Anda di halaman 1dari 21

TUJUAN REFORMASI BIROKRASI

Menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik,


berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani
publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai
dasar dan kode etik aparatur negara.

I. Pendahuluan

Saat ini pemerintah sedang genjar-genjarnya melaksanakan agenda reformasi birokrasi, namun
karena kurangnya pemahaman, atau masih kurangnya sosialisasi, dan terbatasnya akses informasi
yang benar akan reformasi birokrasi sering menyebabkan terjadi bias pemahaman akan pengertian
reformasi birokrasi itu sendiri. Hal ini dapat disebabkan karena beragamnya latar belakang ilmu
pengetahuan para aparatur pemerintah yang menyebabkan adanya perbedaan pemahaman akan
defenisi reformasi birokrasi itu sendiri. Ironisnya karena ketidakmengertian itu, kadang menyebabkan
para aparatur berjalan justru menjauhi nilai-nilai reformasi birokrasi bukannya mendekatinya yang
akhirnya merugikan banyak pihak diatas landasan reformasi birokrasi. Lalu apa sebenarnya defenisi
reformasi birokrasi itu?

II. Pembahasan

Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada.
Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat
birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan
masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Karl Mannheim sebagaimana disitir oleh
Susanto menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan norma-normanya.
Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup anggota
masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat.

Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-
aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur

Sangat menarik membicarakan tentang birokrasi, karena dalam realita kehidupan birokrasi terkesan
negatif dan menyulitkan dalam melayani masyarakat, padahal para pegawai birokrasi itu dibayar dari
duit masyarakat. Dan terkadang wewenang yang diberikan kepada pegawai dari birokrasi
disalahgunakan. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya reformasi birokrasi.

Dengan demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat manusia,
sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari
aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah keseimbangan antara tuntutan ekonomi,
politik, sosial dan hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip-
prinsip dalam masyarakat (Susanto: 185-186).

Khan (1981) memberi pengertian reformasi sebagai suatu usaha perubahan pokok dalam suatu
sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan
yang telah lama. Sedangkan Quah (1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk
mengubah proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai
efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional. Aktivitas reformasi sebagai padanan lain dari
change, improvement, atau modernization. Dari pengertian ini, maka reformasi ruang lingkupnya tidak
hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur
dan sikap tingkah laku (the ethics being). Arah yang akan dicapai reformasi antara lain adalah
tercapainya pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien.Reformasi bertujuan mengoreksi dan
membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa yang selama ini jauh menyimpang, kembali
ke cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi penting dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi
oleh arus globalisasi.

Reformasi ini harus dilakukan mulai dari pejabat tertinggi, seperti presiden dalam suatu negara atau
menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian negara/lembaga negara, sebagai
motor penggerak utama diikuti oleh seluruh aparatur dibawahnya. Reformasi birokrasi di Indonesia
untuk saat ini dapat dikatakan belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya
pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi.

Berbagai permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak


berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperharui.
Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun
aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut
birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat.
Oleh karena itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan
sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan
efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan
berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan
revolusioner.

Pada intinya latar belakang reformasi birokrasi adalah sbb:

1. Ketidakpercayaan yang meluas pada kinerja pemerintah dan kebangkrutan birokrasi di


Amerika telah melahirkan konsep Reinventing Government sebagai model manajemen publik
baru yang dikembangkan oleh David Osborne & Ted Gaebler pada th.1992

2. Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat ini.

Mungkin sebagian diantara kita masih bingung memahami pengertian KKN, apa itu korupsi, apa itu
kolusi, dan apa pula bedanya dengan nepotisme, sehingga kita tidak menyadari bahkan tidak
merasakannya meskipun aktifitas tersebut sering terjadi disekeliling kita dan terkadang kita sendiri
bertindak sebagai pelakunya.

Korupsi menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang di
percayakankepada mereka. Korupsi dapat membuat pelayanan pemerintah menjadi tidak maksimal
dikarenakan adanya penyaluran anggaran yang kurang sempurna sehinggga masyarakat dirugikan
karena tindakan korupsi yang dilakukan oleh aparatur yang berkaitan. Dalam arti luas korupsi atau
korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk kepentingan pribadi. Korupsi menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Korupsi di definisikan oleh Bank Dunia
sebagai penyalahgunaan jabatan publik untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara
tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau
fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.

Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan
berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori.

3. Tingkat kualitas pelayanan publik masih belum mampu memenuhi harapan masyarakat
Misalnya LIPI sebagai lembaga penelitian milik pemerintah bentuk pelayanannya berupa melakukan
riset dan menghasilkan produk penelitian yang berhasil guna dan bermanfaat bagi masyarakat luas,
kualitas dan kuantitas penelitiannya itu yang harus direformasi apabila dampaknya belum terasa bagi
rakyat Indonesia secara luas. Demikian pula dengan instansi pemerintah lainnya, contoh lain
pelayanan kantor kelurahan dalam pengurusan KTP, apabila sebelum reformasi birokrasi pelayanan
pembuatan KTP di kantor kelurahan bisa mencapai waktu 2 minggu atau 3 bulan lebih, setelah
reformasi birokrasi harusnya pembuatan KTP bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari satu hari.
Karena ada hal-hal yang direformasi seperti jika sebelumnya birokrasi yang berbelit-belit sekarang
menjadi lebih sederhana, Lurah yang biasanya datang siang dan sering tidak ada ditempat sekarang
selalu datang tepat waktu dan ada ditempat disaat dibutuhkan masyarakat untuk mendandatangani
KTP dsb.

