Anda di halaman 1dari 20

PULPITIS

I.PENDAHULUAN

I.1. PENYAKIT PULPA GIGI


Pulpa adalah organ formatif gigi dan membangun dentin primer selama

perkembangan gigi, dentin sekunder setelah erupsi, dan dentin reparatif sebagai

respon terhadap stimulasi selarna odontoblas tetap utuh. Pulpa bereaksi terhadap

stimuli panas dan dingin yang hanya dirasakan sebagai rasa sakit. Pulpa sebuah gigi,

biasanya tahan terhadap panas dengan temperatur antara 60 F (16 C) dan 130 0F

(55 C) yang dikenakan langsung pada permukaannya yang utuh, begitu pula

terhadap panas makanan dan minuman yang temperaturnya berkisar di atas dan di

bawah temperatur tersebut. Preparasi kavitas juga menghasilkan perubahan tem-

peratur, dengan kenaikan temperatur 20 C pada waktu preparasi kavitas kering 1 mm

dari pulpa dan kenaikan 30 C 0,5 mm dari pulpa. Suatu model teoretik menunjukkan

bahwa reaksi sensori terhadap stimulasi termal dicatat sebelum terjadi suatu

perubahan temperatur pada pertemuan pulpa-dentin, di mana berlokasi ujung saraf.

Sensasi rasa sakit, suatu tanda peringatan bahwa pulpa dalam bahaya, adalah suatu

reaksi protektif, seperti di tempat lain di badan.

Pulpa dilukiskan baik sebagai suatu organ yang sangat tahan maupun sebagai

suatu organ dengan ketahanan kecil atau sedikit kemampuan untuk sembuh kembali.

Ketahanannya tergantung pada aktivitas selular, suplai nutrisi, umur, serta metabolik

1
dan parameter fisiologik lain. Variabilitas ini membawa pada ungkapan bahwa:

"Beberapa pulpa akan mati bila anda melihat padanya, sedang pulpa lain tidak akan

mati meskipun dibunuh dengan suatu kapak". Kemampuan pulpa yang rendah untuk

menjadi kuat kembali mungkin disebabkan aktivitas plasminogen yang tinggi, yang

dengan cepat merusak fibrin setelah injuri. Pada keseluruhannya, ketahanan pulpa

terhadap injuri sedikit, tetapi bukti ketahanan vitalitas yang luar biasa setelah injuri

telah dilaporkan.

Keinginan memelihara suatu pulpa vital dan atau melindunginya telah dikenal

sejak awal oleh para praktisi kedokteran gigi. Dalam perkembangan seni gigi,

integritas pulpa sering diganggu oleh pelaksanaan suatu restorasi mekanis yang

secara teknis memuaskan. Kadang-kadang struktur gigi dikorbankan secara

sembarangan untuk memberi pasien suatu tumpatan atau jembatan yang ada kalanya

memberi kesan hiasan yang berlebih-lebihan dari pada kesan fungsional. Sebagai

hasil-nya, pulpa sering menderita dan mengalami kematian setelah restorasi dipasang.

Pada keadaan lain, pulpa diambil dengan sengaja. Meskipun demikian nilai pulpa

sebagai suatu bagian integral gigi, baik anatomi maupun fungsional, dikenal oleh

banyak dokter gigi, dan dilakukan usaha untuk mengawetkannya.Sekarang, sejarah

kelihatannya mengulang sendiri. Kedokteran gigi restoratif telah membuat tuntutan

radikal akan integritas pulpa. Rekonstruksi mulut telah membebankan tanggung

jawab pada dokter gigi, yang tidak selalu dijumpai, dengan kerusakan pada gigi.

Tambahan pula, meskipun preparasi kavitas dan mahkota berkecepatan-tinggi dengan

aliran air cukup pada gigi tidak akan menyebabkan kerusakan pulpa yang permanen

bila prosedur dilakukan secara hati-hati, preparasi cepat tetapi kering, atau preparasi

2
berkecepatan rendah yang terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan yang tidak

dapat diperbaiki kembali. Preparasi kavitas secara hati-hati dan penggunaan pelapis

kavitas atau semen pada kavitas dalam, di samping profilaktik periodik dan

perawatan di rumah, menolong memelihara integritas dan vitalitas pulpa.

