Anda di halaman 1dari 12

ASUHANKEPERAWATAN

Jangan Pernah Lelah Kalian Mengerjakan ASKEP, Akan Sangat Terasa Manfaatnya

Lanjut ke konten
Keperawatan Medikal Bedah
Kebutuhan Dasar Manusia
Dokumentasi Keperawatan
Pemeriksaan Fisik
Laporan Pendahuluan DISPEPSIA

Laporan Pendahuluan Abses


Posted on 12 September 2014by muhammadzakymaulani

1. DEFINISI
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri
atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum
suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan
subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah.(Siregar, 2004).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi yang
melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan nekrotik,
bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik. (Morison,
2003)

Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik mata, yang kemudian pecah; rongga abses
kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis, meninggalkan jaringan parut yang kecil.
(Underwood, 2000)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses adalah suatu infeksi kulit yang
disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya benda asing (misalnya luka peluru
maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik.

2. Klasifikasi Abses
Ada dua jenis abses, septik dan steril.

Abses septic
Kebanyakan abses adalah septik, yang berarti bahwa mereka adalah hasil dari infeksi. Septic
abses dapat terjadi di mana saja di tubuh. Hanya bakteri dan respon kekebalan tubuh yang
diperlukan. Sebagai tanggapan terhadap bakteri, sel-sel darah putih yang terinfeksi
berkumpul di situs tersebut dan mulai memproduksi bahan kimia yang disebut enzim yang
menyerang bakteri dengan terlebih dahulu tanda dan kemudian mencernanya. Enzim ini
membunuh bakteri dan menghancurkan mereka ke potongan-potongan kecil yang dapat
berjalan di sistem peredaran darah sebelum menjadi dihilangkan dari tubuh. Sayangnya,
bahan kimia ini juga mencerna jaringan tubuh. Dalam kebanyakan kasus, bakteri
menghasilkan bahan kimia yang serupa. Hasilnya adalah tebal, cairan-nanah kuning yang
mengandung bakteri mati, dicerna jaringan, sel-sel darah putih, dan enzim.

Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang
disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa
kejadian terjadi:

* Darah mengalir ke daerah meningkat.

* Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.

* Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.

* Ternyata merah.

* Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.

Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan. Ketika proses


berlangsung, jaringan mulai berubah menjadi cair, dan bentuk-bentuk abses. Ini adalah sifat
abses menyebar sebagai pencernaan kimia cair lebih banyak dan lebih jaringan. Selanjutnya,
penyebaran mengikuti jalur yang paling resistensi, umum, jaringan yang paling mudah
dicerna. Sebuah contoh yang baik adalah abses tepat di bawah kulit. Paling mudah segera
berlanjut di sepanjang bawah permukaan daripada bepergian melalui lapisan terluar atau
bawah melalui struktur yang lebih dalam di mana ia bisa menguras isi yang beracun. Isi abses
juga dapat bocor ke sirkulasi umum dan menghasilkan gejala seperti infeksi lainnya. Ini
termasuk menggigil, demam, sakit, dan ketidaknyamanan umum.

Abses steril
Abses steril kadang-kadang bentuk yang lebih ringan dari proses yang sama bukan
disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh non-hidup iritan seperti obat-obatan. Jika menyuntikkan
obat seperti penisilin tidak diserap, itu tetap tempat itu disuntikkan dan dapat menyebabkan
iritasi yang cukup untuk menghasilkan abses steril. Seperti abses steril karena tidak ada
infeksi yang terlibat. Abses steril cukup cenderung berubah menjadi keras, padat benjolan
karena mereka bekas luka, bukan kantong-kantong sisa nanah.

Menurut Letaknya abses dibedakan menjadi:


1. Abses Ginjal
Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi.Ditandai dengan pembentukan sejumlah
bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar yang disebabkan oleh infeksi yang
menjalar ke jaringan ginjal melalui aliran darah.

1. Abses Perimandibular
Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan, maka akan timbul bengkak-
bengkak yang keras, di mana nanah akan sukar menembus otot untuk keluar, sehingga untuk
mengeluarkan nanah tersebut harus dibantu dengan operasi pembukaan abses.

1. Abses Rahang gigi


Radang kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah pada ujung akar gigi atau
geraham.Menyebar ke bawah selaput tulang (sub-periostal) atau di bawah selaput lendir
mulut (submucosal) atau ke bawah kulit (sub-cutaneus).Nanah bisa keluar dari saluran pada
permukaan gusi atau kulit mulut (fistel).Perawatannya bisa dilakukan dengan mencabut gigi
yang menjadi sumber penyakitnya atau perawatan akar dari gigi tersebut.
1. Abses Sumsum Rahang
Bila nanah menyebar ke rongga-rongga tulang, maka sumsum tulang akan terkena radang
(osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang tersebut dapat mati dan kontradiksi dengan tubuh.
Dalam hal ini nanah akan keluar dari beberapa tempat (multiple fitsel).