4. Tingkat efisiensi, efektivitas, dan produktivitas birokrasi belum optimal

Sebelum PP 6/08 dan PP 8/08, perencanaan anggaran masih bersifat perencanaan


kegiatan/program. Hal ini membuat sistem birokrasi sibuk dengan kegiatan dan program tetapi tidak
tau apa yang dicapai. Pendekatan ini bukan hanya berpotensi membelanjakan dana publik untuk hal
yang tidak perlu, tetapi juga membuat struktur birokasi tidak tau persis apa yang harus dilakukan.
Semua hal terlihat penting.

Pada era reformasi birokrasi pendekatan ini harus diubah. Setelah PP 6/08 dan PP 8/08
pemerintahan harus berpikir HASIL. Merencanakan HASIL, menganggarkan untuk HASIL, memonitor
HASIL dan melaporkan HASIL. Pemilik (rakyat) tidak terlalu pusing dengan apa yang dilakukan oleh
birokrat, para pembayar pajak lebih mementingkan pencapaian hasil. Mereka ingin agar pasar tidak
kumuh lagi, jalanan tidak macet lagi, semua anak bersekolah, semua orang yang sakit dapat
perawatan, mudah dapat modal usaha dll.

Rumusan hasil harus datang dari warga masyarakat lewat satu mekansime tertentu yang menjamin
keterwakilan dan transparansi.

Anggaran harus dirancang untuk mencapai hasil, bukan hanya untuk melaksanakan kegiatan. Pada
akhirnya setiap pekerjaan harus didelegasikan kepada jabatan-jabatan yang sesuai untuk
melaksanakannya.

5. Transparansi dan akuntabilitas birokrasi masih rendah

Transparansi adalah suatu proses keterbukaan dari para pengelola manajemen, utamanya
manajemen publik, untuk membangun akses dalam proses pengelolaannya sehingga arus informasi
keluar dan masuk secara berimbang. dalam proses transparansi informasi tidak hanya diberikan oleh
pengelolah manajemen publik, tetapi masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi yang
menyangkut kepentingan publik. Transparansi Pemerintahan adalah terjaminnya akses masyarakat
dalam berpartisipasi, utamanya dalam proses pengambilan keputusan. Jika penyelenggaraan
pemerintahan dilakukan dengan tertutup dan tidak transparan secara umum akan berdampak pada
tidak tercapainya kesejahteraan masyarakat atau warga Negara, sebagaimana tercantum dalam
kontitusi Negara, yaitu percapaian masyarakat yang adil dan makmur.

Keterbukaan adalah keadaan yang memungkinkan ketersediaan informasi yang dapat diberikan dan
didapat oleh masyarakat luas. Keterbukan merupakan kondisi yang memungkinkan partisipasi
masyarakat dalam kehidupan bernegara. Keterbukaan arus informasi di bidang hukum penting agar
setiap warga negara mendapatkan suatu jaminan keadilan.

Sikap keterbukaan juga menuntut komitmen masyarakat dan mentalitas aparat dalam melaksanakan
peraturan tersebut. Kesiapan infrastruktur fisik dan mental aparat sangat menentukan jalannya
jaminan keadilan.

Dalam mewujudkan suatu pemerintahan atau kepemerintahan yang demokratis maka hal yang paling
utama yang harus diwujudkan oleh pemerintah adalah transparansi (keterbukaan). Adapun indikasi
dari suatu pemerintahan atau kepemerintahan yang transparan (terbuka) adalah apabila di dalam
penyelenggaraan pemerintahannya terdapat kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses
kelembagaan. Berbagai informasi harus disediakan secara memadai dan mudah dimengerti sehingga
dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Kepemerintahan yang tidak transparan, cepat
atau lambat cenderung akan menuju ke pemerintahan yang korup, otoriter, atau diktator.

Akibat penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan diantaranya:

1. kesenjangan antara rakyat dan pemerintah akibat krisis kepercayaan

2. menimbulkan prasangka yang tidak baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

3. pemerintah tidak berani bertanggungjawab kepada rakyat

4. tidak adanya partisipasi dan dukungan rakyat sehingga menghambat proses pembangunan
nasional

5. hubungan kerjasama internasional yang kuarang harmonis

6. ketertinggalan dalam segala bidang.

Untuk itu diperlukan suatu penyelenggaran pemerintahan yang baik dan terbuka. Penyelenggaraan
negara yang baik dapat menciptakan pemerintahan yang baik (good governance). Dan untuk
mewujudkan pemerintahan yang baik, ada beberapa asas yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Asas Kepastian Hukum

b. Asas Tertib Penyelenggaran Negara

c. Asas Kepentingan Umum

d. Asas Keterbukaan

e. Asas Proposionalitas

f. Asas profesionalitas

g. Asas Akuntabilitas

6. Disiplin dan etos kerja masih rendah.

Mestinya kita tak perlu malu untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum kita ketahui. Menurut Max
Weber, pakar manajemen, ETOS KERJA diartikan: perilaku kerja yang etis yang menjadi kebiasaan
kerja yang berporoskan etika. Dengan kata lain yang lebih sederhana, etos kerja yaitu semua
kebiasaan baik yang berlandaskan etika yang harus dilakukan di tempat kerja, seperti: disiplin, jujur,
tanggung jawab, tekun, sabar, berwawasan, kreatif, bersemangat, mampu bekerja sama, sadar
lingkungan, loyal, berdedikasi, bersikap santun, dsb.Seorang pekerja atau pemimpin betapa hebat
kepandaian/kecakapannya, tetapi tidak jujur atau tidak bertanggung jawab, tidak disiplin atau tidak
loyal, misalnya apalagi tak mampu bekerja sama, pasti merugikan perusahaan. Dan hal ini tidak
dikehendaki terjadi. Tanpa etos kerja tinggi seperti disebutkan di atas perusahaan tak mungkin
meningkatkan produktivitas sebagaimana yang diharapkan. Kinerja (performance) sangat ditentukan
oleh etos kerja.