I.2.SEBAB-SEBAB PENYAKIT PULPA

Sebab-sebab penyakit pulpa adalah fisis, kimiawi, dan bakterial serta dapat

dikelompokkan :

I. Fisis

A. Mekanis

1. Trauma

a. Kecelakaan (olah raga kontak)

b. Prosedur gigi iatrogenik (pemasangan baji pada gigi, preparasi gigi

atau mahkota, dll.)

2. Pemakaian patologik (atrisi, abrasi, dll.)

3. Retak melalui badan gigi (sindroma gigi retak)

4. Perubahan barometnk (barodontalgia)

B. Termal

1. Panas berasal dari preparasi kavitas, pada kecepatan rendah atau tinggi

2. Panas eksotermik karena menjadi kerasnya (setting) semen

3. Konduksi panas dan dingin melalui tumpatan yang dalamtanpa suatu

bahan dasar protektrf

3
4. Panas friksional (pergesekan) disebabkan oleh pemolesan restorasi

II. Kimiawi

III. Bakterial

I.2.1 Sebab-sebab Fisis

Sebab-sebab fisis termasuk mekanis, termal atau injuri listrik.

A.Injuri Mekanis

Injuri ini biasanya disebabkan oleh trauma atau pemakaian patologik gigi.

Trauma.

Injuri traumatik dapat disertai atau tidak disertai oleh fraktur mahkota atau akar.

Trauma tidak begitu sering menyebabkan injuri pulpa pada orang dewasa

dibandingkan pada anak-anak. Injuri traumatik pulpa mungkin disebabkan pukulan

keras pada gigi waktu perkelahian, olah raga, kecelakaan mobil, kecelakaan rumah

tangga. Kebiasaan seperti membuka jepit rambut dengan gigi, bruksisme/kerot

kompulsif, menggigit kuku, dan menggigit benang oleh penjahit wanita mungkin juga

meriyebabkan injuri pulpa yang dapat mengakibatkan matinya pulpa .

Pemakaian Patologik.

Pulpa dapat juga terbuka atau hampir terbuka oleh pemakaian patologik gigi baik

abrasi maupun atrisi bila dentin sekunder tidak cukup cepat ditumpuk. Trauma

oklusal dapat juga melukai pulpa karena iritasi yang berulang-ulang pada bundel

neurovaskular di daerah periradikular.

4
Gigi Retak.

Fraktur yang tidak sempurna melalui badan gigi dapat menyebabkan rasa sakit yang

kelihatannya berasal idiopatik. Ini disebut: "sindroma gigi retak."

B.Injuri Termal

Sebab-sebab termal injuri pulpa adalah hal yang tidak biasa.

Panas karena Preparasi Kavitas.

Penyebab utama adalah panas yang ditimbulkan oleh bur atau diamon pada waktu

preparasi kavitas. Mesin bur berkecepatan tinggi dan bur karbid dapat dikurangi

waktu preparasi, tetapi dapat juga mempercepat matinya pulpa bila digunakan tanpa

pendingin. Panas yang dihasilkan cukup menyebabkan kerusakan pulpa yang tidak

dapat diperbaiki lagi.

Panas Gesekan selama Pemolesan.

Panas yang cukup besar dapat juga dihasilkan selama pemolesan suatu tumpatan atau

selama proses mengerasnya (setting) semen untuk paling tidak menyebabkan injuri

sementara pada pulpa.

Konduksi Panas oleh Tumpatan.

Tumpatan metalik yang dekat pada pulpa tanpa suatu dasar semen perantara dapat

menyalurkan secara cepat perubahan panas ke pulpa dan mungkin dapat merusak

pulpa tersebut. Perubahan temperatur dengan sekonyong-konyong oleh bahan

makanan, seperti misalnya makan es krim dan minum kopi, atau me-ngunyah es batu,

dapat juga membantu terjadinya injuri pulpa.

