatkan informasi bahwa tabu makan

pada ibu hamil hanya mitos (Citrakesumasari, 2012).


27

Makanan yang banyak dipantang lebih bersumber dari protein

hewani (Citrakesumasari, 2012) seperti:

1. Cumi, pantangannya karena takut anaknya lahir dalam keadaan

tidak sehat dan menderita bebang biru.

2. Udang dipantang pada ibu hamil, karena udang punya sungut,

berbentuk membengkok/melengkung dan dapat berjalan mundur

sehingga kalau melahirkan dapat terhalang sungut dan waktunya

mundur, sehingga proses persalinannya berjalan lama.

3. Ikan, sebagian kecil ibu hamil tidak makan jenis ikan apapun,

karena bila melahirkan darahnya akan bau amis, sebagian

berpendapat air susunya akan berbau amis, sehingga bayinya tidak

mau menyusu.

Suatu kepercayaan ada sisi baik dan tidaknya, namun

permasalahan yang cukup besar apabila kurangnya asupan energi dari

makanan, tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu

dan janin. Karena adanya kepercayaan dan pantangan terhadap

beberapa makanan, sehingga anemia dan kurang gizi pada wanita

hamil cukup tinggi terutama didaerah pedesaan yang masih minim

pengetahuan mengenai kehamilan, melahirkan dan menyusui.

D. Tinjauan Umum Tentang Paritas

Menurut Arisman (2007) bahwa jumlah paritas lebih dari 3

merupakan faktor terjadinya anemia yang berhubungan dengan jarak

kehamilan yang terlalu dekat yaitu < 2 tahun yang disebabkan karena
28

terlalu sering hamil dapat menguras cadangan zat gizi tubuh ibu

sedangkan menurut Soebroto (2010) dalam Astuti (2011) bahwa ibu

yang mengalami kehamilan lebih dari 4 kali juga dapat meningkatkan

resiko mengalami anemia. Paritas adalah jumlah janin dengan berat

badan lebih dari 500gram yang pernah dilahirkan, hidup maupun mati,

bila berat badan tidak diketahui, maka dipakai umur kehamilan lebih

dari 24 minggu.

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut

kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3)

mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas,

lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani

dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan resiko pada paritas

tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.

Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan

(Saifuddin, 2007 dalam Astuti, 2011).

E. Tinjauan Umum Tentang Antenatal Care

Di Indonesia, pemberian tablet besi kepada ibu hamil sudah

dilakukan sejak tahun 1975 dengan melibatkan lintas sektor dan lintas

program seperti melalui pengintegrasian ke dalam pelayanan antenatal

care (ANC) oleh bidan terhadap ibu hamil (Subarda dkk, 2011).

Antenatal care adalah perawatan sebelum persalinan ditujukan

pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Manuaba,

1998). Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang


29

diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan

standar pelayanan antenatal seperti yang ditetapkan pada buku

pedoman pelayan kesehatan bagi petugas puskesmas (Depkes RI,

1997 dalam Azikin, 2008). Tujuan pelayanan antenatal untuk

mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan memastikan

bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara

memadai.

Winkjosastro (2007) dalam Sujarwo (2009) menyatakan bahwa

selama pelayanan antenatal care harus diupayakan agar:

1. Wanita hamil dari awal kehamilan sampai menjelang persalinan

harus sehat.

2. Adanya kelainan fisik atau psikologis harus dideteksi dan diobati.

3. Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat

fisik dan mental.

Jadwal kunjungan Antenatal care selama kehamilan adalah

sebagai berikut:

1. Kunjungan Antenatal Care untuk pemantauan dan pengawasan

kesejahteraan ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan

dalam waktu sebagai berikut :

a. Trimester I : 1 kali

b. Trimester II : 1 kali

c. Trimester III : 2 kali


30

2. Jadwal pemeriksaan Antenatal Care adalah:

a. Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin

ketika haidnya terlambat satu bulan.

b. Periksa ulang satu kali sebulan sampai kehamilan.

3. Trimester ketiga (antara minggu ke-28 36).

a. Sama pada trimester pertama dan kedua.

b. Palpasi abdominal untuk mengetahui ada tujuh bulan.

c. Periksa ulang dua kali sebulan sampai kehamilan sembilan

bulan.

d. Periksa ulang setiap minggu sesudah kehamilan sembilan

bulan.

e. Periksa khusus apabila ada keluhan-keluhan.