Menumbuhkan etos kerja kepada bawahan memang gampang-gampang sulit. Karena etos kerja tak
dapat dipaksakan. Harus tumbuh dari dua pihak: atasan dan bawahan.
Gaji tinggi tidak menjamin terciptanya etos kerja yang baik. Mengapa? Seorang pimpinan perlu
berhati-hati melaksanakan recruitment. Perlu selektif, apakah kemampuan calon sesuai dengan jenis
pekerjaan yang dibutuhkan. Memiliki motivasi tinggi, daya tahan kerja, mau mengembangkan diri,
mampu bekerja sama, dan sebagainya. Apakah dia sesuai dengan bidang/tugas yang akan
diembannya. Karena kalau tak cocok, justru tak akan bersemangat dan hal ini berbahaya, karena tak
mencintai pekerjaannya sehingga tak memiliki sense of belonging. Job description harus jelas, jangan
sampai tugasnya tumpang tindih dan terjadi overload. Harus ada pendelegasian tugas sehingga ia
bisa kreatif dinamis.

Atasan perlu memberi perhatian, sentuhan-sentuhan dan juga memanusiakan (nguwongake, bahasa
Jawa) atau menghargai bawahan, sehingga ia akan bekerja produktif. Perlu ada dialog yang kontinyu
sehingga ada kerja sama dan tanggung jawab. Bersikap adil dan bijaksana sehingga tercipta loyalitas
dan dedikasi. Bersikap tegas sehingga bawahan akan disiplin.

Akhirnya, atasan perlu menjadi teladan sehingga mampu menciptakan filosofi atau budaya
perusahaan yang baik.

Memimpin manusia memang tidak mudah. Apalagi memotivasi bawahan untuk menciptakan etos
kerja yang baik. Tetapi, kita perlu berusaha dan mencobanya.

7. Perubahan lingkungan strategis, yang antara lain: kemajuan teknologi komunikasi dan
informasi, krisis ekonomi global, berkembangnya persaingan antar negara, dst.

III. Kesimpulan

1. Reformasi birokrasi mutlak harus dilakukan oleh setiap institusi pemerintah namun sebelumnya
para pelaksana reformasi birokrasi harus memahami terlebih dahulu apa itu hakikat reformasi
birokrasi, sehingga dalam pelaksanaannya dapat lebih optimal dan tidak justru melenceng dari yang
diagendakan.

2. Reformasi Birokrasi merupakan perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi, antara lain


kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas aparatur, pengawasan,
dan pelayanan publik. Hal penting dalam reformasi birokrasi adalah perubahan mind-set dan culture-
set serta pengembangan budaya kerja. Reformasi Birokrasi diarahkan pada upaya-upaya mencegah
dan mempercepat pemberantasan korupsi, secara berkelanjutan, dalam menciptakan tata
pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance), pemerintah yang bersih (clean
government), dan bebas KKN.
Makalah RB

BAB I

PENDAHULUAN

Pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi di Indonesia
mengalami sakit bureaumania seperti kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang,
kolusi, korupsi dan nepotisme. Birokrasi dijadikan alat status quo mengkooptasi masyarakat guna
mempertahankan dan memperluas kekuasaan monolitik. Birokrasi Orde Baru dijadikan secara
struktural untuk mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan
sebagai aktor public services yang netral dan adil, dalam beberapa kasus menjadi penghambat dan
sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi, terjadi diskriminasi dan penyalahgunaan
fasilitas, program dan dana negara.

Reformasi merupakan langkah-langkah perbaikan terhadap proses pembusukan politik, termasuk


buruknya kinerja birokrasi. Tujuan tulisan ini berupaya untuk mengelaborasi model reformasi
birokrasi di Indonesia pasca Orde Baru.

1. Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil
yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa

rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:

1. Pengertian birokrasi reformasi.

2. Bagaimana reformasi birokrasi Indonesia .

3. Bagaimana birokrasi masa reformasi.

4. Reformasi birokrasi pasca jatuhnya rezim orde baru.

5. wajah reformasi birokrasi pemerintahan ini.

2. Tujuan
1. Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:

2. Apa itu reformasi birokrasi

3. Menegtahui perkembangan reformasi birokrasi di Indonesia sebelum dan sesudah masa Orde Baru

3. Manfaat

Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:

1. Dapat mengetahui wajah reformasi birokrasi di Indonesia.

2. Dapat mengetahui reformasi birokrasi di Indonesia saat ini.

4. Ruang Lingkup

Makalah ini membahas mengenai Reformasi Birokrasi yang ada di Indonesia. Serta
membahas mengenai reformasi birokrasi pasca orde baru dimana Rezim Orde Baru ternyata tidak
seperti yang diharapkan yaitu reformasi yang mampu mengadakan perubahan kehidupan yang
berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

BAB II

METODE PENULISAN

A. Objek Penulisan

Objek penulisan makalah ini adalah mengenai reforamasi birokrasi sebagai perubahan
pelayanan kepada masyarakat. Dalam makalah ini dibahas mengenai reformasi birokrasi,bagaimana
wajah reformasi birokrasi saat ini, dan bagaimana falsafah reformasi birokrasi di Indonesia pasca
rezim orde baru.