5
I.2.2 Bahan Kimiawi

Bahan kimiawi sebagai penyebab injuri pulpa mungkin adalah yang paling

tidak biasa, walaupun pada suatu waktu adanya arsenik di dalam serbuk semen silikat

dan penggunaan pasta untuk menghilangkan sensasi (desensitizing paste) yang

mengandung paraformaldehida dicatat sebagai penyebab matinya banyak pulpa.

I.2.3 Bakteri

Pada tahun 1894, W.D. Miller menunjukkan bahwa bakteri merupakan

kemungkinan penyebab inflamasi di dalam pulpa. Penyebab palingumum injuri pulpa

adalah bakterial. Bakteri atau produk-produknya mungkin masuk ke dalam pulpa

melalui suatu keretakan pada dentin, baik dari karies maupun terbukanya pulpa

karena kecelakaan, dari perkolasi di sekeliling suatu restorasi, dari perluasan infeksi

dari gusi atau melalui peredaran darah. Meskipun jalan peredaran sukar untuk

dibuktikan, beberapa fakta eksperimental menunjukkan bahwa hal ini dimungkinkan

(efek anakoretik). Mikroorganisme berperan penting dalam genesis penyakit pulpa.

Jalan Invasi Bakterial Pulpa

Bakteri dapat masuk ke dalam pulpa melalui tiga cara:

I. Invasi langsung melalui dentin, seperti misalnya karies, fraktur

mahkota atau akar, ter-bukanya pulpa pada waktu preparasi

kavitas, atrisi, abrasi, erosi, atau retak pada mahkota.

II. Invasi melalui pembuluh darah atau limfatik terbuka, yang ada

hubungannya dengan penyakit periodontal, suatu kanal aksesori

pada daerah furkasi, infeksi gusi, atau scaling gigi-gigi.

6
III. Invasi melalui darah, misalnya selama penyakit infeksi atau

bakteremia transien.

Reaksi Pulpa terhadap Invasi Bakteri

Hendaknya dipertimbangkan mekanisme injuri pulpa dan hasil perubahannya.

Sekali pulpa terbuka, baik oleh karies atau karena trauma, hendaknya dianggap

terinfeksi karena hampir.segera mikroorganisme masuk ke dalamnya. Namun

demikian bakteri yang melakukan invasi dapat dibatasi seluruhnya pada daerah kecil

pulpa yang terbuka. Pertama, infeksi dibatasi pada daerah kecil pulpa sebagai

membatasi infeksi pada lengan setelah suatu luka garutan. Walaupun daerah koronal

pulpa mungkin terlibat oleh suatu proses infektif yang ringan atau bahkan parah,

bagian badan dan apikal pulpa dapat tetap normal. Reaksi pulpa pada daerah yang

terlibat adalah suatu respon inflamasi.

II.PENYAKIT PULPA

II.1Klasifikasi Penyakit Pulpa

I. Pulpitis (inflamasi)

A. Reversibel

B. Pulpitis ireversibel

1. Dengan gejala/Simtomatik (akut)

2. Tanpa gejala/ Asimtomatik (kronis)

II. Degenerasi pulpa

A. Mengapur/Kalsifik (diagnosis radbgrafik)

B. Lain-lain (diagnosis histopatologik)

7
III. Nekrosis

Pulpitis atau inflamasi pulpa dapat akut atau kronis, sebagian atau seluruhnya,
dan pulpa dapat terinfeksi atau steril. Karena perluasan inflamasi, apakah sebagian
atau seluruhnya, kadang bahkan tidak dapat ditentukan secara histologist, dan karena
keadaan bakteriologik, apakah jaringan terinfeksi atau steril, tidak dapat ditentukan
kecuali dengan usapan atau biakan, maka satu-satunya kemungkinan perbedaan klinis
pulpitis adalah antara akut dan kronis.1