1. Abses dingin (cold abcess)


Pada abses ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini merupakan abses menahun yang
terbentuk secara perlahan-lahan.Biasanya terjadi pada penderita tuberkulosis tulang,
persendian atau kelenjar limfa akibat perkijuan yang luas.
1. Abses hati
Abses ini akibat komplikasi disentri amuba (Latin: Entamoeba histolytica), yang
sesungguhnya bukan abses, karena rongga ini tidak berisi nanah, melainkan jaringan nekrotik
yang disebabkan oleh amuba. Jenis abses ini dapat dikenali dengan ditemukannya amuba
pada dinding abses dengan pemeriksaan histopatologis dari jaringan.

1. Abses (Lat. abscessus)


Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh, ketidaknormalan di bagian tubuh, disebabkan
karena pengumpulan nanah di tempat rongga itu akibat proses radang yang kemudian
membentuk nanah. Dinding rongga abses biasanya terdiri atas sel yang telah cedera, tetapi
masih hidup.Isi abses yang berupa nanah tersebut terdiri atas sel darah putih dan jaringan
yang nekrotik dan mencair. Abses biasanya disebabkan oleh kuman patogen misalnya: bisul.
3. Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara:

1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak
steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :

1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi


2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus
4. Patofisiologi
Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu infeksi. Sebagian
sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi.
Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak
kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati, sel darah
putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada
akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas.Abses dalam hal ini
merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.Jika suatu abses
pecah di dalam tubuh, maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah
permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses. (Utama, 2001)
5. Manifestasi Klinis
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum,
dan otot.Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat dibawah kulit terutama jika
timbul diwajah.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan
pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:

1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan. Adapun
lokasi abses antaralain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka
daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam
tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar.Paling sering,
abses akan menimbulkan nyeri tekan dengan massa yang berwarna merah, hangat pada
permukaan abses , dan lembut.

Abses yang progresif, akan timbul titik pada kepala abses sehingga Anda
dapat melihat materi dalam dan kemudian secara spontan akan terbuka (pecah).
Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa perawatan. Infeksi dapat menyebar
ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke aliran darah.
Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda mungkin mengalami
demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin lebih menyebarkan infeksi
keseluruh tubuh.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam seringkali
sulit ditemukan. Pada penderita abses biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan
jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dalam, bisa dilakukan
pemeriksaan rontgen, USG, CT scan atau MRI.

7. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang
jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian
tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya
diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan
konsekuensi yang fatal.Meskipun jarang, apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital,
misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004)

8. Penatalaksanaan Medis
A. Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik.
Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi
bedah, debridemen, dan kuretase. hal yang sangat penting untuk diperhatikan
bahwa penanganan hanya dengan menggunakan antibiotik tanpa drainase
pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi karena
antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain bahwa antibiotik
tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah.
9. Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
utamanya apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus
diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong
dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgesik dan mungkin
juga antibiotik.
10. Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasikan apabila
abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang
lebih lunak.
11. Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan
pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu
dilakukan.
12. Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik
antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan
adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat
melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani
MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik
lain: clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan menggunakan
antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif.Hal tersebut
terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain itu antibiotik
tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001, hal.17).
Menurut Smeltzer & Bare (2001), Pada pengkajian keperawatan, khususnya sistem
integumen, kulit bisa memberikan sejumlah informasi mengenai status kesehatan seseorang
dan merupakan subjek untuk menderita lesi atau terlepas. Pada pemeriksaan fisik dari ujung
rambut sampai ujung kaki, kulit merupakan hal yang menjelaskan pada seluruh pemeriksaan
bila bagian tubuh yang spesisifik diperiksa.Pemeriksaan spesifik mencakup warna, turgor,
suhu, kelembaban, dan lesi atau parut. Hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Riwayat Kesehatan
Hal hal yang perlu dikaji di antaranya adalah :

Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam
seringkali sulit ditemukan.
Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena peluru.
Riwayat infeksi ( suhu tinggi ) sebelumnya yang secara cepat menunjukkan rasa sakit
diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.
1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Luka terbuka atau tertutup


Organ / jaringan terinfeksi
Massa eksudat dengan bermata
Peradangan dan berwarna pink hingga kemerahan
Abses superficial dengan ukuran bervariasi
Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif.
1. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel darah putih.
Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT,
Scan, atau MRI.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akut
4. Resiko hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai proses penyakit dan
tindakan medis yang dilakukan

3. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam diharapkan rasa nyaman
nyeri terpenuhi

Kriteria hasil : Nyeri hilang / berkurang

Rencana tindakan :

1. Kaji tingkat nyeri


Rasional : Untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang dirasakan dan mengetahui
pemberian terapi sesuai indikasi.