B. Dasar Pemilihan Objek

Makalah ini membahas mengenai reformasi dan birokrasi. Reformasi Birokrasi adalah sebuah
harapan masyarakat pada pemerentah agar mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan
yang bersih serta keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang efisien,responsip
dan akuntabel. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi yang dilakukan saat
ini agar kehidupan bernegara berjalan dengan baik,msyarakat juga berposisi sebagai penilai dan
pihak yang dilayani pemerintah.
C. Metode Pengumpulan Data

Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji
pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam
makalah ini yaitu dengan tema reformasi birokrasi bangsa ini. Sebagai referensi juga diperoleh dari
situs web internet yang membahas mengenai reformasi birokrasi indonesia.

D. Metode Analisis

Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu mengidentifikasi


permasalahan berdasarkan fakta dan data yanag ada, menganalisis permasalahan berdasarkan
pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari alternatif pemecahan masalah.

BAB III

ANALISIS PERMASALAHAN

A. Latar Belakang

Belakangan ini, dalam segala aspek yang berhubungan dengan pemerintahan, reformasi birokrasi
menjadi isu yang sangat kuat untuk direalisasikan. Terlebih lagi,birokrasi pemerintah Indonesia telah
memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap kondisi keterpurukan bangsa Indonesia dalam
krisis multidimensi yang berkepanjangan. Birokrasi yang telah dibangun oleh pemerintah sebelum
era reformasi telah membangun budaya birokrasi yang kental dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN).

Akan tetapi, pemerintahan pascareformasi pun tidak menjamin keberlangsungan reformasi


birokrasi terealisasi dengan baik. Kurangnya komitmen pemerintah pascareformasi terhadap
reformasi birokrasi ini cenderung berbanding lurus dengan kurangnya komitmen pemerintah
terhadap pemberantasan KKN yang sudah menjadi penyakit akut dalam birokrasi pemerintahan
Indonesia selama ini. Sebagian masyarakat memberikan cap negatif terhadap komitmen pemerintah
pascareformasi terhadap reformasi birokrasi. Ironisnya, sebagian masyarakat Indonesia saat ini,
justru merindukan pemerintahan Orde Baru yang dinggap dapat memberikan kemapanan kepada
masyarakat, walaupun hanya kemapanan yang bersifat semu.

Birokrat, sebagai pembentuk kebijakan yang bersifat publik dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Dengan demikian, seringkali kebijakan yang dilahirkan oleh para birokrat tidak menyentuh
kepentingan masyarakat tidak bersifat populis. Bukan tidak mungkin, berbagai faktor tersebut, baik
yang bersifat internal maupun eksternal, yang menyebabkan negara ini semakin larut dalam
keterpurukan. Sebagaimana telah diketahui oleh kalangan yang peduli terhadap pembaruan hukum
tanah air, beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi produk lembaga legislatif di
Indonesia merupakan hasil pesanan International Monetary Fund (IMF). Keterlibatan lembaga
donor lintas negara .

B. REFORMASI BIROKRASI

Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah
berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Fenomena birokrasi selalu ada bersama kita dalam
kehidupan kita sehari-hari dan setiap orang seringkali mengeluhkan cara berfungsinya birokrasi
sehingga pada akhirnya orang akan mengambil kesimpulan bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya
karena banyak disalahgunakan oleh pejabat pemerintah (birokratisme) yang merugikan masyarakat.

Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya telah ada dalam
bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun demikian kecenderungan
mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami perubahan yang berarti sejak seratus tahun
terakhir ini. Dalam Masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi
yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil, namun pada masa
kini negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan administrasi yang
cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
Kajian birokrasi sangat penting dipelajari, karena secara umum dipahami bahwa salah satu institusi
atau lembaga, yang paling penting sebagai personifikasi negara adalah pemerintah, sedangkan
personifikasi pemerintah itu sendiri adalah perangkat birokrasinya (birokrat).
Membicarakan tentang birokrasi tentunya sangat penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana
sejarah birokrasi.

Birokrasi memiliki asal kata dari Burcau, digunakan pada awal abad ke 13 di Eropa Barat bukan
hanya untuk menunjuk pada meja tulis saja, akan tetapi lebih pada kantor, semisal tempat kerja
dimana pegawai bekerja. Makna asli dari birokrasi berasal dari Prancis yang artinya pelapis meja.
Bentuk birokrasi paling awal terdiri dari tingkatan kasta rohaniawan / tokoh agama. Negara
memformulasikan,memaksakan dan menegakkan peraturan dan memungut pajak, memberikan
kenaikan kepada sekelompok pegawai yang bertindak untuk menyelenggarakan fungsi tersebut.
Sangat menarik membicarakan tentang birokrasi, karena dalam realita kehidupan birokrasi
terkesan negatif dan menyulitkan dalam melayani masyarakat, padahal para pegawai birokrasi itu
dibayar dari duit masyarakat. Dan terkadang wewenang yang diberikan kepada pegawai dari
birokrasi disalahgunakan. Misalnya seperti masalah tentang korupsi di dirjen pajak yang hangat-
hangatnya dibicarakan akhir-akhir ini. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya reformasi birokrasi.

Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada.
Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat
birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan
masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Karl Mannheim sebagaimana disitir oleh
Susanto menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan norma-normanya.
Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup anggota
masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat.

Dengan demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat manusia,
sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari
aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah keseimbangan antara tuntutan ekonomi,
politik, sosial dan hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip-
prinsip dalam masyarakat (Susanto: 185-186).

Khan (1981) memberi pengertian reformasi sebagai suatu usaha perubahan pokok dalam suatu
sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan
yang telah lama. Sedangkan Quah (1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk
mengubah proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai
efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional. Aktivitas reformasi sebagai padanan lain dari
change, improvement, atau modernization. Dari pengertian ini, maka reformasi ruang lingkupnya
tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat
struktur dan sikap tingkah laku (the ethics being). Arah yang akan dicapai reformasi antara lain
adalah tercapainya pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien.Reformasi bertujuan mengoreksi
dan membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa yang selama ini jauh menyimpang,
kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi penting dilakukan agar bangsa ini tidak
termarginalisasi oleh arus globalisasi.

Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam suatu negara atau
menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian negara/lembaga negara, sebagai
motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di Indonesia belum berjalan dengan maksimal.
Indikasinya adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi.

C. BIROKRASI MASA REFORMASI

Gerakan reformasi yang digulirkan oleh berbagai kekuatan dalam masyarakat, yang di pelopori
mahasiswa pada tahun 1998, bertujuan untuk memperbaiki kondisi bangsa yg terpuruk akibat krisis
ekonomi yang berlarut-larut. Gerakan reformasi diharapkan dapat memberikan pengaruh bagi
penyelesaian berbagai penyelesaian bangsa selama masa pemerintahan Orde Baru berkuasa, seperti
kasus-kasus korupsi,nepotisme dan kolusi. Berbagai kasus yang mengenai penyalagunaan jabatan
dan kekuasaan yang dilakukan oleh elite-elite oleh polotik dan birokrasi Orde Baru diyakini
merupakan salah satu factor yang memperparah krisis ekonomi di Indonesia.

Public mengharapkan bahwa terjadinya reformasi,akan diikuti pula dengan perubahan mendasar
pada desain kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik yang menyangkut demensi
kehidupan berpolitik,social,ekonomi, maupun kultur. Perubahan struktur,kultur dan paradigm
birokrasi dalam berhadapan dengan masyarakat menjadi suatu yang mendesak untuk dilakukan
mengingat birokrasi mempunyai kontribusi terhadap terjadinya krisis multidimensional yang tengah
terjadi sampai saat ini. Reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di arahkan untuk
menciptakan kinerja birokrasi yang professional dan akuntabel. Birokrasi dalam melakukan berbagai
kegiatan perbaikan pelayanan diharapkan lebih berorientasi pada kepuasan pelanggan, yakni
masyarakat pengguna jasa.

Namun,harapan terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana di


Negara maju tampaknya masih sulit untuk di wujudkan.

Osborne dan Plastrik (1997) mengemukakan bahwa realitas, social,politik dan ekonomi yang
dihadapi oleh Negara-negara yang berkembang sering kali sangat berbeda dengan realitas social
yang ditemukan pada masyarakat dinegara maju. Realitas imperik itu pula terjadi pada birokrasi
pemerintahan, yang kondisi birokrasi di Negara-negara berkembang, seperti merajkalelanya korupsi,
pengaruh politik partisan.

Reformasi diakuai oleh sebagian kecil birokrasi mempunyai dampak positif secara internal.
Berdasarkan pengamatan terlihat bahwa di lingkungan birokrasi saat ini, mulai muncul kebiasaan
aparat bawahan yang berani secara terbuka mengajukan kritik kepada pimpinannya walaupun diakui
jumlahnya masih sedikit dan dengan cara yang halus dan sopan. Phenomena ini terekam
berdasarkan pengamatan dan pengalaman dari beberapa aparat birokrasi yang kebetulan
menduduki jabatan structural.

D. REFORMASI BIROKRASI PASCA JATUHNYA REZIM ORDE BARU

Jatuhnya pemerintahan Soeharto ternyata diikuti dengan semakin rendahnya kepercayaan


masyarakat terhadap birokrasi public. Krisis kepercayaan terhadap birokrasi public di tandai dengan
mengalirnya protes dan demokrasi yang dilakukan oleh berbagai komponen masyarakat terhadap
birokrasi public baik di tingkat pusat maupun daerah.

Reformasi birokrasi yang terjadi jatuhnya rezim Orde barau ternyata tidak mampu menghasilkan
kehidupan yang berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Keberhasilan Indonesia untuk
menyelenggarakan pemilihan umum yang demokratis dan membentuk rezim pemerintahan yang
baru belum mampu membawa bangsa ini keluar dari krisis. Harapan masyarakat bahwa rezim
pemerintahan yang baru mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih masih
jauh dari realitas. Praktek KKN dalam pemerintahan dan pelayanan public masih terus berlangsung,
dan bahkan skala dan pelaku yang semakin meluas. Keinginan masyarakat untuk menikmati
pelayanan public yang efesien, responsive, dan akuntabel masih amat jauh dari realitas.

Masuknya orang-orang baru dalam pemerintahan, baik di legislative maupun eksekutif, juga
tidak mampu menciptakan perbaikan yang berarti dalam kinerja pemerintahan. Banyak diantara
mereka terperangkap dalam lumput KKN dan ikut memperburuk birokrasi public.

E. REFORMASI BIROKRASI INDONESIA

Reformasi telah menjadi suatu kata yang menggelinding dan menjadi semangat gerak langkah
anak bangsa untuk membuka katub-katub kekuasaan yang selama ini tidak tersentuh. Ia telah
menjadi bagian yang sangat penting dalam usaha bangsa untuk merumuskan kembali seluruh
tatanan nilai dan aturan hidup bersama. Mungkin tidak ada lagi hari tanpa tuntutan reformasi yang
dilakukan oleh seluruh kalangan, kelompok masyarakat, mahasiswa, pegawai kantor yang
menggemakan beragam tuntutan reformasi total disegala bidang.

Reformasi dapat diterjemahkan sebagai perubahan radikal (bidang sosial, politik atau agama)
disuatu masyarakat atau negara. Sedangkan reformis adalah orang yang menganjurkan adanya
perbaikan (bidang politik, sosial, agama) tanpa kekerasan. Radikal berarti secara menyeluruh, habis-
habisan, perubahan yang amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan, dan
sebagainya), maju dalam berfikir dan bertindak. Selain itu, radikalisme adalah faham atau aliran yang
radikal dalam politik, faham yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik
dengan cara keras atau drastis, sikap ekstrim disuatu aliran politik.