Menurut Ingle pulpitis merupakan kelanjutan dari hiperemi pulpa yaitu


bakteri yang telah menggerogoti jaringan pulpa. Atap pulpa mempunyai persyarafan
terbanyak disbanding bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati pembuluh saraf
yang banyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal dari pulpitis akut.
Bentuk akut umumnya mengalami rasa sakit cepat, sebentar dan menyakitkan, bentuk
kronis hamper tanpa gejala atau hanya terasa sakit sedikit dan biasanya berjalan
lama.2

Berdasarkan gambaran histopatologis dan diagnosa klinis, pulpitis dibagi atas


pulpitis reversible dan pulpitis irreversible. Pulpitis reversible adalah kondisi vitalitas
jaringan pulpa masih dapat dipertahankan sedangkan pulpitis irreversible adalah suatu
keadaan dimana vitalitas jaringan pulpa sudah tidak dapat dipertahankan, tetapi gigi
masih dapat dipertahankan di dalam rongga mulut setelah perawatan endodontic
dilakukan. Oleh karena itu pulpitis irreversible sering merupakan akibat atau
perkembangan lebih lanjut dari pulpitis reversible.2

Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui definisi, klasifikasi, histopatologis,


etiologi, gejala, diagnosa serta perawatan yang dapat dilakukan pada pulpitis
irreversible.

II.1.1Pulpitis Reversibel

Deflnisi Pulpitis Reversibel

8
Pulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan-sampai-sedang

yang di-sebabkan oleh stimuli noksius, tetapi pulpa mampu kembali pada keadaan

tidak terinflamasi setelah stimuli ditiadakan. Rasa sakit yang berlangsung sebentar

dapat dihasilkan oleh stimuli termal pada pulpa yang mengalami inflamasi reversibel,

tetapi rasa sakit hilang segera setelah stimuli dihilangkan.

Histopatologi pulpitis reversibel.

Pulpitis reversibel dapat berkisar dari hiperemia ke perubahan inflamasi

ringan sampai-sedang terbatas pada daerah di mana tubuli dentin terlibat, seperti

misalnya karies dentin . Secara mikroskopis, terlihat dentin reparatif, gangguan

lapisan odontoblas, pembesaran pembuluh da rah, ekstravasasi cairan edema, dan

adanya sel inflamasi kronis yang secara imunologis kompeten. Meskipun sel

inflamasi kronis menonjol, dapat dilihat juga sel inflamasi akut

Gambar A Gambar B

9
Gambar A :(pulpitis reversible)

Gambar B :pembesaran gambar A dimana menunjukan pembuluh darah yang

membesar dan padat .

II. Pulpitis Irreversible

Pulpitis irreversible adalah suatu kondisi inflamasi pulpa parah yang tidak
akan pulih kembali sekalipun penyebabnya dihilangkan. Beberapa kerusakan
puldapat berasal dari pengambilan dentin saat prosedur operative dentistry atau
merusak pembuluh darah pada pulpa hasil dari trauma gerakan orthodontic pada gigi
yang dapat menyebabkan terjadinya pulpitis irreversible. Pulpitis irreversible apabila
tidak dirawat secara perlahan atau cepat akan berkembang menjadi nekrosis pulpa.1,3

Klasifikasi Pulpitis Irreversible

a. Symtomatik
Menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas atau

Gambar gigi dengan diagnosa


Pulpitis irreversible.

10
dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk
beberapa menit sampai berjam-jam dan tetap ada setelah stimulus termal
dihilangkan.
b. Asymtomatik
Tidak adanya gejala dan tanda klinis. Asymtomatik lebih seperti adanya
perubahan periapikal (pelebaran ligament periodontal, perkusi negative), dalam
perjalanannya dapat terjadi perkembangan penyakit secara alami.1