1. Berikan posisi senyaman mungkin


Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan.

1. Berikan lingkungan yang nyaman


Rasional : Untuk mendukung tindakan yang telah diberikan guna mengurangi rasa nyeri.

1. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik sesuai indikasi Rasional : Untuk


mengurangi rasa nyeri

2. Resiko infeksi berhubungan dengan kulit yang rusak, trauma jaringan, stasis
jaringan tubuh
Tujuan

Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil

Tanda-tanda infeksi (-)


Suhu normal
Intervensi keperawatan

1. Observasi tanda terjadinya infeksi.


R/ mengetahui secara dini terjadinya infeksi dan untuk membantu memiih intervesi yang
tepat

2. Ganti balutan dengan teknik aseptik.


R/ Teknik aseptic yang tepat menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3. Tingkatkan intake cairan 2-3 liter/hari Tingkatan nutrisi dengan diet TKTP Gunakan
pelunak feses bila terdapat konstipasi.
R/ nutrisi untuk meningkatkan ketahanan tubuh dan mempercepat pertumbuhan jaringan.

1. Berikan antibiotika sesuai program medis.


R/ Antibiotika untuk menghambat dan membunuh kuman patogen.

1. Pantau tanda-tanda radang: panas, merah, bengkak, nyeri, kekakuan. Untuk


mengidentifikasi indikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan
R/ Untuk mengetahui secara dini terjadinya infeksi.

1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akut


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan gangguan
pola tidur teratasi

Kriteria hasil : Pola tidur terpenuhi

Rencana tindakan :

1. Kaji pola tidur atau istirahat normal pasien


Rasional : Untuk mengetahui pola tidur yang normal pada pasien dan dapat menentukan
kelainan pada pola tidur.

1. Beri lingkungan yang nyaman


Rasional : Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan aktivitas dan tidur.

1. Batasi pengunjung selama periode istirahat


Rasional : Untuk menjaga kualitas dan kuantitas tidur pasien

1. Pertahankan tempat tidur yang hangat, bersih dan nyaman


Rasional : Supaya pasien dapat tidur dengan nyaman

1. Kolaborasi pemberian terapi analgetika


Rasional : Agar nengurangi rasa nyeri yang menggangu pola tidur pasien

4. Resiko hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 124 jam, pasien tidak mengalami perubahan suhu
tubuh yang signifikan

Kriteria hasil:

Suhu tubuh normal

Intervensi Keperawatan

1. Mencatat suhu pra operasi dan mengkaji suhu post operasi


R/ Sebagai evaluasi adanya perubahan suhu yang signifikan

2. Kaji suhu lingkungan dan modifikasi sesuai kebutuhan


R/ Dapat membantu dalam mempertahankan/menstabilkan suhu pasien

3. Lindungi area kulit dari paparan langsung aliran udara


R/ Kehilangan panas dapat terjadi ketika kulit dipajankan pada aliran udara atau lingkungan
yang dingin

4. Berikan selimut pada pasien


R/ menjaga kehilangan panas tubuh

5. Kolaborasi pemberian antipiretik


R/ Antipiretik merupakan terapi farmakologis untuk menurunkan suhu tubuh.

5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai proses penyakit dan


tindakan medis yang dilakukan
Tujuan

Setelah dilakukan perawatan selama 224 jam diharapkan cemas berkurang

Kriteria hasil

Klien tidak bertanya-tanya lagi


Klien mengatakan mengerti tentang penjelasan
Wajah tampak relaks
TTV dalam batas normal
TD 100-120/60-90 mmHg
Nadi 60-100x/menit
RR 16-24 x/menit
Intervensi Keperawatan

1. Memberikan penjelasan tentang penyakitnya


R/ Klien akan mengerti dan kooperatif

2. Menganjurkan keluarga untuk mendampingi dan memberikan support sistem


R/ Membesarkan jiwa klien

3. Memberikan penjelasan sebelum melakukan tindakan apapun


R/ Klien akan mengerti tindakan dan mau bekerjasama

4. Mengobservasi TTV
R/ Kecemasan akan meningkatkan TTV
DAFTAR PUSTAKA

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta


Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI: Jakarta
Nanda International. 2012. Nursing Diagnoses : Definition and classification 2010-2012.
Wiley-Blackwell: United Kingdom

Anda mungkin juga menyukai