Reformasi dapat pula diartikan sebagai suatu tindakan perbaikan dari sesuatu yang dianggap
kurang atau tidak baik tanpa melakukan perusakan-perusakan pranata yang sudah ada. Pranata yang
dimaksudkan disini adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat istiadat dan
norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya dalam berbagai kompleksitas
manusia didalam masyarakat.

Reformasi yang terjadi menyusul jatuhnya Rezim Orde Baru ternyata tidak seperti yang
diharapkan yaitu reformasi yang mampu mengadakan perubahan kehidupan yang berarti bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu reformasi juga diharapkan untuk mampu
memerangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) dan membentuk pemerintahan yang bersih
ternyata masih jauh dari realita. Praktek KKN dalam birokrasi pemerintahan dan pelayanan public
masih terus berlangsung malah semakin merajalela. Keinginan masyarakat untuk menikmati
pelayanan public yang efisien, responsive dan akuntabel masih jauh dari harapan. Masuknya orang-
orang baru dalam pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif juga tidak mampu menciptakan
perubahan yang berarti dalam kinerja pemerintahan. Bahkan banyak diantara mereka akhirnya
terperangkap dalam lumpur KKN dan ikut memperburuk kinerja birokrasi dan pelayanan publik.

Kesulitan dalam memberantas KKN dalam pemerintahan dan birokrasi terjadi karena rendahnya
komitmen pemerintah untuk membenahi sistem birokrasi publik. Banyak perhatian diberikan untuk
mereformasi sistem dan lembaga politik, tetapi hal yang sama tidak dilakukan dalam birokrasi publik,
sehingga tidak banyak menghasilkan perbaikan kinerja pelayanan publik. Dengan birokrasi yang
syarat dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, bersikap dan bertindak sebagai penguasa dan tidak
profesional maka perubahan apapun yang terjadi tidak akan memiliki dampak yang berarti bagi
perbaikan kinerja pelayanan publik. Karenanya, adalah hal yang sangat lumrah ketika perbaikan
dalam kehidupan politik yang semakin demokratis sekarang ini belum memiliki dampak yang berarti
pada kinerja birokrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik.

Kinerja birokrasi pelayanan publik menjadi isu kebijakan sentral yang semakin strategis karena
perbaikan kinerja birokrasi memiliki implikasi dan dampak yang luas dalam kehidupan ekonomi dan
politik. Dalam kehidupan ekonomi, perbaikan kinerja birokrasi akan bisa memperbaiki iklim investasi
yang sangat diperlukan bangsa ini untuk bisa segera keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Buruknya kinerja birokrasi publik di Indonesia sering menjadi determinan yang penting dari
penurunan minat investasi. Akibatnya pemerintah sangat sulit dalam menarik investasi, belum lagi
ditambah dengan masalah-masalah lain seperti ketidakpastian hukum dan keamanan nasional.

Tata pemerintahan yang baik ( Good Governance ) merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini
dipergunakan secara reguler dalam ilmu politik dan administrasi public. Konsep ini lahir sejalan
dengan konsep-konsep dengan terminology demokrasi, masyarakat sipil,partisipasi rakyat, hak asasi
manusia dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasawarsa yang lalu
konsep good governance ini lebih dekat dipergunakan dalam reformasi sector public. Dalam disiplin
atau profesi manajemen public konsep ini dipandang sebagai suatu aspek dalam paradigma baru
ilmu administrasi public.

Paradigma baru ini menekankan pada peranan menejer public agar memberikan pelayanan yang
berkualitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan ekonomi manajerial terutama sekali
mengurangi campur tangan control yang dilakukan oleh pemerintah pusat, transparansi,
akuntabilitas public dan diciptakan pengelolaan manajerial yang bersih bebas dari korupsi.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan demokratis mensyaratkan kinerja dan


akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Oleh karenanya reformasi birokrasi merupakan
kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan, dan
dunia usaha. Dalam peta tantangan nasional, regional, dan internasional, aparatur negara dituntut
untuk dapat mewujudkan profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas. Pada era globalisasi,
aparatur negara harus siap dan mampu menghadapi perubahan yang sangat dinamis dan tantangan
persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini masyarakat Indonesia sedang memasuki era yang penuh
tuntutan perubahan serta antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan sesuatu yang di Indonesia
tidak dapat dibendung lagi.

Namun banyak disadari oleh berbagai kalangan yang terlibat dalam proses reformasi atau
demokratisasi tersebut, bahwa perubahan dan pengubahan tersebut tidak dengan sendirinya akan
membawa perbaikan yang dikehendaki, yakni ditegakkannya demokrasi serta dihargai sepenuhnya
HAM.

Hingga hari ini kita masih berada di tengah-tengah krisis yang begitu dalam dan mengoyak
seluruh lapisan masyarakat serta setiap segi kehidupannya. Orang-orang yang berada di lapis bawah
ini lah yang paling membutuhkan demokrasi. Pemikiran dan tindakan demokratik seharusnya
diarahkan pada kebutuhan rakyat dari lapis bawah tersebut.
Dalam kehidupan politik, perbaikan kinerja birokrasi pelayanan publik akan memiliki implikasi
luas, terutama dalam memperbaiki tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Buruknya
kinerja birokrasi selama ini menjadi salah satu faktor penting yang mendorong munculnya krisis
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Protes, demonstrasi dan bahkan pendudukan kantor-
kantor pemerintahan oleh masyarakat yang sering terjadi diberbagai daerah menjadi indikator dari
besarnya ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahnya.