Menurut Paul V. Abbot pulpitis irreversible dibagi menjadi 3 klasifikasi yaitu


pulpitis irreversible acute (symtomatik), kronis (asymtomatik) dan necrobiosis.
Necrobiosis adalah suatu keadaan yang masih vital (terjadi inflamasi pulpa)
bersamaan dengan adanya jaringan nekrotik pada gigi yang sama seperti adanya
jaringan nekrotik di daerah ruang pulpa dengan saluran akar yang masih vital.4

11
Histopatologis Pulpitis Irreversible

Karies superfisialis (dentin) Tubulus dentin yang Berkurangnya dentin reparative


dengan garis hiperkromatik. dan adanya jaringan lunak
terinfeksi

Adanya sel-sel inflamasi kronis,


peningkatan pembuluh darah dan
serat-serat kolagen

Pulpitis ulseratif kronis Bakteri memasuki pulpa dari tubulus Pelebaran pembuluh darah dan adanya
yang ter infeksi inflamasi sel

12
Pulpitis irreversible dapat disebabkan oleh suatu stimulus berbahaya yang
berlangsung lama seperti karies. Bila karies menembus dentin dapat menyebabkan
respon inflamasi kronis yang berkaitan dengan pulpitis reversible. Bila karies tidak
diambil, perubahan inflamasi di dalam pulpa akan meningkat keparahannya jika
kerusakan mendekati pulpa. Reaksi inflamasi ini menghasilkan mikroabses (pulpitis
akut), pulpa berusaha melindungi diri dengan membatasi daerah mikroabses dengan
jaringan penghubung fibros. Secara mikroskopis terlihat daerah abses dan suatu
daerah nekrotik, dimana pada keadaan karies lama dijumpai mikroorganisme
bersama-sama dengan limfosit, sel plasma dan makrofag.1

Bila proses karies berlanjut untuk maju dan menembus pulpa, gambaran
histologik berubah. Maka akan terlihat suatu daerah ulserasi (pulpitis ulseratif kronis)
yang cairannya keluar melalui pembukaan karies ke dalam kavitas dan mengurangi
tekanan intrapulpa dan juga rasa sakit. Secara histologist terlihat suatu daerah
jaringan nekrotik, suatu daerah infiltrasi oleh leukosit polimorfonuklear dan suatu
daerah fibroblas yang berproliferasi membentuk dinding lesi, dimana mungkin
terdapat massa yang mengapur. Daerah diluar abses atau ulserasi mungkin normal
atau mungkin mengalami perubahan inflamatori.1,5

Beberapa respon yang dilukiskan mungkin berhubungan dengan suatu respon


hipersensitivitas dengan antibody sebagai penengahnya. Seltzer dan Bender
menggambarkan suatu kemungkinan mekanisme yang dapat menginduksi
pembentukan immunoglobulin dengan konsentrasi tinggi antigen dari
mikrooorganisme pada proses karies.1

Etiologi

Etiologi paling umum pulpitis irreversible adalah keterlibatan bacterial pulpa


melalui karies, factor klinis, kimiawi, termal atau mekanis yang telah disebut sebagai
etiologi penyakit pulpa yang dapat menyebabkan pulpitis irreversible. Pulpitis
reversible juga dapat memburuk menjadi pulpitis irreversible.1

13
Gejala

Pada tingkat awal pulpitis irreversible suatu paroksisme (serangan hebat) rasa
sakit yang dapat disebabkan oleh hal berikut : perubahan temperature terutama
dingin, bahan makanan yang manis atau asam, tekanan makanan yang masuk ke
dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah dan sikap berbaring yang
menyebabkan kongesti pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika
penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang serta pergi secara spontan, tanpa
penyebab yang jelas. Pasien dapat melukiskan rasa sakit menusuk, tajam menusuk,
dan umumnya parah. Rasa sakit dapat sebentar atau terus-menerus tergantung pada
tingkat keterlibatan pulpa dan pada hubungan ada tidaknya suatu stimulus eksternal. 5