Pengawasan Antenatal sangat penting dalam upaya

menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal.

Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya

berbagai kelainan yang menyertai hamil secara dini sehingga dapat

diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan

persalinan dan nifas (Manuaba, 2010).

F. Tinjauan Umum Tentang Jarak Kehamilan

Mengatur jarak kehamilan dapat membantu melindungi

kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Seorang bayi yang lahir

setelah dua tahun dari kehamilan cenderung lebih dapat bertahan

daripada seorang bayi yang dikandungnya paling sedikit dua tahun


31

khususnya di Negara yang sedang berkembang, dimana angka

kematian bayi 70 kali lebih tinggi di Negara maju (Maryam, 2004 dalam

Jannah, 2008).

Jarak kehamilan adalah suatu pertimbangan untuk menentukan

kehamilan yang pertama dengan kehamilan berikutnya. Salah satu

penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada wanita

hamil adalah jarak kelahiran yang pendek. Hal ini disebabkan

kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis dan

memulihkan faktor hormonal. Pada ibu hamil dengan jarak terlalu

dekat berisiko terjadi anemia karena cadangan zat besi belum pulih,

akhirnya terkuras untuk keperluan janin yang dikandungnya. Di

pedesaan masih banyak di jumpai kehamilan dan persalinan dengan

jarak terlalu dekat (Manuaba, 2010).

Kesehatan bayi erat kaitannya dengan jarak kehamilan. Bayi

yang dilahirkan dengan jarak kehamilan yang pendek (kurang dari 24

bulan) mempunyai risiko tinggi untuk menjadi sakit atau meninggal.

Pada saat hamil dan bersalin terjadi perubahan pada tubuh terutama

kandungan ibu. Untuk itu dibutuhkan waktu untuk memulihkannya

seperti sedia kala. Waktu minimal agar kandungan pulih adalah 2

tahun dengan catatan kehamilan dan persalinan normal. Sehubungan

dengan hal tersebut dinyatakan dalam Al-Quran surah Luqman ayat 14

yaitu:
32

Terjemahan:
Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu(Al-Quran Surah Luqman:14).

G. Tinjauan umum tentang kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe

Definisi kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet zat besi adalah

ketaatan ibu hamil melaksanakan anjuran petugas kesehatan untuk

mengkonsusmsi tablet zat besi. Kepatuhan mengkonsumsi tablet zat

besi diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan

cara mengkonsumsi tablet zat besi, frekuensi konsumsi perhari.

Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu

upaya penting dalam mencegah dan menanggulagi anemia,

khususnya anemia kekurangan besi (Anna, 2012).

Ibu hamil disarankan untuk mengonsumsi makanan dan

minuman yang mendukung kebutuhan gizinya sejak merencanakan

kehamilan. Tetapi, tingkat kepatuhan ibu hamil untuk mengonsumsi

tablet tambah darah demi mencegah anemia sangat rendah. Padahal,

anemia pada ibu hamil berdampak bukan hanya pada ibu tetapi juga

pada janin. Ibu yang menderita anemia berat berisiko mengalami

perdarahan saat persalinan dan kematian. Sementara bayinya

beresiko lahir dengan berat rendah serta prematur.

Menurut rekomendasi, ibu hamil minimal harus mengonsumsi 90 tablet


33

tambah darah yang dimulai sejak awal kehamilan sampai masa nifas

(Anna, 2012).

Proporsi pengetahuan yang baik akan meningkatkan kepatuhan

ibu hamil minum tablet besi. Kepatuhan minum tablet besi merupakan

suatu bentuk perilaku yang dapat terwujud karena adanya

pengetahuan yang diperoleh dari luar serta keyakinan dan adanya

dorongan dari orang lain seperti petugas kesehatan, tetangga, atau

teman dekat. Agar tingkat kepatuhan ibu hamil lebih terjamin, selain

dilakukan konsultasi juga perlu dilakukan pengawasan yang rutin.

Pengawasan minum tablet besi oleh suami dapat meningkatkan

kemungkinan patuh hingga 8,5 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil

tanpa pengawasan dari suami (Subarda dkk, 2011).

Anda mungkin juga menyukai