Perbaikan kinerja birokrasi pelayanan publik diharapkan akan mampu mengembalikan image
pemerintah dimata masyarakat karena dengan kwalitas pelayanan publik yang semakin baik,
kepuasan dan kepercayaan masyarakat bisa dibangun kembali. Kalau ini dilakukan maka pemerintah
akan memperoleh kembali legitimasi dimata publik.

Indahnya lantunan reformasi dengan segudang syair-syairnya hanya menjadi sebuah nyanyian
pengantar tidur, padahal semangat utamanya adalah ingin mengadakan perubahan besar-besaran
dalam berbagai sendi sendi kehidupan agar mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa ini
menjadi sebuah bangsa yang bersih dan berwibawa, bangsa yang mampu hidup bukan dengan
mengandalkan utang-utang luar negeri yang semakin mencekik. Namun harapan ini menjadi sebuah
mimpi ketika reformasi tidak mampu menciptakan iklim yang kondusif dengan memupuk aparatur-
aparatur birokrasi baik eksekutif maupun legislatif yang bermental buruk, yang hanya mementingkan
kepentingan pribadi dan golongan sehingga bukan perubahan menuju perbaikan justru perubahan
yang menuju kehancuran.

Seharusnya mereka lebih mengarusutamakan dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh


pendekatan dan kepentingan yang berpihak kepada masyarakat demi terwujudnya masyarakat
Indonesia yang sejahtera. Karena pembangunan kesejahteraan masyarakat adalah faktor pertama
dan utama yang harus diwujudkan oleh sebuah bangsa yang beradab.

Strategi pembangunan nasional yang masih saja bertumpu pada pertumbuhan ekonomi,
industri padat modal, sistim konglomerasi dan utang luar negeri adalah beberapa indikasi adanya
hegemoni neoliberalisme pada tataran pemerintah pusat. Selain itu sejak jaman Orde Baru sampai
sekarang komitmen pemerintah terhadap wawasan kesejahteraan masyarakat belum banyak
mengalami kemajuan yang berarti. Pemerintah lebih senang menanam jagung yang memberi hasil
dalam jangka pendek daripada menanam pohon jati yang memberi hasil jangka panjang. Pada
tataran Otonomi Daerah, lebih sering diartikan hanya sebagai pengalihan wewenang pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah dalam pembangunan ekonomi saja. Akibatnya desentralisasi
seakan-akan hanyalah proses perlombaan peningkatan PAD ( Pendapatan Asli Daerah ) tanpa
memperhatikan Permasalahan Asli Daerah, padahal pemerintah pusat mempunyai kewajiban untuk
memperhatikan keadaan dan perkembangan daerah sebagai ujung tombak pelaksanaan kekuasan
pemerintahan.

Pada masa orde reformasi dan orde sesudahnya (hingga saat ini), reformasi birokrasi telah
banyak diwacanakan dan diagendakan,bahkan mungkin telah betul betul secara serius dilaksanakan.
Beberapa diantaranya adalah diberlakukannya PP No.8 tahun 2003 tentang restrukturisasi organisasi
pemerintah daerah dengan konsep MSKF (Miskin Struktur Kaya fungsi).Tujuannya jelas jelas adalah
untuk rasionalisasi birokrasi di lingkup pemerintahan daerah. Kemudian juga ada perubahan
paradigma dari UU Nomor 5 tahun 1974 yang menggunakan the structural efficensy model menuju
UU Nomor 22 tahun 1999 yang selanjutnya diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004 yang
lebih cenderung menggunakan the local democracy model (Tim Fisipol Unwar,2006) . Agenda
reformasi tersebut tampaknya merupakan jawaban atas semakin meningkatnya tuntutan
masyarakat serta banyak didorong oleh konsep konsep perubahan yang datang dari luar Indonesia
seperti entrepreneurial bureaucracy, reinventing government, good governance dan sebagainya.

Good governance misalnya, adalah suatu mekanisme kerja,dimana aktivitas pemerintahan


berorientasi pada terwujudnya keadilan social dimana pemerintah diharapkan mampu secara
maksimal melaksanakan 3 fungsi dasarnya yakni service,development,empowerment. Adapun
konsekuensi dari pelaksanaan good governance,setidaknya terlihat dari 3 hal berikut :
pertama,pemerintah mengambil posisi sebagai fasilitator dan advocator kepentingan public, kedua,
adanya perlindungan yang nyata terhadap ruang dan wacana public,serta yang ketiga, mengakui
dan menghormati kemajemukan politik dalam rangka mendorong partisipasi dan mewujudkan
desentralisasi (ibid).
Meskipun banyak agenda reformasi telah diintrodusir,dalam prakteknya perubahan tersebut
cukup sulit dilakukan.Beberapa data membuktikan bahwa birokrasi public di Indonesia pada era
reformasi belum sepenuhnya siap menghadapi perubahan.Pertama,laporan dari the world
competitivness yearbook tahun 1999 yang menyatakan bahwa birokrasi Indonesia berada pada
kelompok Negara Negara yang memiliki indeks competitivness yang paling rendah diantara 100
negara yang diteliti (Cullen& Cushman,2000).kedua,hasil penelitian PSKK UGM tahun 20000 di 3
provinsi yang menyimpulkan bahwa kinerja birokrasi dalam pelayanan public masih amat buruk
disebabkan oleh kuatnya pengaruh paternalisme (Dwiyanto,20003).