Pasien mungkin juga mengatakan bahwa membungkuk atau tiduran yaitu


mengubah posisi, menambah rasa sakit, sebabnya mungkin perubahan pada tekanan
intrapulpa. Perubahan dalam tekana darah pulpa dapat pula terjadi. Pasien mungkin
juga mempunyai rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke
telinga bila gigi bawah belakang yang terkena. Pada tingkat akhir, rasa sakit makin
parah dan biasanya dilukiskan sebagai tajam menusuk, perih sekali atau berdenyut,
atau seperti seolah-olah gigi dalam tekanan konstan. Pasien sering tidak dapat tidur
karena rasa sakit yang makin tidak tertahankan meskipun dengan segala usaha
analgesic. Tidak terdapat periodontitis apical kecuali tingkat akhir bila inflamasi atau
infeksi meluas ke ligamen periodontal.1

Diagnosa

Pemeriksaan biasanya menemukan suatu kavitas yang dalam dan meluas ke


pulpa atau suatu karies di bawah tumpatan. Pulpa mungkin sudah terbuka. Waktu
mencapai jalan masuk ke lubang pembukaan akan terlihat suatu lapisan keabu-abuan
yang menyerupai buih meliputi pulpa yang terbuka dan dentin sekitarnya. Lapisan ini
terdiri dari sisa makanan, leukosit polimorfonuklear yang mengalami degenerasi,
mikroorganisme dan sel-sel darah. Pembukaan pulpa terkikis. Pada daerah ini sering
dijumpai bau busuk dekomposisi. Probing ke dalam daerah ini, tidak menyebabkan

14
rasa sakit pada pasien hingga dicapai daerah pulpa yang lebih dalam. Pada tingkat ini,
dapat terjadi baik rasa sakit maupun pendarahan. Bila pulpa tidak terbuka oleh proses
karies, dapat terlihat sedikit nanah jika dicapai jalan masuk ke kamar pulpa.1,5

Pemeriksaan radiografik mungkin tidak menunjukkan sesuatu yang nyata yang


belum diketahui secara klinis, mungkin memperlihatkan suatu kavitas proksimal yang
secara visual tidak terlihat, atau mungkin memberi kesan keterlibatan suatu tanduk
pulpa. Suatu radiografik dapat juga menunjukkan pembukaan pulpa, karies di bawah
suatu tumpatan, atau suatu kavitas dalam atau tumpatan mengancam integritas pulpa.
Pada tingkat awal pulpitis irreversible, tes termal dapat mendatangkan rasa sakit yang
bertahan setelah penghilangan stimulus termal. Pada tingkat akhir, bila pulpa terbuka
dapat beraksi secara normal terhadap suatu stimulus termal tetapi umumnya bereaksi
dengan lemah terhadap panas dan dingin. Tes pulpa elektrik menginduksi suatu
respon yang ditandai oleh variasi arus dibandingkan keadaan normal. Hasil
pemeriksaan untuk tes mobilitas, perkusi dan palpasi adalah negative.5

Perawatan

Jika inflamasinya hanya terbatas dalam jaringan pulpa dan tidak meluas ke
jaringan periapeks, gigi akan bereaksi normal terhadap palpasi dan perkusi. Perluasan
inflamasi pada ligament periodontal akan menyebabkan kepekaan pada perkusi dan
penentuan lokasi nyeri yang lebih mudah.3
Perawatan terdiri dari pengambilan seluruh pulpa atau pulpektomi. Anestesi
local merupakan salah satu syarat sebelum dimulai perawatan endodontik terutama
pada pulpectomi vital. Lokal anestesi sangat efektif dalam memproduksi anestesi
pada jaringan normal, namun biasanya gagal pada pasien dengan jaringan yang
meradang misalnya, saraf alveolar inferior blok dikaitkan dengan tingkat kegagalan
15 % pada pasien dengan jaringan normal dan 44-81 % dengan pulpitis ireversibel
dan kegagalan 30 % dalam infiltrasi gigi rahang atas dengan pulpitis irreversible
sehingga ada sebuah penelitian yang ditulis dalam journal of conservation dentistry
yang menyatakan bahwa terdapat hasil yang signifikan pada peningkatan efektifitas

15
anestesi dengan penggunaan obat oral seperti ibuprofen, paracetamol, dan
aceclofenac sebelum local anestesi pada perawatan. Penelitian ini juga didukung
dengan penelitian lain yang mengatakan bahwa pemberian analgesik sebelum
perawatan jika diberikan 1 jam sebelum menyuntikkan anestesi sangat membantu
dalam mengurangi intensitas nyeri dan menyebabkan blok saraf alveolar inferior
lebih efektif. Pada perawatan pulpektomi setelah preparasi saluran akar dilanjutkan
dengan penumpatan suatu medikamen intrakanal sebagai desinfektan atau
obtunden(meringankan rasa sakit) seperti kresatin, eugenol atau formokresol,
obturasi(pengisian saluran akar), restorasi akhir dan Perawatan restorasi post endo.
Adanya prosedur ekstraksi gigi harus dipertimbangkan bila gigi tidak dapat
direstorasi.1,6,7
Pada kasus crack teeth dengan diagnosa pulpitis reversible yang telah
dilakukan perawatan mahkota dapat berlanjut menjadi pulpitis irreversible apabila
terjadi kebocoran dalam perawatan mahkota.8

MODUL 201 / Skenario 1

Nama Skenario : apa giginya dicabut saja ya..

Narasumber : 1. Konservasi : Prof. Trimurni Abidin , drg., M. Kes.,Sp


K.G.( K )

2. I. Penyakit mulut :Sayuti Hasibuan, drg., Sp.P.M.

3. Radiologi K.G.: Dr Trelia Boel,drg., M.Kes., Sp. R.K.G. (


K)

4. Oral Biologi : Rehulina Ginting, drg., M. Si.

Jabaran Skenario :

Seorang pasien laki-laki berusia 50 tahun datang ke praktek dokter gigi


dengan keluhan gigi geraham atas kiri sakit berdenyut sudah beberapa hari. Gigi

16
pernah dirawat sebulan yang lalu karena juga sakit sekali oleh seorang dokter gigi
dalam 3 x kunjungan dan telah dilakukan restorasi permanen.

Pemeriksaan klinis menunjukkan gigi 26 dengan tumpatan resin komposit site2 size 2
kearah distal. Perkusi dan palpasi sakit. Gambaran radiografi menunjukkan adanya
pengisian saluran akar sebelah palatal, disto bukal tidak hermetic dan mesio bukal
tidak terlihat adanya pengisian. Ruang periodontal melebar, lamina dura menebal
dibagian 1/3 tengah akar ke apical. Kedalaman saku periodontal normal. Gigi gigi
34, 35 karies dentin site 1. Pada mukosa pipi kiri dan kanan terdapat nodul-nodul
kecil warna putih kekuningan dalam jumlah yang cukup banyak, juga hal yang sama
ditemukan pada mukosa bibir atas . Pemeriksaan resiko karies ditemui hidrasi saliva
30-60 detik, viskositas saliva berbusa. Pasien mengaku suka minum manis > 2 x
sehari dan kebiasaan merokok 2 bungkus / hari. Pasien menyikat giginya 2x sehari
dengan pasta gigi berfluoride saat mandi pagi dan sore.

Sasaran pembelajaran scenario ;

Mahasiswa mampu ;

1. Menjelaskan dan melakukan pemeriksaan klinis yang cermat untuk


menjelaskan proses kelainan pulpa sehingga dapat membedakan indikasi dan
menegakkan diagnose serta menentukan rencana perawatan yang akan
dilakukan.
2. Menjelaskan etiologi terjadinya penyakit / kelainan jaringan pulpa .
3. Menjelaskan tata laksana perawatan penyakit / kelainan jaringan pulpa.
4. Dapat melakukan perawatan penyakit / kelainan jaringan pulpa sesuai standar
pelayanan medic
5. Menentukan pemeriksaan penunjang ( laboratories, radiografik, model
diagnostic ) yang dibutuhkan.