Ketiga, hasil kajian political and economic risk consultancy di 14 negara tahun
2001,menyatakan adanya indikasi kinerja birokrasi di Indonesia yang makin buruk dan korup
(Kompas,22 juni 2001) Sementara itu,dalam lokus Negara Negara berkembang, studi Dwight King
(1989) mengungkapkan beberapa sisi buram ciri birokrasi di negara berkembang seperti : tidak
efisien, jumlah pegawai yang berlebihan, tidak modern atau ketinggalan jaman, seringkali
menyalahgunakan wewenang, tidak ada perhatian atau mengabaikan daerah daerah miskin dan
tidak tanggap atas keragaman kebutuhan dan kondisi daerah setempat.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Birokrasi pasca berhentinya Presiden Soeharto ada dalam persimpangan jalan antara adanya
upaya pihak yang ingin tetap mempertahankan berlangsungnya politisasi birokrasi (bureaucratic
polity), berhadapan dengan pihak yang menginginkan ditegakkannya reformasi, ketidakberpihakan
politik dan profesionalisme birokrasi.Arah baru atau model reformasi birokrasi perlu dirancang untuk
mendukung demokratisasi dan terbentuknya clean and good governance yaitu tumbuhnya
pemerintahan yang rasional, melakukan transparansi dalam berbagai urusan publik, memiliki sikap
kompetisi antar departemen dalam memberikan pelayanan, mendorong tegaknya hukum dan
bersedia memberikan pertanggungjawaban terhadap publik (public accountibility) secara teratur.

Fenomena birokrasi selalu ada bersama kita dalam kehidupan kita sehari-hari dan setiap orang
seringkali mengeluhkan cara berfungsinya birokrasi sehingga pada akhirnya orang akan beranggapan
bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya karena banyak disalahgunakan oleh pejabat pemerintah
(birokratisme) yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi birokrasi.

Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah
ada. Reformasi bertujuan mengoreksi dan membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa
yang selama ini jauh menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi penting
dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus globalisasi. Reformasi ini harus dilakukan
oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada
suatu departemen dan kementerian negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama.
Tujuan reformasi birokrasi: Memperbaiki kinerja birokrasi, Terciptanya good governance, yaitu
tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, Pemerintah yang bersih (clean government),
bebas KKN, meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

B. Saran

Setiap warga negara akan selalu berhubungan dengan aktivitas Birokrasi Pemerintahan. Bahkan ketika
seseorang masih berada dalam kandungan ia sudah mulai tergantung dengan pelayanan birokrasi.
Apakah untuk keperluan pemeriksaan kesehatan (di RS atau Puskesmas ) atau setelah lahir dan
harus mendapatkan sertifikat sebagai warga dunia berupa akta kelahiran. Ketergantungan dengan
birokrasi itu terus berlanjut, seiring dengan bertambahnya usia seseorang atau sejalan dengan
ragam aktivitas yang dilakukan ditengah masyarakat. Sementara itu, jenis pelayanan umum yang
diselenggarakan birokrasipun sangat kompleks dan bahkan memasuki hampir setiap aspek
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Intervensi birokrasi yang demikian ini, sah-sah
saja adanya, karena justru untuk menyelenggarakan fungsi itulah birokrasi dibentuk.

Merupakan hal yang logis, jika kemudian birokrat atau aparatur publik itu dijuluki Abdi Negara, karena
pada pundaknya tugas-tugas kemasyarakatan, pemerintahan dan pembangunan diselenggarakan
atas nama organisasi politik super besar yang disebut negara. Namun penting diingat, legitimasi
yang diterima para abdi negara itu bersumber dari kepercayaan rakyat yang berdaulat. Artinya,
seorang abdi negara adalah seseorang yang mengemban amanat rakyat untuk mengayomi
kepentingan kepentingan mereka (rakyat). Jadi, jika dikaitkan dengan sumber legitimasi ini, maka
seseorang aparatur negara/ publik (pegawai negeri, birokrat atau abdi negara) itu, sesungguhnya
adalah seorang abdi masyarakat. Ini berarti, bahwa tugas aparatur publik adalah melayani
masyarakatnya (public service).

Reformasi birokrasi tidak akan pernah berhenti demi tercapainya suatu pelayanan yang
afektif dan efesien untuk masyarakat, saran yang dapat penulis berikan pada makalah ini adalah:

Peningkatan pelayanan haruslah merata di berbagai aspek

Masyarakat bukan hanya sebagai pihak yang dilayani tetapi juga pengawas pelayanan maka
pemerintah haruslah memperbaiki system pelayanan hal ini di karenakan takutnya ketidak
percayaan masyarakat kepada pemerintah yang menjalankan pelayanan

Pemerintah haruslah memperhatinkan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

- Benveniste, Guy.1997. Birokrasi.Jakarta: PT Raja GrafindoPersada


- Pramusinto Agus dan Erwan Agus Purwanto. 2009. Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan
Pelayanan Publik
- Susanto, Heri, Ditjen Pajak Juara Kena Sanksi Pelanggaran, diakses dari situs
http://heri.susanto@vivanews.com
- Drs. Taufiq Effendi, MBA, Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good Governance,
- Prof.Dr.Mostopadidjaja AR. 2003. Reformasi Birokrasi Sebagai syarat Pemberantasan KKN,
1. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia : Prof.Dr. Agus Dwiyanto, dkk

2. Birokrasi dan Politik di Indonesia : Prof.DR.Miftah Thoha, MPA

3. Reformasi Pelayanan Publik, Prof.Dr. Agus Dwiyanto

4. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik : Edi Suharto, Ph.D

5.Reformasi Birokrasi public Indonesia karya agus dwiyanto, dkk

Sumber Lain :

http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm

http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/artikel_148.htm

http:// www.teoma.com

http:// www.kumpulblogger.com

di posting oleh om dhani 17.35

Anda mungkin juga menyukai