Learning Issues

Ilmu Konservasi Gigi

1. Etiologi dan imunopatogenesis penyakit pulpa


2. Identifikasi keluhan utama dan pemeriksaan klinis
3. Analisa hasil pemeriksaan riwayat pasien dan temuan klinis

17
4. Indikasi pemeriksaan radiografik, laboratorik yang dibutuhkan sesuai kasus
5. Diagnosis, prognosis dan rencana perawatan
6. Penatalaksanaan perawatan dan pengendalian nyeri
7. Teknik preparasi saluran akar dan obturasi

Ilmu Penyakit Mulut

1. Macam kelainan / variasi normal mukosa mulut


2. Identifikasi kelainan / variasi mukosa mulut
3. Diagnosis, prognosis dan rencana perawatan kelainan /variasi normal mukosa
mulut

Radiologi

1. Interpretasi hasil pemeriksaan radiografik gambaran saluran akar dan


perubahan jaringan periapeks.
2. Memahami keterbatasan gambaran radiografik untuk menentukan anatomi
internal saluran akar.

Oral Biologi

1. Inflamasi jaringan pulpa


2. Gambaran histopatologi jaringan pulpa dengan inflamasi irreversible.

Referensi

1. Bergenholtz G., Horsted- bindslev P., Reit C. TextBook of Endodontology ,


1st ed., Iowa, Blackwell Publ. Ltd., 2003.
2. Cohen s., Burns R.C. Pathways of the pulp , 8th ed., St. Louis , Mosby inc.,
2002
3. Stock C. J.R., Gulabivala K., Walker R. T. , Goodman J. R. Endodontics, 2nd
ed., London , Mosby- Wolfe Ltd. , 2002
4. Torabinejad, Shabahang. Pulp and periapical Patosis. In : Torabinejad, Walton
( eds. ): Endodontics Principles and Practice, 4th ed., Saunders- Elsevier , 2009
5. Greenberg M.S., Glick m., Ship J.A. Burkets Oral Medicine , 11th ed.,
Hamilton, BC Decker inc., 2008
6. Whaites E. Essentials of Dental Radiography and radiology, 4th ed., Longman
, Singapore Publ., 2007

Produk
1. Laporan kelompok
2. Log Book

18
Skills Lab

1. Konservasi : Preparasi dan obturasi saluran akar


2. Ilmu Penyakit Mulut : gambaran mukosa normal dan kelainan mukosa
3. Oral biologi : Gambaran histopatologi kelainan jaringan pulpa

JAWABAN:

DAFTAR PUSTAKA

1. Grossman, L.I, Oliet, Seymour, and Del Rio, C.E. Ilmu endodontic dalam
praktek. 11th edition. EGC. Jakarta. 1995 : 71-77.
2. Tarigan, Rasinta. Perawatan pulpa gigi (Endodonti). 2nd edition. EGC. Jakarta.
2006 : 29-31.
3. Walton, R.E, Torabinejad, Mahmoud. Endodontics (principles and practice).
4th edition. Saunders Elsevier. St. Louis,Missouri. 2002 : 54.
4. Abbot, P.V. Endodontics and Dental Traumatology. International federation
of endodontic associations. Australia. 1999 : 13.

19
5. Hedge, Jayshree. Endodontics. Elsevier. India. 2008 : 31-32.
6. Ramachandran, A, dkk (2012) The efficacy of pre-operative oral medication
of paracetamol, ibuprofen, and aceclofenac on the success of maxillary
infiltration anesthesia in patients with irreversible pulpitis: A double-blind,
randomized controlled clinical trial. Journal of conservative dentistry 15, 310-
314.
7. Wali, A, dkk (2012) Effectiveness of Premedication with Analgesics vs
Placebo for Success of Inferior Alveolar Nerve Block in Irreversible Pulpitis.
Journal Prosthodont restoration dentistry 2, 5-9.
8. Keith V. Krell,DDS,MS,MA, and Eric M. Rivera, DDS,MS. Journal of
Endodontics.

20

Anda mungkin juga menyukai